Rabu, 13 November 2024 0 komentar

The Winner Gathering

Fiuuhh.. after all those tiring and stressful days, it's finally done dan buahnya manis. Sejak awal bulan November, aku dan rekan-rekan yang ditunjuk sebagai panitia disibukkan dengan segala persiapan The Winner Gathering, yakni acara hajatan kantor dalam rangka merayakan hari jadi perusahaan yang ke 13 tahun. Pada perayaan hari jadi perusahaan kali ini, kami menginap di Kebun Raya Kuningan dengan menyewa sepuluh cottage atau pondok yang ada di sana. Bagiku pribadi, ini bukan pengalaman yang pertama kalinya, karena aku pernah mengunjungi tempat itu dan menginap di sana pada tahun 2018 silam. Aku pernah menuliskan pengalamanku itu di postinganku yang ini : Independence Day Celebration di Bumi Kuningan. Waktu itu aku menginap di sana bersama dua tim penjualan yang pada waktu itu memiliki pencapaian penjualan tertinggi selama beberapa bulan berturut-turut, dan rasanya cukup berkesan. Apalagi sempat ada pengalaman mistis juga. Wkwkwk. Yah, mungkin karena waktu itu peserta yang ikut hanya sedikit dan pondok yang disewa hanya satu dari sepuluh, jadi suasananya terasa mencekam. Kali ini peserta yang ikut lebih banyak, jadi agaknya nggak akan semencekam dulu.

Harusnya sih happy ya, tapi beberapa hari menjelang acara, aku merasa benar-benar stres. Disuruh ini, disuruh itu, kerjaan satu belum selesai, udah ditambah lagi. 9 jam kerja rasanya belum cukup untuk menyelesaikan semuanya. Yang paling stressful buatku adalah mengerjakan segala hal yang berkaitan dengan Kupon Prestasi.

FYI, Kupon Prestasi adalah kupon-kupon yang karyawan peroleh setiap bulannya mulai dari Januari 2024. Kupon Prestasi ini terdiri dari tiga jenis, yakni Kupon Hijau, Kupon Kuning, dan Kupon Merah. Jumlah kupon yang diperoleh tergantung pada kinerja setiap karyawan. Karyawan yang memiliki kinerja sangat baik tentunya akan mengumpulkan banyak Kupon Hijau. Yang memiliki kinerja cukup baik akan mengumpulkan banyak Kupon Kuning. Yang memiliki kinerja biasa-biasa aja akan mengumpulkan banyak Kupon Merah. Sedangkan yang kinerjanya buruk tentunya nggak akan mendapatkan kupon apapun. Tapiii, kupon-kupon ini juga bisa dikonversi dengan syarat tertentu. Misalnya jika ingin mengkonversi Kupon Merah ke satu Kupon Kuning, maka Kupon Merah yang harus dikonversi adalah sebanyak 7 kupon. Jika ingin mengkonversi Kupon Kuning ke satu Kupon Hijau, maka Kupon Kuning yang harus dikonversi adalah sebanyak 10 kupon. Jika ingin mengkonversi Kupon Merah ke satu Kupon Hijau, maka Kupon Merah yang harus dikonversi adalah sebanyak 17 Kupon. Kupon-kupon ini nantinya akan menentukan hadiah apa yang akan didapatkan oleh si empunya. Aku pribadi berhasil mengumpulkan 26 Kupon Hijau, 98 Kupon Kuning, dan 81 Kupon Merah. Oh ya, aturan pengundian hadiah kuponnya adalah : peserta hanya berhak salah satu hadiah dari Kupon Merah atau Kupon Kuning, tapi masih berhak mendapatkan hadiah dari Kupon Hijau. Karena nggak mau mendapatkan hadiah dari Kupon Merah (karena cuma berupa souvenir-souvenir kecil), aku mengkonversi semua Kupon Merah-ku dan beberapa Kupon Kuning, sehingga akhirnya aku memiliki 30 Kupon Hijau dan 69 Kupon Kuning.

Apakah puyengnya cuma sampai di situ? Enggak. Bagian yang paling menyebalkan adalah ketika aku harus mengeprint kupon-kupon yang jumlahnya ribuan itu. Well, dari 70 orang karyawan, total kupon yang terkumpul adalah 9500-an kupon. Kupon Hijau sih mending, nggak perlu diprint karena kebetulan kantorku udah punya. Tapi Kupon Kuning dan Merah yang jumlahnya 7900 kupon tetap harus diprint, dan itu membutuhkan sekitar 200 lembar kertas. Nah masalahnya, printer di kantorku ini nggak ada yang performanya benar-benar baik, apalagi mampu ngeprint banyak sekaligus. Alhasil aku harus ngeprint nyicil di beda-beda printer. Kalo ngeprintnya lancar sih nggak masalah. Ada kalanya aku harus menghadapi problem kertas nyangkut berkali-kali karena kertas yang dipergunakan untuk ngeprint kupon ini terlalu tipis, dan komentar rekan-rekan yang aku pake printernya. Kadang juga tintanya nggak keluar meskipun udah dicleaning berkali-kali. Belum lagi aku juga tetap harus mengerjakan tugas-tugas rutinku. Kesel banget rasanya ketika kerja dituntut untuk sat-set, diri sendiri udah sat-set, tapi fasilitas kerja nggak bisa diajak sat-set. Menguras waktu, tenaga, dan emosi banget pokoknya.

