Minggu, 24 Mei 2020

Eid Mubarak : 1441H

Aku yakin bukan hanya aku yang merasa bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini terasa ambyar. Nggak ada aroma wangi masjid yang kuhirup, euforia buka puasa bersama, suara berisik anak-anak menjelang sahur, dan bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga dan sanak saudara. Bahkan di malam Lebaran kemarin, nggak biasa-biasanya aku nangis sampai sesenggukan karena nggak rela Ramadhan pergi tanpa meninggalkan kesan mendalam. Ingin rasanya aku memaki, betapa pandemi ini sungguh terlalu. Tapi kemudian aku sadar bahwa apa yang aku rasakan ini nggak seberapa dibanding teman-teman di luar sana yang terpaksa tetap tinggal di perantauan, nggak bisa merasakan Ramadhan dan merayakan Idul Fitri di kampung halaman. Aku juga mengingat bahwa biar bagaimanapun, keberadaan pandemi ini tetap memiliki hikmah.

Aku nggak ingat kapan terakhir kali sholat berjamaah di rumah dengan bapak yang bertindak sebagai imam. Mungkin sekitar dua puluh tahun yang lalu, ketika aku dan adik masih kecil. Bahkan waktu itu aku pernah enggan mengenakan mukena saat sholat (karena waktu itu aku masih tomboy banget. wkwk..). Aku ingat betapa suara bapak sangat merdu saat melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Ah, bahkan mendengar beliau mengumandangkan adzan pun rasanya tentram banget. Terlebih di bagian 'hayya 'alalfalaah' yang kedua, karena pada bagian itu, bapak mengumandangkannya dengan nada panjang dan sangat lembut. Teman SD-ku yang tinggal di dekat masjid tempat dimana bapak biasa mengumandangkan adzan pernah memuji betapa ia menyukai suara adzan bapak. Dan dengan adanya pandemi ini, maka pada Ramadhan tahun ini, aku dan keluarga melakukan sholat tarawih di rumah dengan dipimpin bapak, dan barulah aku tersadar bahwa setelah tahun-tahun berlalu, suara bapak sudah nggak sama lagi. Suaranya yang dulu lembut, merdu, melengking tinggi dan panjang, kini berganti dengan suara serak dan agak bergetar. Ah, I hate the fact that my parents are getting old :')

Oh ya, ada kejadian lucu saat kami melakukan sholat tarawih berjamaah di rumah ini. Ketika kami tengah sholat, kucing-kucing kami berulah. Di hari pertama, Monti yang berulah. Ia membuat suara-suara berisik dengan menggaruk-garuk kardus yang ada di kamar adikku, sehingga konsentrasi kami buyar gara-gara suara grek, grek, grek yang dia buat. Di hari berikutnya, giliran Unye dan Si Cantik yang berulah secara bergantian. Awalnya Unye yang beraksi. Ia berbaring di atas sajadahku, tepat di depanku. Aku pun memejamkan mata, mencoba untuk tahan terhadap godaan di hadapanku itu. Nggak cukup hanya itu, saat kami melakukan duduk iftirasy, ia mengeong dan purring tepat di depan wajahku. Mendengar itu, aku mati-matian menahan ketawa, sehingga mengeluarkan suara ketawa tertahan di tenggorokan. Ah, parah deh pokoknya. Akhirnya di jeda sholat, aku mengeluarkan dia, kemudian kami melanjutkan sholat. Kirain setelah itu bakal aman, eh rupanya Si Cantik yang tadinya tidur di sofa malah bangun dan turun, kemudian selonjoran di atas sajadahku. Astaga. Mau marah tapi gimanaaa..

