Senin, 11 November 2019 0 komentar

Trip to Jogja

Bagi sebagian teman-temanku, melancong ke Jogjakarta udah bukan pengalaman baru lagi. Beberapa dari mereka bahkan udah bosan pergi kesana. Tapi bagiku, ini adalah pengalaman yang sangat baru.

Tanggal 8 November kemarin, perusahaan tempatku bekerja mengadakan tour bersama ke Jogjakarta. Seluruh karyawan wajib ikut (kecuali bagi yang benar-benar berhalangan untuk ikut). Hal ini tentunya disambut dengan sangat antusias oleh seluruh karyawan, mengingat selama delapan tahun perusahaan ini berdiri, perusahaan ini sama sekali belum pernah melakukan rekreasi ke luar kota untuk seluruh karyawannya. Kalopun ada rekreasi, palingan untuk tim-tim tertentu aja. Tapi kali ini, seluruh karyawan bisa menikmatinya, bukan hanya untuk para karyawan kantor cabang Cirebon, tapi juga untuk para karyawan kantor cabang Bekasi, Tasikmalaya, Pekanbaru, dan tentu aja kantor pusat.

Saking antusiasnya, rekan-rekanku di kantor, khususnya para ladies udah mempersiapkan perlengkapan tour jauh-jauh hari. Bahkan ada aja gitu yang kepikiran buat beli tas baru, jaket baru, hijab baru, sepatu baru, sandal baru, sampai make-up baru. Aku mah boro-boro kepikiran beli barang baru, ingat bawa sikat gigi dan lotion ketiak aja udah bersyukur banget.


***

Hari Jum'at 8 November, pukul 16.00, seluruh peserta tour dari kantor cabang Cirebon diimbau untuk berkumpul di kantor dengan mengenakan kaos seragam dengan logo perusahaan. Aku baru tiba di kantor menjelang pukul lima sore dengan menumpang ojek online. Kukira aku datang terlambat, karena ketika aku tiba, seluruh peserta udah berkumpul di halaman dan berfoto bersama dengan memegang spanduk besar, nyatanya kami masih harus menunggu cukup lama karena Bus I belum tiba (FYI, kantor cabang Cirebon menyewa dua unit bus untuk mengangkut 87 peserta tour dari kantor cabang Cirebon ini). Seriously, waktu itu rasanya BT dan kesel banget nunggunya. Kalo tau busnya bakal datang terlambat sih, mending nge-charge powerbank aja dulu di rumah.

Sementara menunggu Bus I datang, sebagian rekan-rekan kerjaku memanfatkan waktu dengan berselfie, sedangkan aku sendiri cuma sibuk mondar-mandir nggak jelas (karena memang nggak ada yang ngajakin selfie. Huhu..).

Hingga waktu Magrib tiba, Bus I belum juga datang. Akhirnya kami pun memutuskan buat sholat Magrib dulu, itu pun gantian, mengingat ruang mushola kantor yang nggak luas.

Setelah sholat Magrib, aku kembali ke showroom dan duduk di sebelah Bu Herlina yang langsung mengajakku buat selfie bareng. Kuajak pula Mbak Aam yang berdiri nggak jauh dari situ.
"Sini, Mbak. Kita foto bareng", kataku sambil menepuk ruang kosong di sofa yang kududuki. Mbak Aam pun manut. Bertiga, kami mengambil beberapa gambar. Habis itu, kami pun ngobrol-ngobrol.


Ki-Ka : Bu Herlina, aku, Mbak Aam

Can you see that sadness on her face?
Ki-Ka : Mbak Aam, aku, Bu Herlina, Bu Ade


BTW Mbak Aam ini salah satu sales di perusahaan ini. Belum lama bekerja, baru sekitar dua bulan. Orangnya pendiam banget. Dia sering banget menyendiri dan melamun. Kalo ngobrol pun ia selalu tampak gugup dan terbata-bata. Menurut Supervisornya, ia mengalami pressure dari keluarganya yang membuat kondisi mentalnya agak terganggu.

Namun meskipun begitu, Mbak Aam memiliki obsesi yang begitu besar terhadap musik. Ia hobi menyanyi dan mendengarkan musik, juga semangat belajar memainkan piano. Ajaibnya, musik membuatnya bisa begitu percaya diri. Ia memiliki akun Youtube yang berisi puluhan video yang merekam dirinya sendiri sedang bernyanyi. Ia juga pernah beberapa kali mengikuti audisi pencarian bakat di radio, meski hasilnya belum sesuai harapan. Salut! Aku aja nggak se-PD itu. Huhuu..