Di malam sebelum hari keberangkatan, aku juga sempat menangis karena nggak tega meninggalkan Fathian. Ini kali pertamanya dia kutinggal menginap. Malam itu dia sedang agak pilek. Sebenarnya aku masih pingin berlama-lama main sama dia, dan dia pun juga masih semangat main. Tapi aku nggak tega melihat dia terus-terusan menggosok hidung karena nggak nyaman dengan hidungnya yang meler, jadi kusuruh ia untuk istirahat. Seperti biasa, aku meninabobokannya dengan video Youtube yang menampilkan bulan purnama dengan latar musik instrumen piano yang mengalun lembut. Dia berbaring tengkurap di atasku, sementara kedua lenganku memeluknya. Aku bisa mendengar dan merasakan ia menghirup ingusnya berkali-kali. Sedih banget rasanya ketika aku diharuskan pergi, sementara kondisi Fathian sedang kayak gitu. Setelah dia pulas, aku pun membaringkannya ke kasur. Tiba-tiba aku jadi mellow dan mulai menangis. Awalnya cuma netes air mata doang, tapi lama kelamaan malah jadi nangis beneran. Mas yang baru aja pulang manggung terheran-heran melihatku nangis dan bertanya kenapa. Sambil terisak, kubilang, "Aku nggak mau pergi, Mas. Aku pingin sama Fathian". Yah, andai aku cuma peserta biasa dan bukan salah satu panitia inti, pingin rasanya aku absen :')

***

Akhirnya, tibalah hari keberangkatan. Senin 11 November. Aku bersyukur kondisi Fathian udah lebih baik, sehingga aku bisa lebih tenang meninggalkannya. Aku tiba di kantor pukul delapan pagi dengan menggendong ransel besar berisi pakaian dan menenteng tote bag berisi snack, sepatu heels, mukena, dan kado yang sudah kubungkus rapi dengan kertas coklat karena di sana nantinya kami akan melaksanakan acara tukar kado yang masing-masing harus senilai dua puluh ribu rupiah. Di kantor, aku mempersiapkan beberapa hal yang kurang, termasuk mengetes ulang presentasi Power Point yang udah kubuat hari Sabtu lalu, juga berlatih yel-yel. Tim HRD bersatu dengan Tim Gudang. Ketika tim-tim lain udah berlatih keras sejak hari Sabtu, kami berlatih sangat mendadak dan singkat. Mungkin cuma sepuluh sampai lima belas menitan.

Pukul sembilan pagi, aku dan rekan-rekan berkumpul di halaman kantor. Beberapa orang udah masuk kendaraan masing-masing. Aku pribadi dijadwalkan berangkat naik mobil Mas Febri bersama Pak Imam, Bu Hani, dan Bu Isma. Karena berangkat paling akhir, kami memiliki sedikit waktu untuk berfoto bersama dulu di halaman kantor.

Pukul sembilan lebih sebelas menit, kami pun mulai berangkat. Jalan yang kami lalui masih sama seperti dulu. Hanya aja, perjalanan kali ini nggak seseram dulu. Dulu kan kami berangkat waktu Magrib, nggak ada penerangan selain dari lampu kendaraan. Dulu juga aku nggak paham kenapa Mas Darman (rekan yang memboncengku dulu) sering-sering membunyikan klakson motornya sepanjang perjalanan, tapi kini aku paham alasannya, karena Mas Febri juga melakukan hal yang sama. Hal itu dilakukan, yakni untuk memberi tanda pada kendaraan yang mungkin aja melaju dari arah berlawanan, mengingat jalan yang kami lalui itu kecil dan berkelok-kelok dengan diapit hutan dan jurang, kalo nggak membunyikan klakson, kendaraan dari arah berlawanan nggak akan tau kalo ada kendaraan kami melaju ke arahnya.


Singkat cerita, sekitar jam setengah sebelas, kami tiba di gerbang Kebun Raya Kuningan. Kunyalakan layar hapeku untuk melihat jam, tapi aku malah salfok pada sinyal kedua SIM cardku yang menunjukkan tanda silang. Aneh banget, padahal kemarin udah bela-belain beli SIM card baru dari provider yang katanya punya sinyal paling kuat 😭

Gerbang Kebun Raya Kuningan.

Turun di depan gedung aula.

Aku satu pondok dengan Bu Hani, Mbak Tika, Bu Mila, Mbak Ana, dan Bu Yeyen di pondok nomor enam. FYI, Bu Mila dan Bu Yeyen adalah dua rekan kami yang paling nyocot dan punya kebiasaan latah dengan kata-kata kotor. Sejak jauh-jauh hari, aku dan Bu Hani udah mengingatkan Bu Mila untuk mengurangi kebiasaannya ini, mengingat Kebun Raya Kuningan ini adalah tempat yang terpencil dan dikelilingi hutan. Tapi yah, dasarnya latah ini udah jadi kebiasaan dan penyakit, jadi ya susah. Baru sampai pondok, udah keluar aja kebun binatang dan alat kelamin dari mulut mereka. Itu minusnya. Plusnya, ya pondok kami jadi salah satu pondok yang paling rame. Dan karena aku sefrekuensi dengan beberapa orang yang ada di pondok enam, jadi selama di pondok juga aku nggak banyak diam. Pondok yang kutempati memiliki dua bedset dan tiga extra-bed, lengkap dengan bantal dan selimut. Dua bedset ditempati oleh Bu Hani dan Mbak Tika, sementara tiga extra-bed ditempati oleh aku, Bu Mila, Mbak Ana, dan Bu Yeyen. Karena extra-bednya cuma tiga, jadi kasurnya digeser dan dirapatkan biar muat untuk empat orang. Hehehe. Sayangnya pintu kamar mandi di pondok kami nggak bisa dikunci, dan nggak ada hanger untuk menggantung handuk dan pakaian saat mandi.



View di luar pondok.

Setelah beristirahat sejenak dan mempersiapkan yel-yel per tim kamar (iya, selain mempersiapkan yel-yel perdivisi, kami juga harus mempersiapkan yel-yel per tim kamar), aku diminta Pak Imam ke gedung aula untuk mempersiapkan laptopku karena acara ceremonial The Winner Gathering akan segera dimulai. Sementara aku dan Viona mempersiapkan laptop, rekan-rekan yang lain berkumpul untuk makan siang. Aku dan Viona makan belakangan. Cuaca mendung saat itu. Benar aja, belum sempat aku dan Viona kembali ke pondok untuk mandi dan berganti pakaian, hujan turun cukup deras. Kami sempat menunggu beberapa saat sampai hujan agak reda, tapi sayangnya hujan nggak kunjung reda juga. Akhirnya karena satu persatu rekan-rekan kami dan atasan kami pun udah kembali lagi ke aula dengan seragam rapi, aku dan Viona pun memutuskan untuk menembus hujan. Syukurlah, ada spanduk acara yang masih terlipat di atas bangku di sudut ruangan. Kami berdua pun berlari-lari kecil ke pondok kami dengan membawa spanduk itu di atas kepala agar pakaian kami nggak basah. Viona 'mengantarku' lebih dulu, kebetulan pondok kami bersebelahan. Sebelum pergi ke pondoknya, kami janjian pergi bareng ke gedung aula setelah berganti pakaian. Karena waktu udah mepet dan semua rekanku udah berseragam rapi, aku nggak sempat mandi. Biarlah nanti mandi setelah selesai acara, begitu pikirku. Setelah siap, aku menjemput Viona dan membawa kembali spanduk yang tadi kami bawa. Untungnya saat itu hujan udah reda, jadi spanduk itu kami lipat aja.

