Sabtu, 18 Agustus 2018 0 komentar

Independence Day Celebration di Bumi Kuningan

Seriously, aku antusias banget mau nulis ini. Tapi pertama-tama, meski terlambat satu hari, aku rasa ini belum terlalu terlambat untuk mengucapkan selamat hari ulang tahun RI yang ke-73. Semoga Indonesia yang sebenarnya belum benar-benar merdeka ini bisa benar-benar merdeka. Aamiin.
Kemarin adalah hari libur nasional, dan it was so fun. Hari Kamis lalu aku melenggang ke kantor dengan semangat. Aku membawa ransel besar berisi pakaian dan perlengkapan mandi. Bukan, bukan karena aku kabur dari rumah. Tapi hari itu aku mau pergi nge-camp.

Well, beberapa hari yang lalu, Pak Ben mengabariku bahwa dua tim penjualan di perusahaan kami, Tim Kedawung dan Tim Sumber, mengadakan camping di salah satu tempat wisata di Kuningan, dan beliau berencana untuk ikut, beserta Pak Teguh, kepala divisi kami. Beliau bertanya padaku apa aku berminat dengan acara itu. Tanpa berpikir panjang, aku langsung bilang kalo aku berminat. Terbayang pengalaman nggak biasa yang akan aku dapatkan selama disana. Keesokan harinya, A Putra, salah satu rekan kerjaku juga membahas soal acara itu, dan kebetulan aku pun diundang. Jadilah aku bilang ke dia kalo aku mau ikut. Kemudian dia menyampaikan hal itu ke supervisornya, dan mereka berpesan kalo aku harus siap jam empat sore. Aku yang jam kerjanya baru berakhir jam lima nggak lantas langsung mengiyakan, coz tentu aja aku harus minta ijin Pak Teguh dulu, selaku atasanku. Nggak mungkin aku main keluar kantor di jam kerja tanpa ijin, apalagi aku bagian dari divisi HRD.

Sooo aku berencana berangkat langsung dari kantor, karena kalo aku pulang dulu, otomatis berangkat ke lokasinya malam, sedangkan kami janjian jam empat sore. Makanya hari Kamis itu, aku langsung bawa perlengkapan menginapku ke kantor. Namun sayangnya, setiba di kantor, Pak Ben menyatakan keraguannya untuk ikut.
"Saya sih tergantung Pak Teguh aja. Kalo Pak Teguh ikut, saya juga ikut, karena saya ikut mobil beliau," katanya. Daaaaan unfortunately, udah dua hari itu kepala divisi kami itu meeting sampai malam dengan Kepala Cabang, which means kemungkinan besar beliau batal ikut nge-camp, maka begitu pun juga dengan Pak Ben.

Hal itu nggak lantas membuatku mengurungkan niat. Aku tetap ingin pergi. Apesnya aku nggak mendapatkan kesempatan minta ijin Pak Teguh untuk keluar kantor jam empat, karena dari pagi sampai sore Pak Teguh nggak kunjung keluar dari ruangan Kepala Cabang. Aku kirim pesan WhatsApp malah ceklis. Sementara A Put terus menghubungiku untuk segera bersiap.
"Berangkat duluan aja, A Put. Saya nggak bisa keluar kantor sebelum jam lima", kataku.
"Ya udah, nanti ikut mobil Pak Agus aja kalo gitu. Tapi dia lagi kirim barang. Mungkin sekitar jam setengah enam baru selesai."
"Yah, malem banget dong nanti sampainya."
"Trus gimana dong? Tak jemput sekarang aja ya, kesitu."
"Jangan, A Put.."
Aku galau. Mau berangkat naik motor bareng Tim Penjualan yang berangkat sebelum jam lima, tapi aku belum dapat ijin keluar. Mau berangkat sama Staff Pengiriman, tapi beliau baru datang jam setengah enam (itupun kalo beliau tepat waktu), dan dengan menggunakan mobil, perjalanan tentunya akan menempuh waktu yang lama.
"Ya udah, kita tunggu Putri sampai jam lima", kata A Put akhirnya.

Aku pun menghembuskan napas lega. Akhirnya urusan waktu berangkat selesai. Eh, mendekati waktu jam lima tepat, tiba-tiba muncul masalah baru. Pak Ben menyarankan aku untuk berangkat bareng Staff Pengiriman. Beliau menuturkan tentang betapa mengerikannya perjalanan menuju ke lokasi camping.
"Kamu bakal lebih aman kalo naik mobil bareng Pak Agus", katanya.Lagi-lagi aku galau. Masalahnya aku udah terlanjur bikin A Put dan timnya nunggu lama. Kan nggak enak. Akhirnya dengan mengucap bismillah, aku putuskan untuk tetap pergi bareng A Put dkk dari Tim Sumber. Percaya sama Allah yang Maha Pelindung :)

Karena udah terlalu sore, aku menuju Outlet Sumber dengan menumpang Gr*bB*k*. A Put terus memonitorku via WhatsApp chat. Sepertinya dia gemas nunggu kelamaan. Haha.. Aku sempat khawatir kalo nyasar, karena jujur aku gak begitu hafal jalan menuju kesana. Tapi alhamdulillah, aku sampai juga di Outlet Sumber tanpa nyasar. Thank you Google Maps. Sesampainya di outlet, A Put langsung berlari menghampiri kami dan memberikan beberapa lembar uang kepada Driver Gr*b yang mengantarku. Seriously, it was too much, Teaaam.. Mereka antusias banget waktu tau aku mau ikut acara mereka, soalnya biasanya kalo ada acara-acara gitu aku sering nolak. Wkwk..

Di outlet itu, selain A Put juga ada Bu Rohayati (SPV Tim Sumber), Bu Suwarni, Mas Darman, dan Mas Badar. Sementara sebagian anggota tim mereka yang lain udah berangkat lebih dulu. Beberapa menit setelah aku tiba, datanglah Mbak Melisa (Sales Tim Kedawung) dan suaminya, Jovi yang ternyata juga ikut acara itu. Padahal awalnya aku kira mereka nggak ikut, karena Mbak Mel saat ini tengah hamil lima bulan.

Singkat cerita, kami pun berangkat. Kami berangkat berempat naik motor. Mas Darman membonceng aku, A Put membonceng supervisornya. Sedangkan sisanya nanti ikut mobil Staff Pengiriman. Karena nggak bawa helm, aku meminjam helm milik Mas Badar.