Jam kerja di kantorku pada bulan Ramadhan sekaligus masa PSBB juga mengalami pengurangan. Pada bulan Ramadhan, biasanya kami pulang ngantor jam empat sore. Namun kali ini, karena sedang masa PSBB, jam kerja kami hanya sampai jam dua siang. Hal ini membuatku jadi punya lebih banyak waktu buat me-time. Misalnya mencoba membuat Dalgona Coffee yang kemarin viral itu. Kebetulan waktu itu aku sedang haid dan tentunya libur puasa, jadi iseng coba-coba buat. Penasaran karena banyak yang gagal, juga penasaran karena banyak yang bilang rasanya enak. Pada percobaan pertama, aku sempat gagal karena menggunakan kopi instant yang rupanya kurang cocok untuk dibuat Dalgona Coffee. Di percobaan kedua, aku membuatnya dengan kopi yang banyak direkomendasikan, dan alhamdulillah berhasil. FYI, aku ngocok kopi, air, dan gulanya itu dengan saringan teh, dan itu nggak sampai lima menit sudah mengembang. Tapiiii.. sorry to say bahwa menurutku rasanya biasa aja, Guys. Wkwk.. Menurutku Good Day Carribean Nut oplos Dancow plain ditambah es batu itu sudah paling enak. Belakangan aku juga sedang hobi nonton video tutorial membuat kue dan doing make-up (meski belum tergerak buat mempraktekan), padahal sebelum ini boro-boro suka nonton video-video semacam itu. Doain ya, semoga kedepannya aku jadi perempuan beneran. Hihi..

Kalo soal acara buka puasa bersama, sebenarnya ada sih yang ngajak. Jadi hari Jum'at lalu, tepatnya dua hari sebelum Idul Fitri, A 'Putra dan Bu Rohayati mengundang aku dan beberapa orang karyawan untuk berbuka puasa bersama di rumah Bu Rohayati. Itu merupakan satu-satunya undangan buka puasa bersama yang aku terima di Ramadhan tahun ini. Sayangnya aku nggak bisa hadir karena nggak ada kendaraan mengingat transportasi umum yang kini terbatas apalagi di jam-jam sore, dan aku merasa nggak enak kalo minta nebeng sama orang lain.

Oh ya, selama bulan Ramadhan kemarin juga aku sering banget mimpi aneh, khususnya mimpi-mimpi yang kualami saat tidur selepas sholat Subuh. Mimpi-mimpi itu seringkali begitu emosional dan tampak nyata, efeknya lumayan bikin mellow berkepanjangan. Selain itu aku juga beberapa kali mengalami lucid dream alias mimpi sadar yang sebenarnya seru kalo ngalamin tapi bikin capek. Wkwk..

***

Pagi ini aku bangun pagi-pagi banget. Awalnya kukira nggak ada shalat Ied, makanya begitu selesai sholat Subuh, aku woles aja gogoleran di atas kasur. Tapi ibu menyuruhku untuk bergegas mandi. "Di Masjid Al-Amin ada sholat Ied", kata beliau.
Masjid Al-Amin adalah masjid dimana aku dan keluarga biasa melakukan sholat Ied setiap tahunnya. Yah, tepatnya di lapangan dekat masjidnya sih. So, yah.. kami pun melaksanakan sholat Ied seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya aja kali ini kami sholat dengan mengenakan masker. Nggak lupa aku juga membawa handsinitizer, karena aku nggak yakin kalo di jalan ataupun di masjid nanti nggak ada yang ngajak salaman.

Disana, aku sholat disamping Dewi, teman kecilku yang kemarin jadi pengantin baru. Kalo kuingat-ingat, sepertinya ini pertama kalinya kami sholat bersebelahan saat sholat Ied. Aku bersyukur karena kami bisa ngobrol-ngobrol lagi walau cuma sebentar, karena memang semenjak menikah, dia pindah rumah dan tinggal berdua dengan suaminya, yang berarti kami jadi makin jarang ketemu.



Sepulangnya sholat Ied, hampir semuanya tampak biasa. Aku, adik, ibu, dan bapak tetap saling bersalaman dan maaf memaafkan, juga makan kue-kue Lebaran yang sudah tersedia. Hanya aja biasanya setelah sholat Ied, kami akan langsung berkeliling ke rumah-rumah tetangga dan saudara untuk bersilaturahmi sambil bermaaf-maafan, namun kali ini enggak. Kami hanya duduk-duduk di ruang tengah. Ibu sibuk dengan hapenya (nonton Youtube, sambil sesekali membalas pesan-pesan WhatsApp dari teman-temannya), adikku main Playstation, aku menyantap nasi empal daging dengan bumbu buatan nenek (yang enak banget bangeeeett, empal gentong yang terkenal itu nggak ada apa-apanya deh dibanding empal dengan bumbu buatan nenek ini), sedangkan bapak sibuk dengan burung-burung peliharaannya (dan cuma pakai kaos dan celana pendek gitu, kayak bukan hari raya).

