Aku harap ini belum terlambat
untuk mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri bagi teman-teman Muslim yang
merayakan. Mohon maaf lahir dan batin yaa, khususnya jika mungkin ada
kata-kataku yang kurang berkenan di hati teman-teman yang membaca blog ini. Taqobbalallahu minna wa minkum shiyamana wa
shiyamakum, taqabbal yaa kariim, ja’alanallahu wa’iyyakum minal aidin wal
faizin. Aamiin..
Hmm.. Ngerasa nggak sih kalo
semakin bertambahnya umur, Lebaran itu rasanya makin biasa aja? Yaa kayak
kurang aja gitu suasana Lebarannya. Beda sama waktu dulu, jauh beberapa tahun
silam, hari Lebaran selalu disambut dengan sukacita, khususnya buat kita yang
waktu itu masih kecil. Iya nggak sih?
Mungkin ada benarnya bahwa
dulu, ketika masih kecil, kita belum memahami makna Idul Fitri. Kita taunya
Idul Fitri itu yaa ada baju baru, banyak permen dan kue-kue enak, serta dapat
uang banyak dari orangtua, sepupu, om, dan tante. Beda dengan sekarang, yang
justru rasanya sedih dan menyesal ketika Ramadhan berakhir, karena merasa belum
maksimal beribadah di moment yang
tepat. Selain itu, dulu keluarga besar masih lengkap. Jadi setiap Lebaran pasti
ramai-ramai berkumpul di rumah anggota keluarga yang paling tua. Kalo sekarang,
banyak sepupu-sepupu yang udah menikah dan tinggal di kota lain, ada pula
beberapa anggota keluarga yang udah meninggal. Jadi untuk berkumpul bersama
dalam satu waktu itu rasanya kurang memungkinkan.
***
Ramadhan tahun ini, aku belum
merasa udah melakukan ibadah sebaik mungkin sih. Tapi alhamdulillah, rasanya lebih
baik ketimbang tahun lalu.
Oh ya, di bulan Ramadhan,
rasanya acara buka puasa bersama selalu jadi tradisi ya. Nggak terkecuali aku.
Tanggal 12 Mei lalu, aku dan keluarga besar dari ibuku mengadakan buka puasa
bersama di rumahku. Rasanya seneng banget, mengingat rasanya udah cukup lama
kami nggak berkumpul bersama. Menu buka puasanya banyak banget, Untuk menu
pembuka ada es kelapa, so’un, dan kerupuk sambel. Hidangan utamanya ada nasi,
empal daging, opor ayam, dan tempe goreng tepung. Sedangkan dessert-nya adalah puding mangga. It was so fun, seperti acara buka puasa
bersama keluarga sebelum-sebelumnya. Yang membedakan hanyalah kehadiran Naura
(putri kecil Gege—sepupuku) di tengah-tengah kami.
Kemudian tanggal 29 Mei, aku
berbuka puasa di kantor bersama rekan-rekan. Sayangnya acaranya kurang berkesan
kurasa, entah kenapa. Mungkin karena banyak yang nggak hadir kali ya..
Tanggal 30-nya, aku berbuka
puasa bersama adik dan dua teman rumahku, Dewi dan Tri di sebuah cafe &
resto di kawasan Ampera. Boleh dibilang, tanggal 30 itu hari yang cukup
berkesan. Jadi hari itu, pagi harinya aku berkunjung ke rumah Rohayati yang
hari Sabtu lalu baru melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Rizky
Ramadhan. Sebuah nama yang bagus. Ia dianggap sebgai rezeki di bulan Ramadhan
oleh kedua orangtuanya yang baru aja ‘terlahir’ sebagai ibu dan bapak :) Lucu
deh anaknya. Matanya sipit, kepala & alisnya gundul, dan pipinya gembul.
Kalo kata Mas Hansol sih ‘ginuk ginuk’. Hihi.. Rizky lahir secara normal dengan
berat 3 kg dan panjang 30 cm. Aku nggak menjenguk sendirian. Beberapa menit
setelah aku tiba, Ayu datang. Seperti biasa, kami ngobrol-ngobrol. Rasanya
seneng banget. Kebetulan, udah lama kami nggak meet up.