Oh ya, Mbak Aam juga bahkan memiliki beberapa buah karya berupa lirik lagu yang ia tulis di buku khusus dan berharap suatu saat ada musisi yang menyempurnakan karyanya menjadi sebuah lagu. Makanya, ketika pertama kali melamar kerja ke perusahaan ini dan mendengar bahwa perusahaan ini memiliki band sendiri (MUSTunable Band) ia begitu bersemangat. Setiap kali aku dan teman-teman MUSTunable akan latihan, Mbak Aam selalu berharap bisa ikut. Sayangnya rumah dia jauh banget, sedangkan setiap kali band kami latihan, kami selalu pulang malam. Kasihan kalo dia pulang terlalu larut, apalagi dia perempuan. Andai kami nggak latihan malam hari atau rumahnya nggak sejauh itu, aku akan dengan senang hati mengajaknya ikut latihan. Yah, biar dia nggak merasa sendirian terus. Setiap kali aku melihat dia, aku selalu ingat lagu 'Samar' milik Bung Fiersa : Wahai gadis bermata sendu.. Mengapa kau merenung? Tertunduk di sudut dunia.. Apa yang kau sesali? Tak tahukah dirimu hidup tak kan menunggu? Buka sedikit hati.. Agar kau tahu kau tidak sendiri..

Hari itu, kami ngobrol-ngobrol soal musik. Ia juga bertanya tentang bagaimana awal mula aku bergabung dengan MUSTunable dan Black Party. Aku pun menjawabnya dengan antusias. Sayangnya kesempatan itu terlalu singkat, karena Koordinator Bus sudah memerintahkan para peserta tour untuk bergegas masuk ke bus masing-masing dan menempati tempat duduk yang sudah ditentukan sehari sebelumnya.


Andai boleh tukar tempat duduk, rasanya aku pingin duduk di sebelah Mbak Aam aja deh, biar kami bisa sharing lebih lama. Habisnya, ini kesempatan langka banget. Biasanya kalo di kantor, Mbak Aam lebih banyak diam, atau diledekin sama rekan-rekan gitu.

Dalam acara tour ini, partner seperjalananku adalah Bu Damayanti. Ketika mengetahui partner seperjalananku adalah beliau, beberapa rekan kerjaku menyarankanku untuk selalu sedia earphones mengingat sifat beliau yang memang agak cerewet. Well, Bu Damayanti yang merupakan seorang Sales ini memang terkenal suka ngomong dan suaranya nyaring, berbanding terbalik denganku yang banyak diam, terlebih saat dalam perjalanan, karena aku lebih suka melihat ke luar jendela sambil mendengarkan musik. Nggak tau kenapa, serasa di video klip gitu. Wkwkwk.. Adakah yang juga merasa demikian, atau cuma aku aja?

Sebelum berangkat, kami pun berdoa dipimpin oleh seorang senior yang sebenarnya bukan karyawan perusahaan sih, tapi sedikit punya peran gitu di perusahaan ini. Hanya aja doanya agak ngaco dan menjurus ke musyrik gitu, jadi aku memutuskan untuk nggak mengikuti beliau.

Pukul 07.14, bus kami pun bergerak. Beberapa menit setelah bus berangkat, Koordinator Bus membagikan air mineral dan sekotak nasi padang untuk makan malam. Yup, kami makan malam dalam perjalanan. Musik koplo yang diputar Pak Sopir menemani perjalanan kami malam itu. Ada yang asik bernyanyi mengikuti musik, ada yang berselfie, ada yang ngemil, dan ada yang cuma ngobrol-ngobrol. Semakin malam, suasana bus semakin sepi karena satu persatu, penumpang memutuskan untuk tidur. Ketika itulah Mas Febri selaku Seksi Dokumentasi beraksi. Ia mendekati rekan-rekan yang tidur dengan mulut terbuka dan iseng memotretnya. Aku sudah mengira keisengan semacam ini bakal terjadi, makanya aku jaga-jaga, bawa masker dari rumah. Wkwk..

Sekitar jam dua dini hari, kami baru tiba di Jogjakarta. Bus kami singgah di RM Dapur Limasan Borobudur untuk beristirahat. Sedikit kecewa sih, karena kami pikir kami bakal istirahat di penginapan gitu. Tapi ya sudahlah. Seenggaknya di tempat ini aku bisa mengisi daya handphone dan powerbank-ku serta berbaring dan meluruskan kaki meski hanya beralas bangku kayu panjang. Huhu..

