Minggu, 17 September 2017 0 komentar
Dua hari ini aku banyak main. Haha..
Hari Sabtu kemarin, aku dan sohibku, Tri malmingan sampai malam. Niat awalnya nggak gitu sih. Sore itu aku janjian sama Pak Herman—tukang service gitar—buat ketemuan di rumahnya. Oke, jangan salah paham dulu. Kami janjian bukan mau malmingan, melainkan mau ‘memulihkan’ gitarku yang bermasalah. Kebetulan, Tri mau nganterin, sekalian mau cari jajanan katanya, coz entah kenapa hari itu dia banyak keinginan : ingin otak-otak, ingin mi ayam, ingin cakwe, ingin pizza, ingin ini, ingin itu, banyak sekali, kek Nobita.

Sooo.. sore itu, sepulang kerja, aku langsung sambar tas gitarku dan menyandangnya di punggung, nggak lupa helm biar aman dari polisi. Setelah itu aku nunggu Tri yang rupanya baru bangun tidur. Haisshh.. (=_=’)

Beberapa lama kemudian, Tri dan motornya tiba. Setelah pamit ke ibu, aku langsung loncat ke jok belakang. Berbekal WA location yang dikirim Jaka bulan lalu, kami langsung meluncur ke kediaman Pak Herman di kawasan Stadion Bima. Awalnya kupikir bakal susah nyari rumahnya, karena adikku yang pertama survey kesana bulan lalu nggak langsung nemu. Tapi ternyata nggak sesulit itu. Ryan pernah bilang kalo cat pagarnya warna oranye, dan rumahnya nggak begitu jauh dari gang. Langsung ketemu deh. Memang benar, tempatnya cuma rumah biasa, tapi ruangan di bagian samping rumahnya itu disulap jadi semacam toko kecil gitu. Ada berbagai jenis gitar di belakang etalase, pick gitar berbagai warna didalam toples, dan aksesori-aksesori lainnya. Selain itu di bagian depan rumah juga aku lihat ada beberapa sound system gitu.

Setelah mengucapkan salam, nggak butuh waktu lama, seorang ibu—yang kuduga adalah istri beliau—membukakan gerbang.
“Pak Herman nya ada, Bu?” tanyaku.
“Pak Herman nya sedang keluar sebentar”, jawab ibu itu ramah.
Well, agak kecewa juga sih, coz aku nggak bisa langsung menyampaikan masalah gitarku sama orang yang bersangkutan. Tapi ya aku juga sih yang salah karena datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Jadi ya udah deh, aku titipkan aja gitarku ke si ibu. Setelah beliau menuliskan namaku, nomor hape, jenis gitar, dan masalah gitarku di secarik kertas, aku dan Tri pamit.

Sepeninggal dari rumah Pak Herman, kami meluncur ke Yogya Grand. Sekarang giliran Tri yang berkepentingan. Dia nyari cakwe gitu di food court, tapi ternyata nggak ada. BTW, ini kedua kalinya aku nganter Tri ke Yogya Grand buat nyari cakwe, tapi nggak nemu sama yang jual. Aku juga nggak tau sih apa istimewanya tuh cakwe sampai kudu bolak-balik nyari di Yogya Grand, padahal cakwe yang dijual gerobakan di pinggir jalan juga banyak yang enak. Akhirnya aku cuma nemenin dia minum teh disitu sambil diskusi habis itu mau nyari jajan apa lagi.

Setelah Tri menghabiskan minumannya, kami keluar dari Yogya Grand. Niatnya mau ke Tasmania Burger yang nggak jauh dari rumah kami, tapi di tengah perjalanan, aku bilang, “Eh, nonton Festival Keraton yuk. Mumpung malam minggu nih..”
Sebenarnya waktu itu aku nggak serius ngajak, karena aku yakin kalo si Tri bakal nolak diajak nonton pertunjukan seni tradisional gitu, beda kalo diajak nonton konser K-Pop atau event Korean Culture. Tapi di luar dugaan, dia langsung menyambut ajakanku dengan semangat. Tumben amat, pikirku. Sooo.. kami pun meluncur ke Taman Sari Sunyaragi dimana pergelaran akbar itu dilaksanakan.

FYI, Festival Keraton Nusantara (FKN) merupakan sebuah event seni budaya bernuansa keraton yang digelar setiap dua tahun sekali. Event ini pertama kali digelar pada tahun 1995 di Yogyakarta, kemudian dua tahun berikutnya digelar di Cirebon. Nah, tahun ini, Keraton Kasepuhan Cirebon menjadi tuan rumah FKN untuk kedua kalinya. That’s whyyy.. rasanya sayang banget kalo melewatkan acara ini, karena kita nggak tau kapan lagi FKN bakal digelar di kota ini.