Sekitar jam dua siang, acara ceremonial pun dimulai dengan pembacaan doa, serta menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mars perusahaan bersama-sama. Setelah itu, kami pun mempersiapkan zoom meeting dengan kantor cabang Tasikmalaya yang juga tengah melaksanakan ceremonial di sana. Jujur, bagian ini cukup membuang waktu dan emosi juga sih. Seperti yang udah kusampaikan sebelumnya, kondisi sinyal di sana sangat sangat buruk. Nggak ada satupun provider milik kami yang bisa mengkoneksikan laptopku ke Zoom. Satu-satunya yang bisa diandalkan adalah kuota pribadi milik Viona, itu pun benar-benar harus ekstra sabar. Yang membuat kesal adalah, ketika aku dan Viona tengah mengusahakan zoom meeting itu terlaksana, beberapa orang tampak nggak sabaran dan berkomentar seolah-olah kami berdua gaptek dan nggak paham gimana caranya.

Persiapan zoom meeting.

Akhirnya setelah lebih dari setengah jam berkutat dengan koneksi internet, zoom meeting dengan kantor cabang Tasik pun terlaksana juga. Kami berdiri di sekeliling kue ulang tahun dengan lilin berangka 13 yang telah dinyalakan. Sementara para karyawan kantor cabang Tasik berdiri di sekeliling nasi tumpeng. Kami bersama-sama sing along lagu Selamat Ulang Tahun milik Jamrud dengan iringan musik MP3. Setelah dua kali menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun bersama-sama, kue ultah dan nasi tumpeng pun dipotong lalu dibagi-bagikan kepada para keyperson.

Sing along lagu Selamat Ulang Tahun.

Setelah acara pemotongan kue ulang tahun dan nasi tumpeng, zoom meeting pun berakhir. Aku lupa setelah itu ada sesi apa, tapi yang kuingat, nggak lama setelah itu aku dan rekan-rekan dari Mustunable dipanggil untuk perform mempersembahkan beberapa lagu. Lagu pertama yang kami mainkan adalah lagu Kaulah Segalanya yang dipopulerkan oleh Ruth Sahanaya namun dimainkan dengan versi kami. Jujur, empat tahun vakum dari Mustunable membuat rasa nervousku tumbuh berkali-kali lipat. Udah gitu soundnya nggak enak banget. Suaraku yang pas-pasan ditambah nervous jadi makin nggak karuan :') Selanjutnya, kami membawakan lagu Tua Tua Keladi. Lagu yang selalu direquest Pak Dadang (salah satu sales senior MPS) ini sukses membuat suasana lebih ramai dan ceria. Lucunya, Pak Dadang merecord performance kami satu persatu persis di depan wajah dengan lampu flash yang menyala. Silau, Bos! 😭 Melihat audience yang tampak semangat, selanjutnya kami pun membawakan lagu Rungkad. Lagu ini disambut antusias oleh audience yang sebagian besar adalah para dangdut lovers. Wkwk. Kali ini aku meminta siapapun untuk menemaniku berduet di atas panggung. Tapi karena nggak ada yang berani, akhirnya kupanggil Bu Atikah untuk maju. Aku pernah melihatnya bernyanyi dengan baik dan percaya diri di panggung hajatan rekan kami, jadi ini tentunya bukan hal baru baginya. Oh ya, dari tiga persembahan lagu itu, kami dapat saweran dari rekan-rekan. Yaa lumayan lah, walaupun nyawernya cuma pake duit dua ribuan. Wkwkwkwk.


Waktu itu hujan kembali turun dengan deras hingga lingkungan di luar aula tampak berkabut, mengingatkanku pada suasana Lembang di waktu pagi. Dari gedung itu, kami juga bisa melihat kilatan petir di langit dan guntur menggelegar berkali-kali. Namun alhamdulillah acara bisa tetap berjalan. Setelah menyumbang lagu, kami kembali ke tempat masing-masing untuk menyimak Bapak Direktur kami, Pak Yosep, menyampaikan visi dan misi perusahaan untuk beberapa tahun mendatang. Lalu setelah itu, acara ceremony pun selesai. Kami pun memanjatkan doa penutup, kemudian dilanjutkan dengan sesi foto bersama, lalu kembali ke pondok masing-masing untuk makan dan istirahat sebelum lanjut ke acara berikutnya.


Waktu itu sekitar jam lima sore. Aku melakukan panggilan video ke nomor WhatsApp Mas. Aku pingin banget nengok Fathian. Tapi sayang, baru beberapa detik, koneksi internetnya macet. Aneh banget, padahal sinyal pada provider yang kupakai menunjukkan beberapa bar. Alhasil aku cuma bisa chat-an doang sama Mas tanpa bisa ngobrol sama Fathian :')

Setelah istirahat, makan, dan sholat Magrib, Pak Imam udah berkeliling untuk memanggil seluruh peserta gathering untuk kembali ke gedung aula karena acara lanjutan akan segera dimulai. Waktu itu hari udah gelap. Aku, Bu Hani, dan Mbak Tika jadi yang paling akhir ke luar pondok. Kondisi di luar benar-benar gelap gulita karena di area pondok sama sekali nggak ada penerangan, bahkan lampu teras pun nggak ada. Akhirnya Bu Hani pun menyalakan senter di hapenya untuk menerangi jalan kami menuju gedung aula yang letaknya beberapa ratus meter dari pondok kami. Karena memegang senter, Bu Hani berjalan selangkah di depan aku dan Mbak Tika. Namun beberapa saat setelah menuruni tangga teras, Mbak Tika yang semula berjalan di sebelahku tiba-tiba menyusul Bu Hani di depan. Mereka tampak berjalan lebih cepat sambil berbisik-bisik berdua. Aku nggak bertanya saat itu juga, tapi aku menduga sepertinya mereka melihat atau menyadari sesuatu yang 'aneh' yang nggak aku sadari. 

