Rabu, 30 Juni 2021 4 komentar

#27 : Greatest Gift

Awal bulan Juni lalu, tepat di tanggal 1, Tuhan memberiku hadiah besar. Pagi itu, aku mendapati dua garis merah pada testpack yang kugunakan. Tanganku bergetar saat menggenggamnya. Rasanya hampir nggak percaya, ada yang sedang bertumbuh dalam tubuh ini.

Kuusap pelan kepala Mas Kesayangan yang masih terlelap, "Mas.."
Ia hanya menggumam dengan mata yang masih terpejam. Kugoyang sedikit bahunya, "Mas, lihat, lihat!" kataku sambil menyodorkan testpack itu di hadapannya. Ia menggeliat sejenak dan membuka mata perlahan.
"Siap jadi bapak?" kataku lagi dengan suara bergetar. Ia lantas tersenyum, kemudian merengkuhku ke dalam pelukannya sambil mengucap syukur, "Alhamdulillah".

Selanjutnya, aku mengabarkan berita itu pada ibu lewat pesan WhatsApp yang langsung disambut dengan ucapan syukur dan sedikit wejangan. Hihi..

Well, menjelang akhir bulan Mei lalu, aku memang sudah mulai merasa kurang enak badan. Perutku seringkali terasa kembung, terkadang pula terasa sedikit kram, namun haid nggak kunjung datang. Setelah browsing sana-sini, aku dan Mas mulai menduga bahwa aku hamil. Untuk menguatkan dugaan kami itu, diputuskanlah untuk mendeteksinya dengan testpack. Dan rupanya benar aja, hasilnya positif.

Beberapa hari setelah itu, perutku mulai diserang rasa mual. Nggak sampai muntah, tapi cukup membuatku pusing karena terus 'hoekk hoekk'. Nafsu makanku juga berkurang, bahkan es krim Haku Tiramisu yang biasanya menjadi salah satu es krim favoritku nggak lagi terasa nikmat. Dan, ya.. sifat magerku pun semakin meningkat. Wkwk..

Aku sangat bersyukur karena Mas sangat mengerti kondisiku. Sebenarnya untuk urusan pekerjaan rumah, kami memiliki tugas masing-masing. Namun semenjak mengetahui kehamilanku, disamping mengerjakan bagiannya, Mas juga ikut membantu menyelesaikan bagianku. Dan karena nafsu makanku berkurang, rasanya diri ini malas sekali untuk makan nasi, lontong, ataupun bubur sekalipun, tapi nggak menolak untuk makan bakso atau mie instan. Huhu.. Tapi bukan berarti aku makan bakso dan mie instan terus lho ya. Aku tetap mengisi perutku dengan nasi kok (meski seringkali harus disuapi Mas. wkwk..). Selebihnya, aku banyak ngemil biskuit, roti, dan buah.

***

Pada hari Selasa 8 Juni, aku diantar ibu ke Puskesmas untuk pemeriksaan laboratorium. Sayangnya sesampainya di sana, laboratorium Puskesmas sedang digunakan untuk apa gitu, aku kurang tau persis. Intinya aku belum bisa menjalani pemeriksaan laboratorium hari itu. Akhirnya hari Selasa itu, aku cuma ditimbang berat badan (yang ternyata masih bertahan di angka 38 kg sejak terakhir aku menimbang berat badanku tahun lalu. Hiks), diukur lingkar lengan atas, diperiksa tekanan darah, dan mendaftar untuk mendapatkan buku KIA (buku Kesehatan Ibu dan Anak). Ketika itu bidan juga menanyaiku beberapa hal, seperti rencana melahirkan di mana, dan rencana pakai KB jenis apa, yang sama sekali nggak aku duga bakal dipertanyakan. Alhasil kebanyakan dari pertanyaan itu aku jawab sekenanya dan dengan rasa gugup luar biasa. Sebelum keluar dari Puskesmas, bidan memberiku beberapa tablet vitamin yang berguna mendukung perkembangan janin; beberapa tablet obat yang boleh kuminum saat pusing, demam, ataupun mual; dan satu boks makanan tambahan ibu hamil berupa biskuit dengan krim nanas. Aku sebenarnya senang ketika diberi biskuit itu, karena aku pernah melihat postingan menfess Twitter di salah satu base seputar makanan yang menyebutkan bahwa biskuit itu sangat enak. Sayangnya yang aku terima bukan biskuit dengan krim stroberi. Huhu.. 