Senja mengiringi perjalanan kami. Indah, dan aku bisa menikmatinya dengan cukup jelas karena sepanjang senja kami banyak melewati areal pesawahan. Namun seiring menggelapnya langit, kendaraan kami semakin memasuki kawasan minim penerangan. Pohon-pohon tinggi tumbuh di kanan kiri jalan kecil yang hanya cukup dilalui satu mobil atau dua motor. Kadang kami juga menemui jurang di sisi kanan jalan. Jalanan juga benar-benar sepi. Sangat jarang kami menemui pengemudi lain disitu. Jalan menanjak, menurun, dan berkelok-kelok menambah kengerian kawasan itu. Saat itu aku baru sadar kenapa Pak Ben mengkhawatirkan keamananku selama di perjalanan. Itu benar-benar perjalanan paling menyeramkan yang pernah aku lalui. Kalo siang sih mungkin nggak seseram itu, tapi ini menjelang malam, gelap. Saking gelapnya, sumber penerangan hanya dari lampu kendaraan kami. Aku bukannya mengkhawatirkan penampakan makhluk astral, melainkan gangguan begal dan kecelakaan yang sangat mungkin terjadi di kawasan ini. Bagaimana tidak? Jalanan ramai aja begal berani nyerang orang, apalagi di jalanan sesepi itu. Kemudian kontur jalanan yang menanjak, menurun, dan berkelok serta kondisi penerangan yang minim bukan nggak mungkin mengakibatkan kendaraan tergelincir kedalam jurang. Naudzubillahimindzalik. Di tengah perjalanan aku sempat melihat beberapa orang pria yang salah satunya memegang senjata. Rasanya tegang banget. Sepanjang jalan, aku terus komat-kamit memohon perlindungan pada Tuhan. Mas Darman sering-sering membunyikan klaksonnya, khususnya di daerah sepi dan gelap. Entah memberi isyarat pada A Put yang mengemudikan motornya dengan cepat di depan kami, atau entah karena maksud lain.

Lepas waktu Magrib, kami tiba di kawasan tempat wisata yang kami tuju. Hanya aja kami sempat kaget melihat pagarnya tertutup dengan plang besar bertuliskan TUTUP. Di pos penjagaannya pun nggak ada orang sama sekali. Bu Yati dan A Put mencoba turun dan mengecek pagar tersebut, dan ternyata nggak dikunci. Mungkin penjaganya udah tau kalo masih ada pengunjung yang mau masuk. Akhirnya kami pun masuk, daaaaan akhirnya tibalah kami di penginapan.





Kami disambut oleh teman-teman yang udah lebih dulu tiba disana. Disana terdapat beberapa cottage. Awalnya kedua supervisor tim berencana menyewa dua cottage dimana peserta laki-laki dan peserta perempuan menginap di cottage terpisah. Namun ternyata jumlah peserta acara itu jauh lebih sedikit dari yang diperkirakan, hanya dua belas orang laki-laki dan sebelas orang perempuan. Akhirnya mereka memutuskan bahwa kami semua menginap dalam satu cottage, namun tentu aja kami tidur di tempat terpisah. Sisi kiri cottage untuk para laki-laki, sisi kanan untuk para perempuan. Di dalam cottage itu udah disediakan sebuah kasur lipat dan dua buah bantal. Di situ juga terdapat satu wastafel, dan satu kamar mandi dengan closet duduk. Karena beberapa orang kepingin tidur di atas kasur, maka kami meminjam satu kasur lagi. Anyway, penginapan kami benar-benar sepi. Selain pengelola penginapan, hanya ada rombongan kami yang menginap. Satu cottage di sebelah kanan cottage kami kosong, cottage di sebelahnya dihuni pengelola penginapan, dan cottage-cottage lainnya yang terletak di belakang kosong. Mungkin karena bukan weekend kali ya, coz dari yang aku baca di internet, tempat wisata yang kami kunjungi itu nggak termasuk sebagai tempat wisata yang sepi pengunjung.

Setelah menaruh tas, aku duduk-duduk di kasur dan berbaur dengan beberapa orang rekan. Aku juga sempat menukar SIM Card-ku dengan provider yang dikenal kuat sinyal, karena provider yang biasa kugunakan kurang bagus digunakan di wilayah itu. Ketika itu, tiba-tiba Bu Suwarni menghampiriku.
"Mbak Putri lihat deh.." katanya sambil duduk dan menyodorkan hapenya padaku. Aku pun memusatkan perhatianku padanya.
"Tadi kan aku ngajak Badar main ludo, eh dia malah selfie pake hape aku, dan kayak gini hasilnya.."
Kemudian beliau membuka file gallery dan menunjukkan dua buah foto. Foto selfie Mas Badar.

Nggak ada yang aneh dari foto pertama yang ditunjukkan oleh Bu Suwarni. Hanya sosok Mas Badar yang tengah tersenyum di depan kamera. Namun di foto kedua, tampaklah sesosok bayangan berwarna merah darah yang terletak tepat di atas kepala Mas Badar.





Foto itu diambil di tempat yang sama, dan waktu yang sama (yah mungkin hanya berbeda beberapa detik aja). Sekilas sosok itu nampak seperti sehelai kerudung, tapi kami yakin dalam rombongan kami malam itu nggak ada yang pakai kerudung warna merah. Waktu itu aku pikir, deeeeeyymm.. belum juga tiga jam nge-camp, udah ada yang aneh aja. Saat itu lepas waktu Isya, Mas Badar dkk lagi duduk-duduk di atas tikar dekat api unggun. Aku sempat bikin status WhatsApp tentang hal ini, dan status itu dikomentari Yuda. Kutunjukkan foto itu padanya, dan dia bilang katanya sih itu sosok perempuan, kemungkinan naksir Mas Badar, dan nggak akan mengganggu kalo kita nggak ganggu. Yuda memperingatkanku untuk jaga sikap, jaga ucapan, jaga kebersihan, jangan menantang, dan jangan pula takut. Well, aku nggak takut. Aku bahkan biasa-biasa aja duduk-duduk di area dimana penampakan itu muncul, liatin beberapa orang temanku yang bakar-bakar bakso dan ubi. Asapnya mengepul tebal, membuat perih mata. Beberapa orang asyik bermain bola, beberapa lagi asyik mengabadikan momen dengan foto dan video. Udara sangat dingin malam itu, bahkan jaketku nggak mampu melawan dinginnya.






Sekitar jam setengah sepuluh, aku asyik mengamati bulan sabit dan bintang-bintang dari teras cottage kami. Bu Yati benar-benar memilih cottage yang tepat. Pemandangan di depan cottage kami cukup memanjakan mata. Bulan dan bintang terlihat jelas di langit, berkolaborasi dengan pemandangan taman dengan bebatuan dan jalan setapak. Di bawahnya lagi, nun jauh disana terlihat ribuan kerlip lampu kota, membuat kita seakan-akan berada di bukit seribu bintang. Ah, kalo senja atau pas sunrise gitu pasti viewnya nggak kalah bagus deh. Tiba-tiba Inggit dan Mbak Novi menggandengku, mengajakku bergabung bersama mereka. Aku, Inggit, Mbak Novi, Mbak Mel, Kariah, dan Alvi bernyanyi-nyanyi di tangga cottage, diiringi alunan gitar yang dimainkan Jovi. Kemudian Bu Yati menyalakan kembang api, membuat perhatian kami teralih. Aku dan para cewek yang tadi bernyanyi-nyanyi beranjak dari tempat kami, meninggalkan Jovi dan gitarnya. Seperti anak kecil, nonton kembang api aja bahagia. Hahaha..










