Kamis, 06 Juni 2019

Eid Mubarak : 1440H


Aku harap ini belum terlambat untuk mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri bagi teman-teman Muslim yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin yaa, khususnya jika mungkin ada kata-kataku yang kurang berkenan di hati teman-teman yang membaca blog ini. Taqobbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum, taqabbal yaa kariim, ja’alanallahu wa’iyyakum minal aidin wal faizin. Aamiin..

Hmm.. Ngerasa nggak sih kalo semakin bertambahnya umur, Lebaran itu rasanya makin biasa aja? Yaa kayak kurang aja gitu suasana Lebarannya. Beda sama waktu dulu, jauh beberapa tahun silam, hari Lebaran selalu disambut dengan sukacita, khususnya buat kita yang waktu itu masih kecil. Iya nggak sih?

Mungkin ada benarnya bahwa dulu, ketika masih kecil, kita belum memahami makna Idul Fitri. Kita taunya Idul Fitri itu yaa ada baju baru, banyak permen dan kue-kue enak, serta dapat uang banyak dari orangtua, sepupu, om, dan tante. Beda dengan sekarang, yang justru rasanya sedih dan menyesal ketika Ramadhan berakhir, karena merasa belum maksimal beribadah di moment yang tepat. Selain itu, dulu keluarga besar masih lengkap. Jadi setiap Lebaran pasti ramai-ramai berkumpul di rumah anggota keluarga yang paling tua. Kalo sekarang, banyak sepupu-sepupu yang udah menikah dan tinggal di kota lain, ada pula beberapa anggota keluarga yang udah meninggal. Jadi untuk berkumpul bersama dalam satu waktu itu rasanya kurang memungkinkan.

***

Ramadhan tahun ini, aku belum merasa udah melakukan ibadah sebaik mungkin sih. Tapi alhamdulillah, rasanya lebih baik ketimbang tahun lalu.

Oh ya, di bulan Ramadhan, rasanya acara buka puasa bersama selalu jadi tradisi ya. Nggak terkecuali aku. Tanggal 12 Mei lalu, aku dan keluarga besar dari ibuku mengadakan buka puasa bersama di rumahku. Rasanya seneng banget, mengingat rasanya udah cukup lama kami nggak berkumpul bersama. Menu buka puasanya banyak banget, Untuk menu pembuka ada es kelapa, so’un, dan kerupuk sambel. Hidangan utamanya ada nasi, empal daging, opor ayam, dan tempe goreng tepung. Sedangkan dessert-nya adalah puding mangga. It was so fun, seperti acara buka puasa bersama keluarga sebelum-sebelumnya. Yang membedakan hanyalah kehadiran Naura (putri kecil Gege—sepupuku) di tengah-tengah kami.

Kemudian tanggal 29 Mei, aku berbuka puasa di kantor bersama rekan-rekan. Sayangnya acaranya kurang berkesan kurasa, entah kenapa. Mungkin karena banyak yang nggak hadir kali ya..

Tanggal 30-nya, aku berbuka puasa bersama adik dan dua teman rumahku, Dewi dan Tri di sebuah cafe & resto di kawasan Ampera. Boleh dibilang, tanggal 30 itu hari yang cukup berkesan. Jadi hari itu, pagi harinya aku berkunjung ke rumah Rohayati yang hari Sabtu lalu baru melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Rizky Ramadhan. Sebuah nama yang bagus. Ia dianggap sebgai rezeki di bulan Ramadhan oleh kedua orangtuanya yang baru aja ‘terlahir’ sebagai ibu dan bapak :) Lucu deh anaknya. Matanya sipit, kepala & alisnya gundul, dan pipinya gembul. Kalo kata Mas Hansol sih ‘ginuk ginuk’. Hihi.. Rizky lahir secara normal dengan berat 3 kg dan panjang 30 cm. Aku nggak menjenguk sendirian. Beberapa menit setelah aku tiba, Ayu datang. Seperti biasa, kami ngobrol-ngobrol. Rasanya seneng banget. Kebetulan, udah lama kami nggak meet up. 