Setelah semua peserta kembali berkumpul di gedung aula, acara lanjutan pun dimulai. Acara dibuka dengan persembahan yel-yel perdivisi. Yel-yel paling ramai adalah yel-yel milik Akunting + Admin AR alias timnya Bu Hani dan Bu Mila CS, karena selain meneriakkan yel-yel dengan suara mereka yang memang menggelegar dari lahir itu, mereka juga mempersembahkan sebuah pantun yang menyindir karyawan yang sering kasbon tapi susah capai target. Wkwk. Tim HRD + Gudang tampil paling akhir. Ketika aku maju bersama timku, Bu Mila dan Bu Hani berteriak protes karena menurut mereka, harusnya aku bergabung dengan tim mereka. Maklum, aku satu-satunya perempuan dalam Tim HRD + Gudang ini. Ditambah perawakanku juga paling kecil, berbeda jauh dengan rekan-rekanku yang berbadan besar-besar. Tim kami berjumlah sebelas orang. Aku bingung juga menjabarkan yel-yel kami ini gimana. Jadi masing-masing kami memiliki peran : Order, Survey, Faktur, Gudang, Delivery, Collection, Service, Admin, Tunggakan, satunya lagi aku lupa. Wkwk. Kami membuat dua barisan dengan Pak Teguh sebagai komandan pasukan. Ketika beliau berseru "Ambil posisi!", maka kami langsung berposisi seakan-akan sedang duduk di atas motor. Selanjutnya, beliau akan berseru "Nyalakan!", dan kami pun berpura-pura menstarter motor. Ketika beliau berseru, "Tariiikk!", kami akan bersama-sama berjalan sambil meneriakkan "Order-kirim, order kirim". Namun salah satu anggota kami yang berperan sebagai Tunggakan tertinggal. Ia gagal menstarter motornya. Komandan pun memerintahkan kami untuk berhenti, kemudian berseru pada anggota yang tertinggal itu, "Tunggakan, kenapa?!". Lalu Tunggakan menjawab, "Maaaceeeettt!". Meski lebih tampak seperti lawakan, tapi dari yel-yel kami ini, pesan yang ingin kami sampaikan adalah bahwa semua tim harus bergerak maju bersama, jangan sampai ada yang tertinggal. Tanpa disangka, meski latihannya kurang dari dua puluh menit, yel-yel kami dinobatkan sebagai pemenang oleh juri. Wkwkwk.

Yel-yel Tim HRD + Gudang.
Aku di pojok paling belakang, nggak kelihatan.

Kali ini adalah acara yang paling ditunggu-tunggu, yakni pengundian hadiah Kupon Prestasi dan pengumuman karyawan terbaik periode September-Oktober, diseling dengan performance beberapa karyawan yang ingin membawakan lagu.

Acara ini berlangsung dengan waktu sangat panjang. Maklum, hadiah yang diundi lebih dari seratus buah, jadi bisa dipastikan semua karyawan dapat. Kupon yang pertama diundi adalah Kupon Merah, dan karena aku udah mengkonversi semua Kupon Merahku ke Kupon Kuning, jadi namaku nggak muncul dalam pengundian Kupon Merah ini. Alhamdulillahnya, namaku benar-benar muncul di pengundian Kupon Kuning, dan hadiah yang kudapatkan adalah satu unit speaker bluetooth portable. Alhamdulillah. Kebetulan beberapa waktu lalu, aku pernah kepikiran pingin beli speaker bluetooth yang bisa dipakai untuk karaokean, tapi belum kebeli karena uangnya dipakai untuk keperluan lain dulu. Eh sekarang malah ada rejeki buat bawa pulang speaker bluetooth tanpa mengeluarkan duit sepeserpun :') 

Sekitar jam sepuluh malam, panitia konsumsi berkeliling membagi-bagikan sosis dan bakso bakar ke meja-meja, sementara acara pengundian kupon masih berlangsung.

Para panitia yang sibuk di dapur.

Singkat cerita, tibalah waktunya pengundian Kupon Hijau. Teknis pengundian kupon ini berbeda dengan Kupon Merah dan Kuning yang jika nomornya keluar, maka pemilik nomor itu langsung berhak mendapatkan hadiah yang diundi. Teknis pengundian Kupon Hijau adalah seperti ini : MC akan mengundi sebelas nomor Kupon Hijau, lalu para pemilik nomor kupon itu dipersilahkan maju. Selanjutnya, masing-masing dari sebelas orang yang dipersilahkan maju ini akan dipersilahkan mengambil satu gulungan kertas di dalam akuarium. Jika di dalam gulungan kertas itu terdapat kata "Selamat, Anda masuk nominasi", maka orang itu akan tetap ada di depan. Sedangkan jika di dalam gulungan kertas itu terdapat kata, "Kasihan deh lu!" atau "Zonk!" atau segala kata-kata yang menyatakan ketidakberuntungan, maka orang itu harus kembali ke tempat duduknya. Begitu terus sampai ada sebelas orang nomine di depan. Sebelas orang nomine ini, nantinya akan dipersilahkan untuk mengambil gulungan kertas lagi yang kali ini berisi jenis hadiah yang berhak mereka bawa pulang.

