Kamis, 14 Februari 2019 4 komentar

Rabu Temaram

Rindu ini menggema
Sampai di ujung luka
Kau yang bertabur sinar
Hanya membias dalam imaji

***
 
Bukan, yang di atas tadi bukan puisi galau, apalagi lagu yang tengah mewakili perasaanku hari ini, melainkan sebuah lagu yang kemarin malam menggema di langit-langit aula Gramedia World Cipto, dinyanyikan penyanyi aslinya dengan petikan gitar yang dimainkannya sendiri. Siapa lagi kalo bukan Bung Fiersa Besari?
 
Sumber : google.com

Well, ini kedua kalinya aku menghadiri acara Meet & Greet bersama Bung Fie. Sebelumnya, aku hadir di acara Meet & Greet bersama Bung Fie dalam perjalanannya mempromosikan Albuk Konspirasi Alam Semesta, dua tahun lalu (baca : Senja Bersama Fiersa Besari). Waktu itu aku hadir bersama teman dekatku, Tri. Tapi karena dia bukan penggemar Bung Fie, sepanjang acara ia malah mengajakku ngobrol, aku jadi nggak fokus menyimak performance Bung. Maka untuk Meet & Greet kali ini, aku memutuskan untuk pergi sendiri.

Sumber : Instagram @fiersabesari

Sebenarnya aku sudah menantikan pertemuan dengan Bung Fie lagi semenjak ia menerbitkan buku Arah Langkah nya. Namun sayangnya, Cirebon nggak ada dalam daftar kunjungannya sepanjang tahun 2018 (maksudku untuk Meet & Greet, entahlah kalo untuk tujuan lain seperti misalnya liburan. hehe..). Maka ketika Bung Fie mengumumkan perihal perjalanan sebelas kotanya, rasanya terharu banget. Jauh-jauh hari, aku sudah mengambil ancang-ancang. Seperti biasa pula aku stalking IG para penggemar Bung Fie yang sudah lebih dulu berkesempatan hadir di acara itu, bacain komentar-komentar.. yah pokoknya mengorek informasi lah, jaga-jaga biar disana nggak cupu-cupu banget. Hehe..

Sekitar jam tiga sore, aku ijin kepada atasan untuk keluar kantor lebih awal. Anyway, atasanku bukan tipe atasan yang suka menyulitkan bawahannya yang mau ijin karena suatu keperluan sih. Bagi beliau asalkan kerjaan sudah beres, ya boleh aja keluar kantor lebih awal (asalkan tentu ada alasan mau ngapain, dan nggak terlalu sering dilakukan). 

Sebelum ke Gramedia World Cipto, aku mampir dulu ke McD untuk mengganjal perut. Maklum, belum makan siang, dan karena acara Meet & Greet nya bakal sampai malam, jadi nggak mungkin juga aku membiarkan perutku keroncongan sepanjang acara. Kenapa di McD? Karena selain lapar, aku juga lagi penasaran sama salah satu produk dessert-nya McD gara-gara baca review yang diposting Admin @mwv.mystic di akun Instagram pribadinya (makasih lho, Min. gara-gara lu, gw segininya dihantui rasa penasaran sama makanan). BTW aku baru tau kalo sekarang beberapa resto tengah menggalakkan aksi go green dengan meminimalkan penggunaan sedotan plastik, termasuk di McD yang aku kunjungi kemarin. Konyol juga kalo inget kemarin aku sempat bingung cari sedotan. Wkwk.. Alhasil kemarin minum softdrink-nya ya diseruput dari gelasnya langsung. Saranku sih, mending mulai sekarang bawa sedotan stainless steel kemana-mana, biar nggak repot kalo nggak ada sedotan pas mau minum. Syukur-syukur ya bisa ngilangin kebiasaan pakai sedotan plastik sama sekali. Hehe..