Kamis 10 Juni, aku dan ibu kembali ke Puskesmas untuk pemeriksaan laboratorium yang tertunda. Pertama-tama, bidan menanyakan apakah aku siap untuk suntik TT atau enggak. Ketika mendengar hal itu untuk pertama kalinya, aku merasa jeri. Aku kira yang disebut bidan adalah suntik tete (suntik payudara), tapi ternyata yang ia maksud adalah suntik imunisasi Tetanus Toxoid. Wkwkwk.
Ketika itulah, setelah bertahun-tahun nggak berhadapan dengan jarum suntik, baru kali ini aku merasakan nyerinya ditusuk jarum suntik lagi. Belum cukup sampai disitu, menjelang pemeriksaan laboratorium, aku kembali disuntik di bagian lipatan lengan untuk diambil sampel darah. Tapi rasa sakit pada bekas suntikan di bagian lipatan lengan ini nggak begitu terasa lagi setelahnya. Berbeda dengan bekas suntik TT yang rasa sakitnya terasa hingga berhari-hari. Aku bahkan sempat menangis di hari ketiga pasca suntik karena rasa sakitnya yang menjadi-jadi. Namun syukurlah, hasil pemeriksaan lab semuanya menunjukkan hasil yang baik. 

***

Kemarin sore, untuk pertama kalinya aku menjalani pemeriksaan USG. Setelah bertanya sana-sini, berdasarkan rekomendasi dari istri salah satu teman Mas, kami pun memutuskan untuk mengunjungi salah satu maternity clinic di kota kami. Waktu itu jam tujuh malam. Ketika sampai di klinik tersebut, aku diminta Staff Admin untuk mendaftar terlebih dahulu. Aku ditanyai beberapa informasi mengenai data diri dan beberapa hal mengenai kehamilanku. Aku juga diminta menimbang berat badan (yang masih stuck di angka 38kg). Alhamdulillah, seenggaknya berat badanku nggak turun. Kami mendapat antrian ke enam, sehingga mengharuskan kami untuk menunggu. Singkat cerita, tibalah giliranku untuk masuk ke ruang dokter. Disitu terdapat meja dokter beserta kursi dokter dan dua kursi untuk pasien dan pendamping, satu buah sofa panjang, satu buah ranjang pasien dan satu peralatan USG di sisinya, satu layar LED besar di depan ranjang pasien, dan satu buah kursi untuk Asisten Dokter. Aku duduk di salah satu kursi di seberang meja dokter, sementara Mas memilih duduk di sofa.

Di sana, aku kembali ditanya beberapa hal oleh dokter. Setelah itu, beliau mempersilahkan aku untuk berbaring di ranjang pasien. Mbak Asisten Dokter membantu menyingkap sedikit pakaianku sehingga hanya bagian perutku yang terlihat. Ia pun mengoleskan semacam gel di atas perutku, yang awalnya aku bingung untuk apa, tapi kemudian aku mengerti bahwa gel itu berfungsi agar kulitku nggak bergesekan dengan transducer. Setelah itu, dokter pun memulai pemeriksaannya. Ia menggerakkan transducer di atas perut bagian bawahku hingga muncul sebuah citra di layar.
"Eh, sudah kelihatan", ucap dokter. Jantungku berdebar. Layar itu menunjukkan sebentuk sosok kecil yang bergerak. Ah, itu calon bayiku yah?