Sesi pengundian Kupon Hijau ini lumayan melelahkan juga dan membuat mata sepet, karena berbeda dengan nomor urut Kupon Merah dan Kupon Kuning yang direkap dalam Microsoft Excel sehingga mudah dicari, nomor urut Kupon Hijau ditulis secara manual. Sehingga ketika nomornya disebutkan oleh MC, aku harus menelusuri nama-nama peserta satu persatu. Apalagi nggak semua pemilik kupon sadar dengan nomor urut kuponnya masing-masing (saking banyaknya kupon yang dimiliki). Syukurlah Viona dengan inisiatifnya bersedia membantuku. Ketika tengah melaksanakan tugasku sebagai pencari pemilik nomor kupon, tiba-tiba nomor kuponku disebut oleh MC. Akupun serta merta maju ke depan. Lembar berisi nama-nama peserta dan nomor urut kuponnya kuserahkan pada Viona. Selama berada di depan, aku terus bersholawat dalam hati. Berdoa agar aku bisa bergabung dengan Nia dan Ryan yang udah lebih dulu duduk di bangku para nomine. Ya nggak munafik lah, meski udah dapat hadiah di undian Kupon Kuning, aku pingin dapat juga di undian Kupon Hijau yang tentunya berhadiah lebih besar. Ehehe.

Pengundian nomine penerima hadiah Kupon Hijau.

Selanjutnya, Pak Yosep mempersilahkan para peserta yang maju untuk mengambil satu gulungan kertas dalam akuarium. Saat tiba giliranku, aku bilang pada beliau, "Doain saya ya, Pak", yang disambut dengan senyum lebar beliau. Setelah semua peserta udah mengambil masing-masing satu gulungan kertas, kami pun dipersilahkan untuk membuka gulungan kertas itu. Dengan dag-dig-dug, kubuka gulungan kertas itu, dan... Selamat, Anda masuk nominasi! Aku pun lantas mengucap syukur dan duduk di bangku para nomine bersama Nia dan Ryan. "Hehehe.. hoki kan?" ucap Pak Yosep padaku sambil mengacungkan jempol. "Iya, Pak. Alhamdulillah," sahutku.

Hari semakin larut. Pak Imam yang bertugas sebagai MC yang mengundi kupon udah nggak bisa lagi menahan matanya yang udah mulai ngantuk dan sepet. Akhirnya Viona yang menggantikan Pak Imam, sementara aku kembali memelototi lembaran daftar nama-nama pemilik Kupon Hijau beserta nomor urutnya dengan dibantu oleh Ryan, sampai akhirnya ditetapkanlah sebelas orang nomine : aku, Nia, Ryan, Pak Ikin, A Putra, Selpi, Pak Galih, Mbak Ana, Ida (diwakili oleh Yayah), Mas Imam, dan Bu Wati. Kesebelas orang ini berhak membawa pulang masing-masing satu hadiah, tapi hanya satu orang paling beruntung yang akan mendapatkan hadiah utama, yakni satu unit motor.

Selanjutnya, kami satu persatu dipanggil untuk mengambil gulungan kertas terakhir yang akan menentukan hadiah apa yang berhak kami dapatkan. Dengan mata tertutup, kami dipersilahkan mengambil satu gulungan kertas di dalam akuarium bulat.

Pengundian gulungan kertas terakhir.

Setelah masing-masing orang mengambil gulungan kertas terakhir itu, kesebelas dari kami berdiri berderet. Pada hitungan ketiga, kami membuka gulungan kertas itu bersama-sama. Dan hadiah yang tertera dalam gulungan kertasku adalah.. satu unit bedset!

Satu, dua, tiga!

Alhamdulillah. Gapapa, tahun ini belum beruntung lagi buat dapat motor. Yah, nyatanya aku kan nggak bisa mengendarai motor ya. Wkwk. Allah tau siapa yang lebih butuh, dan orang yang Allah tunjuk untuk menerimanya kali ini adalah Bu Wati, sales senior kami, dan kurasa beliau memang pantas mendapatkannya. Meskipun usianya nggak muda lagi, tapi beliau selalu rajin dan semangat, meskipun ke mana-mana harus nebeng sales lain.

Akhirnya, acara berakhir dengan ditutup pembagian kaos bertuliskan The Winner Gathering yang harus kami pakai keesokan paginya. Aku nggak henti-hentinya bersyukur karena lelahku selama beberapa waktu kemarin terbayar manis. Setelah acara selesai, aku segera mengemasi laptopku. Tubuhku benar-benar lelah dan kakiku sakit karena sepanjang acara terus-terusan bolak-balik duduk-berdiri-duduk-berdiri. Meskipun memakai heels yang nyaman, tapi ternyata kalo dipakai kelamaan capek juga ya. Aku pun bergegas turun dan keluar dari gedung aula karena ingin cepat-cepat mandi dan mengistirahatkan tubuh. Bodo amat waktu udah menunjukkan waktu setengah satu malam. Badanku udah lengket banget, pingin diguyur air.

Karena kondisi jalan yang gelap, kunyalakan lampu flash di hapeku. Aku menghentikan langkahku ketika Bu Isma yang baru aja keluar dari gedung aula berlari kecil menghampiriku. "Ikut nebeng senter dong", katanya. "Ayo, Bu", sahutku. Kami pun berjalan bersama menuju pondok kami masing-masing yang bersebelahan (beliau satu pondok dengan Viona). Ketika tiba di persimpangan jalan, kami pun berpisah. Bu Isma ke kiri, dan aku ke kanan. Saat tiba di depan pondok, aku baru sadar bahwa semua rekan pondokku masih di aula, dan aku nggak pegang kunci pondok. Karena terlalu jauh untuk balik lagi ke aula dan badanku juga udah capek banget, akhirnya aku memutuskan buat menunggu di teras pondok. Ah, palingan bentar lagi juga mereka balik, begitu pikirku. 

