Hari ini aku punya ‘pacar’ baruuuu..
Kenalin nih, si ganteng yang kutebus dengan gaji
keduabelas-ku, Zenfone 4C!
Oke, aku tau barang ini bukan barang baru mengingat dia udah
lahir sejak tahun lalu. Tapi ya whatevs
lah.. mau barang lama, mau barang baru, yang penting kan speknya :3
Sebenernya sebelumnya aku nggak pernah denger nama ‘Asus
Zenfone’. Aku baru tau nama ini ketika salah satu temen dumayku—yang waktu itu
sering ngobrol via chat di BBM—mengungkapkan betapa tergila-gilanya dia sama
Asus Zenfone 5, dan dia kepengen banget punya. Karena penasaran, akhirnya aku
browsing. Pengen tau gitu, yang mana sih
yang namanya Asus Zenfone 5.
Setelah browsing-browsing, baru deh aku tau bahwa Asus
Zenfone Series merupakan salah satu seri Android terlaris saat itu, bahkan maybe sampe saat ini. Aku jadi ikutan
ngiler Asus Zenfone juga. Beda dengan temenku yang ngiler Zenfone 5, aku justru
jatuh cinta sama Zenfone Pegasus. Sayangnya Pegasus ternyata nggak masuk ke
pasar Indonesia. Akhirnya pilihanku jatuh di Zenfone 4S, karena selain
ukurannya yang nggak begitu besar—4,5 inch—juga karena harganya yang lebih
ramah di kantongku. Mwehehe..
Daaann.. setelah penantian selama beberapa bulan, akhirnya
ketebus juga. Walau duit limited sih.
Andai aku nggak butuh-butuh banget, mungkin bisa ditunda. Masalahnya android
Evercoss-ku yang umurnya sekitar kurang lebih setahunan itu udah menurun gitu
performanya. Masa setiap data internetnya ‘on’, hape itu mati. Dan nggak cuman
pas data internetnya ‘on’ aja, tapi juga saat aku nyalain kamera atau muter
musik pun kadang-kadang hape itu suka mati. Kalo mau tetep hidup, charger-nya harus nyambung. Aku duga sih
masalahnya ada di baterainya. Pasalnya baterainya udah obesitas gitu, macam
orang kelebihan lemak. Selain itu kamera belakangnya buram entah kenapa, dan audio sound-nya naik turun (kalo ini
udah jelas bukan masalah baterai).
Akhirnya putuslah hubunganku dengan si Evercoss A28B itu.
Aku kasih ke ibuku. Tapi untuk sementara ini sih hape itu dipegang adikku dulu,
buat main game gitu deh, coz layarnya kan emang lumayan gede.
Yah, setidaknya lebih gede dari layar hape adikku. Nanti kalo aku udah beli
pengganti baterainya, baru hape itu resmi jadi hak milik ibuku. Aku bakal
ajarin pake BBM nanti. Mwehehe..
Well, Asus Zenfone yang aku beli emang agak melenceng dari
rencana sih. Aku sempet berubah minat gitu, yang tadinya interested sama Zenfone 4S jadi interested
sama Zenfone 5 Lite karena kapasitas baterai dan ukuran resolusi kamera yang
lebih besar. Toh, perbedaan harganya nggak jauh-jauh banget.
Jadilah hari Rabu itu—tepatnya kemaren—aku mengunjungi salah
satu toko seluler terbesar di bumi Cirebon ini sepulang kerja. Begitu
menginjakkan kaki di depan pintu masuk toko, aku disambut dengan seorang cowok
berkemeja hitam kotak-kotak. Dia nyamperin aku dan bertanya, “Cari hape apa,
Teh?”
“Asus ada?” tanyaku balik.
“Oh ada.” Kemudian cowok itu nganter aku kedalem toko. Dari
stylenya sih aku duga dia itu supervisor toko. Coz pakaiannya berbeda dengan rekan-rekannya yang mengenakan kaos
atau kemeja yang masing-masing mengusung berbagai nama brand perangkat seluler
yang mereka promosikan.
Eh, pas nyampe didalem toko dan nyebutin tipe Asus yang aku
cari, aku malah dihadapkan sama hape-hape Zenfone second. “Wah, Zenfone-nya kosong, Teh. Adanya ini aja,” katanya.
Kemudian seorang cowok dengan gaya bicara agak feminin yang berdiri disebelahku
nyambung, “Pake O*** aja, Teh. Lebih bagus lho. Processor-nya aja udah
quadcore. Tapi harganya nggak beda jauh kok, malah lebih murah..,” katanya.
Dari bordiran nama brand di kaos
bagian dada kanannya sih aku menyimpulkan bahwa cowok itu pastilah SPB dari brand yang dia sebut tadi.
Kemudian dua orang itu membawaku ke rak-rak dimana
produk-produk brand O*** dipajang.
