Sabtu, 21 Juli 2018 0 komentar

A Good Bro Knows What His Sister Needs

Did you ever feel so tired of everything? Ketika segalanya terasa menguras pikiran, tenaga, dan perasaan, ketika kamu ingin pergi ke suatu tempat untuk melepas penat, namun nggak punya kesempatan. Well, I did. And I'm grateful that I have a very nice younger bro. He saved me.

Hari Sabtu lalu, ia mengirimiku pesan WhatsApp tentang rencana jalan-jalan dan ia memintaku untuk memilih salah satu diantara tanggal 19, 20, dan 21. Aku menengok kalender. Ketiganya bukan hari libur, namun tanpa pikir panjang, kuputuskan untuk mengambil cuti satu hari. Aku benar-benar butuh refreshing, dan aku nggak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku memang sering mengeluh tentang perusahaan tempatku bekerja yang hampir nggak pernah mengadakan karyawisata seperti perusahaan yang lain. He knows that his sister needs to go somewhere. Kupilih tanggal 21, karena kupikir hari itu berdekatan dengan hari Minggu, sehingga kami punya kesempatan untuk beristirahat sebelum akhirnya kembali beraktifitas seperti biasanya.

Sabtu pagi, sekitar lima lebih, kami berangkat dari rumah dengan berboncengan motor. Lokasi tujuan kami nggak lain dan nggak bukan adalah Lembang, Bandung. Just two of us. Ini pertama kalinya aku dan adik jalan-jalan berdua ke tempat yang jauh dan hanya berbekal Google Maps sebagai penunjuk jalan. Kami bersyukur karena jalanan cukup lancar meski weekend. Mungkin karena masih pagi juga kali ya. Wkwk..

Namun, meski jalanan lancar, aku nggak lantas menjadi tenang. Jalanan menuju Bandung rupanya kayak lagunya Ninja Hatori, mendaki gunung dan melewati lembah. Haha.. Entah berapa kali motor kami melintasi tikungan tajam, tanjakan, dan turunan khususnya di daerah Sumedang, yang mungkin orang-orang sebut kawasan Cadas Pangeran (aku sebut 'mungkin' karena sepanjang jalan aku nggak menemukan namanya, dan nggak tercantum pula di Google Maps, hanya melihat kontur jalannya yang meliuk-liuk serta diapit tebing dan jurang). Well, rasanya kurang lebih seperti naik roller-coaster. Aku merasa senang sekaligus takut. Motor kami meluncur dengan mulus di atas aspal, namun karena banyak tikungan tajam, seringkali kami nggak melihat kendaraan lain yang berbelok dari arah berlawanan. Rasanya ngeri membayangkan apabila kendaraan kami melenceng sedikit aja dari jalur. Sepanjang jalan, aku berdzikir, karena aku tentu nggak mau hal buruk terjadi pada kami. Apalagi mengingat mitos-mitos yang tersebar di tengah masyarakat tentang kawasan itu, ditambah melihat jumlah kecelakaan sekaligus korban jiwa yang terpampang di papan informasi jumlah kecelakaan yang kulihat di tepi jalan. Naudzubillah..

Menempuh perjalanan jauh dengan hanya berbekal Google Maps sebagai penunjuk jalan rupanya nggak begitu mudah. Di suatu daerah di Sumedang, kami sempat kehilangan sinyal. Kami juga sempat salah jalan. Well, sebenernya nggak salah jalan juga sih, hanya aja jalannya kurang nyaman untuk dilalui. Karena kami memilih rute khusus motor, Google Maps menuntun kami ke jalan-jalan kecil yang permukaannya nggak begitu mulus. Aku sempat hampir jatuh di sebuah jalan menanjak. Saat itu kami akan berbalik arah karena salah jalan. Namun adikku kehilangan keseimbangan saat membelokkan motor, sehingga motor oleng. Aku bersyukur karena mengenakan sepatu boots dengan hak tinggi, sehingga ketika motor itu oleng, kakiku langsung menjejak aspal. Kalo aja saat itu aku nggak pakai sepatu dengan hak, mungkin aku udah jatuh kali, coz jok motor kami tinggi banget bagi aku yang pendek ini. Kami juga sempat melalui jalan kecil dengan tanjakan, turunan, dan jurang di sisinya. That was horrible! "Ganti rute khusus mobil aja kalo kayak gini", kata adikku. Buuut.. meski begitu, kami nggak bisa menimpali bahwa pemandangan sekitar cukup memanjakan mata. It was green everywhere. Aku pengen banget memotretnya, hanya aja kedua tanganku sibuk memegang hape untuk Google Maps dan pundak adikku. Kalo nggak pegangan dia, bisa-bisa aku jatuh terjengkang karena turunan dan tanjakannya tajam.