Sekitar jam sepuluh, keadaan di luar mulai sepi. Sebagian besar teman-temanku masuk ke dalam cottage. Aku kembali melanjutkan aktifitasku, duduk di salah satu anak tangga sambil mengamati bulan dan bintang. Di atas tikar dekat api unggun, Pak Agus berbaring ditemani Ryan yang bermain gitar. Sayup-sayup aku dengar dia bawain lagu Heartache-nya One Ok Rock.

"Putri, jangan ngelamun aja, sini gabung!", seru Bu Elin, supervisor Tim Kedawung, dari dalam cottage.
"Iya, Bu", sahutku sambil beranjak dari situ. Aku kembali bergabung bersama mereka, ngobrol-ngobrol, sambil sesekali berkirim pesan WhatsApp dengan Yuda dan Pak Ben di Cirebon.
"Hati-hati, rumah yang kalian tempati saya lihat ditinggali sama pocong. Jangan ngelamun ya.." Pak Ben berpesan via WhatsApp. "Makhluk astralnya banyak dan galak-galak. Jangan ngomong sompral dan banyak tingkah".
Okay.. Dua orang memperingatkanku tentang hal yang sama.

Sekitar jam setengah sebelas, keadaan kembali ramai. Ada yang beraktifitas di luar cottage, ada juga yang memutar musik dengan mini compo. Aku masih asyik berchatting ria ketika Mbak Mel yang semula asyik berduaan dengan suaminya di teras tiba-tiba berjalan cepat ke arahku.
"Ih serem deh, Mbak", katanya padaku sambil bergidik.
"Serem kenapa, Mbak?" tanyaku penasaran.
"Tadi aku lihat pocong di dekat vila nomor satu".
Aku tertegun. Cottage nomor satu berada di sebelah kiri cottage kami, dipisahkan dengan cottage nomor dua. Aku jadi ingat kata-kata Pak Ben. Ternyata beliau benar.

"Aduh, mual banget", ucap Bu Titin yang duduk di atas kasur di sebelahku.
"Kenapa, Bu, sakit?"
"Enggak, tadi Mamih (panggilan beliau) habis minum wedang uwuh (air seduhan berbagai rempah seperti sereh, cengkeh, jahe dll). Biasanya pakai teh dan gula, ini enggak. Setelah minum, nggak tau kenapa jadi mual", jelasnya.
"Mau pakai minyak angin?"
"Udah ada kok".

Semakin malam, suasana semakin nggak karuan. Teman-temanku nampaknya nggak peduli dengan jam istirahat dan rumor tentang malam Jum'at. Musik berdentum semakin keras, beberapa orang asyik berdugem ria. Aku sendiri tidur-tiduran di samping Inggit, sama sekali nggak berminat gabung sama mereka, malah risih aja gitu lihatnya. Cewek cowok berbaur, bahkan ada segelintir cewek yang tanpa malu bergelayut dan peluk pelukan dengan cowok yang bahkan nggak ada status relationship dengan mereka (beberapa orang bahkan udah beristri). What a shame!

Tiba-tiba Jovi yang tengah memijat-mijat bahu Bu Titin memanggil-manggil, "Mamih.. Mamih.. Sadar, Mam".
Diguncang-guncangnya bahu beliau. Bu Titin meresponnya dengan gumaman nggak jelas. Aku dan Bu Elin yang semula berbaring, lantas bangkit dari posisi kami. Sementara Mbak Mel yang semula duduk di samping suaminya pindah ke belakangku.
"Hey, Yaasin, tolong.. Baca Yaasin!"
Sontak keadaan ruangan yang semula hingar bingar menjadi sepi. Musik dimatikan, suara tawa meredup, pintu ditutup. Seisi ruangan langsung mengambil air wudhu dan sibuk dengan bacaan-bacaan ayat Al-Qur'an. Bu Titin masih menggumam-gumam nggak jelas. Jovi berkomat-kamit di telinga Bu Titin, dibantu Mas Didin, kayak diruqyah gitu. Tiba-tiba Bu Titin menunjuk-nunjuk semua orang sambil melotot, "Hey, tolong jangan ada yang video-video ya! Hapus, hapus semuanya! Foto, video, hapus!"
Kami masih terus sibuk dengan bacaan kami, sementara Bu Titin terus memerintahkan hal yang sama.
"Video dan foto tolong dihapus ya," ulang Bu Elin.
"Badar, hapus fotonya, Dar", ucap Mas Makhrus. Maksudnya foto penampakan yang tadi sore itu.
"Ah, ada di hape Bude (panggilan Bu Suwarni)," Mas Badar berujar.
Bu Suwarni lantas mengambil hapenya. Namun karena nggak ngerti (Bu Suwarni ini nggak tau kenapa gaptek sama hapenya sendiri. Wkwk..) beliau menyerahkan hape itu pada Bu Elin. Dengan gemetar, Bu Elin berusaha mencari file galeri di hape Bu Suwarni.
"Hapus!" gertak Bu Titin lagi.
"Eh, iya dihapus", Bu Elin kaget, spontan melemparkan hape Bu Suwarni padaku. Lah.. 😂

Akhirnya kuhapus foto penampakan di foto selfie Mas Badar itu, berikut yang ada di hapeku (karena aku sempat meminta foto itu untuk dikirimkan ke Yuda). Setelah diyakinkan bahwa semua file foto dan video sudah dihapus, Bu Titin pun tenang. Setelah agak tenang, Bu Titin bercerita bahwa salah satu 'penunggu' kawasan itu sedari tadi duduk di pojok ruangan, nggak jauh dari tempat Bu Titin duduk. Ah, pantesan aja pandangan mataku seringkali tertuju pada pojokan itu, ternyata memang ada sesuatu. Beliau juga memperingatkan kami untuk menjaga sikap dan menyiram toilet sampai benar-benar bersih setiap kali buang air. Ah, Pak Ben dan Yuda, lagi-lagi kalian benar.

Setelah insiden itu, Mbak Mel bercerita bahwa dirinya pun sempat dikejar dua makhluk astral saat di perjalanan menuju ke lokasi camp. Pak Agus yang memberitahunya (karena Mbak Mel dan Jovi ikut mobil beliau). Mungkin karena kondisi Mbak Mel yang tengah hamil, jadi makhluk-makhluk itu senang, entahlah. Menurut penuturannya makhluk-makhluk itu baru hilang setelah Jovi menggebrak kaca mobil dan mengusir mereka.