Setelah kenyang melahap seporsi nasi dan ayam goreng, serta dessert yang bikin penasaran tadi (yang ternyata rasanya biasa aja, tapi alhamdulillah jadi nggak penasaran lagi), aku pun langsung meluncur ke Gramedia World Cipto. Waktu itu jam menunjukkan pukul empat sore, Gramedia nggak bisa dibilang ramai, nggak juga bisa dibilang sepi. Sesampainya di lantai tiga, aku bertanya pada security apakah sudah bisa naik ke aula untuk registrasi atau belum.
"Belum, Mbak. Nanti jam lima", jawabnya. Oh iya, aku belum cerita ya kalo acara Meet & Greet bareng Bung Fie ini sebenarnya dimulai jam tujuh malam, hanya aja bagi yang mau minta tanda tangan dan foto bareng, harus terlebih dahulu melakukan registrasi yang mana meja registrasinya itu dibuka pada jam lima sore.

Karena masih satu jam lagi, akhirnya aku keliling-keliling dulu. Sekitar jam lima kurang lima belas menit, aku bertanya pada salah satu pramuniaga perempuan yang berdiri nggak begitu jauh dari tangga menuju aula, "Teh, maaf, sudah boleh naik belum ya?"
"Oh boleh, Kak, silahkan", ucapnya ramah.
Setelah mengucapkan terima kasih, aku pun langsung berjalan cepat, naik ke aula. Di ujung tangga, seorang mas-mas berkaos hijau sudah menunggu. Ia meminta aku dan para pengunjung lainnya untuk menunjukkan Albuk 11:11 yang dipergunakan sebagai 'tiket masuk' kedalam acara ini. Yang membuatku sedikit kecewa adalah, ternyata didalam aula itu sudah terdapat beberapa puluh peserta Meet & Greet yang sudah duduk manis diatas karpet hijau. Ya heran aja sih, tadi mas-mas security bilang nggak bisa naik ke aula dulu sebelum jam lima, tapi pas aku naik kok udah banyak yang duduk anteng gitu? Yakali orang dalem (=.=')

Beruntung, antrian meja registrasi nggak terlalu panjang. Proses registrasi terdiri dari pengecekan keaslian Albuk 11:11 yang dibawa peserta; penulisan nama, alamat dan nomor telepon peserta; serta penempelan stiker nomor urut di atas Albuk 11:11 yang dilakukan oleh petugas registrasi. Beres registrasi, aku langsung bergabung dengan puluhan peserta Meet & Greet lainnya di karpet hijau.

Dapat nomor urut 99

"Sini, Mbak", ucap seorang perempuan sambil menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Aku yang duduk dua jengkal di belakangnya tersenyum lantas menyeret pantat untuk mengisi tempat kosong yang dia tepuk tadi. Alhamdulillah, aku mendapat tempat duduk di saf ketiga, sehingga dari posisi itu aku bisa melihat stage dengan cukup jelas.

Perempuan yang menawariku tempat duduk di sampingnya itu, namanya Dea. Sepertinya ia sebaya denganku, tapi ia mengira aku mahasiswa. Haha.. Bukan, kataku. Ia sendiri bekerja sebagai guru IPS di sebuah SMP Swasta di kota ini, dan ia baru pertama kali menghadiri Meet & Greet Bung Fie. Senyum dan perawakannya yang mungil mengingatkanku pada Tifanny. Sayangnya aku nggak ngobrol banyak sama dia, karena dia nggak datang sendiri.

Sambil menunggu acara dimulai, aku melanjutkan membaca buku Catatan Juang yang kubawa saat itu. Well, selain membawa 11:11, aku juga membawa serta Catatan Juang dan Garis Waktu untuk minta ditandatangani juga. Dan karena aku belum rampung membaca Catatan Juang, jadi aku lanjutkan. Lumayan, selain mampu membunuh waktu, aku juga jadi makin mendekati halaman akhir. Tapi ketika tiba di suatu bab yang membahas tentang ortu, aku tiba-tiba baper dan nggak berani lanjut karena khawatir mewek di tempat. BTW, sudah beberapa kali aku ke Gramedia World Cipto, tapi baru tau kalo aula itu terletak di rooftop. Waktu itu aku mau ke toilet, dan salah satu crew acara mengarahkanku ke pintu keluar sebelah kanan. Ketika keluar, aku justru disambut oleh pintu masuk ke mushola, dan alih-alih menemukan toilet, aku justru menemukan tempat lapang dimana kita bisa melihat pemandangan kota Cirebon dari atas.