Sekitar jam sepuluh siang, Mas Ex datang berkunjung. Long time no see after he decided to keep the distance between us, tapi alhamdulillah nggak ada rasa canggung. Wkwk.. Oh ya, aku juga baru ngeh kalo ini adalah pertama kalinya dia main ke rumahku lagi sejak enam bulan lalu. Setengah tahun. Lama juga rupanya.

Kami berencana untuk bersilaturahmi ke beberapa teman kami dan berziarah ke makam orangtua Mas. Tapi sebelum itu, ia mengajakku untuk mengunjungi rumah uwa-nya (kakak almarhum papanya) dulu di kawasan Tangkil. Yah, sekalian jalan. Lagipula sudah lama juga aku nggak bertemu beliau. Sesampainya disana, beliau menyambut kami dengan hangat dan menjamu kami dengan dua gelas Good Day Freeze Mocafrio. Kami nggak lama disana, hanya ngobrol-ngobrol sedikit sembari menghabiskan minuman kami. Setelah itu kami pamit untuk mengunjungi teman-teman kami, numpang ngemilin kue dan makan. Wkwkwk.. Enggak deng.

Di tengah perjalanan, Mas bercerita bahwa saat ini ia tengah menjalani rawat jalan. Beberapa waktu belakangan ini kondisi kesehatannya menurun. Selama beberapa bulan, ia terus batuk-batuk hingga dadanya sesak. Hasil rontgen menunjukkan ada flek di paru-parunya, sehingga ia diharuskan menjalani pengobatan, dan medical check up setiap enam bulan sekali. Hal itu mengingatkanku pada bapak. Beberapa tahun lalu, paru-paru bapak juga di-rontgen, dan hasilnya menunjukkan ada flek disana. Hanya aja bedanya, paru-paru bapak bermasalah karena kebiasaan beliau yang sering membakar sampah dan terpapar asap bakarannya, sedangkan paru-paru Mas bermasalah karena ia perokok aktif. Dari dulu aku sudah sering memintanya untuk berhenti merokok, tapi susah banget. Bukan dia deh pokoknya kalo nggak saklek. Bahkan di kondisinya saat ini pun merokoknya masih tetap jalan, nggak kapok sama sekali. Jadi ingat cerita masa lalu Bung Fiersa yang pernah menjadi seorang perokok aktif, para perokok aktif nggak bisa disuruh berhenti merokok, melainkan dari kesadaran sendiri. Prihatin, tapi ya gimana :')

Singkat cerita, kami pun berziarah ke makam. Pertama-tama, kami mengunjungi makam almarhum mamanya. Honestly, berziarah ke makam mama Mas adalah salah satu hal yang pingin banget aku lakukan sejak kami masih in relationship. Dan aku sempat sedih banget ketika Mas memutuskan untuk jaga jarak sebelum sempat merealisasikan itu. Maka ketika Mas mengajakku kesana, aku langsung menyambutnya tanpa perlu berpikir dua kali. Makam mama terletak nggak begitu jauh dari pintu masuk dan tempat wudhu gitu. Makam beliau masih berupa gundukan tanah dan nisan kayu. Rencananya tahun ini Mas akan melapisinya dengan semen dan keramik. Sayangnya aku lupa memetik bunga-bunga di halaman buat ditabur di atas makam mama. Mas hanya meletakkan beberapa tangkai bunga selasih di atas makam beliau. Setelah berdoa untuk beliau, kami beranjak ke TPU yang terletak nggak begitu jauh dari sekolah Mas dulu, tempat peristirahatan terakhir papa dan A' Hendri, kakak Mas. Aku mengekor Mas melewati puluhan makam. Agak ribet rasanya, karena hari itu aku mengenakan rok tutu panjang yang kadang tersangkut pada ranting, atau 'membawa' batang lidi dan daun kering. Mas sih cengengesan aja lihat aku ribet sendiri. Makam A' Hendri berupa makam kecil dengan keramik warna biru. Ia meninggal karena menderita panas tinggi di usianya yang masih satu bulan. He's really too young to go :') Selanjutnya, kami mengunjungi makam papa yang terletak nggak jauh dari jalan raya. Sama seperti makam A' Hendri, makam papa juga dilapisi keramik warna biru. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mama dan papa selama mereka hidup, dan menempatkan mereka di tempat terbaik di sisi-Nya, khususnya mama.. Meski aku nggak pernah mengenalnya, aku yakin beliau adalah ibu yang hebat, bertahun-tahun berperan sebagai ibu sekaligus ayah untuk Mas, membesarkannya sendirian tanpa papa. Semoga surga menjadi ganjaran terbaik atas segala kesabaran dan kasih sayangnya pada Mas selama beliau hidup. Aamiin. Dan A' Hendri, Allah ambil dia di usia semuda itu, Allah pasti sayang banget sama dia. Jadi malaikat kecil pendamping mama di surga ya, A'. Aamiin yaa robbal alamiin :')