Sekitar jam setengah satu, aku memutuskan untuk tidur, namun tidurku sama sekali nggak nyenyak. Meski udara sejuk dan nggak ada nyamuk, tapi rasanya posisi tidurku nggak nyaman aja gitu. Mungkin karena tidurku nggak pakai kasur kali ya, entahlah. Aku terbangun sekitar jam setengah tiga ketika Kariah pindah ke sebelahku dan memintaku untuk berbagi selimut. Tapi si Kariah ini nggak bisa diem banget. Bentar-bentar grasak grusuk. Dia mengaku mendengar suara orang menyapu, begitu juga dengan Mbak Novi. Tapi aku sendiri nggak dengar suara aneh apapun selain suara cowok ngorok yang entah siapa.

Aku bangun sekitar jam lima pagi, dan langsung mendengar suara gaduh. Beberapa orang meneriaki seseorang di kamar mandi.
"Cepetan dong, ngantri nih!" seru mereka. Namun Mas Darman, orang yang diteriakin itu nggak kunjung keluar. Rupanya Mas Darman terkunci disana. Entah pintunya yang macet, atau dia yang nggak ngerti cara membuka kuncinya. Untungnya dinding kamar mandi itu nggak menempel sampai langit-langit, sehingga Mas Darman bisa keluar dari sana dengan memanjat dinding kamar mandi.

Karena kamar mandi nggak bisa dibuka, kami pun terpaksa menggunakan kamar mandi mushola yang terletak beberapa puluh meter dari cottage kami. Aku ke mushola bersama Inggit dan Ryan. Kami bertiga nggak mandi, hanya menyikat gigi dan mencuci muka. Mwehehe.. Airnya dingin banget gitu looh.. Dan karena lagi haid, aku juga nggak sholat.

Setelah bersih-bersih dan berdandan rapi, Bu Titin mengajakku jalan-jalan ke area taman. Mendengar kami ingin jalan-jalan, Bu Elin pun ikut. Namun karena nggak tau jalan menuju kesana, kami pun mengajak Kariah yang udah pernah kesana sebelumnya. Kami berbocengan naik motor. Bu Titin memboncengku, Bu Elin membonceng Kariah. Sepanjang perjalanan, Bu Titin bercerita padaku tentang insiden semalam, juga tentang ketidaksukaannya pada sikap beberapa orang rekan kami yang dianggapnya kurang pantas.
"Mamih nggak suka lihat si *sensor*. Ya ampun, perempuan kok gitu amat, lendot sana, lendot sini sama laki-laki. Ya yang namanya laki-laki mah senang aja digituin, udah kayak kucing dikasih daging". Aku manggut-manggut, membenarkan ucapannya.

Beberapa menit lamanya kami menelusuri jalan, rupanya Kariah malah mengajak kami berputar-putar, sehingga kami nggak kunjung sampai ke area taman. Dia lupa jalan menuju kesana.
"Dasar nggak berbakat jadi Tour Guide! Kalo beneran kerja jadi Tour Guide, baru hari pertama kamu pasti langsung dipecat!" rutuk kami padanya. Yang dikata-katain malah ketawa-ketawa aja. Akhirnya kami bertanya pada pengelola penginapan, dan alhamdulillah sampai. Suasana taman pun masih sangat sepi. Rasanya jadi seperti punya taman pribadi. Kami pun bebas berfoto ria disana. Nggak hanya kami berempat, rekan-rekan kami yang lain pun menyusul berjalan-jalan di area taman.









Puas berjalan-jalan dan berfoto-foto di taman, kami pun kembali ke cottage. Disana Bu Yati udah menunggu dan langsung menawariku sarapan. Aku duduk di sebelah beliau, di teras cottage. Aroma gurih dari nasi liwet (nasi yang dikukus dengan daun salam, sereh dan cabai) menguar, mengundang selera makan. Beliau menyendokkan satu centong nasi ke piring dan menyerahkannya padaku.
“Makasih, Bu”, ucapku. Nasi liwet enak dimakan walau tanpa lauk. Pagi itu aku memilih tahu goreng sebagai teman makanku. Sementara yang lain memilih ayam goreng dan sambal geprek.

Setelah kenyang, kami pun bersiap-siap untuk berlomba. Ada lomba Sepak Bola Pakai Botol, lomba Pindah Karet, dan lomba Menuangkan Air ke Botol. Awalnya aku nggak mau ikut, tapi karena pesertanya sedikit, semuanya wajib ikut lomba. Lomba Sepak Bola Pakai Botol hanya diikuti oleh laki-laki, kecuali Bu Yati karena peserta laki-lakinya kurang. Aturannya adalah, semua peserta mengikat botol berisi air di pinggangnya, dan botol itulah yang nantinya dipakai untuk ‘menyepak’ bola. Tentunya peserta dilarang menggunakan tangan dan kaki di tengah pertandingan. Perlombaan berlangsung kocak. Ada yang saling dorong dan saling tarik, ada yang talinya kepanjangan, ada pula yang botolnya kesangkut tali peserta lain. Mas Darman salah mengikat tali sehingga diomelin sama Bu Yati. Wkwkwk..
“Ryan ayo, Yan, menangin hadiahnya! Kumpulin buat lamaran! Dapet kolor juga lumayan,” teriak Inggit pada Ryan.
“Sayang, ayo, Sayang! P*ps*d*nt dan sabun di rumah udah habis. Kamu harus menang!” Mbak Mel nggak mau kalah neriakin Jovi. Aku dan yang lain ketawa-ketawa aja. Koplak kabeh.









Aku sendiri ikut lomba pindah karet dan lomba tuang air ke botol. Aku kalah di lomba pindah karet, tapi menang di lomba tuang air ke botol. Mwehehe.. Awalnya sempat terancam kalah sih, karena meski paling cepat, tapi aku sempat salah menuangkan air. Bukannya menuangkan air ke botolku, aku malah menuangkan air ke botol Inggit yang kebetulan ada di sebelah botolku. Tapi kemudian perlombaan diulang dengan mengadu empat peserta terbaik, termasuk aku. Daaaan.. alhamdulillah aku menang, seri dengan Alvi karena isi botol kami sama banyak. Sementara Ryan dan Mas Didin mencak-mencak, protes karena mereka merasa paling cepat mengisi botol. Sayangnya mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka kalah karena meski cepat, tapi isi botol mereka paling sedikit. Wkwkwk.. Bu Yati mengacungkan dua hadiah. Alvi dipersilahkan untuk memilih lebih dulu. Ia memilih hadiah dompet, sedangkan aku mendapat hadiah kaos (yang awalnya kukira kebesaran jika kupakai, tapi ketika kubuka pembungkusnya rupanya sangat pas di badanku). Alhamdulillah.