Pemandangan dari salah satu sisi rooftop Gramedia World Cipto

Sumber : Instagram @fiersabesari

Tau foto Bung Fie yang di atas itu kan? Nah, foto itu juga diambil di salah satu sisi rooftop Gramedia World Cipto lho. Aku juga sebenarnya pingin berlama-lama disitu buat melihat-lihat dan mengambil beberapa gambar, tapi malu aja kalo ada yang liat. Bukan apa-apa, masalahnya tembok pembatasnya lumayan tinggi, dan makhluk pendek sepertiku perlu naik ke undakan yang lebih tinggi dan berjinjit kalo mau lihat pemandangan dibawah sana. Wkwkwkwk..

Singkat cerita, jam menunjukkan pukul tujuh malam. Aku dan peserta Meet & Greet lainnya deg-degan menunggu idola kami muncul. Lucu juga sih waktu itu, kami celingukan gitu, menerka-nerka Bung Fie bakal muncul darimana. Dari pintu sebelah kanan? Sebelah kiri? Tangga menuju aula? Atau dari bawah ubin?

Dan ketika sebuah siluet muncul dari balik pintu sebelah kiri, peserta pun sontak histeris begitu menyadari siapa pemilik siluet itu. Lantas Bung Fie muncul dan melambaikan tangan, menyapa kami dengan senyum gingsulnya yang menawan. Aaa..
Seriously, sebagai seorang Pegiat Alam, ia mematahkan mindset orang-orang yang beranggapan bahwa 'anak gunung' itu berkulit gelap, karena nyatanya warna kulit Bung Fie itu nggak termasuk gelap. Wajahnya pun bersih, meski ditumbuhi jenggot dan kumis. Kasep pisan lah pokokna mah.

Setelah menyapa para peserta dan berbasa-basi sedikit, dimulailah dongeng hari itu. Bung Fie pun membuka Albuk 11:11 nya dan bertanya kepada para peserta Meet & Greet, mau dibacakan cerita apa. Karena kebanyakan dari kami meminta dibacakan Temaram, akhirnya Bung Fie pun memutuskan untuk membacakan cerita nomor enam dalam Albuk 11:11 itu. Padahal sebelumnya aku pikir, Bung Fie akan membacakan Acak Corak, mengingat itu merupakan cerita nomor tiga, sesuai dengan nomor urut Kota Cirebon sebagai kota tujuan Bung Fie yang ketiga dalam perjalanan 11 kota ini. Tapi aku senang sih, karena Temaram sendiri merupakan salah satu cerita sekaligus lagu favoritku dalam buku ini. Syukurlah, suasananya nggak dibikin remang-remang juga (biar sesuai sama judulnya). Yakali baca dengan cahaya remang-remang :'v

"Udah yaa.. Udah yaa.. Turunin hapenya," kata Bung Fie sambil tersenyum melihat beberapa peserta yang masih sibuk merekam dirinya dengan kamera smartphone.
"Pokoknya pilihannya cuma dua", katanya lagi sambil mengacungkan dua jari, "Kalian mau nyimak cerita atau mau lihatin muka saya."
Wkwkwk..

Sumber : Instagram @arwannnie


Dan mulailah Bung Fie membacakan ceritanya. Nggak hanya sekedar membaca. Terkadang ia juga menyelipkan lelucon-lelucon yang sebenarnya cringe, tapi karena penyampaiannya yang kocak (ditambah aksen khas akang-akang sundanese-nya), kami jadi ketawa.