Sepulang dari rumah Rohayati, aku mengantar ibu ke PGC untuk menukar baju yang beliau beli tempo hari karena ukurannya kekecilan. Namun sayang, sepulang dari sana, dompet ibu hilang. Isinya sih nggak seberapa, kemungkinan dua ratus ribuan. Tapi tetap aja namanya duit :( Nah, sore harinya, baru deh, aku, adik, Tri, dan Dewi berangkat ke cafe & resto tersebut. Hari itu kami menyantap nasi putih dengan kwetiaw siram seafood, udang kriuk, cumi saus padang, ayam saus mentega, tauge jambal roti, buncis balacan, dan segelas lemon tea. Makanannya enak sih, hanya aja sayangnya acara makan kami sedikit terganggu dengan aroma nggak sedap dari selokan di sebelah resto. Yah, dasar lagi kurang beruntung sih, dapat tempat outdoor. Padahal kalo kebagian tempatnya di bagian indoor, mungkin kami terhindar dari aroma nggak sedap itu. Nggak puas dengan hanya berkumpul di resto, sepulang dari sana kami berkumpul di rumahku sampai malam. Haaahh.. what an impressive day!





Tanggal 31-nya, aku kembali berbuka puasa bersama rekan-rekan kantor. Hanya aja kali ini, aku berbuka puasa bersama beberapa orang rekan kantor yang paling dekat.  Ada Pak Ben, Bu Hani, Bu Lia, Mbak Tika, Mas Febri, A’ Putra, Bu Rohayati, dan Pak Ading. Kami berbuka puasa di Hotel Amaris Siliwangi. Sepulang ngantor, aku, Bu Hani, dan Bu Lia berangkat bersama Mas Febri dengan menumpang mobilnya, sementara sisanya naik motor. Sialnya, karena menumpang mobil, kami terjebak macet di kawasan Tuparev sehingga tiba belakangan. Singkat cerita, kami tiba di Hotel Amaris dan kebagian tempat di dalam ruangan dengan beberapa meja persegi yang disejajarkan sehingga membentuk meja panjang. Kami pun langsung mengambil menu karena udah mendekati waktu berbuka puasa. Sebenarnya makanan dan minumannya sih biasa aja ya, hanya aja pilihannya banyak. Ada kopi, teh, infused water, sirup, sop buah, agar-agar, aneka gorengan, karedok, kerupuk sambel, pedesan ayam, ayam kecap, kentang & tempe saus asam manis, sayur sop, lalapan, so’un, dan kerupuk. Sebenarnya ada dadar gulung juga sih, hanya aja kayaknya udah habis, jadi kami nggak kebagian. Wkwkwk..




Dan tibalah saatnya, hari Lebaran. Seperti yang kubilang di awal tadi, Lebaran tahun ini terasa biasa aja dan nggak begitu berkesan. Banyak kerabat yang bahkan hingga hari ini belum kutemui karena tinggal di kota lain. Yang berkesan cuma acara kumpul-kumpul di rumah nenek (ibu dari ibuku), karena disana ada Naura yang bisa selalu aku uwel-uwel pipinya.



Si pipi mochi


Lalu hari ini, di hari kedua Lebaran ini, aku dan keluarga besar dari ibu bersilaturahmi ke daerah Kuningan. Ini juga merupakan kegiatan rutin setiap Idul Fitri mengingat banyaknya keluarga besar nenek yang tinggal disana. Kami berangkat pagi-pagi. Beberapa pergi dengan motor, yakni aku yang dibonceng adikku, Gege & Empit yang dibonceng suaminya masing-masing, dan Rizky yang dibonceng Fahrul. Sementara sisanya yakni ibuku, nenek, Bi Elly, Bi Cicih, Wak Agus, Wak Ning, Agis, dan Naura pergi dengan angkutan umum yang kami sewa untuk hari ini.

Karena masih pagi, jalanan belum terlalu ramai. Memang sih, di kawasan Beber agak macet, namun kami yang pergi dengan motor nggak sampai terjebak macet karena masih bisa melipir-melipir. Hihi..
Sebelum bersilaturahmi, kami ziarah dulu ke makam kakek.





Ada bunga cantik di sebelah makam.

