Minggu, 14 Mei 2017

Bad Service

Apa sih yang mendorong kita untuk membeli atau menikmati suatu produk (selain karena kita membutuhkan atau menginginkan produk tersebut)? Yep, pastinya ada beberapa faktor ya.

  1. Apakah produknya berkualitas
  2. Apakah harganya terjangkau
  3. Apakah pelayanannya baik dan memuaskan
Betul?

Dan kalo beberapa ataupun salah satu dari tiga hal itu nggak terpenuhi, tentunya kita bakal berpikir-pikir lagi untuk menikmati atau membelinya. Bener nggak? Yah, kalo aku sih gitu.

Well, kali ini aku mau nge-share pengalamanku membeli suatu barang dari online shop yang menurutku sangat perlu untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. I guess this post will be long enough :p

Jadi ceritanya, bulan April lalu, aku dan teman dekatku, Tri, tertarik buat membeli papercase di sebuah OL shop. Sebenarnya awalnya sih cuma aku yang tertarik membeli barang disitu setelah membaca postingan dari akun Instagram lain yang mempromosikannya, karena kebetulan, OL shop bernama Vio********** tersebut memang menjual berbagai macam barang dengan harga murah. Nggak hanya custom case, tapi ada juga berbagai model tas, sepatu, kaos, jaket, celana, dress, blazer, de el el. Awalnya, aku tertarik membeli sebuah tas bermotif kucing, namun sayangnya tas yang aku inginkan itu selalu sold out.

Karena kehabisan terus, akhirnya aku beralih membeli barang lain di OL shop yang sama. Aku memutuskan untuk memesan papercase, karena casing Asus Zenfone 4C-ku yang berwarna putih itu udah agak nggak enak diliat. Rupanya, Tri dan kakak iparnya juga tertarik untuk memesan barang yang sama. Akhirnya aku memesan tiga papercase untuk tiga model HP berbeda. Satu untuk Zenfone 4C milikku, satu untuk Oppo Neo9 milik Tri, dan satunya lagi untuk Xiaomi Redmi4 milik kakak iparnya.

Jadilah hari itu. Sabtu, 22 April, Tri menjemputku di kantor. Kami berboncengan naik motor menuju rumah si pemilik OL shop tersebut di kawasan Pilang, nggak begitu jauh dari kantorku. Agak susah juga sih nyari rumahnya. Dua kali kami muterin kawasan itu nggak ketemu, dan baru ketemu setelah kami bertanya pada satu-satunya tukang becak yang mangkal disana.

Arahan dari tukang becak itu, membawa kami ke sebuah rumah bercat putih dan oranye dengan pagar terkunci. Nggak ada bel disitu, jadi aku mencoba untuk mengetuk pagar dengan gemboknya.
"Permisi", ucapku, namun nggak ada respon.
Cukup lama juga kami didepan pagar itu. Nggak ada yang bisa kami tanya, karena kawasan itu sepi banget. Yah, salah kami juga sih yang sebelumnya nggak nanya dulu apakah si pemilik OL shop ada di rumah atau enggak. Tapi seenggaknya, dua hari sebelumnya aku udah kabarin dia kalo hari Sabtu itu, aku dan temanku mau ke rumahnya. Akhirnya, aku hubungi si pemilik OL shop itu via WA. Kubilang kalo aku mau pesan papercase sekaligus menyerahkan uang. Dia bilang, "Uangnya kasih ke orang rumah aja." Saat itu kami pikir, yah mungkin dia lagi nggak ada di rumah. Tapi kemana orang-orang di rumahnya ini? Dari tadi dipanggil-panggil kok nggak ada yang keluar.

