Minggu, 04 Oktober 2015
Ada beberapa hobi yang pengen banget bisa aku kembangkan. Salah satunya adalah : nulis. Aku udah suka nulis sejak aku kecil. Yah, bahkan mungkin aku udah punya hobi ini sejak aku mengenal alfabet berikut cara baca dan nulisnya, karena aku seringkali menemukan barang-barang lama (buku, album foto jadul dll) yang mana disana terdapat coret-coretanku—dengan bentuk tulisan yang masih sangat abstrak—entah itu cuman nama dan alamatku, ataupun pesan agar barang itu nggak diambil orang lain.


Album foto masa kecil, dengan tulisan abstrak hasil coretan tanganku

Ketika awal-awal masuk SD pun aku punya buku khusus nulis catatan random. Di buku itu, biasanya aku nulis apapun yang ada di pikiran, entah itu lirik lagu anak-anak yang waktu itu lagi aku suka, lagu soundtrack anime, cerita tentang mimpi yang aku alamin semalam, daftar seleb yang aku kenal namanya, jadwal acara anak Minggu pagi.. banyak lah pokoknya. Nggak penting banget yak (sama kayak blog ini. Mwahaha..). Dengan umur semuda itu pula, aku udah punya hobi nulis surat (yang juga nggak penting), walau surat-surat itu hanya aku layangkan ke sepupuku yang sebenernya sering aku temui. Ngiriminnya pun langsung ke orangnya, nggak lewat pos. Huahaha..

Kemudian ketika aku SD kelas tiga atau empat (aku lupa kapan tepatnya), aku mulai suka nulis karya, entah itu cerpen, dongeng, atau puisi. Aku bersyukur karena waktu itu bapakku bekerja di perusahaan printing. Karenanya, bapakku seringkali ngasih aku beberapa buku polos dan tebal. Ada yang panjang kayak buku gambar, ada juga yang ukurannya sama dengan buku tulis. Buku yang ukurannya sama dengan buku tulis itu biasanya adalah kumpulan lembar jawaban ujian SMA. Bagian belakang dari tiap lembarnya kan kosong tuh, biasanya aku jadiin media coret mencoret.  Biasanya sih yang ukurannya sedang itu aku jadiin media khusus menggambar. Nah, kalo yang ukurannya panjang kayak buku gambar, aku jadiin media khusus nulis puisi-puisiku. Sedangkan kalo cerpen dan dongeng biasanya aku tulis di buku tulis beneran.

Aku juga sering diminta temen-temenku untuk nulis puisi ataupun cerpen buat mereka. Aku sendiri sebenernya mungkin nggak akan inget bahwa dulu aku sering nulis puisi buat temen-temenku kalo aja ibu dari almarhum temenku, si Oki, nggak menyampaikannya ke ibu, dan ibu nggak menyampaikannya ke aku.

Hanya aja seiring bertambahnya usia, hobiku buat menulis karya semakin lama semakin menguap. Cuma hobi nulis diary aja yang masih bertahan sejak aku masih duduk dikelas tiga SD sampe sekarang, karena emang nulis diary adalah menulis yang paling mudah menurutku. Hanya aja bedanya dulu aku pake buku diary ataupun buku tulis beneran buat nulis daily stories aku (believe it or not, buku-buku itu masih ada sampe sekarang, hanya boleh dibuka oleh aku sendiri, dan kalo dibaca bikin cengar-cengir sendiri), sedangkan kalo sekarang ada blog dan bisa dibaca semua orang. Hehehe..
Kalopun ada daily stories yang isinya sangat pribadi, biasanya aku tulis di netbook dan diamankan dengan password.


Diary tahun 2004. Iya, aku tau ini menggelikan :v

Sebenernya pengen sih nulis karya lagi kayak dulu. Kali ini aku lebih condong ke cerpen ataupun novel, bukan puisi lagi. Cukup banyak ide cerita yang muncul di kepalaku, hanya aja aku seringkali bingung gimana menuangkannya kedalam tulisan. Ada beberapa ide yang udah tertuang, tapi akhirnya malah stuck di tengah jalan. Kadang aku nggak tau gimana caranya bikin konflik menanjak secara perlahan tanpa terkesan buru-buru, dan kadang pula aku nggak tau gimana caranya mengakhiri sebuah cerita dengan mengesankan tanpa terkesan maksa. Itulah yang jadi masalah. Makanya karyaku banyak yang nggak (atau belum) selesai. Dan ternyata yang punya masalah kayak gini bukan cuman aku doang. Penulis-penulis pemula yang lain juga banyak yang ngalamin, bahkan Mas Ukai—ex rekan kantorku—pun pernah.