Menjelang jam sebelas, kami pun bersiap pulang. Awalnya aku diajak pulang bareng Mbak Novi, naik motor. Tapi Bu Yati menyarankanku pulang bersama Mas Makhrus. Beliau memintaku untuk mampir dulu ke outletnya. Akhirnya dengan menumpang mobil pengiriman, aku pun kembali ke Cirebon bersama Mas Makhrus dan Mas Imam. Perjalanan naik mobil nggak seseram perjalanan naik motor semalam. Yah mungkin selain karena kami menempuh perjalanan siang, mungkin juga karena Mas Makhrus mengambil rute yang berbeda. Entahlah.

Sekitar jam setengah dua belas, mobil kami tiba di Outlet Sumber. Disana udah ada Kariah, Bu Yati, A Putra, Darman, Mas Badar, Bu Suwarni, dan Pak Gusti. Aku ngobrol-ngobrol di ruang depan bersama Kariah. Kami mengobrol banyak tentang hal-hal berkesan selama di Kuningan, maupun selama di perjalanan menuju kesana. Kariah mengaku menangis saat insiden Bu Titin marah-marah. “Bu Titin nunjuk-nunjuk aku, Mbak, sambil mandang aku dengan tatapannya yang kelihatan beda. Saking takutnya, air mataku sampai netes sendiri. Aku juga nggak berani nyimpan foto dan video selama disana. Semuanya aku hapusin, kecuali foto-foto kita di taman”, jelasnya.

Aku juga sempat bergabung bersama Bu Yati dan yang lainnya di ruang belakang. Di situ kami ngobrol lebih banyak. Bu Yati mengaku bahwa awalnya beliau sempat memilih cottage nomor satu untuk tempat kami menginap, tapi di hari berikutnya, beliau berubah pikiran dan memilih cottage nomor tiga.
“Di hari survey kedua, saya merasa kurang sreg sama rumah itu. Feeling saya nggak enak, makanya saya berubah pikiran,” tuturnya. Aku jadi keingat lagi kata-kata Mbak Mel tentang sosok pocong di dekat cottage nomor satu. Syukurlah, kami nggak jadi menginap disitu. Mas Badar terus mencemaskan nasibnya. Ia takut diikuti oleh sosok astral yang muncul di foto selfienya itu.
“Kira-kira dia ngikutin saya nggak ya, Mbak?” tanyanya padaku.
“Jangan takut, Dar,” ucap Bu Yati.
“Iya, jangan takut, Mas. Kalo kita takut, itu malah ngasih energi ke mereka dan bikin mereka makin kuat,” kataku.

Mas Badar mengaku sempat merasa sakit di area punggung dan bahunya. Ia meminta A Put untuk mengantarnya untuk diruqyah. Kemudian tentang laki-laki pembawa senjata yang aku lihat di tengah perjalanan kami itu, rupanya A Put juga lihat.
“Dia bawa senapan,” katanya. Ih, nggak kebayang deh kalo itu begal beneran. Tapi alhamdulillah kami selamat sampai tujuan. Husnudzon aja kalo mereka cuma pemburu hewan.
“Putri nggak nolak kan kalo sewaktu-waktu kita ajak kesana lagi?” tanya Bu Yati.
“Sama sekali enggak, Bu. Saya suka tempatnya,” jawabku. Sekitar jam setengah tiga, aku baru pulang ke rumah.

Dan hari iniiiii.. cerita masih berlanjut. Baru tiba di kantor, Mbak Novi langsung menyambutku dengan cerita mistis.
“Tau nggak sih, Mbak, kemarin aku diikutin kuntilanak,” katanya.
“Masa? Seriusan, Mbak?”
“Iya. Ada videonya. Nanti aku kirimkan ke WhatsApp Mbak Put ya.”

Singkat cerita, beberapa video dan foto dikirimkan oleh Mbak Novi via WhatsApp. Memang ada beberapa ‘sosok’ putih terlihat di beberapa foto. Di dua foto memang tampak janggal. Mungkin benar itu penampakan. Mungkin. Tapi yang lainnya menurutku hanya dilebih-lebihkan aja oleh rekan-rekanku. Dibilang penampakan, padahal tumbuhan. Yang paling lucu adalah yang di video. Sekilas memang tampak seperti ada penampakan di belakang Ryan dan Novi yang saat itu tengah berdiri di dekat pembakaran, tapi jika diamati, ternyata itu hanya sebuah parit dan bayangan Ryan sendiri. Tapi Mbak Novi geger dengan menyebut itu suster ngesot. Duuuhhh..





Tumbuhan yang dikira penampakan makhluk astral

Suster ngesot? Wkwkwk..

Aku dan Ryan sempat berdiskusi sedikit soal video itu, dan dia pun rupanya sependapat denganku. Kami ketawa-ketawa aja menanggapi rekan-rekan kami yang menurut kami terlalu berlebihan.
“Saya malah sempat kepikiran pura-pura kesurupan, biar pada geger. Tapi saya takut dimarahi Bu Elin,” katanya.
“Nah, kalo ntar malah kesurupan beneran gimana?” kataku.
“Niatnya pura-pura kesurupan, tapi malah kebablasan,” Mas Febri ikut menimpali.
Yah, Ryan memang salah satu orang yang paling tenang menghadapi hal-hal semacam ini. Waktu insiden Bu Titin marah-marah di camp itu, yang lain tegang, dia malah bisa tidur nyenyak. Paginya, dia meniru-niru dialog orang kesurupan yang biasanya tayang di tivi-tivi itu.
“Saha manehh? Aing maung, aing maung. Grr..” 😑

Well, sebagian rekan-rekanku mungkin kapok untuk menghabiskan waktu di tempat itu lagi, tapi aku sendiri sama sekali enggak. Tempatnya nyaman kok, viewnya bagus, dan udaranya sejuk, sangat bisa untuk menghilangkan penat, apalagi untuk kita yang jenuh menghadapi hingar bingar kota. Kalo soal insiden-insiden nggak menyenangkan, apalagi untuk segala yang berhubungan dengan makhluk astral sih tergantung masing-masing kitanya. You know, Guys, yang namanya bangsa jin itu ada dimana-mana, di semua tempat, di belahan bumi bagian manapun. Seperti kata Yuda dalam pesan WhatsApp-nya padaku, “Meninggalkan rumah untuk berkemah bukan berarti menghilangkan adab kita sebagai manusia, karena alam bukan hanya milik manusia, tapi juga milik hewan, tumbuhan, dan makhluk-makhluk lainnya”. Intinya sih kita harus jaga sikap dimanapun kita berada. Karena sama seperti kita, makhluk-makhluk itu pun juga nggak mau keberadaannya terusik, apalagi kalo sampai lingkungannya dicemari dan dirusak. Corat-coret sana sini, berisik, buang sampah dan kencing sembarangan.. Coba kalo kita yang jadi mereka, kita pasti marah dan nggak senang kan kalo ada pendatang yang berperilaku seperti itu di lingkungan kita? Ya begitulah kira-kira. Bukannya kita harus takut ya. Kita justru nggak boleh takut, apalagi kalo sampai tunduk, karena biar bagaimanapun, derajat kita lebih tinggi dibanding mereka. Tapi seenggaknya hormatilah keberadaan mereka. Percaya deh, kalo kita jaga sikap, mereka juga nggak akan ganggu. Yah, kalo sekedar nampak-nampak doang sih, mereka cuma sekedar menunjukkan keberadaan mereka aja. Sekali lagi, kita nggak perlu takut.