Sumber : Doc. pribadi



Sumber : Instagram @arwannnie


Sumber : Instagram @arwannnie
 
Nggak terasa, pembacaan cerita pun usai. Tibalah saatnya Bung Fie bernyanyi. Ia pun meraih gitarnya dan mulai memetik.
"Hening ya semuanya," ucapnya.

Rindu ini menggema
Sampai di ujung luka
Kau yang bertabur sinar
Hanya membias dalam imaji

Engkau pencuri hati
Tanpa pernah sadari
Aku dipeluk nanar
Tiada bergeming, usah peduli



Seluruh peserta Meet & Greet pun terbawa suasana. Hening, sunyi.. Namun ketika memasuki refrain, kami serempak bernyanyi bersama..

Aku sadar siapa diriku yang tidak mungkin menggapaimu
Kau terlalu indah untuk jadi kenyataan
Namun bila ada sedikit ruang hati tuk kusinggahi
Takkan pernah kusakiti..

Usai Temaram dinyanyikan, tepuk tangan para peserta Meet & Greet menggema di seantero ruangan. Bung Fie tersenyum lebar.
"Enak ya lagu Temaram?" tanyanya yang kemudian diiyakan oleh seluruh peserta Meet & Greet.
"Jadi bilangin ya ke teman-teman kalian kalo lagu Fiersa Besari itu nggak cuma April dan Waktu Yang Salah. Jujur saya bosan setiap kali dapat tag cover lagu saya, yang saya dengar Waktu Yang Salah lagi, Waktu Yang Salah lagi", kelakarnya lagi sambil mengibaskan tangan. Wkwkwk..

Setelah itu, Bung Fie pun mengunggah Instagram Story bersama kami. Ia merekam video lewat kamera depan di hapenya, berteriak "Apa kabar Cirebon jeh??!" kemudian mengarahkan kameranya ke arah kami, para peserta Meet & Greet yang bersorak-sorak. Ramai sekali.

Sayangnya, hari itu nggak ada sesi Q&A seperti yang direncanakan sebelumnya, melainkan langsung ke sesi tanda tangan dan foto bareng. Yah, mungkin waktunya nggak memungkinkan kali ya. Beruntung lah bagi 200 orang pertama yang melakukan registrasi, karena mereka mendapatkan kesempatan untuk tanda tangan dan foto bareng Bung Fie, sementara sisanya hanya berkesempatan menyaksikan performance Bung Fie aja. Alhamdulillah, aku termasuk kedalam 200 orang itu (thanks banget buat mas-mas yang komen di postingan Bung Fie dan berbaik hati ngasih saran).

Para peserta Meet & Greet pun dipersilahkan maju satu persatu ke atas stage berdasarkan nomor urut. Sebelum maju, kami dihimbau oleh crew untuk mengaktifkan kamera pada ponsel kami masing-masing. Nanti di atas stage itu sudah ada petugas yang akan memfotokan kami. Ah, aku iri sama peserta-peserta yang mendapatkan nomor urut lebih awal, karena Bung Fie masih terlihat antusias, masih mau meladeni permintaan para penggemarnya yang aneh-aneh. Ada yang minta tanda tangan di gitarnya, ada yang minta peluk, malah ada yang ndusel-ndusel.. Duh.. (curiga Bung Fie pake parfum yang terkenal itu lho, yang slogannya 'Bikin Cewek Lupa Diri'). Makin lama, Bung Fie makin terlihat capek, dan waktu buat berdua di atas stage bareng dia semakin singkat.

Akhirnya tibalah giliranku untuk naik ke atas stage. Kuserahkan hapeku pada petugas yang berdiri satu meter di depan Bung Fie.

"Halo, Bung", ucapku sambil menjabat tangannya.
"Halo", balasnya.
"Bung, buku saya sudah dicoret-coret sama Bung," ucapku sambil menyodorkan buku 11:11 yang kupunya (dan sudah bertanda tangan Bung Fie, karena beli online di hari peluncuran bukunya). Maksudnya aku mau minta ia menandatangani buku karyanya yang lain. Namun Bung Fie nggak menjawab dan langsung menggoreskan tinta hitamnya di bawah tanda tangan dalam buku 11:11 yang kusodorkan. ILYA, tulisnya disitu.