Rupanya aku sempat tertidur ketika berbaring di bangku itu. Aku terbangun sekitar jam empat subuh dan melihat rekan-rekanku tengah mengantre kamar mandi. Aku pun bergabung bersama mereka. Waktu itu rasanya kesal banget, karena beberapa kali giliranku disalip, sehingga aku baru kebagian masuk kamar mandi sekitar pukul setengah enam (derita orang terlalu sabar tuh gini nih). Karena udah terlalu siang dan takut nggak sempat sholat Subuh, akhirnya aku pun memutuskan untuk sikat gigi, cuci muka, dan wudhu aja.

Selesai sholat dan berdandan kilat, aku bergabung bersama rekan-rekanku untuk sarapan. Pagi itu kami sarapan dengan lauk lele goreng. Habis itu, kami foto-foto. Kami juga dibagikan kaos seragam Tour Jogja yang harus langsung kami kenakan saat itu juga. Sekitar jam tujuh, kami baru berpindah lokasi, yakni menuju lokasi wisata tujuan pertama kami : Candi Borobudur.

Setibanya di kawasan wisata Candi Borobudur, seluruh karyawan peserta tour, baik itu dari kantor pusat maupun kantor cabang berkumpul jadi satu kemudian berfoto bersama. Habis itu, baru deh kami berpencar-pencar dari rombongan. Aku berjalan bersama Mbak Tika, Bu Hani, dan Bu Lia. Kami berfoto-foto bersama sampai puas. Alhamdulillah hari itu cuaca sangat cerah, sehingga kami bisa menikmati betapa cantiknya pemandangan dari puncak Borobudur. Mataharinya memang terbilang terik sih, tapi nggak masalah karena kami mengenakan kacamata hitam. Bu Hani dan Bu Lia bahkan membawa topi bundar agar kepala dan wajah mereka juga terlindung dari panas dan paparan sinar matahari. 





Setelah puas berfoto-foto, kami pun turun dari kawasan candi, tapi nggak langsung ke mobil sih, karena di area taman, kami foto-foto lagi, kali ini bareng Pak Teguh, Pak Wirja, Pak Ben, A Putra, Badar, dan Mas Febri. Begitu keluar dari area wisata, kami disambut oleh para pedagang keliling yang langsung menawarkan dagangannya pada kami. Ada yang menjual minuman, makanan, tapi mostly mereka jual cenderamata sih. Mereka mengerubuti kami seperti wartawan yang akan mewawancarai tokoh publik, sementara kami sedikit kewalahan menghadapi mereka. Bu Hani dan Bu Lia membeli beberapa cenderamata dari mereka. Lucunya, ketika tawar menawar, Bu Hani menggunakan bahasa Cirebon saat berbicara dengan pedagang, sedangkan pedagangnya menggunakan bahasa Jawa. Tapi bisa nyambung gitu lho. Wkwkwk..

Kami berjalan terus hingga memasuki area pasar. Di pasar ini, penjual cenderamatanya lebih banyak lagi, hanya aja mereka menjajakan dagangannya di kios-kios gitu, nggak keliling seperti pedagang-pedagang yang kami temui sebelumnya. Aku ingat, adikku kepingin punya kain ikat kepala. Akhirnya aku pun mampir ke salah satu kios dan membeli selembar kain ikat kepala bercorak batik warna coklat. Disitu juga aku membeli dua buah tas rajut warna navy untuk Rohayati dan Ayu. Murah-murah deh harganya. Tiga item itu total kudapatkan dengan harga tujuh puluh ribu rupiah. Sebenarnya mungkin bisa lebih murah lagi sih, hanya aja aku bukan tipe cewek yang pandai menawar. Huhu..