Saat itulah, ketika kami mengucapkan 'Permisi' untuk yang kesekian kalinya, seorang wanita paruh baya muncul dari rumah berpagar di sebelahnya. 
"Mau bertemu siapa?" tanyanya. Aku dan Tri menghampiri beliau.
"Ini, Bu. Punten, mau tanya. Ini rumah yang punya OL shop itu bukan ya?" tanyaku sambil menunjuk rumah tadi.
"Oooh.. disini, Neng", kata ibu itu. 
Geeezzz.. ternyata dari tadi, kami salah rumah!
"Silahkan masuk, Neng", katanya ramah. 
"Iya, disini aja, Bu," jawabku. Saat itu aku dan Tri cuma masuk sampai sebatas teras rumah itu aja.
"Sebentar ya, Vionya lagi di kamar mandi."
Well, Vio itu udah pasti nama si pemilik OL shop itu. Keliatan dari nama OL shop-nya yang ada embel-embel 'vio'. Kemungkinan, si Vio ini anak dari ibu tadi.

Dari teras itu, aku dan Tri bisa mendengar suara dua orang—cewek dan cowok—sedang mengobrol. Kemudian si ibu menyampaikan kepada salah satu dari mereka (cewek) kalo ada dua orang yang mau menemuinya. Dan apa yang kami dengar benar-benar di luar dugaan.

"DUUUH.. AKUNYA TUH LAGI NGGAK MOOOODDD!!"
"Tapi mereka mau ketemu."
"ORANG CUMA MAU ORDER CASE AJA KOK! UDAH AMBIL UANGNYA AJA!!"

Whatthehell?
Akhirnya si ibu tadi deh yang melayani kami.
Dari situ, aku dan Tri tentu memberi penilaian negatif pada si pemilik OL shop tersebut. Yah, boleh aja sih bad mood dan malas melayani konsumen, aku juga kadang suka gitu kalo lagi sibuk atau bad mood. Tapi apa perlu teriak-teriak kayak gitu? Apalagi kedengeran langsung sama konsumen yang bersangkutan. Pelayanan macam apaan? 

Keesokan harinya, Minggu, 23 April, aku mengirim beberapa pics untuk desain masing-masing papercase via WA. Aku tanya berapa lama pembuatan papercase setelah dipesan, dan dia jawab dua sampai dengan tujuh hari. Itu berarti minggu depannya bisa jadi.

Seminggu setelah itu, rupanya pesanan kami belum jadi juga. Tanggal 4 Mei, aku dapat kabar dari Tri bahwa papercase yang udah jadi baru yang punya dia dan punya kakak iparnya. Dari situ kami nggak habis pikir kenapa orderannya bisa misah, nggak jadi bareng-bareng. Akhirnya Sabtu, 6 Mei, kami kembali ke Pilang untuk mengambil dua papercase yang udah jadi.

Setelah dua papercase itu kami terima, rupanya ada beberapa kesalahan. Pertama, bagian lubang kamera di paper nya nggak bolong; kedua, model papercase milik kakak ipar Tri salah, harusnya model Xiaomi Redmi4 malah Xiaomi Redmi Mi4i. Alhasil, bagian lubang kamera yang harusnya terletak di tengah malah justru terletak di sebelah kiri. Of course, kami nanya ke dia tentang kesalahan-kesalahan itu. Kemudian dia jawab, bahwa bagian lubang kamera memang nggak dilubangi dari pihak pencetak, melainkan konsumennya sendiri yang melubangi (ampun deh, kirain kita tinggal pake aja. Tau gini mending nge-print sendiri). Dan perihal kesalahan model itu, dia bersedia menukarnya dengan yang baru.

Rabu, 10 Mei, giliran papercase pesananku yang diambil. Sekitar jam tujuh malam, aku dan Tri kesana, sekalian menukar papercase pesanan kakak ipar Tri yang salah itu. Eh, pas udah sampai sana, ternyata papercase kakak ipar Tri yang akan ditukar itu belum dibuat. Papercase yang salahnya harus dibalikin dulu, katanya. Dari situ, Tri yang udah kecewa berat tambah emosi. Dia berniat mencak-mencak ke si pemilik OL shop itu, tapi nggak enak sama bapaknya :v Alhasil malam itu, kami cuma mengambil papercase pesananku. Tapi baru beberapa ratus meter kami berlalu dari rumah itu, feeling-ku nggak enak. Aku meminta Tri menghentikan motornya buat membuka segel papercase yang kupesan. Benar aja, ketika dicek, yang kutemukan cuma case transparan, nggak ada gambarnya! Ya udah deh, kami balik lagi ke rumah itu.