Aku pun duduk di tangga teras sambil scrolling Instagram demi membunuh waktu. Namun sejurus kemudian, aku merasa sekelilingku benar-benar sepi. Yang kudengar saat itu hanya suara binatang malam dan sayup-sayup suara soundsystem di gedung aula yang masih memainkan musik. Tapi nggak ada lagi peserta gathering yang berlalu lalang balik ke pondoknya. Aku melihat sekeliling. Gelap, benar-benar gelap. Penerangan hanya berasal dari celah pintu dan jendela pondok. Dalam hati aku mengutuk pengelola, kok ya nggak kepikiran buat kasih penerangan, minimal di teras pondok gitu biar terangan dikit? Kunyalakan kembali flash di hapeku, tapi sayangnya hal itu sama sekali nggak membantu membuat sekitar lebih terang. Ketika itu tiba-tiba aku merasa punggungku merinding. Rasanya sesuatu mengawasiku dari dalam pondok kami. Aku yang awalnya nggak takut jadi kepikiran aneh-aneh. Teringat bayangan pocong merah pada foto selfie Badar enam tahun lalu, juga cerita Mbak Melisa yang melihat penampakan pocong di depan salah satu pondok. Kemudian aku teringat bahwa makhluk astral akan memiliki power untuk menampakkan diri jika seseorang merasa takut dan akan menjelma persis seperti apa yang dipikirkan orang itu.

Akhirnya karena nggak mau semakin tersugesti dengan pikiran negatif lalu tiba-tiba ketemu pocong jelek, aku pun memutuskan untuk angkat kaki dari situ dan mengungsi ke pondok sebelah kanan.
"Assalamualaikum, Mbaakk.." panggilku sambil mengetuk pintu pondok mereka.
"Wa'alaikumsalam. Sebentaaarr," ucap seseorang dari dalam.
Mendengar suara orang lain setelah sebelumnya berasa jadi peserta uji nyali, aku jadi merasa lebih lega.
Mbak Echa yang waktu itu membukakan pintu pondoknya untukku. Ia sedang berganti pakaian, bahkan kemeja tidurnya belum terkancing. Wkwkwk gokil 😂
"Numpang di sini bentar ya, Mbak. Temen-temen saya belum ada yang balik dari aula," kataku.
"Oh iya, Teh. Sini, sini," katanya.
Aku pun masuk dan duduk di pinggir salah satu kasur. Selain Mbak Echa, di situ juga ada Bu Bun, Mbak Siti, Nia, dan Bu Wati. Aku pun ngobrol dengan Bu Bun, juga menggoda Bu Wati yang tengah mengabari keluarganya bahwa beliau baru aja memenangkan hadiah motor. Kunci simbolis dari styrofoam yang beliau terima dari Pak Faisal dan Pak Yosep terus dipeluknya. Kubilang, "Bu Wati, pulang dari sininya naik motor aja, udah". Yah, becanda aja, karena hadiah-hadiah besar yang kami dapatkan dari pengundian kupon itu nggak langsung kami terima saat itu juga.

Beberapa lama kemudian, terdengar suara Mbak Tika dan Bu Hani di luar. Ah, akhirnya mereka balik, pikirku. Setelah mengucapkan terimakasih pada Mbak Echa dan yang lainnya, aku pun kembali ke pondokku. Tapi rupanya aku terlalu cepat merasa lega, karena hal horor kali ini benar-benar terjadi. Bukan, bukan ada penampakan setan, melainkan NGGAK ADA AIR :')
Air kran berhenti menyala di pondok 4, 5, 6 yang semuanya dihuni para perempuan, tapi tetap deras di pondok 1, 2, 3, 7, 8, 9, dan 10. Pondok 2 adalah satu-satunya pondok yang dihuni oleh perempuan dan krannya menyala. Ketersediaan air di bak penampungan kami hanya separuh, sementara kami harus berbagi dengan rekan-rekan. Apes, lagi-lagi aku nggak jadi mandi. Boro-boro bisa mandi, mau pipis aja jadinya pake air mineral. 

Nggak ada hal lain yang bisa kulakukan sekembalinya aku ke pondok selain mengistirahatkan tubuhku. Mau ngechat suami pun, dia udah tidur. Mau scrolling sosmed, sinyalnya nggak kuat. Dalam situasi seperti ini, aku bersyukur banget jadi orang pelor, alias nempel kasur langsung molor. Padahal situasi saat itu berisik banget karena para cowok di pondok belakang kami memutar musik dangdut dengan speaker dan volume yang lumayan keras, belum lagi suara Bu Bun yang ke sana ke mari mencari tumpangan kamar mandi.

Aku bangun sekitar jam empat subuh. Suasana nggak lagi seramai saat aku tinggal tidur semalam. Kali ini yang terdengar hanya suara Pak Imam dan Pak Dicky yang berkeliling membangunkan para peserta gathering sambil iseng berteriak "Sahur! Sahur!", juga suara Bu Bun yang masih berkeliling untuk nebeng kamar mandi. Bu Hani dan Mbak Tika bercerita bahwa semalaman mereka nggak bisa tidur. Mereka meledek Bu Yeyen yang semalaman bolak-balik ngorok-ngentut-nguyuh (pipis).

Sekitar jam setengah enam, aku dan Bu Hani menumpang kamar mandi pondok 2 untuk sekedar buang air, sikat gigi, dan cuci muka. Kami harus bergegas karena Pak Imam udah memanggil kami berkumpul untuk berolahraga pagi. Pagi itu kami hanya mengenakan pakaian yang kami pakai tidur semalam, karena berdasarkan rundown acara, kaos The Winner Gathering baru dipakai setelah olahraga pagi. Tapi baru aja kami bersiap pergi ke lapangan, Mbak Tika yang udah lebih dulu siap (karena pagi itu ia ditugaskan menjadi instruktur senam) kembali ke pondok. Ia menyampaikan pada kami bahwa berdasarkan pesan dari panitia acara, pagi itu kami harus langsung mengenakan kaos The Winner Gathering. Akhirnya dengan bersungut-sungut (karena nggak sesuai rundown acara), kami pun mengganti pakaian kami dengan kaos yang udah ditentukan.

Kami berkumpul di samping gedung aula. Lalu dengan dipimpin Mas Indra, kami berjalan bersama menuju Taman Kuning dengan melalui jalan setapak dan hutan kecil yang dikelilingi pepohonan dan rerumputan hijau.