Sayangnya waktu kami nggak banyak disana. Padahal yaa kalo waktu kami banyak di kawasan Magelang sana, bisa kali ya meet up sama Tifanny. Toh, waktu tempuh dari Magelang ke Kertosari, Temanggung hanya sekitar satu jam. Ini kesempatan yang langka banget. Tapi jangankan meet up sama Tif deh, aku bahkan nggak sempat melihat-lihat dan mencari cenderamata untuk yang lainnya, karena Pak Yosep sudah memerintahkan kami untuk segera kembali ke bus. Mister Chokai dan Inggit bahkan berkali-kali meneleponku untuk bergegas.
“Gimana sih kamu? Kan udah dikasih tau, jam sepuluh harus udah kumpul di mobil Pak Yosep”, omel Mister Chokai dari telepon. Hah, kok kumpul di mobil Pak Yosep?
Well, berbeda dengan rekan-rekanku yang lain yang harus segera kembali ke bus, aku dan teman-teman dari MUSTunable Band justru diharuskan berkumpul di mobil Direktur Utama kami itu. Kenapaaa? Karena kami harus tiba lebih dulu di lokasi selanjutnya untuk segera melakukan check sound. Yup, kami bakal perform di lokasi wisata tujuan kami selanjutnya, yakni Tebing Breksi. Sialnya, aku dan teman-teman nggak bisa langsung menemukan dimana lokasi parkir kendaraan kami. Alhasil, jadinya malah mutar-mutar nggak karuan. Wkwkwk..

Akhirnya kami ketemu Mister Chokai dan rekan-rekan lain yang sudah lebih dulu kumpul. Belum sempat dia ngomel-ngomel, aku omelin dia duluan. Habisnya kesel juga. Masa di telepon dia bilang, “Udah kamu jalan duluan aja sini, nggak usah nungguin Bu Hani dan yang lainnya”. Lah, kalo aku nyasar gimana coba?

Pak Yosep pun mempersilahkan aku untuk masuk mobil. Didalam situ sudah ada Dhea, Badar, Mas Febri, Ryan, dan Inggit, yang berarti semua personil sudah lengkap. Aku duduk di kursi belakang bersama Inggit dan Ryan. Setelah semua personil masuk mobil, Pak Yosep pun langsung menyetir mobilnya keluar dari kawasan itu. Sumpah deh ya, waktu itu rasanya posisi duduk nggak nyaman banget. Mobil yang dikemudikan Pak Yosep saat itu bukanlah jenis mobil yang bisa menampung banyak penumpang. Ruangnya terlalu sempit untuk kami yang keseluruhan berjumlah delapan orang. Terlebih perjalanan yang kami tempuh memakan waktu sekitar satu setengah jam. Alhasil sepanjang perjalanan aku harus menahan kaki dan punggung yang pegal. Rasanya pengen cepat-cepat sampai aja.

Sesampainya di lokasi Tebing Breksi, Pak Yosep langsung mengendarai mobilnya sampai ke puncak tertinggi lokasi. Bukan di puncak tebing seperti yang gambarnya berseliweran di Google itu sih, tapi di sebuah lokasi dimana terdapat sebuah pendopo untuk acara tertentu gitu. Tapi dari tempat itu, kita tetap bisa kok menikmati pemandangan Jogja dari ketinggian. Begitu turun dari mobil, Pak Yosep membagikan kaos band kepada kami yang harus langsung kami kenakan. Baru deh, setelah mengenakan kaos MUSTunable, kami pun melakukan check sound. Sesi check sound sempat kacau di awal karena suaraku fals banget dan nggak pernah berhasil masuk di nada. Waktu itu rasanya khawatir banget. Khawatir performance-ku nanti memalukan dan mengecewakan. Setelah check sound, kami pun makan siang sembari menunggu rekan-rekan lainnya tiba.

Check sound duluuu..

Singkat cerita, sebagian peserta tour sudah berkumpul di lokasi dan duduk bersila di tempat yang sudah disediakan. Sementara mereka menikmati makan siang (yang sebenarnya bisa dibilang telat karena waktu sudah menjelang sore), aku dan teman-teman MUSTunable pun mulai menghibur mereka dengan beberapa lagu. Aku bersyukur banget karena apa yang kukhawatirkan di awal (tentang nada yang selalu gagal masuk), nggak terjadi saat kami perform. Dan yang terpenting, aku sama sekali nggak merasa nervous saat perform. Aku bahkan bisa sedikit berinteraksi dengan penonton tanpa berkata dengan terbata-bata seperti yang sudah-sudah. Bisa dibilang ajaib sih ini. Huhu.. Makasih ya Allah :')
BTW, saat kami perform kemarin, ada seorang penonton cewek berwajah manis (yang sepertinya merupakan karyawan kantor cabang Tasik) yang terus memperhatikanku. Setiap kali pandangan mataku tertuju ke dia, dia selalu tersenyum. Rasanya seneng deh kalo lagi perform diperhatiin kayak gitu. Kayaknya dia ramah sih orangnya. Hmm.. Jadi pengen temenan deh.

