Rabu, 30 Januari 2019 0 komentar
Awal tahun 2019 hampir berlalu, dan aku baru sempat menulis catatan pertama. Hahaha..

Pertama-tama, aku sungguh mengucap syukur pada Tuhan atas awal tahun yang cukup baik. Rejeki mengalir lancar, dan aku juga senang karena bisa chatting lagi sama teman baikku, Tifanny, setelah selama beberapa waktu kemarin kami nggak saling kontak. Wkwk.. Aku berharap banget kami bisa sharing lagi kayak dulu, entah itu soal film, musik, buku.. apapun. Yah, syukur-syukur bisa meet up di kediamannya. Sejak ia mengulas tentang Pasar Papringan di blog pribadinya tahun 2017 lalu, aku penasaran ingin mengunjungi berbagai tempat wisata disana. Sepertinya disana ada banyak tempat wisata yang unik. Pasar Papringan sendiri merupakan pasar tradisional yang digelar tiap hari Minggu wage. Pasar itu diadakan di dalam hutan bambu, dan alat pembayarannya menggunakan koin yang terbuat dari bambu. Unik sekali. Lalu ada juga kedai kopi di tengah sejuknya hutan pinus. Aku membayangkan betapa nikmatnya menyesap secangkir kopi panas disana. Ah, semoga hal itu bisa terealisasi suatu hari nanti. Ya, karena aku belum tau kapan bisa kesana. Wkwkwk..

Hal baik lainnya adalah, bulan Februari mendatang, Bung Fiersa Besari akan mengadakan perjalanan 11 kota dalam rangka promosi buku terbarunya, 11:11, dan kotaku termasuk dalam kunjungannya. Aku senang bukan main waktu tau hal itu. Sejak buku terbarunya rilis, aku berharap banget Bung Fie datang ke Cirebon dan mengadakan meet & greet lagi kayak dua tahun lalu. Apalagi album 11:11 merupakan album musik Bung Fie favoritku, karena lagu-lagu dalam album itulah yang pertama kali memperkenalkanku pada sosok Fiersa Besari. Sooo.. tentunya aku wajib datang ^^

Tapi bulan Januari yang kurasa baik ini bukan berarti tanpa hal buruk. Hmm.. mungkin sebaiknya aku sebut ini cobaan aja kali ya, karena aku yakin ada hal baik yang Tuhan kirim di balik segala hal kurang mengenakkan yang terjadi :)

Ibu sakit. Rabu malam tanggal 23 lalu, ibu batuk-batuk. Keesokan harinya, suhu badan ibu meninggi dan nafsu makannya menurun hingga beberapa hari kemudian. Hari Sabtunya, aku memberi beliau obat penurun panas, dan alhamdulillah suhu badannya menurun meski kondisinya masih lemah dan nafsu makannya masih kurang. Hari Senin tanggal 28, ibu masih susah makan. Mau nggak mau, aku ancam beliau kalo aku bakal ngadu ke nenek bahwa ibu sakit dan nggak mau makan. Ancamanku berhasil. Akhirnya ibu mau aku suapi.

Keesokan harinya, tepatnya kemarin Subuh, ibu mengeluh bahwa anusnya mengeluarkan darah saat beliau buang air kecil. Aku pun memutuskan untuk memeriksakan kondisi beliau melalui Dr Indah, dokter umum yang sudah menjadi langgananku empat tahun terakhir. Jadi Selasa pagi itu aku mohon ijin pada atasan untuk datang terlambat ke kantor karena mau antar ibu dulu.