"Pasti nggak tau deh artinya," katanya.
"Tau dong!" jawabku.
"Apa?"
"I Love You Always".
"Ih kok tau sih?"
"Tau dong, kan baca KoLaSe".
"Seneng deh," ucapnya  sambil tersenyum lebar. Akunya deg-degan. Haha..

Keasikan ngobrol, aku lupa kalo petugas foto sudah mengarahkan kameranya ke arah kami.
KLIK!
Tanpa aba-aba, Si Petugas sudah menekan tombol shutter dan menyerahkan padaku.
Kok cepet banget, pikirku.
 "Sukses ya!" ucap Bung Fie.
Aku pun menjabat tangannya lagi sambil mengucapkan terima kasih, kemudian turun stage.

And you know what?Rasanya aku pingin banget protes sama mas-mas yang fotoin. Hasilnya jelek banget. Posisiku belum sepenuhnya siap, maka yang terjadi adalah mataku terlihat setengah terbuka. Kecewa banget, apalagi itu cuma foto satu-satunya, padahal rencananya foto itu kan mau aku cetak dan pajang :'(


Ya aku tau sih, waktunya terbatas, tapi ya nggak gitu juga. Kalo aku jadi mas-mas petugas foto itu, untuk momen yang terbilang langka begitu, aku bakal fotoin orang seenggaknya dua kali : saat sesi tanda tangan, dan saat foto bareng. Atau kalo memang nggak sempat ya seenggaknya kasih aba-aba kek. Duhh..

Jujur, bad mood sih rasanya. Tapi ya sudahlah. Seenggaknya aku senang bisa ketemu lagi sama salah satu orang yang menginspirasiku ini. Semoga ini bukan yang terakhir kalinya. Aamiin. Jangan bosan datang ke Cirebon ya, Bung!

BTW, ada Kawan Mengagumkan asal Cirebon yang membaca ini? Kalo ada, mungkin kita bisa berkawan. Siapa tau bisa datang ke Meet & Greet bareng. Hihi.. ^^
Selasa, 05 Februari 2019 0 komentar
Pertama-tama, aku mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang udah care dan ngasih support atas situasi yang aku hadapi kemarin-kemarin. Semoga kalian sehat selalu. Aamiin :)

Soal kondisi ibu, alhamdulillah, aku benar-benar bersyukur karena diagnosa awal Dr Indah mengenai penyakit ibu nggak terbukti. Hari Kamis lalu, ibu menjalani USG, dan alhamdulillah dokter menyatakan rahim ibu bersih. Sakit ibu disebabkan hanya karena kelelahan. Memang sih sebelum sakit itu, ibu seringkali tidur larut malam karena sibuk dengan tugas-tugas kadernya. Maka hari Jum'at paginya, ibu sudah diperbolehkan pulang. Hanya aja, beliau masih batuk-batuk dan malas makan. Aku tentu berharap kondisi beliau segera membaik.

***

Anyway, belakangan ini sepertinya di kotaku sedang sering diadakan bazar buku murah. Bulan Desember dan bulan Januari lalu bazar buku digelar di Grage Mall, bulan ini digelar di Gedung Korpri dari tanggal 31 Januari sampai dengan tanggal 7 Februari. Aku antusias banget waktu tau hal itu.