Setelah ziarah, baru deh kami bersilaturahmi, mengunjungi satu persatu rumah saudara nenek, mulai dari rumah Abah Rukana, kemudian rumah Mak Encang, Mak Eem, Mak Eni, dan terakhir rumah Mak Neng yang terletak di kaki Gunung Ciremai—rumah yang sederhana namun menyimpan kenangan masa kecil kami. Sayangnya, kami nggak bisa melihat Ciremai sepanjang hari ini, karena tampaknya hari ini ia malu menampakkan diri. Tubuhnya yang tinggi besar tersembunyi awan, hanya kakinya yang terlihat.



Kunjungan di rumah Mak Encang


Oh ya, Fahrul excited banget saat berkunjung ke rumah Mak Neng. Ingat ceritaku tentang kunjungan kami di Lebaran tahun lalu? Saat itu dia mengalami love at the first sight sama tetangga Mak Neng ketika cewek itu sedang mengangkat jemuran di halaman rumahnya. Sayangnya hari ini, Si Cewek nggak terlihat sama sekali. FYI, rumah Si Cewek dengan rumah Mak Neng itu benar-benar bersebelahan. Jaraknya kira-kira cuma dua meteran. Ketika tiba di halaman rumah Mak Neng, Fahrul memanggil-manggil cewek itu, “Neeeng.. Neeengg..”. Nggak keras sih suaranya, tapi cukup membuat aku, adik, dan sepupu terpingkal-pingkal dan menganggap Fahrul lancang.
“Nang, neng, nang, neng, kayak manggil teman sebangku”, celetuk adikku sambil menahan tawa.
Fahrul lupa kalo kami sedang mengunjungi rumah Mak Neng. Gimana kalo Mak Neng dengar dan mengira anak itu lagi manggil beliau? Wkwkwk.. Sampai ketika Mak Neng menyambut kami dan mempersilahkan kami masuk, kami masih terkikik-kikik karena hal itu. Kemudian Fahrul memberanikan diri bertanya pada Mak Neng, “Mak, kalo eneng yang disitu ada nggak sih?” tanyanya sambil menunjuk rumah sebelah.
“Oh, ada di dalam”, jawab beliau, kemudian melanjutkan dengan berbisik, “Mau kawin dua minggu lagi”.
Mendengar hal itu, kami semangat menyorakinya, kecuali Fahrul yang langsung memasang tampang ngenes. Wkwkwk.. Kasihan banget. Baru ketemu tahun lalu dan langsung naksir, tahun berikutnya kesana lagi malah udah mau nikah aja. Haha..

Sore harinya, kami pun pulang. Jalanan menuju Cirebon benar-benar padat. Sialnya lagi, aku, adik, Fahrul, dan Rizky sempat nyasar sehingga membuat waktu yang kami tempuh selama perjalanan benar-benar panjang. Lepas Magrib, kami baru tiba di rumah nenek. Haaahh.. melelahkan.

Sekitar jam setengah delapan, aku, ibu, dan adik pamit untuk pulang. Namun sebelum pulang kami mampir dulu ke rumah Ang Be’ah (adik tiri bapak) di kawasan Arya Kemuning. Disana juga ada nenek kami (ibu tiri bapak yang biasa kami panggil ‘Emak’) yang baru tiba dari Bogor. Begitu kuhampiri, Emak langsung memeluk dan menciumku.
“Emak kangen Puput katanya,” kata Ang Be’ah.
Kondisi tubuh Emak udah nggak sesegar dulu. Tahun lalu beliau masih sehat. Meski jalannya tertatih-tatih, namun tubuhnya nggak bungkuk. Beliau pun masih bisa berjalan sendiri. Emak memang rajin, kelewat rajin malah. Beliau nggak pernah betah duduk diam. Beberapa tahun lalu, beliau pernah jatuh dari tangga bambu saat sedang membersihkan langit-langit rumah seorang diri, sehingga gigi depannya rontok semua. Namun beliau nggak pernah kapok. Ada aja yang beliau kerjakan, entah itu berkebun, memberi makan ayam, atau sekedar berjalan-jalan di lingkungan sekitar rumahnya. Namun sekarang, beliau cuma bisa duduk dan berjalan dengan menggunakan alat bantu. Bicaranya pun udah sedikit nggak karuan. Memprihatinkan banget.

Well, that’s all ceritaku hari ini. Selamat Lebaran, selamat liburan, selamat makan enak ^^

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;