Haaahh.. intinya aku sama sekali nggak menyesal ikut Tim Kedawung dan Tim Sumber liburan disana. Pengalaman yang aku dapat cukup berkesan. Pergi kesana lagi? Why not? :)


posted from Bloggeroid
Rabu, 01 Agustus 2018 1 komentar

TV SERIES : 13 Reasons Why

Bagaimana rasanya jika kamu mengetahui bahwa dirimu adalah salah satu tersangka atas penyebab seseorang membunuh dirinya sendiri? Masa bodoh saja dan membiarkan semuanya berlalu? Atau menyesali apa yang pernah kamu lakukan? Namun sayang, semua itu sudah terlambat.

Kau tak bisa menghentikan masa depan
Kau tidak bisa mengulang masa lalu
Satu-satunya cara untuk mengetahui rahasia itu
Adalah menekan.. Play.




STORYLINE

Clay Jensen pulang dari sekolah dan menemukan sebuah paket berisi setumpuk kaset. Namun, ternyata pengirim kaset-kaset itu adalah Hannah Baker, teman sekolahnya yang bunuh diri dua minggu lalu. Dalam kaset-kaset itu, Hannah menjelaskan alasan-alasan kenapa ia bunuh diri dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Clay menjadi salah satunya. Hannah Baker sudah tiada. Seharusnya rahasia-rahasia itu terkubur bersamanya. Namun, setelah mendengarkan isi kaset, Clay paham kenapa dia menjadi salah satu alasan Hannah.

CAUTION! Tulisan ini mengandung spoiler (walau nggak semua diuraikan, karena bakalan panjang banget) . Jangan teruskan apabila kamu belum pernah menonton, atau ceritanya jadi nggak greget lagi.


Cantik dan periang. Mungkin itu yang dilihat orang lain dari sosok Hannah Baker (diperankan oleh Katherine Langford). Namun siapa sangka bahwa gadis itu memiliki persoalan hidup yang ditanggungnya sendirian. Intimidasi, perundungan, hingga pelecehan seksual ia alami di masa remajanya, dan ironisnya semua itu ia terima dari teman-teman sekolahnya. Di tengah orang-orang yang memperlakukannya dengan tidak baik, Hannah masih percaya bahwa masih ada orang baik di dunia ini, namun kepercayaannya dipatahkan oleh kenyataan bahwa orang-orang yang ia yakini baik pun akhirnya mengecewakannya, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.


Hannah Baker




Setelah kematian Hannah Baker, Clay Jensen (diperankan oleh Dylan Minnette) yang diam-diam menaruh hati pada gadis itu mulai berhalusinasi tentang Hannah. Ia merasa melihat Hannah di aula dan di lorong Liberty High School, sekolah dimana mereka berdua menuntut ilmu.


Sepulang sekolah, Clay menemukan sebuah paket yang ditujukan kepadanya di depan pintu rumahnya. Ia terkejut ketika melihat nama pengirimnya : Hannah Baker. Ia langsung meminjam boombox tua milik ayahnya untuk memutar kaset-kaset itu, namun sayangnya boombox itu rusak. Akhirnya dengan bersepeda, Clay pergi ke rumah sahabatnya, Tony Padilla (diperankan oleh Christian Navarro). Diam-diam, ia mengambil walkman milik Tony dan membawanya pulang untuk memutar kaset-kaset itu yang ternyata merupakan sekumpulan rekaman suara Hannah yang direkamnya beberapa saat sebelum ia mengakhiri hidupnya.


"Hey, aku Hannah. Hannah Baker. Betul. Jangan dengarkan di perangkat apapun milikmu. Ini aku, hidup dan di dalam stereo. Tidak ada perjanjian, tidak ada pengulangan, dan kali ini sungguh tidak ada permintaan. Siapkan cemilan, tetap disini. Aku akan menceritakan kisah hidupku, khususnya alasan mengapa hidupku berakhir. Dan jika kau sedang mendengarkan rekaman ini, kau adalah salah satu alasannya. Tapi jangan takut, kalau kau menerima kotak kecil yang indah ini, namamu akan muncul, aku berjanji. Pokoknya aturan disini cukup sederhana. Hanya ada dua. Peraturan pertama, kau mendengarkan. Peraturan kedua, kau menyebarkannya... Setelah selesai mendengarkan semua 13 sisi, karena ada 13 sisi untuk setiap cerita, mundurkan kaset, taruh kembali kedalam kotak, lalu teruskan ke orang berikutnya...".


Clay terheran-heran kenapa dirinya termasuk dalam orang-orang yang menjadi alasan Hannah bunuh diri. Ia pun mulai mendengarkan isi kaset itu satu persatu, bersama dengan peta yang Hannah sediakan dalam paket itu. Setiap lokasi yang tertera dalam peta memiliki kisah. Lama kelamaan, Clay menjadi terobsesi untuk menuntut keadilan atas Hannah. Ia memberi pelajaran pada orang-orang yang disebutkan dalam rekaman agar mereka menyesal dengan apa yang pernah mereka perbuat terhadap Hannah. Beberapa orang yang nggak suka dengan cara Clay mencoba untuk menghentikannya. Hingga akhirnya tibalah saatnya bagi Clay untuk mendengarkan rekaman tentangnya. Tape 6 Side A. Clay sempat enggan mendengarkan bagian ini. Namun Tony, sahabatnya, terus mendukungnya dan menemaninya. Setelah mendengarkan rekaman tentang dirinya secara lengkap, Clay bingung, hingga hampir bunuh diri. Beruntung, Tony mencegahnya hingga akhirnya Clay mau mendengarkan keseluruhan isi kaset hingga tuntas.


"Aku merekam dua belas kaset, mulai dari Justin kemudian Jessica yang keduanya telah menghancurkan hatiku. Alex, Tyler, Courtney, Marcus yang telah membantu merusak reputasiku. Lalu Zach dan Ryan yang telah menghancurkan semangatku. Kemudian rekaman nomor dua belas, Bryce Walker, yang menghancurkan jiwaku."


Setelah mendengarkan Tape 6 Side B, Clay mendatangi Bryce Walker (diperankan oleh Justin Prentice) di kediamannya untuk mendapatkan pengakuan darinya tentang pemerkosaan yang Bryce lakukan terhadap Hannah. Awalnya, Clay mengaku bahwa ia ingin membeli ganja dari Bryce, hingga kemudian ia menuduh Bryce telah melakukan pelecehan seksual terhadap Hannah. Usaha Clay nggak sia-sia. Bryce mengakui perbuatannya, namun tanpa ia ketahui bahwa pembicaraan mereka diam-diam direkam oleh Clay di sisi terakhir kaset Hannah yang nggak digunakan, yakni Tape 7 Side B. Dengan rekaman itu, Clay ingin menjadikannya bukti agar Hannah mendapatkan keadilan. Ia pun merahasiakannya kepada siapapun, kecuali kepada Tony, orang yang paling ia percaya, sahabat baiknya.


