Dua hari ini
aku banyak main. Haha..
Hari Sabtu
kemarin, aku dan sohibku, Tri malmingan sampai malam. Niat awalnya nggak gitu
sih. Sore itu aku janjian sama Pak Herman—tukang service gitar—buat ketemuan di
rumahnya. Oke, jangan salah paham dulu. Kami janjian bukan mau malmingan,
melainkan mau ‘memulihkan’ gitarku yang bermasalah. Kebetulan, Tri mau
nganterin, sekalian mau cari jajanan katanya, coz entah kenapa hari itu dia banyak keinginan : ingin otak-otak,
ingin mi ayam, ingin cakwe, ingin pizza, ingin ini, ingin itu, banyak sekali,
kek Nobita.
Sooo.. sore itu, sepulang kerja, aku
langsung sambar tas gitarku dan menyandangnya di punggung, nggak lupa helm biar
aman dari polisi. Setelah itu aku nunggu Tri yang rupanya baru bangun
tidur. Haisshh.. (=_=’)
Beberapa
lama kemudian, Tri dan motornya tiba. Setelah pamit ke ibu, aku langsung loncat
ke jok belakang. Berbekal WA location yang
dikirim Jaka bulan lalu, kami langsung meluncur ke kediaman Pak Herman di
kawasan Stadion Bima. Awalnya kupikir bakal susah nyari rumahnya, karena adikku
yang pertama survey kesana bulan lalu nggak langsung nemu. Tapi ternyata nggak
sesulit itu. Ryan pernah bilang kalo cat pagarnya warna oranye, dan rumahnya
nggak begitu jauh dari gang. Langsung ketemu deh. Memang benar, tempatnya cuma
rumah biasa, tapi ruangan di bagian samping rumahnya itu disulap jadi semacam
toko kecil gitu. Ada berbagai jenis gitar di belakang etalase, pick gitar
berbagai warna didalam toples, dan aksesori-aksesori lainnya. Selain itu di
bagian depan rumah juga aku lihat ada beberapa sound system gitu.
Setelah
mengucapkan salam, nggak butuh waktu lama, seorang ibu—yang kuduga adalah istri
beliau—membukakan gerbang.
“Pak Herman
nya ada, Bu?” tanyaku.
“Pak Herman
nya sedang keluar sebentar”, jawab ibu itu ramah.
Well, agak kecewa juga sih, coz aku nggak bisa langsung menyampaikan
masalah gitarku sama orang yang bersangkutan. Tapi ya aku juga sih yang salah
karena datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Jadi ya udah deh, aku
titipkan aja gitarku ke si ibu. Setelah beliau menuliskan namaku, nomor hape,
jenis gitar, dan masalah gitarku di secarik kertas, aku dan Tri pamit.
Sepeninggal
dari rumah Pak Herman, kami meluncur ke Yogya Grand. Sekarang giliran Tri yang
berkepentingan. Dia nyari cakwe gitu di food
court, tapi ternyata nggak ada. BTW, ini kedua kalinya aku nganter Tri ke
Yogya Grand buat nyari cakwe, tapi nggak nemu sama yang jual. Aku juga nggak
tau sih apa istimewanya tuh cakwe sampai kudu bolak-balik nyari di Yogya Grand,
padahal cakwe yang dijual gerobakan di pinggir jalan juga banyak yang enak.
Akhirnya aku cuma nemenin dia minum teh disitu sambil diskusi habis itu mau
nyari jajan apa lagi.
Setelah Tri
menghabiskan minumannya, kami keluar dari Yogya Grand. Niatnya mau ke Tasmania
Burger yang nggak jauh dari rumah kami, tapi di tengah perjalanan, aku bilang,
“Eh, nonton Festival Keraton yuk. Mumpung malam minggu nih..”
Sebenarnya
waktu itu aku nggak serius ngajak, karena aku yakin kalo si Tri bakal nolak
diajak nonton pertunjukan seni tradisional gitu, beda kalo diajak nonton konser
K-Pop atau event Korean Culture. Tapi
di luar dugaan, dia langsung menyambut ajakanku dengan semangat. Tumben amat, pikirku. Sooo.. kami pun meluncur ke Taman Sari
Sunyaragi dimana pergelaran akbar itu dilaksanakan.
FYI, Festival
Keraton Nusantara (FKN) merupakan sebuah event seni budaya bernuansa keraton
yang digelar setiap dua tahun sekali. Event ini pertama kali digelar pada tahun
1995 di Yogyakarta, kemudian dua tahun berikutnya digelar di Cirebon. Nah,
tahun ini, Keraton Kasepuhan Cirebon menjadi tuan rumah FKN untuk kedua
kalinya. That’s whyyy.. rasanya
sayang banget kalo melewatkan acara ini, karena kita nggak tau kapan lagi FKN
bakal digelar di kota ini.