Tanggal 03 Februari, mumpung hari Minggu, aku berkunjung ke bazar itu. Karena akun Gr*b-ku di-suspend (dan aku nggak tau kenapa) akhirnya aku naik angkot. Bukan main, awalnya aku pesimis bakal ketemu novel-novel bagus, tapi ternyata kepesimisanku itu terbantahkan karena rupanya bazar buku itu punya banyak koleksi novel-novel bagus dan murah. Novel-novel itu dikumpulkan dan ditumpuk di tengah ruangan. Harganya berkisar dua puluh ribu hingga empat puluh ribu rupiah aja. Hanya aja sayangnya kebanyakan dari judul novel-novel itu udah beberapa kali aku temui di bazar buku Gramedia bulan lalu, dan semuanya adalah novel-novel terbitan beberapa tahun yang lalu. Sedangkan novel-novel yang aku cari (seperti novel-novel Tere Liye, Risa Saraswati, dan Fiersa Besari) dijual dengan harga normal. Tapi meskipun begitu, aku mengambil gambar dari tumpukan novel-novel murah itu dan kukirimkan pada Zahara, teman LDFLong Distace Friendshipku. Siapa tau dia berminat dengan beberapa novel yang ada disitu.

Kusapu pandanganku ke sekitar. Bazar itu tentu nggak hanya menyediakan novel-novel aja, tapi juga buku-buku pelajaran, buku-buku tips, buku-buku religi, dan banyak lagi. Ketika kulayangkan pandanganku ke sudut ruangan sebelah kanan, rupanya disitu masih ada kumpulan novel-novel lagi, dan hampir semuanya adalah karya penulis favoritku. Novel-novel itu dipajang pada rak-rak kayu, dan aku suprised ketika melihat stiker harga yang ditempel diluar segel novel-novel itu, hanya setengah dari harga asli di toko buku! Langsung aja aku borong beberapa judul novel yang masih ada di wishlist-ku. Ketika aku tengah sibuk menimang-nimang beberapa buah novel, tiba-tiba seorang cowok berkacamata menegur, "Di-cek dulu bagian dalamnya, Teh. Ini novel-novel murah biasanya kertasnya jelek, cetakannya nggak bagus."
"Hah, masa iya?" aku shocked, hampir nggak percaya. Kemudian cowok itu membuka novel tanpa segel yang ada di dekat situ dan menunjukkan padaku.
"Tuh kan.. Kertasnya pakai HVS buram. KW", katanya, "Tapi ya nggak masalah sih kalo untuk pribadi".
Ternyata benar. Aku baru benar-benar ngeh saat melihat buku Catatan Juang karya Bung Fie yang covernya berwarna oranye (aslinya merah bata) dan cetakan judulnya nggak timbul.

Mengetahui hal itu, aku langsung menaruh kembali novel-novel yang sedari tadi aku dekap. Wkwkwk.. Tadinya novel-novel yang aku ambil itu ada yang mau aku tawarkan pada Zahara, tapi mengetahui novel-novel itu nggak ori (dan Zahara anti sama novel KW), maka aku batal membawa novel-novel itu pulang. Anyway, kalo aku pribadi sebenarnya nggak terlalu mempermasalahkan novel KW selama harganya masih wajar (maksudku nggak dijual seharga novel ori) dan isinya bisa aku nikmati. Jujur, aku punya beberapa novel KW di rak bukuku (aku tau ini nggak baik. Maafkan, mas-mas dan mbak-mbak penulis). Hanya aja rasanya aku hampir nggak percaya sih, kok bisa-bisanya mereka memasok buku-buku KW? Karena setauku biasanya buku-buku KW dijual di lapak-lapak kecil gitu. Pantas aja novel-novel itu diletakkan terpisah, novel-novel yang ditempatkan di tengah ruangan itu ori semua, sedangkan yang di sudut sebelah kanan itu khusus novel-novel KW.

Setelah mendapatkan beberapa buah novel dan membayar ke kasir, aku pun keluar dari gedung itu dengan rencana bahwa besok lusa (hari ini) aku bakal kembali lagi kesitu, karena waktu itu aku cari novel Aroma Karsa dan nggak ketemu. Kata petugas kasirnya hari Senin kemungkinan baru ada. Jadi mumpung tanggal lima ini libur, aku bisa mengisinya dengan pergi ke bazar, sekalian membelikan novel titipan Zahara.