Sekitar jam lima sore, kami tiba disana. You know what? Biaya masuknya gratis. Kami cuma diminta tarif parkir kendaraan tiga ribu perak. Nggak heran kalo pengunjungnya banyak. Setelah memarkirkan motor, kami beli air mineral dulu di Indomaret Truck, kemudian setelah itu masuk ke kawasan taman. Kami foto-foto disana. And the most exciting thing was.. aku bisa menikmati langit senja yang waktu itu cukup cantik sepuas-puasnya, meskipun sunset nya terhalang pepohonan.

Ketika hari gelap, aku dan Tri naik ke tribun penonton. Tempatnya belum terlalu ramai, sehingga kami bisa memilih mau duduk dimana. Kami memilih tempat duduk di tengah. Di posisi itu kami bisa melihat panggung pertunjukan dengan jelas. Belum ada apa-apa sih di panggung itu, cuma ada beberapa orang yang mondar-mandir mempersiapkan alat musik, sound, lighting, dan berbagai macam properti.

Pertunjukan seni baru dimulai sekitar jam tujuh malam. Seorang pria berpostur tubuh tegap dan berstelan jas rapi yang bertugas sebagai MC menyapa penonton dengan semangat. Penampil pertama malam itu adalah dari Keraton Bali. MC membacakan sebuah sinopsis pendek tentang sejarah dari seni yang akan ditampilkan. Setelah itu, munculah seorang penari cantik berpakaian merah muda cerah dari belakang panggung. Penarinya cantik banget, usianya pun kemungkinan masih belasan tahun. Kemudian beberapa menit kemudian muncul dua orang penari cantik lain berpakaian hijau. Mereka bertiga meliuk di atas panggung dengan sangat memukau.

Sementara itu, arena tribun semakin malam kian padat. Para pengunjung yang nggak kebagian tempat duduk di tribun memadati pintu masuk tribun, belum lagi ratusan penonton yang lesehan di bagian depan tribun. Duhh..
Aku dan Tri pun kehilangan fokus. Pikiran kami langsung terfokus pada bagaimana cara kita keluar dari tempat itu kalo pintu keluar masuknya aja ‘mampet’ begitu. Lho, kok malah mikirin cara keluar? Yup, karena acara itu diperkirakan baru selesai jam sebelas, which is terlalu larut bagi kami buat berkendara di jalanan Cirebon yang mulan rawan. Ditambah lagi Tri yang mulai khawatir sama keamanan motornya. Kami nyesel kenapa tadi kesitunya nggak naik Grab aja gitu.

Kami baru memutuskan turun dari tribun ketika satu keluarga turun, diikuti beberapa penonton lainnya. Aku dan Tri pun mengikuti mereka, mencari celah keluar diantara kepadatan penonton. Aku di depan, Tri di belakangku. Ketika sampai tribun bawah, aku menoleh ke belakang, dan nggak nemu Tri disana. Agak panik sih, tapi aku nggak mungkin diam disitu, jadi aku lurus aja, menyeruak kerumunan penonton yang berdiri karena nggak kebagian tempat duduk. Setelah keluar dari area pertunjukan, baru deh aku tungguin Tri disitu. Aku telpon dia, tapi nggak nyambung-nyambung. Aku chat deh via WA. Untung langsung dibalas. Ternyata dia udah nunggu di area jembatan. Parah, aku lupa jalan ke jembatan itu kemana, jadi aku minta ketemuan di depan Indomaret Truck. Aku berjalan cepat. Dari arah berlawanan, berjalanlah seorang ibu-ibu tapi kepalanya nengok ke samping mulu. Entah dia melihat apa, intinya dia nggak lihat-lihat jalan di depannya, sementara jalan lagi padat-padatnya dan aku nggak sempat menghindar. Tabrakan dah tuh. Kesal, tapi aku positive thinking aja, mungkin pas tidur siang tadi si ibu salah bantal. Who knows (-,-)

Di depan Indomaret Truck, muka Tri udah asem banget. Terbayang betapa berat perjuangannya untuk sampai disitu. Well, kalo aku yang berpostur mini aja nggak luput dari insiden nginjek kaki dan nabrak orang, apalagi dia yang size nya jauh lebih besar dariku. Setelah mengeluarkan motor dari parkiran, kami pun langsung keluar dari kawasan Taman Sari Sunyaragi.

Setelah membelah jalanan kota Cirebon yang entah kenapa hari itu lebih padat dari biasanya, motor Tri menepi di parkiran Tasmania Burger. Yup, rupanya dia tetap keukeuh kepengen makan burger. Jadi ya udah deh, kami makan disitu dulu, trus pulang.