Memasuki daerah Subang, kami bisa bernapas lebih lega karena kami nggak lagi dipertemukan dengan jalanan yang mengasah adrenalin. Sebagai gantinya, kami melalui jalanan dengan perkebunan di sisi kanan dan kiri jalan. Di Jalan Cagak, perkebunan teh terhampar. Di kawasan ini juga terdapat banyak pedagang nanas yang buahnya menguning dan besar-besar. Memasuki kawasan Ciater, lebih banyak lagi kebun teh yang terlihat. Aku pernah kesana, sekitar tiga tahun yang lalu bareng rekan-rekan di tempat kerjaku yang lama, beberapa hari sebelum akhirnya aku resign dari sana. Waktu itu kami datang sebelum jam tujuh pagi, sehingga perkebunan masih berkolaborasi dengan kabut. Indah. Sayang, kali ini aku dan adik nggak mampir kesana. For God's sake. Bandung nggak pernah gagal membuatku jatuh cinta berulang kali. I always love this city and its people. Sejak melihatnya di film Petualangan Sherina yang kutonton belasan tahun lalu, aku jatuh cinta, dan setiap kali ke kota itu aku selalu ingin kembali.




Semakin mendekati Lembang, udara semakin dingin. Aku agak menyesal karena nggak mengenakan jaket yang lebih tebal. Udara di Tangkuban Perahu pasti lebih dingin, seenggaknya itu kata adikku yang pernah kesana. Tapi bagaimanapun, itu lebih baik ketimbang panas menyengat seperti yang biasa kami rasakan di kota kami. Aku jadi berpikir, kalo aja aku tinggal di Bandung beberapa bulan aja, mungkin kulitku bisa jadi lebih cerah. Hahaha..

Sekitar jam setengah sepuluh, kami tiba di lokasi tujuan. Ternyata tiket masuk ke Tangkuban Perahu cukup mahal. Adikku mengeluarkan uang tujuh puluh sembilan ribu untuk dua orang. Belum lagi untuk biaya parkir (walaupun sekali parkir nggak sampai lima ribu sih), dan beli masker. Well, sebenarnya kami bawa masker sendiri dari rumah. Hanya aja akang-akang yang menyambut para pengunjung itu terkesan memaksa kami untuk membelinya. Lima ribu rupiah untuk dua lembar masker. Katanya sih disana wajib pakai masker karena bau belerangnya cukup menyengat, tapi ternyata sampai disana everything's okay. Nggak ada bau belerang yang menyengat, nggak ada kabut, nggak ada debu yang mengganggu pernapasan kami. Pengunjungnya ramai, dan sebagian besar nggak mengenakan masker. Hahh.. dasar trik pedagang.