Sepulang dari rumah Rohayati, aku mengantar ibu ke PGC untuk menukar baju yang beliau beli tempo hari karena ukurannya kekecilan. Namun sayang, sepulang dari sana, dompet ibu hilang. Isinya sih nggak seberapa, kemungkinan dua ratus ribuan. Tapi tetap aja namanya duit :( Nah, sore harinya, baru deh, aku, adik, Tri, dan Dewi berangkat ke cafe & resto tersebut. Hari itu kami menyantap nasi putih dengan kwetiaw siram seafood, udang kriuk, cumi saus padang, ayam saus mentega, tauge jambal roti, buncis balacan, dan segelas lemon tea. Makanannya enak sih, hanya aja sayangnya acara makan kami sedikit terganggu dengan aroma nggak sedap dari selokan di sebelah resto. Yah, dasar lagi kurang beruntung sih, dapat tempat outdoor. Padahal kalo kebagian tempatnya di bagian indoor, mungkin kami terhindar dari aroma nggak sedap itu. Nggak puas dengan hanya berkumpul di resto, sepulang dari sana kami berkumpul di rumahku sampai malam. Haaahh.. what an impressive day!
Sepulang dari rumah Rohayati, aku mengantar ibu ke PGC untuk menukar baju yang beliau beli tempo hari karena ukurannya kekecilan. Namun sayang, sepulang dari sana, dompet ibu hilang. Isinya sih nggak seberapa, kemungkinan dua ratus ribuan. Tapi tetap aja namanya duit :( Nah, sore harinya, baru deh, aku, adik, Tri, dan Dewi berangkat ke cafe & resto tersebut. Hari itu kami menyantap nasi putih dengan kwetiaw siram seafood, udang kriuk, cumi saus padang, ayam saus mentega, tauge jambal roti, buncis balacan, dan segelas lemon tea. Makanannya enak sih, hanya aja sayangnya acara makan kami sedikit terganggu dengan aroma nggak sedap dari selokan di sebelah resto. Yah, dasar lagi kurang beruntung sih, dapat tempat outdoor. Padahal kalo kebagian tempatnya di bagian indoor, mungkin kami terhindar dari aroma nggak sedap itu. Nggak puas dengan hanya berkumpul di resto, sepulang dari sana kami berkumpul di rumahku sampai malam. Haaahh.. what an impressive day!
Tanggal 31-nya, aku kembali
berbuka puasa bersama rekan-rekan kantor. Hanya aja kali ini, aku berbuka puasa
bersama beberapa orang rekan kantor yang paling dekat. Ada Pak Ben, Bu Hani, Bu Lia, Mbak Tika, Mas
Febri, A’ Putra, Bu Rohayati, dan Pak Ading. Kami berbuka puasa di Hotel Amaris
Siliwangi. Sepulang ngantor, aku, Bu Hani, dan Bu Lia berangkat bersama Mas
Febri dengan menumpang mobilnya, sementara sisanya naik motor. Sialnya, karena
menumpang mobil, kami terjebak macet di kawasan Tuparev sehingga tiba
belakangan. Singkat cerita, kami tiba di Hotel Amaris dan kebagian tempat di dalam
ruangan dengan beberapa meja persegi yang disejajarkan sehingga membentuk meja
panjang. Kami pun langsung mengambil menu karena udah mendekati waktu berbuka
puasa. Sebenarnya makanan dan minumannya sih biasa aja ya, hanya aja pilihannya
banyak. Ada kopi, teh, infused water,
sirup, sop buah, agar-agar, aneka gorengan, karedok, kerupuk sambel, pedesan
ayam, ayam kecap, kentang & tempe saus asam manis, sayur sop, lalapan,
so’un, dan kerupuk. Sebenarnya ada dadar gulung juga sih, hanya aja kayaknya
udah habis, jadi kami nggak kebagian. Wkwkwk..
Dan tibalah saatnya, hari
Lebaran. Seperti yang kubilang di awal tadi, Lebaran tahun ini terasa biasa aja
dan nggak begitu berkesan. Banyak kerabat yang bahkan hingga hari ini belum
kutemui karena tinggal di kota lain. Yang berkesan cuma acara kumpul-kumpul di
rumah nenek (ibu dari ibuku), karena disana ada Naura yang bisa selalu aku
uwel-uwel pipinya.
Si pipi mochi |
Lalu hari ini, di hari kedua
Lebaran ini, aku dan keluarga besar dari ibu bersilaturahmi ke daerah Kuningan.
Ini juga merupakan kegiatan rutin setiap Idul Fitri mengingat banyaknya
keluarga besar nenek yang tinggal disana. Kami berangkat pagi-pagi. Beberapa
pergi dengan motor, yakni aku yang dibonceng adikku, Gege & Empit yang
dibonceng suaminya masing-masing, dan Rizky yang dibonceng Fahrul. Sementara
sisanya yakni ibuku, nenek, Bi Elly, Bi Cicih, Wak Agus, Wak Ning, Agis, dan
Naura pergi dengan angkutan umum yang kami sewa untuk hari ini.