Setelah seluruh peserta berkumpul, acara inti pun dimulai yang dibuka dengan pemberian sambutan-sambutan, kemudian dilanjut dengan pengumuman pemenang lomba fotografi (yang nantinya akan dimuat di kalender perusahaan), pengenalan sistem pembayaran yang terbaru (FYI buat yang belum tau, kami adalah perusahaan yang bergerak di bidang cash & kredit), dan pembagian doorprize. Pembagian doorprize ini tentunya nggak dilakukan sekaligus, melainkan diselingi oleh penampilan band kami. Yang paling kusukai adalah momen ketika kami membawakan salah satu jingle perusahaan yang berjudul Bersama Kita Bisa. Saat itu seluruh peserta diminta berdiri sambil bernyanyi bersama. Rasanya seneng banget melihat rekan-rekan yang bernyanyi dengan semangat, khususnya rekan-rekan dari kantor cabang Cirebon. Ketika aku menyanyikan bagian lirik, "Kita rayakan.." kemudian kuserahkan microphone ke arah mereka yang serempak menyambut dengan lirik, ".. BERSAMA KITA PASTI BISA". Acara berakhir menjelang magrib diiringi lagu pamungkas berjudul Kemesraan dengan latar belakang sunset. Huhu.. syahdu banget..

 
Sementara sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu mengalunkan melodi tentang cintaaa..


Setelah acara selesai, kami pun nggak menyia-nyiakan waktu. Mumpung matahari belum sempurna tenggelam, kami pun berfoto dengan sunset sebagai latar belakang. Uuh.. benar-benar momen yang aku inginkan dari dulu deh :')



MUSTunable dan fans. Wkwk..



Setelah seluruh peserta bubar, aku dan teman-teman dari MUSTunable pun bersiap-siap kembali ke bus. Karena kami malas turun ke parkiran dengan berjalan kaki, akhirnya kami pun sepakat menumpang mobil Pak Faisal. Tapi sayangnya, ditengah perjalanan turun, mobil kami terjebak macet.
"Gimana nih?" teman-temanku mulai bimbang.
"Ya udah, jalan kaki aja yuk. Daripada kejebak macet gini".
Akhirnya aku, Inggit, Ryan, Mas Febri, dan Badar pun memutuskan keluar dari mobil Pak Faisal dan turun ke parkiran dengan berjalan kaki, sementara Mister Chokai tetap bersama Pak Faisal. Namun sial, bus-bus kami rupanya sudah bergerak. Kondisi lokasi yang sulit sinyal membuat komunikasi kami dengan rekan-rekan kami yang lain terhambat. Alhasil kami berlima pun berlari-larian hilir mudik mencari bus kami.
"Ngenes banget ya kita, artis kok gini amat nasibnya".
" Iya, udah manggung nggak dibayar, sekarang malah ditinggal bus".
Kami ngedumel sepanjang jalan. Yah, sambil ketawa-ketawa juga sih karena geli sendiri sama nasib kami. Syukurlah, bus kami masih belum jauh dari area parkir. Sesampainya di bus, kami malah diketawain sama rekan-rekan. Huhu..

Kami pun melanjutkan perjalanan untuk mencari oleh-oleh. Waktu itu waktu menunjukan sekitar pukul sepuluh malam. Bus kami berhenti di area parkir Ngabean. Dari situ, seluruh peserta tour berpencar-pencar. Aku, Bu Lia, Bu Hani, Mbak Tika, Bu Yeyen, dan Mbak Selvi pergi ke pusat oleh-oleh dengan menumpang bentor. Kami berhenti di salah satu toko oleh-oleh. Teman-temanku pun langsung mengambil keranjang untuk berbelanja, sementara aku menunggu di luar setelah nggak menemukan apa yang kucari di toko itu, yakni kue mochi dan wingko babat. Lho, kenapa nggak beli bakpia kayak yang lain? Karenaaa beberapa hari yang lalu ibuku juga baru dari Jogja dan membawa pulang beberapa kotak bakpia. Makanya aku cari oleh-oleh jajanan yang lain.

Kondisi udara di luar toko itu rasanya pengap banget. Banyak pengemudi bentor yang mangkal disitu. Asap knalpot dan rokok berbaur jadi satu, nggak heran kalo jadinya pengap. Setelah teman-temanku selesai belanja di toko itu, kami pun berpindah lokasi untuk melihat-lihat batik dan kaos. Aku nggak ingat nama jalannya, tapi di tempat itu harga barangnya mahal-mahal gitu. Atau apa memang standarnya segitu ya? Habisnya kalo dibandingkan dengan harga barang di pasar yang di dekat Borobudur itu kok jauh banget bedanya. Huhu.. Rasanya pengen banget balik ke pasar itu lagi, karena bahkan hingga ke Malioboro, aku belum juga membeli satupun oleh-oleh.