Trus mulai deh mereka menyebutkan kelebihan-kelebihan dari produk itu sambil
mempraktekannya, dan membujukku buat beli. Kebetulan tiga rekan kerjaku—Mas
Aris, Mas Daus, dan Pak Zuhri—pake produk ini. Lumayan bagus sih.. Aku suka
dengan cara kamera dari produk itu mengambil gambar kita. Kita cukup bilang ‘cheers’, dan secara otomatis, kameranya
nge-shoot. Selain itu, kalo kita
males ngetik pesan, kita cukup ngomong aja didepan mikrofon produk tersebut,
dan secara otomatis, apa yang kita omongin itu muncul di layar dalam bentuk
teks. Keren, emang keren. Tapi karena tiga rekanku pake produk itu, aku juga
jadi tau kelemahannya, dan apa-apa aja yang sering dikeluhkan dari produk itu.
Makanya aku kurang tertarik. Aku tetep prefer
ke Asus. Lagipula dari awal aku cuman fokus
browsing mengenai Asus, mulai dari harga, kelebihan, kekurangan, sampe
testimoni-testimoni para user-nya. Well,
aku emang selalu melakukan ini sebelum membeli gadget. Biar nggak nyesel gitu. Jadi nggak bisa asal beli produk
yang lain. So, aku pamit deh dari
tempat itu. Kasian juga dua mas-mas itu udah ngomong sampe mulutnya
berbusa-busa gitu. Mana mereka sempet banting-banting hape itu lagi (maksudnya
buat ngebuktiin kalo produk itu kuat, anti retak dan goresan).
Heran deh.. Di toko seluler sebesar itu kok Asus Zenfone aja
nggak ada? Menurutku nggak sesuai dengan nama tokonya yang jelas-jelas
mengesankan bahwa toko itu merupakan toko seluler serba ada (I can’t mention its name, Guys. sorry..).
Setelah dari toko itu, tadinya aku mau ngunjungin toko seluler yang lain. Tapi
karena keburu males, plus karena saat itu aku lagi kurang enak badan, akhirnya
aku memutuskan buat pulang.
Dan hari ini.. baru deh kesampean beli Zenfone. Siang tadi,
aku pergi dianter adik. Sebelumnya kami ke Asia Supermarket dulu buat beli
tissue titipan ibu dan makanan kucing. Setelah itu, baru deh kami ke toserba di
sebelahnya buat nyari si Zenfone 5 Lite. Ternyataaa.. nggak gampang nyarinya.
Yang aku temuin disana justru Zenfone 4C. Nggak tertarik, kami ke PGC. Eh, di
PGC malah nggak ada sama sekali. Akhirnya kami meluncur ke Grage Mall.
Aku dan adik masuk ke Grage Mall dari pintu masuk Grage Mall
yang menghadap langsung ke parkiran motor. Kami jadi nggak perlu jalan terlalu
jauh deh. Kami jalan luruuuus aja dari situ, sampe kemudian seorang mbak-mbak
berkerudung yang berdiri didepan sebuah toko nawarin, “Cari apa, Mbak? S*ms**g,
O***, Asus..”
Kami langsung berenti disitu. “Zenfone 5 Lite, ada?”
Langsung deh, si pemilik toko yang berwajah Chinese itu
ngeluarin produk yang aku cari. Tapi pas aku liat kardusnya kok tertera ‘Asus
Zenfone 5’, nggak ada ‘Lite’-nya. Harganya pun berbeda jauh dengan yang
disebutkan di internet. “Ini Zenfone 5 yang biasa ya? Bukan yang Lite?” Tapi si
pemilik toko malah keukeuh bilang bahwa itu adalah produk yang sama. Padahal
jelas-jelas dari spek aja mereka berbeda, dan harga Zenfone 5 Lite nggak nyampe
dua juta seratus ribu seperti yang mereka tawarkan. Akhirnya karena barang yang
dicari susah banget ditemuin, aku memutuskan buat menebus Zenfone 4C.
Bisa dibilang Zenfone 4C ini kembarannya Zenfone 4S. Hanya
aja speknya lebih bagus. Kapasitas baterainya lebih besar (nggak beda jauh
dengan Zenfone 5) dan bersifat removable
(beda dengan baterai Zenfone 4S yang non-removable).
Produk ini tersedia dalam dua pilihan ukuran RAM. Ada yang 1 GB dengan harga
sejuta dua ratus ribu, dan ada yang 2 GB dengan harga sejuta lima ratus. Aku
ambil yang 2 GB.
Asli, aku suka banget sama kameranya, terutama kamera
belakang. Tajem dan bening gitu. Udah gitu fitur bawaannya banyak. Nggak cuman filter, tapi ada juga fitur GIF, fitur
selfie, depth of field, de el el..
Bahkan fitur panorama—yang kata karyawan toko tadi itu nggak tersedia di produk
ini—ternyata ada. Dan ternyata aku juga nggak perlu-perlu banget beli antigores.
Salah kalo karyawan toko tadi bilang bahwa hape ini butuh antigores, karena
hape ini udah punya lapisan oleophobic
coating di layarnya sebagai lapisan pelindung :D
So, the point is.. produk ini cukup
memuaskan! Yang mengecewakan cuman jenis font-nya
yang nggak bisa ganti secara keseluruhan—selain di root—dan paketnya yang nggak menyediakan earphone. Dengan kata lain, earphone-nya
harus beli sendiri (=__=’) Whatever, tunggu
tiga minggu setelah ini. Semoga nggak ada penyesalan yang berarti setelah aku
menebus hape ini.
0 komentar:
Posting Komentar