Sekitar jam
lima sore, kami tiba disana. You know what?
Biaya masuknya gratis. Kami cuma diminta tarif parkir kendaraan tiga ribu
perak. Nggak heran kalo pengunjungnya banyak. Setelah memarkirkan motor, kami
beli air mineral dulu di Indomaret Truck, kemudian setelah itu masuk ke kawasan
taman. Kami foto-foto disana. And the
most exciting thing was.. aku bisa menikmati langit senja yang waktu itu
cukup cantik sepuas-puasnya, meskipun sunset
nya terhalang pepohonan.
Ketika hari
gelap, aku dan Tri naik ke tribun penonton. Tempatnya belum terlalu ramai, sehingga
kami bisa memilih mau duduk dimana. Kami memilih tempat duduk di tengah. Di
posisi itu kami bisa melihat panggung pertunjukan dengan jelas. Belum ada
apa-apa sih di panggung itu, cuma ada beberapa orang yang mondar-mandir
mempersiapkan alat musik, sound, lighting, dan berbagai macam properti.
Pertunjukan
seni baru dimulai sekitar jam tujuh malam. Seorang pria berpostur tubuh tegap
dan berstelan jas rapi yang bertugas sebagai MC menyapa penonton dengan
semangat. Penampil pertama malam itu adalah dari Keraton Bali. MC membacakan
sebuah sinopsis pendek tentang sejarah dari seni yang akan ditampilkan. Setelah
itu, munculah seorang penari cantik berpakaian merah muda cerah dari belakang
panggung. Penarinya cantik banget, usianya pun kemungkinan masih belasan tahun.
Kemudian beberapa menit kemudian muncul dua orang penari cantik lain berpakaian
hijau. Mereka bertiga meliuk di atas panggung dengan sangat memukau.
Sementara
itu, arena tribun semakin malam kian padat. Para pengunjung yang nggak kebagian
tempat duduk di tribun memadati pintu masuk tribun, belum lagi ratusan penonton
yang lesehan di bagian depan tribun. Duhh..
Aku dan Tri
pun kehilangan fokus. Pikiran kami langsung terfokus pada bagaimana cara kita
keluar dari tempat itu kalo pintu keluar masuknya aja ‘mampet’ begitu. Lho, kok
malah mikirin cara keluar? Yup, karena acara itu diperkirakan baru selesai jam
sebelas, which is terlalu larut bagi
kami buat berkendara di jalanan Cirebon yang mulan rawan. Ditambah lagi Tri
yang mulai khawatir sama keamanan motornya. Kami nyesel kenapa tadi kesitunya
nggak naik Grab aja gitu.
Kami baru
memutuskan turun dari tribun ketika satu keluarga turun, diikuti beberapa
penonton lainnya. Aku dan Tri pun mengikuti mereka, mencari celah keluar
diantara kepadatan penonton. Aku di depan, Tri di belakangku. Ketika sampai
tribun bawah, aku menoleh ke belakang, dan nggak nemu Tri disana. Agak panik
sih, tapi aku nggak mungkin diam disitu, jadi aku lurus aja, menyeruak
kerumunan penonton yang berdiri karena nggak kebagian tempat duduk. Setelah
keluar dari area pertunjukan, baru deh aku tungguin Tri disitu. Aku telpon dia,
tapi nggak nyambung-nyambung. Aku chat
deh via WA. Untung langsung dibalas. Ternyata dia udah nunggu di area jembatan.
Parah, aku lupa jalan ke jembatan itu kemana, jadi aku minta ketemuan di depan
Indomaret Truck. Aku berjalan cepat. Dari arah berlawanan, berjalanlah seorang
ibu-ibu tapi kepalanya nengok ke samping mulu. Entah dia melihat apa, intinya
dia nggak lihat-lihat jalan di depannya, sementara jalan lagi padat-padatnya
dan aku nggak sempat menghindar. Tabrakan dah tuh. Kesal, tapi aku positive thinking aja, mungkin pas tidur
siang tadi si ibu salah bantal. Who knows
(-,-)
Di depan
Indomaret Truck, muka Tri udah asem banget. Terbayang betapa berat
perjuangannya untuk sampai disitu. Well, kalo
aku yang berpostur mini aja nggak luput dari insiden nginjek kaki dan nabrak
orang, apalagi dia yang size nya jauh
lebih besar dariku. Setelah mengeluarkan motor dari parkiran, kami pun langsung
keluar dari kawasan Taman Sari Sunyaragi.
Setelah
membelah jalanan kota Cirebon yang entah kenapa hari itu lebih padat dari
biasanya, motor Tri menepi di parkiran Tasmania Burger. Yup, rupanya dia tetap
keukeuh kepengen makan burger. Jadi ya udah deh, kami makan disitu dulu, trus
pulang.
