Jumat, 15 Oktober 2021 0 komentar

Pertama Kali USG 4D

Siapa sih orangtua yang nggak penasaran, akan mirip siapa anaknya kelak? Nggak heran kalo di jaman modern ini, banyak aplikasi yang menawarkan fitur memprediksi wajah bayi. Cukup dengan mengunggah foto kita dan pasangan, lalu VOILA! Hasil analisa dan prediksi wajah bayi kita pun akan muncul di layar.

Namun bagaimanapun, aplikasi seperti itu ditujukan hanya untuk seru-seruan semata, karena seperti yang kita tau, kemiripan wajah seseorang dipengaruhi oleh gen kedua orangtuanya dengan perhitungan yang sangat rumit. Ada yang gen ibunya lebih dominan sehingga si anak cenderung mirip ibunya, namun ada juga yang sebaliknya.

Masku pernah iseng menggunakan aplikasi serupa untuk memprediksi bagaimana wajah anak kami kelak. Dan terbukti, meski bentuk bibirnya mirip bibir Mas dan matanya mirip mataku, namun hasil prediksi wajah anak yang ditampilkan pada aplikasi tersebut jauh lebih terlihat seperti anak blasteran Asia Timur dan Western ketimbang anak keturunan kami. Wkwkwk.

Sore ini, untuk pertama kalinya aku mendapatkan kesempatan untuk melakukan pemeriksaan USG 4D secara gratis dari dr. Wildan. Well, jadi ceritanya dokter kandungan kesayangan kami ini baru saja meresmikan tempat prakteknya yang mulai beroperasi pada hari Selasa lalu. Dan dalam rangka grand opening ini, beliau memberikan free biaya USG 4D bagi 20 orang setiap harinya selama satu minggu.

Mengetahui hal itu, tentunya aku dan Mas sangat antusias. Seperti calon orangtua pada umumnya, kami tentunya penasaran dengan wajah anak kami dan bagaimana kondisi fisiknya secara lebih jelas. Awalnya kami berencana melakukan pemeriksaan USG 4D saat usia kandunganku memasuki bulan ketujuh. Namun karena adanya pemeriksaan USG 4D gratis di minggu ini, kami tentunya nggak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.

Akhirnya, pada hari Senin, aku memutuskan untuk mendaftar melalui pesan WhatsApp. Yup, satu hari sebelum tempat praktek tersebut beroperasi. Setelah menunggu balasan dari staf dr. Wildan dengan was-was, aku kebagian jadwal periksa di hari Jumat ini. It meaaaaans, yang mendaftar tentunya sudah banyak banget. Huhu.. Untung masih kebagian 😂

Singkat cerita, aku dan Mas meminta ijin ke atasan kami masing-masing untuk pulang satu jam lebih awal dari berakhirnya jam kerja, yakni jam empat sore. Meski praktek dokter baru dimulai pukul lima, namun dengan datang lebih awal, kami berharap mendapat nomor antrian paling awal pula. Sesampainya di sana, rupanya sudah ada beberapa pasien yang duduk di ruang tunggu. Luar biasa memang antusiasme para pasien dr. Wildan ini. Wkwk

Pertama-tama, aku dipersilahkan untuk mendaftar ulang. Kemudian dua orang staf dr. Wildan yang bertugas di bagian pendaftaran itu menimbang berat badanku, memeriksa tekanan darahku, dan menanyakan keluhan yang kurasakan. Setelah itu, aku dipersilahkan untuk menunggu.

Aku mendapat nomor antrian ke-6. Giliranku bertepatan dengan masuknya waktu Magrib. Dokter Wildan meminta ijin sejenak untuk sholat Magrib dulu. Kurang dari sepuluh menit kemudian, beliau kembali ke Ruang Dokter dan melanjutkan prakteknya. 

Ruang praktek dr. Wildan nyaman sekali. Ruangannya cukup luas. Di sana ada dua sofa panjang, meja dokter, ranjang pasien, dan dua layar LED; yang satu menghadap ke arah sofa, yang satu lagi menghadap ke ranjang pasien. Dengan begitu, baik pasien ataupun pendampingnya bisa melihat gambar hasil pemindaian rahim dengan nyaman di tempatnya (nggak perlu nengok-nengokin kepala lagi).