Sebelum dokter menjelaskan, Mas meminta ijin untuk merekam momen itu dengan kamera hape.
"Boleh kok. Bahkan kalo Mas mau bikin live IG atau video call keluarga di rumah juga gapapa", jawab dokter. Mas hanya senyum-senyum mendengar kelakar dokter. Setelah Mas siap dengan video recording-nya, dokter pun mulai menjelaskan bagian-bagian yang ditampilkan oleh monitor. Dan ya, dugaanku sama sekali nggak salah. Sosok kecil bergerak itu memanglah janin, calon bayi aku dan Mas. Ia dikelilingi cairan ketuban yang ditampilkan monitor dengan warna gelap. Ukurannya baru 2,5 cm, namun aku sudah bisa melihat bakal kaki dan tangannya yang mungil. Ah, aku merasa hatiku menghangat melihat kedua kaki dan tangan calon bayiku yang aktif bergerak lucu.
"Pada usia kehamilan ini, kita juga sudah bisa mendengar detak jantungnya. Mau dengar?" tanya dokter. Tentu aja aku mau. Kemudian dokter pun memperdengarkan suara detak jantung si janin pada kami. Detak jantungnya terdengar cepat, namun kata dokter itu adalah detak jantung normal untuk janin usia kehamilan sembilan minggu ini.

Ada momen awkward dan memalukan ketika kami selesai menjalani pemeriksaan USG. Setelah keluar dari ruang dokter, aku dan Mas pun langsung berjalan menuju pintu keluar klinik. Namun Mbak Asisten Dokter memanggilku.
"Hasil foto USG-nya belum diambil, Teh", katanya. Ketika itu, aku langsung istighfar. Astaga, kami kan belum bayar. Mas tampaknya nggak menyadari hal itu. Ia terus saja berjalan ke arah parkiran, sementara aku putar balik ke loket di sebelah ruang dokter.
"Ini, Teh", ucap Mbak Asisten Dokter sambil menyerahkan amplop kecil berisi foto hasil USG.
"Jadi berapa, Teh?" tanyaku. Ia pun menyebutkan sebuah nominal, namun kemudian aku sadar bahwa dompetku ada di tas Mas. Aku pun meminta Si Mbak untuk menunggu sebentar, sementara aku memanggil Mas yang sudah keburu naik ke atas motor. Setelah membayar, kami pun segera berlalu dari klinik. Di tengah perjalanan kami ketawa-ketawa geli mengingat kebodohan kami itu. Haduuuhh.. sepertinya kami terlalu bahagia sampai-sampai lupa bayar 😂 Malu banget. Mana di depan loket banyak pengunjung klinik pula. Untung saja kami pakai masker, dan Mbak Asistennya pun nggak sampai berteriak "Teh, belum bayar". Kalo saja kami nggak pakai masker dan Mbak Asistennya berteriak seperti itu.. huh, mau ditaruh di mana muka kami? Wkwkwk.

***

Sore tadi.

"Kulkas di rumah kayaknya mulai nggak beres nih. Pintunya nyetrum", ucap Mas ketika datang menjemputku sepulang kerja. "Ini aja tangan Mas kena, kaget banget pas buka. Eh, kok nyetrum", katanya lagi.
"Hah, kok bisa, Mas?" sahutku sambil naik ke atas motor.
"Nggak tau. Kayaknya dalemannya ada yang rusak. Kamu jangan buka-buka kulkas dulu ya. Bahaya."
"Hmm.. Udah coba browsing Google belum, Mas? Barangkali bisa dibenerin sendiri kayak mesin cuci waktu itu".
"Belum. Nanti deh di rumah".
Aku hanya manggut-manggut, meski sedikit kecewa. Teringat dengan manisan mangga buatan ibu di dalam kulkas yang tadinya ingin segera kunikmati sepulang ngantor.