Nah, kemarin, aku saling kirim tweet sama Tifanny. Karena dia penggemar novel juga, aku tanya dia, apa mau titip novel atau enggak. Dia pun menyambutnya dengan antusias. Maka akupun mengirimkan foto-foto yang sebelumnya aku kirimkan pada Zahara. Kemudian dia pun menyebutkan dua buah novel yang menarik minatnya. Namun tiba-tiba aku berpikir, kenapa aku nggak ajak Tif aja sekalian? Siapa tau dia tertarik sama buku-buku yang lain?

Lho, Tifanny kan di Temanggung. Masa jauh-jauh diajak ke Cirebon cuma buat ngunjungi bazar doang?

Ah, kamu tentunya tau kalo teknologi udah canggih. Siapa sih yang nggak punya benda ajaib bernama smartphone? Benda itu bisa mendekatkan yang jauh, meski antar benua sekalipun. Jadi gimana caranya aku mengajak Tifanny, tentu aja dengan video call! Sebelumnya aku pernah melakukan hal yang sama bareng Zahara dan berjalan lancar meski sedikit delay. Kali ini gantian, bareng Tifanny.


Aku berangkat ke lokasi sekitar jam sepuluh siang (bazarnya dimulai jam sembilan pagi) demi menghindari suasana bazar yang terlalu ramai. Tapi rupanya kenyataan nggak sesuai dengan yang kuharapkan. Bazarnya ternyata ramai banget, lebih ramai ketimbang waktu aku kesana hari Minggu lalu. Sebelumnya aku berharap bisa nyambung ngobrol sama Tifanny di seberang sana, tapi yang terjadi, aku justru nggak bisa dengar suara dia dengan jelas karena suaranya tenggelam dengan keramaian, ditambah lagi koneksi yang delay. Duhh.. dia ngomong apa, aku jawabnya sejam kemudian. Hahaha.. parah banget. Dan entahlah, apakah dia bisa melihat dengan jelas suasana bazar dan buku-buku yang kutunjukkan. Kayaknya sih enggak ya, mengingat peganganku pada gadget yang nggak stabil (karena aku pegang hape sambil jalan, dan kedua tanganku penuh. hape untuk video call di tangan kanan, hape untuk chatting sama Zahara di tangan kiri). Jangan tanya gimana cara aku bawa buku-bukunya. Wkwk.. Tapi meskipun begitu, aku tetap senang sih bisa video call bareng dia, apalagi mengingat ini pertama kalinya kami berkomunikasi lewat video call, padahal kami menjalani Long Distance Friendship mungkin udah sekitar tiga tahunan (I mean, pertemanan yang akrab, karena sebenarnya kami udah saling kenal via Facebook sejak sekitar tahun 2010, tapi saat itu belum seakrab sekarang). Hahaha..

Setelah mendapatkan beberapa buah buku,  aku pun lantas membayarnya dan keluar dari gedung. Aku membawa pulang dua buku pesanan Tifanny, tiga buku pesanan Zahara, dan dua buku yang kubeli (satu untuk hadiah ultah teman, satunya lagi aku beli by accident, karena aku pikir Zahara pesan empat, tapi ternyata aku salah baca. Wkwk..).

Setelah keluar dari Gedung Korpri, aku berjalan kaki ke sebuah supermarket yang berdiri nggak begitu jauh dari situ untuk membeli pesanan ibuku. Tapi karena yang dicari nggak ada (plus lapar karena belum sarapan) akhirnya aku pergi ke salah satu cafe di kawasan Tuparev untuk mengganjal perut. Kenapa harus jauh-jauh ke Tuparev? Karena selain cafe itu merupakan salah satu tempat nongkrong favorit aku dan teman-teman, juga karena di sekitar cafe itu terdapat beberapa minimarket, jadi setelah makan aku bisa lanjut mencari pesanan ibu tanpa harus naik kendaraan lagi.

Singkat cerita, pesanan ibu itu aku temukan di salah satu minimarket yang ada di sekitar situ. Itupun nggak langsung nemu, karena itu produknya udah lama banget dan kayaknya udah mulai jarang di pasaran.

So that's all, 'petualangan'-ku hari ini.

Total Tayangan Halaman

 
;