"Maaf, Pak, saya balik lagi. Ini case pesanan saya kok nggak ada gambarnya ya," ucapku ke bapak dari si pemilik OL shop itu yang kebetulan lagi duduk di teras depan rumahnya. Kemudian si bapak pun memanggil anaknya. Dan apa yang terjadi..? Pintu rumah yang semula terbuka itu malah ditutup sama dia! Maksudnya apa coba?

Aku nunggu disitu, yah ada kali sepuluh menitan, sampai adik dari si pemilik OL shop itu nongol lalu bilang ke dia, "Cicii.. itu orangnya nungguin", dan akhirnya dia keluar, nanya, "Ada apa?"
Kusebutkan maksudku, lalu dia kembali masuk, kemudian menyerahkan gambar yang kupesan. Setelah itu kami benar-benar pamit.

Sampai di rumah, aku coba papercase itu. Ternyata apa, Pemirsaaaa..??
Ukuran casenya terlalu besar! Lebih cocok buat Zenfone 5. Yah, memang salahku juga sih, nggak coba dulu pas masih di tempat. Tapi yang bikin aku nggak habis pikir, kok bisa ukuran case-nya salah, sementara ukuran paper-nya sesuai dengan tipe hapeku. Aku complain deh ke dia, dan dia bilang, orangnya—pihak pencetak—salah kirim.

Sabtu, 13 Mei, untuk kesekian kalinya, kami nyamperin rumah si pemilik OL shop tersebut, kali ini untuk menukar case pesananku yang kebesaran itu, dan yah tentu aja mengambil papercase milik kakak ipar Tri yang udah ditukar dengan yang (kami harap) sesuai dengan tipe hapenya.

Daaaaaannn.. UNTUK KESEKIAN KALINYA, lagi-lagi hasilnya salah!
Kali ini, antara case dengan paper-nya memiliki bagian lubang lampu flash dengan posisi berbeda.


Letak lubang flash pada case terletak di sebelah kiri.
CAUTION : Jangan salfok ke jari-jari ya. Percayalah, pemilik
jari-jari cantik ini bukan saya :v

Letak lubang flash pada paper terletak di sebelah kanan.

Intinya, case-nya benar, paper-nya yang salah.

Protes lah si Tri ke si pemilik OL shop itu. Eh, nggak taunya dia malah balik sewot. Awalnya aku nggak mau ikut campur, tapi si pemilik OL shop itu menyalahkan aku yang menurutnya salah menyebutkan tipe hape saat memesan.



Dia keukeuh mengatakan bahwa harusnya aku memesan case untuk tipe Redmi4 Prime, bukan Redmi4. Udah gitu ngemengnya pake 'kamu kamu'.



Aku bisa aja nunjukin gambar Xiaomi Redmi 4 dan Xiaomi Redmi 4 Prime ke dia, buat meyakinkan dia bahwa aku sama sekali nggak keliru saat memesan. Tapi berhubung kami udah malas berdebat, malas bolak-balik kesana juga, akhirnya kami mengalah. Sebagai kalimat pamungkas dari chat kami hari itu, kubilang..