Dengan membawa ketigabelas kaset rekaman Hannah, Clay menemui Mr. Porter (diperankan oleh Derek Luke), Guru Konseling di sekolah mereka, yang merupakan alasan ketiga belas mengapa Hannah memutuskan untuk bunuh diri. Saat itu Mr Porter nggak membantu Hannah setelah gadis itu mengaku bahwa ia menerima pelecehan seksual dari murid lain. Clay pun meninggalkan kaset-kaset itu bersama Mr Porter, berharap gurunya itu melakukan sesuatu agar nggak ada lagi murid lain yang bernasib sama seperti Hannah.


***

Sebenarnya udah dari minggu lalu aku gemas banget pengen mengulas tentang 13 Reasons Why ini. Tapi berhubung belakangan ini aku lagi sibuk dengan pekerjaan, ditambah kondisi badan yang kurang fit, baru sekarang aku sempat nulis.

Huhh.. I really thank Zahara yang udah merekomendasikan aku TV series yang awesome ini. Beberapa waktu lalu, dalam sebuah obrolan di WhatsApp chat ia bertanya apa aku pernah nonton TV series ini, dan aku jawab belum, karena aku kurang update dalam hal ini, apalagi untuk drama Western, coz aku lebih prefer ke drama Asia sih. Tapi teman baikku yang satu itu meyakinkan aku bahwa ceritanya seru, dan akhirnya aku tertarik untuk nonton.

Beberapa hari setelah obrolan itu, aku memanfaatkan jaringan internet di kantor untuk mendownloadnya. Jumlah semuanya tiga belas episode. Aku download video HD, jadi size tiap episodenya lumayan besar : 600MB. Tapi untungnya koneksi internet kantor cukup baik, sehingga untuk mendownload file sebesar itu nggak sampai lima menit. Hanya aja kapasitas flashdisk-ku terbatas banget. Jadi ngopy file-nya kudu nyicil. Wkwkwk..

Dan ternyata benar.. setelah nonton, aku jadi ketagihan. Setiap satu episode berakhir, aku selalu didorong rasa penasaran untuk melanjutkan ke episode berikutnya. Ceritanya benar-benar membuat penasaran dan cukup mengaduk-aduk emosi. Dari semua tokoh dalam TV series ini, aku menyukai tokoh Tony Padilla, Alex Standall dan Jeff Atkins. Well, rasanya memang aneh sih. Di awal menonton TV series ini, aku pikir aku menyukai tokoh Clay Jensen. Entahlah, aku suka sama pribadinya yang pendiam dan cerdas. Ditambah wajah tampannya yang jadi nilai plus. Namun sayangnya, meskipun dia terlihat sebagai anak baik-baik, ia juga memiliki sifat pembangkang. Terlihat dari betapa orangtuanya sering kewalahan menghadapi dia. Dan seiring berjalannya cerita dan mendalami karakter setiap tokohnya, aku malah jatuh cinta pada tiga tokoh yang lain.


Alex Standall (diperankan oleh Miles Heizer), merupakan salah satu orang yang disebutkan namanya dalam kaset rekaman Hannah Baker, which means dia adalah salah satu orang yang terlibat dalam kasus bunuh diri Hannah. Kenapa aku suka dengan tokoh ini? Well, sebenarnya bukan suka sih ya, tapi lebih ke tertarik. Waktu pertama kali lihat dia di Monet—cafe tempat Hannah Baker dan teman-temannya biasa nongkrong bareng—aku justru berpikir dia ini punya penampilan yang agak kebanci-bancian. Wkwkwk.. Tapi lama kelamaan anggapan itu hilang. I dunno why I think he’s cute. Dan rambutnya mengingatkanku sama Gerard Way di era The Black Parade dulu. Haha..
Alex ini merupakan mantan teman dekat Hannah. Mereka dulunya sering nongkrong bertiga, bareng Jessica. Namun seiring waktu, persahabatan mereka merenggang ketika Alex dan Jessica memutuskan untuk berpacaran. Berbagai konflik terjadi setelah itu, sehingga hubungan mereka bertiga benar-benar berantakan. Terlepas dari kesalahannya terhadap Hannah, namun Alex sebenarnya memiliki sifat baik, peduli, dan mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Terlihat dari bagaimana ia menyesal atas apa yang pernah ia lakukan terhadap Hannah dulu, dan bagaimana ia menyarankan pada teman-temannya untuk mengakui kesalahan mereka masing-masing. Sayangnya di akhir cerita, ia menembak kepalanya sendiri dan meninggal. Ya, ia depresi karena penyesalannya yang terlalu dalam terhadap Hannah. WHY, ALEX? WHY??

Tony Padilla. Jujur, awalnya aku kok sebal gitu ya lihat tokoh ini. I thought, “Ini orang ngapain sih ngikutin Clay mulu? Kenapa dia hampir selalu ada dimanapun Clay berada? Kenapa juga dia dekat sama keluarga Hannah? Apa diam-diam dia ini pernah naksir Hannah dan nikung Clay?”
Di awal-awal cerita, Tony memang tampak misterius. Tapi seiring berjalannya kisah, kita akan tau bahwa Tony sama sekali nggak seburuk itu. Ia adalah sosok sahabat terbaik yang mungkin setiap orang butuhkan. Kenapa? Pertama, dia adalah sahabat yang sangat bisa dipercaya. Ia adalah satu-satunya teman Hannah yang ada di TKP saat Hannah dibawa ke rumah sakit dengan ambulans. Itulah kenapa ia dekat dengan keluarga Hannah. Ia juga yang diberi kepercayaan oleh Hannah untuk memastikan agar semua ‘tersangka’ yang ada di daftar rekamannya mendengar keseluruhan isi rekaman itu dan mengikuti aturan Hannah. Kenapa Tony selalu ada dimanapun Clay berada? Bukan untuk memastikan agar Clay mendengarkan rekaman-rekaman itu, melainkan untuk mengawasi apabila Clay melakukan tindakan-tindakan yang nggak diinginkan. Tony tau banget kalo Clay itu orangnya gampang panik, depresi, dan kadang suka berhalusinasi. Ia khawatir kalo Clay akan melukai atau bahkan mencelakakan dirinya sendiri ditengah aktifitasnya mendengarkan isi rekaman Hannah. Itulah kenapa, ia memilih untuk berada di samping Clay saat Clay mendengarkan rekaman tentangnya. Coba kalo nggak ada Tony di sisinya, mungkin Clay udah mati karena loncat dari tebing tuh. Lalu saat Clay tiba-tiba menyerangnya karena kesal, Tony sama sekali nggak membalas. Ia justru berbaik hati memperbaiki sepeda Clay yang rusak dan berkata bahwa ia akan selalu membantu Clay. Daaaan.. Tony juga lah yang memutarkan musik romantis untuk Clay dan Hannah di pesta dansa. Haaahh.. salah satu tokoh terbaik lah pokoknya. Minus dia cuma satu sih. He’s a gay, that’s it. Iya, jadi kecurigaanku bahwa dia naksir Hannah dan nikung Clay itu terpatahkan, karena nyatanya ia punya boyfriend. Well, awalnya aku juga kaget sih waktu tau si Tony ini gay. Ia tampak manly dengan kulitnya yang gelap dan tubuh gempal—meski agak pendek—berbalut jaket kulit hitam. Ditambah lagi kemana-mana ia selalu mengendarai mobil Mustang jadul, dan hobinya memanjat tebing. Lihat aja adegan hiking-nya bersama Clay. Uuuh.. machonyaa.. Benar-benar jauh dari kesan gay. Tapi ya begitulah adanya.