Aku berjalan bersama Mbak Tika, Bu Hani, dan Bu Mila sambil sesekali berfoto bersama di spot-spot yang bagus. Kebetulan langit cerah. Kami bisa dengan jelas melihat gunung Ciremai yang berdiri gagah. Di tengah perjalanan menuju Taman Kuning, kami bertemu seekor kucing yang jinak dan nurut banget kalo dipanggil. Bulunya halus, berwarna abu-abu muda dengan sedikiiiitt corak kuning yang awalnya kukira ada orang yang iseng mengoleskan kunyit ke bulu si kucing, tapi ternyata itu bagian dari warna bulunya. Kucing itu mengikuti kami sampai ke Taman Kuning. Sayangnya, aku nggak kepikiran buat berfoto bersama kucing itu :')

Tiba di Taman Kuning, kami pun berbaris untuk mulai melakukan senam bersama-sama dengan dipimpin oleh Mbak Tika, Bu Atikah, dan juga Viona. Karena nggak dipimpin oleh instruktur senam profesional, gerakan yang kami lakukan jadi kurang terstruktur, lebih banyak becanda dan planga-plongonya. Wkwk.


Setelah senam, kami pun sarapan. Aku sarapan bersama Viona dan juga Pak Yosep. Sambil sarapan, Viona curhat tentang betapa malam tadi dia nggak bisa tidur karena pondok belakang terlalu berisik dengan suara musik. Ada yang memutar musik dangdut, ada juga yang memutar musik jedag-jedug. Dua-duanya diputar menggunakan speaker, sehingga benar-benar mengganggu. Ia dan Bu Lia sampai harus melabrak penghuni pondok itu agar mematikan musiknya.

Selanjutnya, setelah mengisi perut, seluruh peserta kembali berkumpul untuk melakukan foto bersama dengan membawa spanduk The Winner Gathering, lalu kami diarahkan untuk berkumpul di gedung aula. Oh ya, kucing abu-abu tadi kembali mengikuti kami lagi, tapi kemudian berhenti di area hutan kecil di mana ia kami temukan. Sepertinya dia memang tinggal di kawasan itu.

Alih-alih berkumpul di aula seperti arahan Pak Imam, aku beserta Bu Hani, Mbak Tika, Bu Lia, Bu Mila, Mas Febri, dan Pak Dedi memilih untuk singgah di sebuah warkop untuk memesan es. Eh, tanpa diduga, beberapa peserta yang lain juga ikut ngumpul di situ. Wkwk.

Puas mengisi dahaga, kami pun kembali ke pondok untuk beristirahat. Namun sekembalinya kami ke pondok, kami dikejutkan dengan segerombolan semut hitam yang mengerubungi barang-barang bawaan kami, di antaranya adalah gula dan frozen food bawaan Bu Mila, serta crackers keju yang belum tandas kumakan tadi pagi. Huhu. Padahal crackersnya enak banget, tapi gara-gara dikerubungi semut, terpaksa kubuang. Kabar baiknya, air kran di pondok udah kembali mengucur. Jadi sambil menunggu giliran untuk mandi, aku dan Bu Hani mengusir semut-semut itu. Namun karena di pondok nggak disediakan sapu, jadi kami menggiring semut-semut itu dengan bantuan keset.

Ketika tiba giliranku untuk mandi, bbbrrrrrr.. rasanya segar luar biasa. Saat air dingin menyentuh kulit, rasa lengket, lepek, dan capek serasa luruh semuanya. Andai aku punya waktu lebih banyak untuk mandi, pingin banget rasanya berlama-lama dan mengguyur kepalaku berkali-kali. Tapi sayangnya, lagi-lagi kami harus bergegas karena panitia udah kembali memanggil kami untuk berkumpul di gedung aula.

Waktu itu sekitar jam sepuluh siang. Masih berpakaian kaos The Winner Gathering, kami menuju gedung aula dengan membawa kado masing-masing. Sesampainya di gedung itu, kami menaruh kado kami di atas sebuah meja bersama kado-kado milik peserta lainnya, kemudian Bu Isma menuliskan nomor pada kado-kado itu. Sebelum acara tukar kado dimulai, kami terlebih dulu memainkan beberapa permainan sederhana yang menguji konsentrasi dan kekompakan dengan dipimpin oleh Mas Indra dan Pak Ben. Dari permainan itu, peserta yang kalah akan menerima hukuman, yakni wajahnya dicoret dengan lipstik. Sesi ini lumayan seru juga, apalagi kalo jadi bagian yang ngetawain orang. Wkwkwk.

Selanjutnya, kami pun beralih ke acara tukar kado. Saat itu giliran aku dan Viona yang bertanggungjawab membagi-bagikan kado kepada para peserta dengan dibantu oleh Mas Indra. Teknis pembagiannya seperti ini : masing-masing peserta dipersilahkan mengambil satu gulungan kertas berisi nomor dalam akuarium. Setelah semua peserta mengambil nomor dan membukanya, aku dan Viona akan mengambil satu kado lalu menyebutkan nomor yang tertera pada kado tersebut. Maka peserta yang memiliki nomor yang sama berhak mendapatkan kado tersebut. Setelah kami menerima kado masing-masing, kami pun membuka kado secara serentak. Aku menerima kado dari Pak Wirja, kepala Departemen AR, yang isinya sebuah phone stand holder. Sementara kado dariku yang berisi tumbler kaca, satu pack bolpoin gel isi empat, dan satu pack pembalut isi tiga diterima oleh Pak Dadang.


Oh ya, peserta yang menerima hadiah paling unik diminta untuk maju sambil menunjukkan hadiah yang diterimanya. Dalam hal ini, tentunya peserta laki-laki adalah yang paling banyak maju, karena mereka menerima hadiah yang harusnya dipakai perempuan, seperti daster, hijab, celana dalam, termasuk juga Pak Dadang yang mendapatkan pembalut. Pak Yosep yang mendapatkan celana dalam perempuan ngide banget memakai celana itu di luar celana panjangnya. Wkwkwk. Satu-satunya perempuan yang menerima hadiah unik adalah Bu Titin, yakni duid dua puluh ribu. Ini sih bukan unik sebenernya ya, tapi yang ngado mager beli kado.

