Selasa, 26 April 2016
Sepertinya belakangan ini aku banyak pikiran. Entahlah.. Rasanya aku merindukan terlalu banyak hal. Aku kangen sama hampir semua hal yang terjadi di masa lalu, dan mungkin sangat mustahil buat terulang. Aku kangen masa kecil, kangen masa-masa jadi pelajar, kangen masa seru-seruan bareng MCRmy dan BVB army, kangen kebersamaan bareng orang-orang yang aku kenal di masa lalu—yang sekarang udah nggak seakrab dulu atau bahkan lost contact..

Aku juga sering memimpikan orang-orang yang bahkan nggak aku pikirkan, entah itu mereka yang aku kenal di dunia nyata, maupun mereka yang aku kenal di dunia maya. Aneh juga sih, kalo orang-orang di dunia maya pun sampe kebawa-bawa kedalam mimpi gitu. Padahal bertatap muka langsung aja nggak pernah.

Semalem aku memimpikan tiga situasi berbeda. Yang pertama adalah mimpi tentang sekolah SMA-ku. Well, sebenernya lokasi yang aku lihat di mimpiku itu sama sekali nggak terlihat kayak sekolah SMA-ku dulu, malah lebih mirip sekolah SD-ku walau nggak mirip-mirip banget. Tapi nggak tau kenapa didalam mimpiku itu aku mengenal lokasi itu sebagai sekolah SMA-ku dulu. Tempatnya tuh suram banget. Meskipun ada murid-murid dan staff, tapi karena jumlah mereka sedikit, tempat itu jadi mirip tempat lokasi uji nyali. Ditambah lagi, nggak ada penerangan, dan ada pohon kamboja gitu—udah kayak di kuburan. Pokoknya menyedihkan banget lah. Yah, mungkin iya, sekolah SMA-ku udah mulai kehilangan peminat. Tapi kondisi nyatanya nggak separah itu kan? Ah, aku jadi kangen sama sekolahku itu. Udah lama aku nggak nengok kesana :/

Mimpi beralih ke situasi dimana aku mengunjungi tempat kerjaku di Trusmi dulu. Cuma segelintir rekan kerja yang aku temui di mimpi itu, tapi yang paling berkesan adalah waktu aku menemui Mbak Ati—mantan leaderku. Ini kedua kalinya aku memimpikan beliau di minggu ini. Tapi mimpinya tuh bertolak belakang banget sama mimpiku yang sebelumnya. Di mimpiku yang sebelumnya,  Mbak Ati dateng ke rumahku dan nanya kenapa aku nggak main ke rumah dia gitu buat nengokin new born baby-nya (ketika aku resign dari Trusmi, Mbak Ati memang lagi hamil empat bulanan). Mimpinya tuh jelas banget. Aku bahkan masih inget baju biru bergaris-garis putih yang dia pake di mimpiku itu. Tapi di mimpi yang aku alamin tadi malam, Mbak Ati nangis waktu aku tanya perihal bayinya. Dia bilang kalo dia keguguran lagi untuk kedua kalinya (di kehamilan sebelumnya, Mbak Ati memang pernah keguguran karena kondisi rahimnya lemah). Di mimpiku itu aku ikut nangis sama dia, dan ngehibur dia gitu. Well, kayaknya aku kangen dia deh, makanya kebawa mimpi sampe dua kali gitu. Kami udah long time no contact juga semenjak BBM-ku aku uninstall karena sering isn’t responding. Mau SMS, canggung. Aku harap sih dia dan bayinya baik-baik aja. Mbak Ati dan suaminya udah cukup lama kepengen punya momongan. Beliau baik banget. Aku harap kali ini Tuhan berkenan memberi mereka amanat buat jadi ibu dan bapak :)

Kemudian setelah itu mimpiku berubah lagi. Di dalam mimpiku itu, aku ikut program magang ke Jepang yang diselenggarakan sama suatu lembaga, ikut latihan fisik, minum air yang dimasukin bunga krisan, tinggal di rumah tradisional Jepang yang lubang pembuangan WC-nya mengarah langsung ke jurang.. WTF! Kayaknya aku terlalu terpengaruh sama cerita-ceritanya Kak Rico. Saking antusiasnya nyimak cerita-cerita pengalaman dia di Jepang, apa yang dia alamin sedikitnya jadi aku alamin juga (dengan beda versi. yang dia alamin versi nyata, sedangkan yang aku alamin versi dunia mimpi).