Setelah itu, aku sempat mampir sebentar ke rumah Mas untuk minum, ngobrol-ngobrol sebentar, dan sholat Dzuhur. Habis itu, baru deh Mas mengantarku ke rumah nenek.
"Makasih ya, udah tepatin janji", ucapku sebelum berlalu dari hadapannya.
"Janji apa?"
"Ngajakin ziarah ke makam mama" jawabku. Bahkan nggak hanya makam mama, tapi juga makam papa dan kakaknya. Aku merasa lebih lega sekarang. Lega karena keinginanku dulu sudah teralisasi. Aku nggak tau, setelah ini kapan lagi kami bisa meet up. Tentunya aku berharap ini bukan yang terakhir. Yang sehat-sehat ya, Mas..
  
Di rumah nenek, saudara-saudaraku sudah berkumpul, juga ibu dan adikku. Meski berkumpul, tapi tetap aja rasanya sepi. Om Ade dan keluarganya nggak pulang dari Karawang. Kami juga nggak pergi ke Kuningan untuk bersilaturahmi dengan keluarga besar nenek seperti tahun-tahun sebelumnya. Sedih banget. Padahal meski melelahkan (karena perjalanannya yang cukup jauh dan terkadang macet, ditambah jumlah keluarga yang biasa kami kunjungi lumayan banyak), tapi mengunjungi sanak saudara di Kuningan selalu berkesan setiap tahunnya. Aku dan sepupu-sepupu juga bisa bernostalgia dengan tempat-tempat yang menjadi saksi bisu masa kecil kami, menikmati sejuknya udara di kaki gunung Ciremai, dan pastinya hunting foto. Huhu..

Dan yang menyebalkan lagi, tahun ini nggak ada foto lebaran bareng keluarga dong. Pokoknya yang kami lakukan di rumah nenek hari ini cuma duduk, ngemil, nonton film di TV, godain Naura yang lagi lincah-lincahnya, dan makan bakso malang di pinggir jalan. Wkwk.. Bener-bener kayak bukan Idul Fitri deh. Satu-satunya hal yang aku syukuri pada lebaran tahun ini hanyalah nggak ada satupun pertanyaan menyebalkan yang aku dengar. Ya know like, "Kapan nikah?" atau "Mana pasangannya nih?" Yang kudengar justru doa-doa yang baik dari nenek dan bibi-bibiku. Well, I think memberi doa yang baik-baik itu jauh lebih baik dibanding menyinggung orang lain dengan pertanyaan-pertanyaan rese. Biasanya keluarga dari pihak bapak tuh yang sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan menyebalkan semacam itu, dan karena hari ini kami nggak mengunjungi mereka, pertanyaan-pertanyaan itu pun nggak ada. Sementara kurasa keluarga dari pihak ibuku ini lebih mengerti, setiap tahun nggak pernah tuh nanya-nanya kayak gitu, yang ada malah mendoakan. Huaaah.. I love you all.

Yah, that's all ceritaku hari ini. Atas nama pribadi, aku memohon maaf apabila selama ini ada kata-kata pada postinganku yang menyinggung perasaan Teman-Teman yang membaca. Buat Teman-Teman yang mengenalku, aku mohon maaf atas segala khilaf dan prasangka. Semoga kita masih diberi kesempatan bertemu Ramadhan dan Idul Fitri tahun depan, tentunya dengan situasi dan kondisi yang jauh lebih baik. Aamiin yaa robbal alamiin. 
Eid mubarak, Everyone. Have a blessed Eid 😊





1 komentar:

Yahya mengatakan...

Pertama kali ketemu putri pas cari artikel tentang profil one Ok rock,😜

Salam dari Randublatung (Btw, kalo nggak tau Randublatung, cek aja di map, pasti ketemu 🤣

Keep posting 👍

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;