Terakhir, kami menampilkan yel-yel kelompok. Bersama Bu Mila, Bu Hani, dan yang lainnya, jelas aku nggak bisa jaim. Ada adegan joget di dalam yel-yel, ya aku pun harus turut joget. Yah biarlah kali ini aku dituntut untuk sedikit tebal muka. Setelah itu kami pun kembali ke pondok masing-masing untuk makan siang dan bersiap-siap untuk pulang.

***

Yah, begitulah cerita gathering kantor tahun ini. Meski pun banyak hal yang nggak berjalan sesuai rundown acara ataupun ekspektasi, tapi rasanya cukup seru dan berkesan, terlebih aku mendapatkan dua hadiah yang bisa dibilang besar (karena sebelum-sebelumnya cuma dapat hadiah yang kecil-kecil), semua itu menjadi hiburan untukku setelah berpusing-pusing ria selama dua minggu terakhir. Terima kasih, Ya Allah.

Oh ya, banyak di antara rekan-rekanku yang merasa kapok untuk ke sana lagi. Alasan mereka beragam, tapi intinya adalah karena hal mistis. Seru juga mendengar cerita-cerita dari mereka. Ada yang melihat dua pocong (alhamdulillah sepertinya dua poci ini mandul, dari tahun 2018 berdua mulu, belum beranak juga). Bu Yeyen mengaku melihat buto ijo di sudut gedung aula dan merasa badannya kurang enak karena makhluk ini. Bu Titin (rekanku yang kesurupan saat kami ke sana tahun 2018 lalu) begadang sampai pagi bersama Bu Nur dan Bu Weni di gedung aula karena khawatir kesurupan lagi kalo ketiduran. Wkwkwk.

Selain itu, masih ingat ceritaku di atas, saat aku ke luar pondok di waktu magrib bersama Mbak Tika dan Bu Hani, mereka berdua tiba-tiba ngobrol berbisik-bisik dan berjalan cepat di depanku? Berdasarkan penuturan Bu Hani, saat kami ke luar dari pondok dan menuruni tangga teras, Bu Hani mencium aroma melati, tapi saat itu dia nggak bilang apapun dan bersikap seolah nggak ada apa-apa. Sejurus kemudian, Mbak Tika pun mencium aroma yang sama. Itulah kenapa dia yang semula berjalan di sebelahku tiba-tiba menyusul Bu Hani di depan, lalu mereka mulai berbisik-bisik berdua di depanku :
Mbak Tika : "Bu Haaaann.."
Bu Hani : "Iya, tau."
Mbak Tika : "Bu Hani nggak pakai parfum kan?"
Bu Hani : "Bau parfum saya nggak kayak gitu. Udah, nanti aja ceritanya. Putri kayaknya nggak ngeh, jangan sampai dia juga ikutan takut".

Bu Hani bercerita bahwa aroma wangi itu mengikuti kami hingga ke jalan menurun menuju gedung aula. Tapi beneran lho, waktu itu aku sama sekali nggak mencium aroma apapun. Aku jadi punya dua kesimpulan pribadi terkait ini. Yang pertama, aku berpikir sepertinya yang mereka cium itu aroma parfumku. Yah, walaupun sebenarnya parfumku lebih beraroma fruity, bukan floral, tapi aroma parfum yang kita pakai biasanya nggak tercium oleh diri sendiri kan ya? Itulah kenapa di antara kami bertiga, cuma aku yang nggak mencium aroma itu. Yang kedua, mungkin benar itu aroma dari sesuatu yang nggak kasat mata tapi akunya nggak peka.

Jalan menurun menuju gedung aula

Selain itu, di malam saat Bu Hani nggak bisa tidur dan semua suara musik dimatikan, Bu Hani mendengar suara seperti perempuan menangis (tapi juga kadang terdengar seperti tertawa), juga suara langkah kaki dan gesekan benda di depan pondok tapi nggak ada siapapun di sana.
"Kalo saya boleh minta sih, Put, saya pingin banget itu musik jedag-jedug dari speaker tuh nggak usah dimatiin deh. Soalnya pas itu musik dimatiin tuh, ya ampun, banyak banget suara-suara aneh. Saya malah jadi nggak bisa tidur. Dipaksa merem pun malah jadi kebayang sosok yang aneh-aneh", tutur Bu Hani padaku.

Well, beda Bu Hani, beda juga Ryan. Dia mah agaknya memang skeptis dengan hal-hal berbau mistis kayak gini. Dia menyimpulkan bahwa suara yang didengar oleh Bu Hani itu adalah suara burung malam yang banyak bertengger di pepohonan sekitar. Yah, kalo mau berpikir positif sih bisa jadi seperti itu, karena memang ada beberapa hewan yang bersuara mirip kayak gitu, salah satunya adalah musang. Coba aja kamu search di Youtube, suara musang kayak gimana, itu miriiip banget kayak kunti ketawa. Wong di samping rumahku juga pernah kok terdengar suara kayak gitu, padahal rumahku tuh adem, nggak ada apapun yang memancing setan buat dateng, kecuali musang yang memang suka berkeliaran mencari ayam atau anak kucing. Tapi, kalo kita lagi sendirian malam-malam lalu tiba-tiba denger suara kayak gitu, ya boro-boro kepikiran itu suara musang sih ya. Pasti hal pertama yang terbersit di kepala itu suara kunti, ya kan? Wkwk.

Tapi jujur, aku pribadi sih nggak kapok buat ke sana lagi. Pasalnya view di sana tuh bagus banget dan banyak spot yang belum sempat kami sambangi selama di sana kemarin. Ditambah, aku alhamdulillah banget nggak mengalami hal aneh apapun selama di sana. Kalo merinding doang sih biasa lah ya, bisa jadi itu sih karena sugesti diri gara-gara ada di tempat gelap sendirian. Wkwkwk. Jadi kalo ada kesempatan buat ke sana lagi buat ketiga kalinya, aku sih hayuu.

Total Tayangan Halaman

 
;