***
Nah, hari
Minggu ini, giliran main bareng besties
since Senior High School. Yup, siapa lagi kalo bukan Rohayati dan Putri
Ayu. Rasanya hampir nggak pernah kami ‘bolos’ ketemuan setiap bulannya. Bulan
ini kami udah dua kali ketemuan malah.
Awalnya sih
aku sempat galau. Bukan galau yang gimana-gimana ya. Jadi ceritanya hari ini
tuh aku ada undangan pernikahan dari salah satu teman sekelas di kampus. Aku
pengen banget datang, tapi bingung sama transport, karena lokasi hajatnya yang
nggak dekat. Majalengka gitu lho. Aku BBM Sherly nggak dibalas dari kemarin.
Yah, kalopun nggak bisa nebeng, minimal aku mau nitip amplop gitu. Tapi karena
nggak dibalas-balas (boro-boro dibalas, di-read aja nggak), akhirnya aku memutuskan
buat main aja deh sama dua besties-ku
itu.
Sore ini,
kami ketemuan di Grage Mall, karena acara kami hari ini adalah.. ber-photobox!
Aku yang sampai di lokasi duluan, seperti biasa lebih memilih nunggu di
Gramedia. Nggak BT lah pokoknya kalo nunggu disitu, yah seenggaknya buatku
pribadi. Setelah cipika-cipiki dan berbasa-basi sebentar, kami turun dulu buat
makan bakso di samping Grage Mall. Cuma bakso gerobakan pinggir jalan, tapi
rasanya nggak kalah sama bakso yang udah terkenal di kawasan M. Toha itu. Harganya
juga lumayan murah. Satisfying lah
pokoknya. Oh ya, disitu kami sempat ketemu seorang karyawan mall yang kami duga
adalah Ella, teman sekelas kami di SMA. Tapi kami ragu buat menegur karena
postur badannya yang agak gemukan. Selain itu dia juga cuek-cuek aja waktu
melihat kami. Jadi kalo menegur duluan, takutnya salah orang. Hahaha..
Karena saat
itu udah memasuki waktu Maghrib, akhirnya setelah mengisi perut, kami menuju
mushola buat sholat. Setelah sholat, baru deh kami naik lagi ke gedung mall
buat ber-photobox. Buuuuut.. kami
menyesal karena salah milih tempat. Pasalnya ruangannya kecil banget. Layarnya
juga kurang besar, sehingga kami membutuhkan cukup banyak waktu buat mengatur
posisi agar kami bertiga terlihat di layar. Mana Si Teteh penjaganya jutek
banget lagi. Ngomong kayak ketus gitu, dan nggak ada senyum-senyumnya. Rohayati
yang mudah tersinggung jadi males duluan buat diskusi soal background foto. Belum lagi hasil cetakan fotonya yang kurang bagus,
kayak agak pecah gitu. Haaaahh.. parah lah pokoknya.
Setelah ber-photobox
ria (well, nggak ria juga sih ya,
karena faktanya kami jadi kapok ber-photobox disitu), kami pun keluar dari
gedung. Si Rohayati dan Ayu ini sering ngerasa nggak afdol kalo habis main
bareng di luar tapi nggak mampir ke rumahku dulu. Bisa dibilang, rumahku ini
udah kayak markas bagi kami bertiga, karena hampir setiap bulannya mereka pasti
main ke rumah. Ibu dan bapakku aja udah hafal banget sama mereka. Jadiiii..
sore itu kami pun CengLu alias bonceng telu alias boncengan naik motor bertiga
menuju rumahku. Hahaha.. Tadinya aku mau naik angkot aja, tapi Rohayati
bersikeras mau bawa aku juga. Nekat banget emang. Padahal lampu lalu lintas di
Cirebon sekarang kan udah dilengkapi sama CCTV. Khawatir aja kalo sampai
tercyduck :v
Sesampainya
di rumahku, kami ngobrol-ngobrol sampai malam, ngemil-ngemil, godain Ayu yang sempat-sempatnya
telpon-telponan sama cowoknya padahal lagi ngumpul bertiga.. yah, begitulah. Mereka
baru pamit pulang ketika jam menunjukan pukul sepuluh malam.
Anyway.. rasanya nggak nyangka kami udah
berteman baik selama sekitar tujuh tahunan, dan alhamdulillah dalam kurun waktu
selama itu kami nggak pernah sekalipun terlibat konflik serius. Boro-boro
marahan berhari-hari, marahan berjam-jam aja nggak pernah. Yah, kalo
tersinggung sih pernah lah ya, namanya juga temenan. Tapi biasanya kami bakal
diskusikan bareng-bareng hari itu juga biar nggak ada rasa nggak enak yang
berlarut-larut. Aku berharap pertemanan baik kami bakal berlanjut sampai kami
tua nanti. Aku bersyukur banget punya mereka :)