***

Nah, hari Minggu ini, giliran main bareng besties since Senior High School. Yup, siapa lagi kalo bukan Rohayati dan Putri Ayu. Rasanya hampir nggak pernah kami ‘bolos’ ketemuan setiap bulannya. Bulan ini kami udah dua kali ketemuan malah.

Awalnya sih aku sempat galau. Bukan galau yang gimana-gimana ya. Jadi ceritanya hari ini tuh aku ada undangan pernikahan dari salah satu teman sekelas di kampus. Aku pengen banget datang, tapi bingung sama transport, karena lokasi hajatnya yang nggak dekat. Majalengka gitu lho. Aku BBM Sherly nggak dibalas dari kemarin. Yah, kalopun nggak bisa nebeng, minimal aku mau nitip amplop gitu. Tapi karena nggak dibalas-balas (boro-boro dibalas, di-read aja nggak), akhirnya aku memutuskan buat main aja deh sama dua besties-ku itu.

Sore ini, kami ketemuan di Grage Mall, karena acara kami hari ini adalah.. ber-photobox! Aku yang sampai di lokasi duluan, seperti biasa lebih memilih nunggu di Gramedia. Nggak BT lah pokoknya kalo nunggu disitu, yah seenggaknya buatku pribadi. Setelah cipika-cipiki dan berbasa-basi sebentar, kami turun dulu buat makan bakso di samping Grage Mall. Cuma bakso gerobakan pinggir jalan, tapi rasanya nggak kalah sama bakso yang udah terkenal di kawasan M. Toha itu. Harganya juga lumayan murah. Satisfying lah pokoknya. Oh ya, disitu kami sempat ketemu seorang karyawan mall yang kami duga adalah Ella, teman sekelas kami di SMA. Tapi kami ragu buat menegur karena postur badannya yang agak gemukan. Selain itu dia juga cuek-cuek aja waktu melihat kami. Jadi kalo menegur duluan, takutnya salah orang. Hahaha..

Karena saat itu udah memasuki waktu Maghrib, akhirnya setelah mengisi perut, kami menuju mushola buat sholat. Setelah sholat, baru deh kami naik lagi ke gedung mall buat ber-photobox. Buuuuut.. kami menyesal karena salah milih tempat. Pasalnya ruangannya kecil banget. Layarnya juga kurang besar, sehingga kami membutuhkan cukup banyak waktu buat mengatur posisi agar kami bertiga terlihat di layar. Mana Si Teteh penjaganya jutek banget lagi. Ngomong kayak ketus gitu, dan nggak ada senyum-senyumnya. Rohayati yang mudah tersinggung jadi males duluan buat diskusi soal background foto. Belum lagi hasil cetakan fotonya yang kurang bagus, kayak agak pecah gitu. Haaaahh.. parah lah pokoknya.

Setelah ber-photobox ria (well, nggak ria juga sih ya, karena faktanya kami jadi kapok ber-photobox disitu), kami pun keluar dari gedung. Si Rohayati dan Ayu ini sering ngerasa nggak afdol kalo habis main bareng di luar tapi nggak mampir ke rumahku dulu. Bisa dibilang, rumahku ini udah kayak markas bagi kami bertiga, karena hampir setiap bulannya mereka pasti main ke rumah. Ibu dan bapakku aja udah hafal banget sama mereka. Jadiiii.. sore itu kami pun CengLu alias bonceng telu alias boncengan naik motor bertiga menuju rumahku. Hahaha.. Tadinya aku mau naik angkot aja, tapi Rohayati bersikeras mau bawa aku juga. Nekat banget emang. Padahal lampu lalu lintas di Cirebon sekarang kan udah dilengkapi sama CCTV. Khawatir aja kalo sampai tercyduck :v

Sesampainya di rumahku, kami ngobrol-ngobrol sampai malam, ngemil-ngemil, godain Ayu yang sempat-sempatnya telpon-telponan sama cowoknya padahal lagi ngumpul bertiga.. yah, begitulah. Mereka baru pamit pulang ketika jam menunjukan pukul sepuluh malam.

Anyway.. rasanya nggak nyangka kami udah berteman baik selama sekitar tujuh tahunan, dan alhamdulillah dalam kurun waktu selama itu kami nggak pernah sekalipun terlibat konflik serius. Boro-boro marahan berhari-hari, marahan berjam-jam aja nggak pernah. Yah, kalo tersinggung sih pernah lah ya, namanya juga temenan. Tapi biasanya kami bakal diskusikan bareng-bareng hari itu juga biar nggak ada rasa nggak enak yang berlarut-larut. Aku berharap pertemanan baik kami bakal berlanjut sampai kami tua nanti. Aku bersyukur banget punya mereka :)

Total Tayangan Halaman

 
;