Jam sembilan pagi, aku dan ibu menuju tempat praktek Dr Indah. Beruntung, tanpa menunggu waktu lama, kami langsung dipersilahkan masuk.
"Keluhannya apa?" tanya dokter.
Dengan lemah, ibu pun menyampaikan keluhan yang beliau rasakan. Dari penuturan ibu, dokter menyimpulkan bahwa ibu terkena wasir. Ibu pun diminta berbaring oleh dokter, dan diperiksa. Setelah diperiksa, rupanya darah itu bukan berasal dari anus, melainkan dari 'jalan lahir', seperti orang yang tengah menstruasi, padahal ibu sendiri sudah monopause. Kemudian dokter menekan-nekan perut ibu.
"Kalo sakit, bilang ya, Bu", katanya. Namun dari tindakan dokter itu, ibu nggak mengeluh sakit di perutnya.
"Apa ada riwayat kanker di keluarga?" tanya dokter. Ibu menggeleng. Mendengar kata 'kanker', aku terhenyak. Astaghfirullahaladzim..

Setelah diperiksa, dokter mempersilahkan ibu keluar dari ruang prakteknya dengan diantar asistennya, menyisakan aku dan dokter berdua di ruangan. Dokter menuliskan sebuah surat rujukan dan menyerahkannya padaku.
"Putri, seorang wanita kalau sudah monopause, itu nggak lagi menstruasi. Saya khawatir ini gejala kanker serviks. Kamu harus segera bawa ibu ke rumah sakit. Segera ya, hari ini juga, jangan ditunda-tunda", kata beliau. "Tapi tolong, kamu jangan bilang apa-apa dulu sama ibumu, karena ini baru dugaan awal."
Aku pun mengangguk. Setelah mengucapkan terima kasih, aku pun pamit.

Saat itu rasanya badanku lemes banget. Aku bingung harus gimana. Ibu tanya, apa kata dokter, aku nggak jawab. Aku justru mengalihkan pembicaraan dengan menawari beliau sarapan. Sayangnya di sekitar situ nggak ada penjual bubur. Akhirnya aku meminta ibu untuk menunggu di situ sebentar, sementara aku mencari penjual bubur di kawasan taman kanak-kanak yang nggak begitu jauh dari situ. Sebenarnya ini juga caraku untuk meredakan sedikit rasa panik. Pikiranku benar-benar kalut. Pingin nangis rasanya :') Sepanjang jalan aku menenangkan diri sendiri.

Nggak ketemu penjual bubur, akhirnya aku kembali ke tempat praktek Dr Indah dan mengajak ibu pulang.
"Nanti beli bubur di rumah sakit aja ya, Bu", kataku. Hari itu, aku memutuskan untuk nggak ngantor. Alhamdulillah atasanku maklum, and I really thank Pak Benny yang berbaik hati nge-handle kerjaanku, padahal aku sendiri nggak bisa handle kerjaan beliau kalo beliau nggak bisa ngantor :')


Jadi hari itu, dengan dibantu Mbak Indri, teman ibuku, aku mengantar ibu ke rumah sakit umum terdekat. Dan benar aja, ibu harus dirawat inap. Tapi prosesnya lama banget. Jam setengah sebelas siang ibu masuk UGD, jam tiga ibu baru masuk ke ruang rawat, itupun ruang rawatnya nggak sesuai dengan yang semula disepakati. Semestinya ibu ditempatkan di ruangan luas dengan tiga pasien, tapi yang terjadi justru ditempatkan di ruang sempit dengan dua pasien. Menurut suster sih, pasien hari itu lagi banyak banget, sehingga mau nggak mau ibu ditempatkan di ruang (yang seharusnya) VIP. Pantas aja ruangannya sempit begitu, karena harusnya ruangan itu hanya diisi satu pasien. Tapi ya udahlah. Asal ibu mendapat perawatan yang semestinya, hal itu nggak jadi masalah.

Sampai sekarang aku belum tau kejelasan tentang penyakit ibu, karena suster bilang, ibu harus di-USG. Aku tentunya berharap penyakit ibu nggak seperti yang aku dan Dr Indah khawatirkan, karena biar bagaimanapun itu baru dugaan awal. Anyway, aku berterima kasih pada rekan-rekan yang udah memberi support dan bersedia sharing pengalaman juga. Seenggaknya aku jadi punya harapan kalo ibu bakal baik-baik aja. Semoga :)

Total Tayangan Halaman

 
;