Forget that.
Kami bersyukur karena udara pagi itu nggak sedingin yang kami khawatirkan. Padahal waktu adikku kesana beberapa bulan lalu, udara dingin banget sampai-sampai membuat nafasnya mengeluarkan asap. Tapi kemarin pagi, suhu udara tujuh belas derajat celcius (seenggaknya itu yang tertera di layar hapeku), cukup hangat jika dibanding suhu AC di tempat karaoke yang aku dan Tri kunjungi dua pekan lalu yang membuat kami gemetar kedinginan. Daaaan.. rupanya keindahan Tangkuban Perahu bukanlah sekedar isapan jempol. Viewnya baguuuus banget. Pengunjungnya nggak hanya orang Bandung, tapi juga banyak yang dari luar kota seperti kami, bahkan turis mancanegara. Mereka sibuk mengabadikan moment jalan-jalan mereka di Tangkuban Perahu. Kebanyakan dari mereka tampak fotogenic. Bahkan ada teteh-teteh cantik yang tampaknya merupakan seorang model. Ia santai aja mengenakan kaos putih lengan pendek, celana jeans di atas lutut, dan sepatu boots dengan high heels tipis. Bayangkaaaan.. di kawasan pegunungan yang berbatu-batu gitu dia nyantai pakai sepatu dengan high heels tipis! Dengan percaya diri, ia berpose dengan berbagai gaya di depan fotografernya.
"Lihat deh. Pinter banget ya gayanya," celetukku pada adik sambil menunjuk orang itu dengan isyarat gerakan kepala.
Adikku menoleh ke arah orang yang kumaksud dan menjawab, "Iya, tapi kalo Teteh berfoto dengan gaya kayak gitu pasti aneh."
Yeah, he was right. Aku udah khas dengan gaya berfoto andalanku : membelakangi kamera sambil memberi salam dua jari. Well, thanks for being honest, Bro.




















Selain para wisatawan, ada juga beberapa pria bertopi yang menawarkan souvenir atau jasa foto. Ada juga yang menjelaskan asal-usul Tangkuban Perahu kepada para pelancong. Aku dan adik sedang berfoto-foto ria ketika salah satu dari pria bertopi yang membawa souvenir menghampiri kami dan menawarkan diri untuk memotret kami.
"Sini saya fotokan berdua, biar romantis", katanya. Haha.. Sepertinya ia mengira kami adalah couple.
"Adik kakak, Pak", sahutku.
"Ya gapapa, biar hubungannya makin dekat", katanya lagi. Kuserahkan hapeku padanya, kemudian ia meminta kami berpose dalam berbagai gaya. Rupanya bapak itu cukup pandai memotret. Aku aja baru tau kalo memotret panorama bisa menggandakan satu objek dengan teknik khusus. Misalnya membuat foto seolah tanganku sedang ditarik adikku dan 'kloningannya'. Dengan begitu, foto yang dihasilkan jadi nggak biasa. Sebagai gantinya, adikku membeli salah satu souvenir yang ia jual. Bapak itu menjual gelang, kalung, dan tasbih dari sejenis manik-manik. Adikku memilih gelang, harganya dua puluh lima ribu. Well, sebenarnya nggak ada keinginan buat beli sih, hanya aja pria itu terus merayu kami. Jadi nggak enak juga, apalagi ia udah membantu memotret (but sorry, foto-foto hasil jepretan beliau nggak aku post disini).

Setelah asik berfoto-foto ria dan menikmati pemandangan Gunung Tangkuban Perahu dan kawahnya, aku dan adik pun berkeliling kawasan itu. Awalnya kami mau makan siomay bandung, tapi nggak jadi karena harganya yang lumayan mahal. Satu porsi siomay dengan telur harganya dua puluh ribu rupiah, padahal di tempat lain, sepuluh ribu aja udah komplit. Akhirnya kami memilih membeli beberapa potong gorengan hangat, harganya dua ribu rupiah perpotong. Maklum sih ya, di tempat wisata seperti itu, harga-harga pasti lebih mahal dibanding di tempat lain. Kami duduk-duduk di sebuah tempat dimana pengunjung bisa duduk sambil menikmati pemandangan hijau dari atas.


Disitu juga terdapat spot-spot bagus buat berfoto, salah satunya adalah lukisan 3D. Kemudian kami berkeliling ke kawasan pedagang souvenir. Yap, di kawasan wisata Gunung Tangkuban Perahu ini juga terdapat kios-kios yang berjejer menawarkan berbagai souvenir mulai dari gelang-gelang, kalung dan tasbih dari manik-manik yang ditawarkan para pria bertopi tadi; gantungan kunci; wayang; tas dan dompet rajut; cincin batu; kaos, jaket dan sweater; pajangan-pajangan dari kayu; dream catcher berbagai ukuran; dan berbagai jenis topi mulai dari kupluk, fedora, topi pantai yang bundar, sampai topi berbentuk kepala anjing yang membuat penggunanya merasa hangat karena permukaannya yang berbulu.