Ada kejadian mengesalkan ketika kami tiba di Malioboro. Saat itu, Bu Hani ditelepon Bu Ati yang merupakan perwakilan dari salah satu supplier. Dari telepon, Bu Ati meminta tolong untuk dijemput di suatu tempat. Jadi ceritanya, sore tadi Bu Ati berencana pulang duluan ke Cirebon dengan menumpang kereta jam delapan. Namun karena situasi dan kondisi yang nggak bisa ditebak, ia terlambat datang ke stasiun dan ketinggalan kereta. Waktu itu sekitar jam sebelas malam, itu artinya Bu Ati sudah sekitar tiga jam kebingungan sendiri di posisinya saat itu.

"Ya udah, Mbak Ati kesini aja, ke titik nol kilometer, depan gedung Bank BNI. Saya lagi disini, bareng Bu Lia, Tika, dan Putri", ucap Bu Hani.
Namun mengarahkannya ternyata nggak mudah. Ada kali satu jam kami disitu, nggak kemana-mana. Bu Hani sudah kesal mengarahkan, Mbak Tika dan Bu Lia ngedumel, aku sendiri bersungut-sungut dalam hati. Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk berburu oleh-oleh jadi terbuang hanya untuk menunggu satu orang aja. Bukannya gimana-gimana, hanya aja sebelumnya teman-temanku sudah menyarankan Bu Ati untuk lebih bersabar dan pulang bareng-bareng dengan rombongan, namun ia tetap bersikeras untuk pulang sendiri. Nah, akhirnya terjadi hal yang nggak diinginkan kan. Kalo sudah begitu, bukan dia sendiri yang rugi, tapi kami pun jadi kehilangan waktu.

Kawasan Malioboro saat itu penuh dengan manusia, mayoritas anak-anak mudah sih. Mungkin karena malam minggu, ditambah lagi hari itu bertepatan dengan pelaksanaan upacara panjang jimat di keraton. Jadi boro-boro deh bisa nunggu sambil foto-foto disana.

Singkat cerita, Bu Ati pun akhirnya menemukan kami. Masih terlihat jelas raut kepanikan di wajahnya. Ia bahkan terlihat hampir menangis saat menceritakan apa-apa yang ia alami dan rasakan saat 'nyasar'. Sambil ngobrol-ngobrol, kami lanjut jalan. Namun sayang, karena waktu sudah larut malam, banyak toko oleh-oleh jajanan yang sudah tutup. Hanya pedagang pakaian dan souvenir yang tampak masih banyak menjajakan dagangannya, selebihnya adalah pedagang-pedagang makanan seperti bakso, telur gulung, gudeg, dan sebagainya. Aku menghampiri salah satu pedagang kaus dan membeli dua helai kaus. Kaus biru oleh-oleh untuk bapak, dan kaus putih oleh-oleh untuk Mas Pacar (plus beberapa buah cenderamata dalam kotak kecil berhias pita hijau). Muehehe..
"Orang Jogja kok dikasih oleh-oleh dari Jogja", kata dia. Masih untung dibawain oleh-oleh kamu tuh, Mas 😛

Sekitar jam setengah dua dini hari, kami baru kembali ke bus untuk pulang ke kota kami, Cirebon. Awalnya aku sempat kecewa sih karena nggak bawa oleh-oleh jajanan buat orang-orang rumah. Tapi ketika bus kami berhenti di salah satu rest area di Semarang, aku melihat sebuah kios yang menjajakan oleh-oleh jajanan gitu, jadi aku memutuskan untuk membeli oleh-oleh disitu. Aku membeli dua kotak kue mochi dan dua bungkus wingko babat. Alhamdulillah, akhirnya dapat juga apa yang dicari walau bukan dari Jogja. Hehe..

Kami baru tiba di Cirebon hari Minggu sekitar jam tujuh pagi. Setibanya di rumah, setelah membagikan oleh-oleh kepada orang-orang rumah, aku langsung mandi. Seger banget rasanya, ya ampun. Maklum, dua hari nggak mandi. Wkwk.. Habis itu tidur deh sampai sore, nyenyak banget kayak orang pingsan. Saking apanya coba 😂

Total Tayangan Halaman

 
;