Sabtu, 01 Juli 2017

Kecanggungan

Hmm.. sedikit tersentuh oleh tulisan berjudul sama yang diposting oleh salah satu teman baikku di blog pribadinya, aku sempat termenung, menyadari bahwa kami memiliki kisah yang sama, meski apa yang kami alami nggak sama persis, tentang mengapa kami nggak banyak bicara, dan tentang hubungan dengan anggota keluarga yang nggak akrab meski masih satu darah.

Semua orang yang mengenalku tau, aku adalah orang yang sangat pendiam dan nggak mudah bergaul. Aku lebih suka menjadi pendengar ketimbang menjadi pembicara. Aku nggak akan menceritakan kisah pribadiku—secara lisan—kalo bukan pada orang yang benar-benar akrab. Boro-boro menceritakan kisah pribadi, mengucapkan kalimat pendek aja terkadang masih terbata-bata dan blibet. 

Ibuku pernah berkata bahwa dulu, waktu kecil aku cerewet banget. Aku sering menanyakan berbagai hal, bahkan hal-hal yang sebenarnya nggak penting. Menanyakan tulisan-tulisan yang kami lewati di jalan, menanyakan acara TV yang tengah kami tonton dan acara apa yang tayang selanjutnya, menanyakan maksud sebuah kata asing yang aku dengar dari orang lain, menanyakan kegunaan suatu benda yang baru kulihat, menanyakan kenapa begini dan kenapa begitu hingga ibu terkadang kewalahan menjawab pertanyaanku karena terkadang aku nggak puas dengan jawaban ibu dan terus bertanya.

Aku nggak ingat kapan aku mulai canggung untuk bertanya dan banyak bicara. Tapi yang aku ingat, dulu aku pernah dimarahi bapak karena suatu hal, kemudian aku angkat bicara untuk membela diri. Namun hal itu membuat bapak semakin berang. "Jangan jawab aja kalo lagi diomongin!" begitu katanya dengan nada tinggi. Bapak memang tipe orangtua yang cukup keras dan agak saklek. Aku dan adikku cukup kenyang dimarahi beliau, apalagi waktu kami masih SD dulu, karena pada saat itu aku dan adik memang sedang bandel-bandelnya. Mungkin inilah yang membentuk aku menjadi pribadi yang canggung dan sensitif terhadap kata-kata yang diucapkan dengan nada tinggi. Aku bisa overthinking seharian jika seseorang membentakku atau menegurku dengan kalimat yang terkesan memojokkan.

Pernah juga suatu hari, saat aku masih kelas dua SMP, seseorang memotong pembicaraanku saat aku tengah mengungkapkan pendapat. Ketika itu guru membagi murid-murid di kelas kedalam beberapa kelompok dan memberi kami tugas yang harus diselesaikan bersama kelompok masing-masing. Aku nggak ingat apa tugas yang harus kami kerjakan saat itu, tapi aku ingat banget ketika aku menjelaskan sesuatu—dengan sedikit usaha karena harus mengalahkan rasa canggung—tiba-tiba seorang teman cowok menyela kata-kataku dengan membahas sesuatu di luar topik pembicaraan. Aku jadi tersinggung, dan akhirnya ragu untuk mengungkapkan pemikiranku karena kupikir apa yang kusampaikan sama sekali nggak menarik untuk didengar. This is the reason why I decided to create blog, karena disini aku lebih mudah mengungkapkan segala pemikiran dan unek-unek tanpa harus canggung dan susah-susah mencari orang yang mau mendengarku.

Kalo perihal hubungan dengan anggota keluarga yang nggak akrab meskipun masih satu darah, aku merasakan itu diantara hubungan aku dengan bapak.

Well, seperti yang udah aku ceritakan di atas, bapak adalah tipe orangtua yang cukup keras dan agak saklek. Maka berbeda dengan temanku yang merasa canggung dengan kakaknya sendiri karena jarang bersua dan menghabiskan waktu bersama, aku merasakan kecanggungan dengan bapak ya karena sifat bapak yang demikian. Aku jadi takut pada beliau. Padahal dulu hubungan kami cukup dekat. Bapak suka mendongeng dan membuatkan mainan untuk aku dan adik. Terkadang aku dan adik juga suka berdiri di ujung gang, menunggu bapak yang pulang kerja, dan bersorak senang jika beliau membawa oleh-oleh. Miris kalo melihat kenyataan betapa kami sekarang nggak sedekat dulu meski tinggal satu atap selama bertahun-tahun dan bertemu setiap hari. Salah kalo orang lain atau bahkan mungkin beliau sendiri berpikir aku nggak sayang bapak, karena kenyataannya aku pernah menangis diam-diam ketika beliau sakit, tersentuh ketika menyimak kisah tentang sosok seorang ayah, dan iri pada mereka yang akrab dengan ayahnya. Jujur, aku kangen bapak, kangen kami yang dulu. Kangen banget.

Entah bagaimana caranya menjadi sedikit lebih luwes dan terbuka. Jujur, capek juga menghadapi hari-hari dengan penuh kecanggungan. But anyway, aku jadi inget kata-kata salah satu temanku yang mengatakan, "Kalo sifat pendiammu hilang, saya yakin kamu bakal jadi orang yang cerewet banget". Hahaha.. Apa iya?

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sabar ya vid. Inshaalloh hbngn km sama bapak lambat laun mencair kok. Km coba aja tny hal2 yang sederhana ttg sekitar. Atau cerita aja ttg apapun itu yg penting ringan aja. Ga usah ragu dan mikir gmn jdnya ntar. Hehe. Dlu aq jg gt sm bapak. Aq ga ngomong apa2 kl ga ditanya. Tp semenjak aq hmpir lulus SMA aku nyoba akrabin diri sm bapak. Km pasti bisa kok. Hehe...

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;