Aku pengen banget jadi penulis yang produktif. Nggak harus seperti mereka yang berhasil membukukan karyanya, atau bahkan sampe jadi best seller. Enggak, aku nggak berharap semuluk itu. Aku cukup kagum sama mereka yang aktif nulis karya kayak para penulis fanfiction atau Wattpad. Aku pengen banget bisa kayak gitu. Ngenes juga rasanya, aku punya akun Wattpad tapi belom nulis satu karya pun. Ada sih.. tapi ya gitu, masih dalam bentuk draft. Hahahaha..
Makanya aku pengen banget setelah wisuda nanti aku bisa kuliah lagi di jurusan Sastra Inggris, dengan harapan bisa ngedapetin ilmu menulis yang baik.

Selain pengen mengembangkan hobi menulis, aku juga pengen banget mengembangkan hobi menggambar. Seperti yang udah aku ungkapkan diatas bahwa selain suka menggunakan blank paper sebagai media menulis, aku juga suka menggunakannya sebagai media pengganti buku gambar. Yaaa emang sih kebanyakan dari gambar yang aku buat itu bukan gambar-gambar yang terlukis berdasarkan imajinasiku. Kebanyakan gambar-gambar itu adalah hasil nyontek dari objek lain. Mwehehe.. Whatever. Mau gimana lagi? Masih sulit bagiku untuk menuangkan imajinasi kedalam bentuk gambar. Aku masih harus banyak belajar untuk itu.

Untuk sekarang sih aku lagi suka ngegambar-gambar anime dan doodle art. Itupun belum banyak sih. Aku aja berhasil ngegambar anime itu baru pas beberapa bulan yang lalu. Sedangkan doodle art sendiri baru berhasil bikin dua. Dan media menggambar yang biasa aku pake selain blank paper yaitu pensil dan penghapus. Yups, cuma itu. Anyway, baru-baru ini aku lagi coba-coba ngegambar pake drawing pen. Itupun aku nyobanya atas saran Mas Yudi, Graphic Designer (atau apalah itu, aku nggak tau posisi dia apa :p) di kantor, dan ngegambarnya pun masih kudu pake pensil dulu, nggak langsung pake drawing pen. Maklum, masih pemula, belom expert :v

Aku pake drawing pen merk Artline. Drawing pen pertamaku berukuran 0,4. Harganya sembilan ribu. Sebenernya aku beli dua buah drawing pen waktu itu. Yang satunya itu merk Snowman. Harganya lebih murah, enam ribu lima ratus. Hanya aja aku salah beli. Yang aku beli malah drawing pen ukuran 2,0 buat bikin kaligrafi atau lettering (yang mata penanya miring kayak ujung stabilo) (=.=’) Alhasil drawing pen Snowman itu jarang banget aku pake. Palingan dipake buat latihan lettering aja, coz aku juga tertarik sama seni menulis dengan bentuk huruf-huruf unik itu. Dengan begitu, latihannya jadi double sulit. Gimana enggak? Lettering itu nggak mudah buat beginner kayak aku ini, ditambah lagi kalo bikinnya pake drawing pen jenis ini. Kaku gimana gitu kalo belum terbiasa pake. Kadang garis yang aku buat terlalu tipis, kadang juga jadi terlalu tebal.

Selain berlatih, aku juga nge-follow­ orang-orang yang hobi lettering atau ngegambar anime dan meng-upload­ karyanya di Instagram. Dan dari orang-orang yang aku follow itu, aku paling suka sama karya-karyanya @niksdrawingss. Asli, aku kagum banget sama dia. Udah cewek, cantik, pinter ngegambar pula. Pewarnaan gambarnya juga sempurna. Really. Aku butuh tangan-tangan berbakat kayak gitu. Satu kali aku pernah bertanya sama dia lewat kolom komentar di gambar Cloud Strife—karakter Final Fantasy—yang dia buat. Aku bertanya tentang alat apa yang dia pake buat ngegambar itu. Dia jawab, “I just used pencil and gelly roll for this.”
Satu lagi nilai positif buat dia : dia nggak pelit balas komen. Soalnya ada ya orang yang aku kagumin karyanya tapi nggak bisa diajak sharing, jadi bikin ilfeel duluan (-__-‘)

Kadang aku juga browsing di Google tentang tips menggambar anime. Ternyata banyak banget peralatan yang dibutuhkan. Selain kertas, pensil, penghapus, dan drawing pen, ada juga penggaris, jangka, dan berbagai macam tinta. Jangankan tinta deh yang banyak macemnya, pensil aja banyak. Ada pensil 2B, pensil HB, pensil biru (bukan pensil warna biasa), dan pensil mekanik.