Setelah puas berkeliling, kami pun keluar dari kawasan itu. Kami sempat bingung mau kemana lagi. Wkwkwk.. Kami sempat berencana ke Grafika Cikole buat melihat-lihat kebun stroberi, tapi nggak jadi. Akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang masih berada dalam kawasan Lembang, Bandung Barat. Di tempat itu, kita bisa membeli susu murni dengan harga murah. Kami berencana membeli beberapa sebagai oleh-oleh. Namun sebelum itu, kami makan batagor dulu di kantin yang ada disitu.


Related image



Puas menikmati batagor, kami pun beranjak untuk membeli susu. Disitu terdapat papan informasi apa aja jenis susu yang mereka jual lengkap dengan harganya. Satu liter susu murni harganya enam ribu rupiah. Kalo kurang suka susu murni, disini juga ada susu pasteurisasi aneka rasa dalam kemasan cup 150ml harganya empat ribu rupiah. Atau buat yang suka yoghurt, disini juga menjual yoghurt aneka rasa dalam berbagai kemasan. Ada yang kemasan botol 1 liter seharga dua puluh lima ribu rupiah, kemasan plastik 1 liter seharga dua puluh tiga ribu rupiah, kemasan botol 250ml seharga delapan ribu rupiah, kemasan cup 180ml seharga lima ribu rupiah, atau es yoghurt yang dikemas dalam plastik kecil-kecil dengan berbagai varian harga : tujuh ribu rupiah isi 10pcs, lima belas ribu rupiah isi 25pcs, dan tiga puluh ribu rupiah isi 50pcs. Selain itu, ada juga tahu susu keju dan tahu susu sosis seharga lima belas ribu rupiah perkemasan.

Setelah berdiskusi sejenak, kami memutuskan untuk membeli tiga pak es yoghurt, tiga botol yoghurt stroberi kemasan 250ml, dan sepuluh cup susu pasteurisasi rasa cokelat dan stroberi. Untunglah bagasi motor adikku lumayan besar, sehingga semua itu muat di dalam sana. Habis itu, kami pulang deh.
Lho, kok langsung pulang?
Iya, karena bingung mau kemana lagi. Mau mampir ke kebun teh, tapi bingung parkir dimana. Lagipula, ibu kami berpesan agar kami segera sampai di Cirebon sebelum Magrib. Di perjalanan, nggak lupa kami membeli empat keranjang tahu sumedang sebagai oleh-oleh.

Perjalanan pulang terasa menyebalkan buatku. Kami nggak melewati jalan yang sama dengan yang kami lalui ketika berangkat, melainkan lewat jalan yang lebih kecil, dan kondisi jalannya kurang mulus, membuat tubuh kami terguncang-guncang di atas motor, dan pinggangku jadi sakit. Perjalanan jadi terasa lebih lama, karena aku berharap cepat sampai. Sedangkan yang dirasakan adikku justru sebaliknya, lebih cepat perjalanan pulang, katanya.

Kami baru sampai di Cirebon ketika Magrib tiba. Kami memutuskan mampir dulu ke rumah nenek untuk mengantarkan oleh-oleh buat nenek beserta keluarga Bi Elly, keluarga Bi Cicih, dan keluarga Wak Agus, masing-masing satu keranjang tahu dan satu pak es yoghurt. Sesampainya di rumah nenek, aku langsung meluruskan tubuhku di ruang keluarga. Benar-benar perjalanan yang melelahkan. Mungkin gini kali ya rasanya mudik naik motor seperti orang-orang perantauan itu. Aku bersyukur karena aku dan keluarga besar kebanyakan tinggal di kota ini, sehingga aku nggak perlu merasakan mudik naik motor setiap tahun. Tapi entahlah di tahun-tahun mendatang. Lagipula kalo besok-besok adikku ngajak jalan-jalan lagi, aku nggak nolak sih. Muehehe.. Coz meskipun perjalanannya melelahkan, tapi pikiranku kembali segar. So, thank you, Lil Bro ^^
Jumat, 06 Juli 2018 0 komentar