Ngomong-ngomong tentang Jepang, belakangan ini juga aku banyak memikirkan hal-hal dan mimpi-mimpi yang belum sempat dan belum bisa kucapai. Salah satunya adalah keinginan untuk ambil kursus bahasa Jepang.

Well, beberapa waktu yang lalu aku memang memutuskan buat belajar bahasa Jepang secara otodidak, dan aku benar-benar melakukannya. Tapi apa? Ternyata belajar bahasa Jepang secara otodidak itu nggak gampang yaaaa.. Aku hanya mengerti segelintir dari materi-materi pembelajaran bahasa Jepang yang bejibun itu. Itupun yang aku mengerti cuma materi-materi yang pernah Ermi Sensei ajarkan pas jaman kuliah di semester tiga dan empat dulu. Dan itupun aku harus susah payah mengingatnya. Kalo udah begitu, pasti aja ujung-ujungnya aku kesel sendiri. Lalu rasa keselnya merembet ke rasa menyesal karena pernah meminjamkan catatan bahasa Jepangku ke salah satu temenku. Gimana nggak menyesal?

Selama satu tahun aku begitu antusias menyimak mata kuliah yang satu itu di kampus. Selama itu juga aku semangat mengumpulkan materi-materi yang Ermi Sensei ajarkan dengan mencatatnya setiap kali beliau mengajar. Aku bahkan melengkapinya dengan beberapa materi yang aku ambil dari internet. Catatan-catatan itu kemudan aku kumpulkan di buku khusus, dan aku tulis serapih-rapihnya. Ya ampun, padahal kalo mata kuliah lain boro-boro deh aku catat di buku khusus, apalagi pake ditambah-tambahin gitu. Palingan dicatat di binder yang isinya campur-campur nggak karuan itu (nggak cuma catatan perkuliahan, tapi ada gambar-gambar random, lirik lagu, curhatan, gitu-gitu lah :v). Pokoknya buku khusus catatan bahasa Jepang itu tuh berharga banget deh buatku.

Sampe kemudian suatu hari salah satu teman sekelasku meminjamnya. Coz waktu itu dia mau ikut UTS susulan, sementara catatan bahasa Jepang dia nggak lengkap. Akhirnya dia pinjam buku catatan bahasa Jepangku deh. Karena dia bilang pinjam, ya aku pinjamin. Malam itu kami ketemuan di depan jalan menuju rumahku. Aku sampe ngerasa nggak enak karena malam itu dia pake repot-repot bawain aku beberapa bungkus roti dan snack segala. Aku menolak, tapi dia maksa aku buat menerimanya. Ya udah aku terima deh. Aku pikir, mungkin itu sebagai tanda terima kasih dia karena aku mau meminjamkan buku itu. Aku menyarankan ke dia untuk mem-fotocopy buku itu aja, biar dia nggak perlu repot-repot nulis (biar buku itu cepet balik juga tentunya). Tapi apa? Buku itu nggak balik ke tanganku sampe sekarang.. seolah-olah roti dan snack yang waktu itu dia bawa adalah alat tukar atas bukuku,seolah-olah ilmu yang kukumpulkan itu nggak berarti apa-apa buatku. Ugh!

Makanya aku pengen ambil kursus aja lah. Aku butuh guru kalo materi-materi yang pernah aku pahami itu pada barlen—bubar klalen—gini. Entahlah kapan bisa aku wujudkan, yang penting niat aja dulu. Aku ngebet banget pengen jadi translator dua bahasa asing—Inggris Jepang, pengen ngerasain tinggal disana juga. Deeeeyyymm.. Aku envy aja kalo inget temanku itu—Kak Rico—yang tanggal sepuluh April lalu udah duluan terbang ke negeri sakura itu buat jadi Bang Toyib muda—menetap disana selama tiga kali puasa tiga kali lebaran gitu deh. Well, emang sih aku antusias kalo nyimak cerita-cerita dia. Aku jadi bisa tanya-tanya juga tentang keadaan dan kebiasaan yang dilakukan disana. Tapi aku nggak bisa bohong kalo aku envy. Huaaahh..

Kira-kira kapan ya aku bisa menginjak tanah Jepang juga? :’)

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;