Setelah menanyakan perihal keluhan-keluhan yang kurasakan, pemeriksaan USG pun dimulai. Jantungku berdebar-debar. Ah, sebentar lagi aku akan mengetahui seperti apa rupa bayiku. Namun ternyata, nggak mudah mencari wajah janin dengan angle yang pas. Tapi syukurlah, Si Dede nggak menutupi wajahnya, sehingga kami bisa menerka-nerka, akan mirip siapa ia nantinya. Hmm.. kalo melihat bentuk hidung, sepertinya hidungnya mirip dengan hidungku. Tapi secara keseluruhan, ia tampak mirip Mas waktu kecil dulu. Tapi kalo dilihat-lihat, ia juga tampak mirip dengan anaknya A Yogi, teman Mas. Nah lho? Wkwkwk..

Aah rasanya gemas melihat Si Dede yang aktif bergerak di dalam sana. Terkadang kepalanya menengadah, kadang bibirnya tampak tersenyum, bahkan ia sempat 'meledek' dokter. Posisinya menyamping, sehingga wajahnya kurang terlihat jelas. Saat dr. Wildan berkata, "Dek, ayo hadap sini", Si Dede tampak membuka mulutnya seperti tertawa, tapi tetap enggan berbalik 😂

Well, alhamdulillah, hasil pemeriksaan kandunganku baik. Hanya aja, tekanan darahku sangat rendah. Mungkin itulah yang menyebabkan aku pingsan di kantor kemarin. Oleh karena itu, dokter menyarankanku untuk bed rest selama dua hari di rumah. Ia membuatkanku surat agar perusahaan memberiku ijin untuk nggak ngantor. 

Setelah pemeriksaan, aku dan Mas ke luar dari ruang dokter dengan rasa cukup puas. Kami hanya diminta untuk membayar biaya administrasi sebesar sepuluh ribu rupiah, dan kami pun pulang dengan membawa satu lembar foto hasil pemindaian USG 4D tadi dan sebungkus kue donat. Hehe..

Keren memang dokter satu ini. Dengan biaya pemeriksaan yang hampir gratis pun, beliau tetap memberikan pelayanan yang sangat baik. Kalo begini kan, kami jadi enggan move on ke dokter lain :')

Rabu, 13 Oktober 2021 2 komentar

Fainted

Kata orang-orang, trimester kedua adalah fase paling nyaman dalam kehamilan, namun sepertinya hal ini nggak berlaku buatku. Pada trimester pertama, aku hanya merasakan mual saat mencium aroma-aroma tertentu. Namun menginjak trimester kedua, semakin banyak keluhan yang kurasakan. Migrain semakin sering muncul, punggung mulai terasa nyeri, sakit gigi seringkali menyerang. Aku yang berharap bisa menaikkan berat badanku justru masih kesulitan makan karena rasa nyeri yang luar biasa. Padahal rasanya aku pingin banget makan ini itu, terlebih martabak cokelat keju yang sudah cukup lama aku idam-idamkan. Tapi aku nggak mau mengambil resiko dengan nekat membeli dan memakannya. Kapok, karena pernah waktu itu aku kepingin banget makan kue cubit. Suatu hari, Mas membelikannya untukku dan aku memakannya dengan sukacita. Namun hanya dalam hitungan menit, sakit gigiku kambuh, dan aku nggak bisa tidur semalaman.

Selain itu, belakangan ini terkadang aku merasakan tiba-tiba badanku lemas dan pandangan mataku berkunang-kunang. Aku pernah menanyakan hal ini pada bidan Puskesmas, juga pada dokter kandunganku mengenai ada atau enggaknya masalah pada kandunganku. Namun keduanya sama-sama menyatakan bahwa kandunganku baik-baik aja. Tekanan darah dan kadar hemoglobinku pun juga normal. Aku rasa sepertinya hal ini berhubungan dengan sakit gigi atau migrain yang kurasakan, entahlah. Pasalnya, hal ini selalu aku rasakan ketika sakit gigi dan migrain tengah menyerang.