Karena masih pagi, jalanan
belum terlalu ramai. Memang sih, di kawasan Beber agak macet, namun kami yang
pergi dengan motor nggak sampai terjebak macet karena masih bisa
melipir-melipir. Hihi..
Setelah ziarah, baru deh kami
bersilaturahmi, mengunjungi satu persatu rumah saudara nenek, mulai dari rumah
Abah Rukana, kemudian rumah Mak Encang, Mak Eem, Mak Eni, dan terakhir rumah
Mak Neng yang terletak di kaki Gunung Ciremai—rumah yang sederhana namun
menyimpan kenangan masa kecil kami. Sayangnya, kami nggak bisa melihat Ciremai sepanjang
hari ini, karena tampaknya hari ini ia malu menampakkan diri. Tubuhnya yang
tinggi besar tersembunyi awan, hanya kakinya yang terlihat.
Kunjungan di rumah Mak Encang |
Oh ya, Fahrul excited banget saat berkunjung ke rumah
Mak Neng. Ingat ceritaku tentang kunjungan kami di Lebaran tahun lalu? Saat itu
dia mengalami love at the first sight
sama tetangga Mak Neng ketika cewek itu sedang mengangkat jemuran di halaman
rumahnya. Sayangnya hari ini, Si Cewek nggak terlihat sama sekali. FYI, rumah
Si Cewek dengan rumah Mak Neng itu benar-benar bersebelahan. Jaraknya kira-kira
cuma dua meteran. Ketika tiba di halaman rumah Mak Neng, Fahrul memanggil-manggil
cewek itu, “Neeeng.. Neeengg..”. Nggak keras sih suaranya, tapi cukup membuat
aku, adik, dan sepupu terpingkal-pingkal dan menganggap Fahrul lancang.
“Nang, neng, nang, neng, kayak
manggil teman sebangku”, celetuk adikku sambil menahan tawa.
Fahrul lupa kalo kami sedang
mengunjungi rumah Mak Neng. Gimana kalo Mak Neng dengar dan mengira anak itu
lagi manggil beliau? Wkwkwk.. Sampai ketika Mak Neng menyambut kami dan
mempersilahkan kami masuk, kami masih terkikik-kikik karena hal itu. Kemudian
Fahrul memberanikan diri bertanya pada Mak Neng, “Mak, kalo eneng yang disitu
ada nggak sih?” tanyanya sambil menunjuk rumah sebelah.
“Oh, ada di dalam”, jawab
beliau, kemudian melanjutkan dengan berbisik, “Mau kawin dua minggu lagi”.
Mendengar hal itu, kami
semangat menyorakinya, kecuali Fahrul yang langsung memasang tampang ngenes.
Wkwkwk.. Kasihan banget. Baru ketemu tahun lalu dan langsung naksir, tahun
berikutnya kesana lagi malah udah mau nikah aja. Haha..
Sore harinya, kami pun pulang.
Jalanan menuju Cirebon benar-benar padat. Sialnya lagi, aku, adik, Fahrul, dan
Rizky sempat nyasar sehingga membuat waktu yang kami tempuh selama perjalanan
benar-benar panjang. Lepas Magrib, kami baru tiba di rumah nenek. Haaahh..
melelahkan.
Sekitar jam setengah delapan,
aku, ibu, dan adik pamit untuk pulang. Namun sebelum pulang kami mampir dulu ke
rumah Ang Be’ah (adik tiri bapak) di kawasan Arya Kemuning. Disana juga ada
nenek kami (ibu tiri bapak yang biasa kami panggil ‘Emak’) yang baru tiba dari
Bogor. Begitu kuhampiri, Emak langsung memeluk dan menciumku.
“Emak kangen Puput katanya,”
kata Ang Be’ah.
Kondisi tubuh Emak udah nggak
sesegar dulu. Tahun lalu beliau masih sehat. Meski jalannya tertatih-tatih,
namun tubuhnya nggak bungkuk. Beliau pun masih bisa berjalan sendiri. Emak
memang rajin, kelewat rajin malah. Beliau nggak pernah betah duduk diam. Beberapa
tahun lalu, beliau pernah jatuh dari tangga bambu saat sedang membersihkan
langit-langit rumah seorang diri, sehingga gigi depannya rontok semua. Namun
beliau nggak pernah kapok. Ada aja yang beliau kerjakan, entah itu berkebun,
memberi makan ayam, atau sekedar berjalan-jalan di lingkungan sekitar rumahnya.
Namun sekarang, beliau cuma bisa duduk dan berjalan dengan menggunakan alat
bantu. Bicaranya pun udah sedikit nggak karuan. Memprihatinkan banget.
Well, that’s all
ceritaku hari ini. Selamat Lebaran, selamat liburan, selamat makan enak ^^