Setelah browsing cukup banyak artikel mengenai tips menggambar anime, aku ke toko alat tulis. Hari itu aku beli dua buah drawing pen Artline ukuran 0,1 dan 0,2 dan sebuah pensil mekanik ukuran 0,5, coz menurut artikel yang aku baca, menggambar anime lebih cocok pake drawing pen ukuran segitu dan pensil mekanik. Aku pikir kali aja kualitas gambarku meningkat kalo pake alat-alat itu. Eh nggak taunya pas dicobain sama aja. Wakakakak.. Emang dasar nggak ber-skill, mau pake alat gambar sebagus apapun juga nggak bakal jadi bagus gambarnya kalo dasarnya nggak berbakat. Kayaknya aku butuh banyak latihan :v

Anyway, salah satu hal yang membuat aku bahagia bekerja di tempat kerjaku sekarang adalah : aku bekerja di antara para seniman. Beberapa dari rekan-rekan kerjaku adalah Musisi, Photo Editor, Graphic Designer, Sastrawan, atau Penggambar. Musisi itu adalah Mas Kholik (yang katanya dulu pernah jadi vokalis, gitaris, dan penulis lagu di band-nya), Mas Rizki—eks rekan kerja—(yang pernah jadi gitaris juga di band-nya), dan Mas Daus (yang bisa mainin beberapa alat musik kayak gitar, bass, dan drum). Mas Daus juga mahir ngedit-ngedit foto. Graphic Designer-nya siapa lagi kalo bukan Mas Yudi? Mendesain logo, bikin doodle art, dan lettering, dia jagonya. Bisa dibilang, aku adalah salah satu orang yang mengagumi coretan-coretan tangannya. Yups, kalo enggak, ngapain juga aku follow dia di IG? Lalu, siapa Sastrawan-nya? Itu sebutan untuk Mas Ukai (panggilan sebenernya ‘Uki’)—eks rekan kerja—yang sering update kata-kata puitis di PM BBM-nya dan ngasih aku rekomen novel bagus.

Semenjak Mas Ukai keluar dari pekerjaan, nggak ada lagi yang aku pandang sebagai Sastrawan di tempat kerja sampe pada akhirnya baru-baru ini aku menemukan fakta bahwa Mbak Ida—Staff Marketing Properti—hobi nulis dan udah menelurkan beberapa karya tulis dalam bentuk puisi.

Well, walaupun bekerja di satu perusahaan, tapi kami nggak pernah ngobrol karena sifatku yang kelewat pendiem dan kurang mahir mengakrabkan diri dengan orang lain :v Alhasil kalo ketemu ya cuman lempar senyum doang :v
Kemudian beberapa hari yang lalu, ketika lagi iseng scrolling-scrolling beranda BBM, aku tertarik sama display picture Mbak Ida yang waktu itu menampilkan nama penanya, ‘Idhay Sapphira’ di atas kertas dengan huruf-huruf unik ala font komputer yang sama sekali bukan hasil cetakan, melainkan hand-writing. Aku puji deh DP-nya. Dan akhirnya terciptalah obrolan itu. Kami jadi chatting di BBM soal hobi masing-masing. Nah, dari situlah aku jadi tau bahwa Mbak Ida ternyata udah expert dalam merangkai kata. Aku stalk blognya, puisi-puisinya bagus banget. Jangankan puisi deh, biografinya aja dia tulis dengan pilihan kata yang baik. Aku nggak setuju dengan pernyataan dia, “Isi blog aku nggak jelas.”
Dear, Mbak Ida. Blogmu jauh lebih bermakna dibanding blog saya yang hanya berisi catatan harian ini. Who cares kan? Siapa juga yang peduli sama kehidupan saya yang random ini? :3

Surprising-nya lagi, beberapa puisinya bahkan udah dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul Suara Sajak-Sajak. Walaupun dia bilang bahwa dia belum menerbitkan buku secara tunggal, melainkan masih antologi bersama para penulis puisi Indonesia yang lain, tapi menurut aku itu udah luar biasa, awal yang baik. Minder deh kalo blog-ku yang random ini dibaca sama dia :’3

Yang bikin mindernya lagi pas dia follow IG-ku (yang juga nggak jelas). Duh, dia pake muji gambar anime yang aku buat, padahal hasil coretan tangannya jauh lebih bagus dan rapi dibanding coretan tanganku. You know what? Selain jago merangkai kata, ternyata dia juga bisa ngegambar dan lettering dengan type huruf mirip Edwardian Script, Castellar, dan Old English Text. Mana rapi banget lagi. Kemungkinan dia bisa nulis dengan type font yang lain. Huaaahh.. kagum deh pokoknya.. Aku pengen banget kayak dia. Udah kayak Kugy dan Keenan (tokoh-tokoh utama novel Perahu Kertas, Dee) dijadiin satu. Damn! I do always admire them!

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Haiiiii, Mbak Putri! Ya ampun baru baca tulisan ini dan ternyata ada nama aku. Waw! Huhuhu... jadi malu 😁😂😅

Ahmad N. Fauzi mengatakan...

:v

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;