Jeff Atkins (diperankan oleh Brandon Larracuente) merupakan salah satu teman dekat Clay. Selain ganteng, Jeff ini baiiiiiikkk banget. Dia tau banget kalo Clay naksir berat sama Hannah. Ia sering banget memotivasi Clay untuk mendekati Hannah. Ia yang membujuk Clay untuk memberanikan diri mengajak Hannah berdansa di Prom Night, dan mengajak ngobrol Hannah di pesta yang diselenggarakan Jessica. Pokoknya Jeff ini sahabat sekaligus penasehat asmara yang baik bagi Clay. Namun sayangnya ia meninggal dalam kecelakaan tragis. Mobilnya menabrak mobil pengemudi lain di persimpangan jalan seusai membeli bir untuk pesta di rumah Bryce. Ironisnya, kecelakaan itu terjadi karena kecerobohan Sheri Holland—salah satu teman sekolahnya, yang juga ada pada daftar rekaman Hannah—yang menabrak rambu-rambu peringatan hingga patah sebelum kecelakaan tragis itu terjadi. Namun Sheri justru memilih untuk lari dari tanggungjawab, hingga akhirnya polisi yang menangani insiden itu beranggapan bahwa kecelakaan itu terjadi karena Jeff mengemudi sambil mabuk, padahal kenyataannya Jeff nggak mabuk saat menyetir mobilnya.

***

Sebagai tayangan yang mengangkat kasus bunuh diri remaja, kisah yang diangkat dari novel berjudul sama karya Jay Asher ini menuai banyak pro kontra dari berbagai kalangan. Rumornya, 13 Reasons Why ini menjadi inspirasi bagi anak-anak usia remaja untuk mengakhiri hidupnya, karena ada beberapa kasus remaja bunuh diri usai menonton tayangan ini. Sadisssss.. Bahkan nggak sedikit pula mereka yang nggak menyukai novelnya dan berpendapat bahwa kisah 13 Reasons Why nggak layak dipublikasikan apalagi menjadi tontonan anak-anak.

Well, sebenarnya kalo soal layak nggak layak sih menurutku layak banget kok. Bukankah itu tergantung pola pikir masing-masing penonton? Jika mereka mengambil sisi buruk dari tayangan itu, maka jadinya tentu aja buruk. Tapi kalo mereka mengambil sisi baiknya, maka jadinya pasti baik pula. Kalo dari pandanganku sendiri, sama sekali nggak ada 'ajakan' bunuh diri dalam 13 Reasons Why kok. Dari tayangan ini, kita justru bisa belajar bagaimana seharusnya kita memperlakukan orang lain.

Aku nggak ada di pihak Hannah, nggak juga ada di pihak pem-bully. Pem-bully-an dalam bentuk apapun itu nggak baik, and I hate it. Seperti yang bisa kita lihat dalam kasus Hannah, pem-bully-an berpengaruh besar pada kondisi mental seseorang. Menurutku, setiap orang harus menghargai satu sama lain, bukannya justru menjatuhkan, dan membuat seseorang merasa bahwa dirinya nggak berharga, nggak berarti, dan nggak dibutuhkan. Ada suatu adegan dimana Hannah mengaku bahwa dirinya terkadang membutuhkan pujian dari orang lain. And I agree with that. Aku pikir setiap orang terkadang membutuhkan itu. Bukannya mereka gila pujian, tapi lebih karena pujian itu membuat mereka merasa dihargai. Apalagi bagi mereka yang mengalami bully, pujian bisa mengembalikan kepercayaan diri mereka.

Dan aku juga sama sekali nggak membenarkan tindakan Hannah yang mengakhiri hidupnya sendiri. Bunuh diri bukanlah pilihan. Kita memang nggak bisa langsung men-judge yang enggak-enggak terhadap Si Pelaku. However, kita nggak tau masalah seberat apa yang tengah ia hadapi. But, we have God, don't we? Tidakkah ia berpikir akan kemana setelah ia mati? Tidakkah ia berpikir bagaimana perasaan orang-orang yang ia tinggalkan?

Well, terlepas dari kisah kehidupan Hannah, dalam 13 Reasons Why, kita juga bisa melihat kisah hidup Justin Foley—salah satu nama yang disebut dalam daftar rekaman Hannah—Si Bad Boy yang menginginkan kasih sayang dari orangtua. Sangat bersebrangan dengan nasib Clay dan Hannah yang berlimpah kasih sayang orangtua, namun mereka sia-siakan. Terlihat dari bagaimana Clay sering membantah ibunya, padahal ibunya ini perhatian banget sama dia meskipun sibuk dengan pekerjaannya sebagai Litigator. Begitu juga dengan Hannah yang memilih untuk mengakhiri hidup tanpa mempertimbangkan tindakannya lebih dulu. Ia memilih untuk bunuh diri, padahal orangtuanya sendiri udah cukup stres dengan usaha mereka yang di ujung tanduk. Lagipula ia sendiri mendapatkan kasih sayang yang cukup dari keduanya. Dan ketika mendengar putri semata wayang mereka mati bunuh diri di usia muda, bayangkan aja apa rasanya.

Haaaahh.. mengaduk-aduk emosi banget pokoknya!
Dan ini semua baru season pertama. Season keduanya belum aku tonton. As soon as possible lah ya. Saat ini aku mau baca novel preloved yang kemarin baru kubeli dari Zahara, baru lanjut nonton 13 Reasons Why season kedua. Udah nggak sabar pengen tau lebih lanjut alasan kenapa Alex Standall memutuskan buat menembak kepalanya sendiri. Pssstt.. yang udah nonton, tolong jangan spoiler ya ^^

Total Tayangan Halaman

 
;