Kembali Berlatih

Aahh.. I really thank God for blessing me. Akhir-akhir ini langit Cirebon cerah. Aku bahkan bisa melihat guratan-guratan di tubuh Ciremai dari kotaku, padahal biasanya cuma sebatas siluet gunung. Dua hari ini pun mood-ku baik. Benar-benar baik. Biasanya para cewek kalo lagi period bawaannya pasti bete dan malas ngapa-ngapain, apalagi kalo hari-hari pertama. Tapi kali ini yang aku rasakan berbeda. Tetep sakit sih, tapi hal itu nggak lantas membuat suasana hatiku jadi buruk dan semangatku menurun. Entah kenapa, hampir seluruh isi kepalaku dipenuhi pikiran positif. Rasanya damai banget.

Hari ini, aku dan teman-teman dari MusTanG kembali latihan ngeband setelah libur selama beberapa minggu pasca puasa dan lebaran. Sekitar jam setengah enam, aku, Mas Febri, Inggit dan Ryan langsung menuju salah satu studio musik yang biasa kami sewa untuk latihan yang letaknya gak begitu jauh dari kantor. Aku dan Mas Febri tiba berbarengan dengan Dhea (yang lagi-lagi langsung datang dari Bekasi bareng supirnya). Mister Chokai udah menunggu disana entah sejak kapan, lalu beberapa menit kemudian menyusul Inggit dan Ryan.

Anyway, studio itu nampaknya mengalami cukup banyak perkembangan sejak terakhir kali kami latihan disana. Sekarang mas-mas owner-nya nggak cuma punya studio musik doang, tapi juga punya semacam usaha clothing gitu. Pintu rumahnya pun udah nggak pake pintu biasa lagi, melainkan pintu kaca yang digeser. Microphone yang biasa kupakai pun udah lebih nyaman sekarang, nggak ngilang-ngilang lagi suaranya. Wkwk.. Sayang, mas-mas owner-nya sepertinya nggak berminat buat menambah satu mic lagi. Alhasil, aku dan Dhea harus bergantian pakai, dan nggak bisa berduet seperti biasanya.

Ditengah-tengah check sound, Mas Win menyusul datang, dan dimulailah latihan kami. Hari ini kami membawakan list lagu-lagu baru, bukan lagi lagu-lagu yang biasa kami bawakan kemarin. Buku liriknya pun aku buat baru dengan file holder sehingga lebih rapi dan nggak mudah terlipat. Kami bertekad latihan lebih serius karena kami semakin dekat dengan jadwal manggung untuk anniversary kantor cabang Riau.

Kami berlatih selama dua jam, and it was fun. Tapiiii.. di akhir latihan, aku dan Mister Chokai dikejutkan dengan penuturan Dhea yang justru nggak tau apa-apa tentang jadwal manggung kami di Riau itu. Ini aneh, karena sebagai staff kantor pusat, harusnya dia tau dong. Tapi bukankah Pak Direktur udah berjanji? Kami pernah batal manggung satu kali, ketika beliau menelepon Mister Chokai tepat di malam sebelum hari keberangkatan, lima belas menit sebelum latihan terakhir kami selesai. Berita itu membuat kami lumayan kecewa karena latihan yang kami lakukan cukup menguras waktu dan tenaga. Namun beliau memastikan bahwa jadwal manggung kali ini benar-benar akan terlaksana. Tapi apa yang diucapkan Dhea tadi benar-benar di luar dugaan. Ah, kalo begini, aku jadi pesimis. Sepertinya.. ada bau-bau ketidakjadian. Wkwkwk..

Yah, we will see..

Total Tayangan Halaman

 
;