Sesampainya di rumah, "Kamu cepat mandi, mumpung belum Magrib. Lagi musim penyakit gini, takutnya kamu bawa virus dari kantor".
Lagi-lagi aku manut pada Mas. Nggak salah sih kalo ia begitu khawatir, karena belakangan ini wabah C19 nampaknya semakin mengganas. Belum lagi melihat kondisi kantor yang semakin sepi karena satu persatu karyawan jatuh sakit :')

Selepas mandi, aku langsung berwudhu karena adzan Magrib sudah berkumandang. Well, semenjak hamil, aku nggak berani lagi berlama-lama di kamar mandi. Padahal sebelum hamil, aku bisa betah berlama-lama di kamar mandi, entah itu luluran, atau maskeran. Namun sekarang, asal sudah mandi rasanya cukup, kemudian bergegas menuju kamar. Dengan hanya berbalut handuk, kudorong pintu kamar yang setengah terbuka.

"SELAMAT ULANG TAHUN, SAYAAAANGG!"
Aku memekik. Surprised. Di hadapanku, Mas Kesayangan tersenyum lebar. Kedua tangannya memegang kue ulang tahun dengan dua lilin menyala di atasnya. Aku lantas memeluknya, tanpa peduli dengan handuk dan rambutku yang setengah basah membasahi kausnya.
"Hey, ini ditiup dulu dong lilinnya. Capek ini tangan Mas pegang kue dari tadi", protes Mas. Kulepas pelukanku. "Make a wish dulu dong", ucapnya lagi.
Aku pun memejamkan mata dan melangitkan doa, agar keluarga kami senantiasa rukun dan bahagia sampai akhir hayat, dan selalu berada dalam lindungan-Nya :')


Bergetar rasanya bibirku saat itu. Rasanya ingin menangis, tapi nggak bisa. Jujur ini pertama kalinya aku mendapat kejutan seperti ini. Dikerjai plus diberi kejutan untuk tiup lilin. Ingat kan, sebelumnya Mas bercerita bahwa pintu kulkas rusak, dan ia menyuruhku untuk segera mandi sepulang kerja? Rupanya itu hanya akal-akalannya agar bisa mempersiapkan itu semua. Ia melarangku membuka kulkas karena ia menyimpan kue itu di sana. Rupanya siang tadi ia sempat minta ijin keluar sebentar dari tempat kerja untuk mengambil kue dari toko. Setelah mengambil kue dari toko, ia menyimpannya di kulkas, dan kembali lagi ke tempat kerja. Mas juga menyuruhku untuk bergegas mandi agar ia bisa menaruh lilin menyala di atasnya dan bersiap mengejutkanku dari balik pintu kamar. Anehnya aku sama sekali nggak curiga dengan semua akal-akalan itu, karena dia ngomongnya meyakinkan banget. Huhu..

Mungkin juga karena sebenarnya aku nggak berharap diberi apa-apa di hari ulangtahun kali yah. Selama ini aku nggak pernah menanti-nanti tanggal ulangtahun. Aku nggak memunculkan tanggal ulangtahunku di media sosial. Aku juga enggan menjawab saat teman atau siapapun bertanya kapan aku berulangtahun (kecuali tanggal lahir, untuk data penting). Entahlah, rasanya sedih aja gitu diingatkan bahwa diri ini semakin tua. Hiks.

Tapi hari ini, aku hanya ingin bersyukur. Tuhan baik sekali. Di usia ini aku mendapatkan hadiah terhebat-Nya. This year has been amazing. Aku menikah. Aku dinyatakan hamil setelah empat bulan pernikahan. Aku diberi kesempatan untuk melihat pergerakan dan denyut jantung calon bayiku. Dan ada sosok pria pengertian di sampingku, yang mengerti sifat manjaku, yang ingin selalu ndusel-ndusel di punggung dan ketiaknya setiap saat. Wkwk.

Semoga bahagia ini selamanya. Aamiin.

Total Tayangan Halaman

 
;