So that's it, pengalaman pertama DAN TERAKHIR kami belanja di OL shop satu itu, OL shop yang semula kukira bisa memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen. Aku nggak habis pikir, kenapa ada testi-testi yang menyebutkan bahwa OL shop satu itu recommended banget. Pelayanan kurang ramah, proses kurang cepat, kesalahan terjadi berkali-kali.. apanya yang recommended? Hey, si owner bahkan nggak bilang maaf sama sekali atas keterlambatan dan kesalahan-kesalahan tadi. Yah, boleh lah, barang yang dijualnya bagus-bagus, dan harganya murah. Tapi pelayanan yang baik tetap harus diutamakan. Kalo kayak gini, bikin kapok konsumen jadinya. Toh, OL shop murah dan terpercaya nggak cuma satu itu doang.

Dia bisa aja menyatakan 'entrepreneurship is my life' di deskripsi akun sosmednya. Tapi maaf aja, menurutku sikapnya yang demikian masih sangat kurang mencerminkan jiwa entrepreneurship. Orang yang berjiwa entrepreneuship seharusnya ramah kepada siapapun, terutama konsumen. Kenapa? Karena dengan bersikap ramah, konsumen tentu akan merasa nyaman dan bisa jadi konsumen tetap. Orang yang berjiwa entrepreneurship juga seharusnya sabar. Sifat pemarah harusnya dihilangkan. Nggak ada aturan 'konsumen harus memahami emosi penjual', yang ada justru 'penjual harus memahami emosi konsumen'.

Dia harusnya sering-sering mengikuti seminar entrepreneurship. Dia mungkin nggak pernah dengar bahwa 'konsumen adalah ujung tombak suatu usaha', dan 'marketing terbaik adalah konsumen yang terpuaskan'. Kenapa konsumen disebut ujung tombak suatu usaha? Ya karena merekalah yang membuat suatu usaha hidup dan berkembang.

Dan kenapa konsumen disebut marketing terbaik?
Begini..
Konsumen yang merasa puas terhadap kualitas suatu pelayanan atau produk, tentu suatu saat akan datang kembali untuk melakukan pembelian ulang, dan sangat mungkin bahwa mereka akan merekomendasikan si penyedia produk atau pelayanan tersebut kepada rekan-rekan mereka Dan berkat rekomendasi dari si konsumen yang puas tadi akhirnya si penyedia produk atau pelayanan tersebut pun mendapatkan pelanggan-pelanggan baru yang tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi pemilik usaha.

Sebaliknya, konsumen yang nggak merasa puas tentu nggak akan datang kembali untuk membeli ulang produk atau layanan yang udah mengecewakan mereka, bahkan bukan nggak mungkin konsumen yang nggak puas alias kecewa tersebut akan mempengaruhi calon konsumen yang lain untuk nggak membeli / menggunakan produk atau layanan tersebut.

Intinya, mulut konsumen itu bisa jadi menguntungkan, dan bisa jadi berbahaya bagi suatu usaha, tergantung bagaimana kualitas pelayanan yang mereka dapatkan dari si pemilik usaha tersebut.

BTW, aku kok jadi sotoy begini yak. Gaaahh.. maafkan saya, Pemirsa. Gara-gara kelewat kesal dan kecewa kok jadinya kuliah mendadak gini. Haha..
Yah, sedikit masukan aja sih buat teman-teman pembaca yang punya suatu usaha, baik-baiklah pada konsumen kalo nggak mau mereka kabur. Gitu aja.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Wkwkwkwk olshop terkampret.

Km coba beli di olshop yang terpercaya aja. Ky yg di shopee atw di tokopedia gt. Emng kl yg sekadar olshop pribadi gt pelayanannya emng payah bgd (uda pernah ngrasain)

Ngakak deh tp pngn bgd jitak tu ownernya wkwk yg. Emosi 😂

Putri Vidialesta mengatakan...

Aku malah nggak pernah coba beli di Shopee, Tokopedia, Lazada dan kawan-kawannya, Tif. Tapi sejauh ini OL shop yang aku belanjain nggak ada masalah. Cuma ini doang -_-

Anonim mengatakan...

Wkwk anjay bgd sumpah...belom pernah keselek golok kali ya wkkw

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;