Pernah waktu itu aku diserang sakit gigi semalaman. Pagi harinya, sakit gigi itu mereda. Meski masih sedikit merasakan nyeri di gigi dan kepala sebelah kiri, aku memaksakan untuk tetap ngantor, karena aku rasa nyerinya sudah nggak begitu mengganggu. Namun di tengah perjalanan, tiba-tiba aku merasakan energiku seperti tersedot dengan cepat. Badanku tiba-tiba melemas dan sekitarku seakan berputar. Aku yang saat itu dibonceng Mas bahkan kehilangan kekuatan hanya untuk sekedar berpegangan pada pinggang Mas. Tubuhku dengan pasrah bersandar di punggungnya. Untungnya aku nggak sampai hilang kesadaran. Hal itu nggak hanya terjadi satu kali, melainkan beberapa kali dalam beberapa hari belakangan ini. Tapi sejauh ini, hal itu sama sekali nggak menghalangiku untuk tetap beraktifitas.

Sampai akhirnya pada hari ini, hal itu terjadi lagi. Namun kali ini lebih parah. Seumur hidup, baru kali ini aku merasakan yang namanya pingsan. Astaga.
Well, hal ini bermula ketika malam tadi, sakit gigiku kambuh. Paginya, gigiku masih terasa nyeri, namun seperti biasa, aku memaksakan untuk ngantor meski Mas sudah memperingatkanku untuk istirahat dulu.

Waktu itu sekitar pukul setengah sepuluh, aku tengah duduk di belakang meja kerjaku. Aku baru aja membalas pesan WhatsApp Mas ketika tiba-tiba aku merasakan perutku mual dan mulas di waktu yang bersamaan disusul dengan rasa pusing yang teramat sangat. Aku memejamkan mata dan menutup wajahku dengan kedua tangan, berharap bisa mengusir rasa pusing itu. Namun rasa mual dan mulas yang semakin menjadi mendorongku bangkit untuk pergi ke toilet. Ketika membuka pintu ruangan, aku merasa sekelilingku berputar, aku berhenti sejenak, kemudian berjalan meski dengan terhuyung-huyung. Di depan ruanganku, aku berpapasan dengan Bu Yeyen.
"Mau kemana, Nok?" tanyanya. 'Nok' dalam bahasa Cirebon itu sama seperti panggilan 'Neng' dalam bahasa Sunda atau 'Nduk' dalam bahasa Jawa.
"Mau ke toilet, Bu", jawabku dengan lemas. Karena pusing yang semakin menjadi, kusandarkan kepalaku di bahunya.
"Kenapa? Pusing tah?" tanyanya lagi sambil merengkuh bahuku.
"Iya, Bu. Kayak berkunang-kunang gitu".

Setelah itu, aku merasa badanku meringan dan semuanya gelap. Aku bisa mendengar orang-orang di sekitarku berteriak, berkerumun, dan memanggil-manggil namaku.
"Putri, Putri.. Astaghfirulloh sadar, Nok. Putri.." panggil seorang wanita di sebelah kananku. Aku bisa mengenalinya. Itu suara Bu Mila. Juga teriakan seseorang yang meminta tolong untuk menelepon suamiku. Ada yang menyarankanku untuk dibawa ke Puskesmas. Ramai sekali. Namun entah kenapa aku nggak bisa membuka mataku, ataupun berkata-kata. 

Aku baru bisa membuka mataku ketika aku dibaringkan di sebuah sofa di showroom. Ada Bu Yeyen, Bu Mila, Pak Kusnama, Bu Lia, Bu Hani, Mas Febri, dan Inggit, juga Pak Wirja, Isnaeni, dan Bu Nur yang memijit-mijit kakiku. Jilbabku berantakan, bajuku basah dengan keringat dingin, dan hidungku bau minyak angin.
"Kenapa, Sayang?" tanya Bu Hani.
"Nggak tau, Bu", jawabku. Bu Lia menyodorkan teh manis hangat yang kusesap sedikit demi sedikit. Bu Yeyen menceritakan kronologi kejadian sebelumnya, ketika aku bilang bahwa ingin ke toilet, kemudian memeluknya karena pusing, dan akhirnya hilang kesadaran.

Sedangkan Bu Mila menceritakan betapa paniknya ia, karena mengira aku kesurupan. Wkwkwk. Menurut penuturannya, ketika pingsan tadi, wajahku benar-benar pucat seperti nggak dialiri darah. Ia juga sempat menekan jempolku, namun aku nggak merespon.

Kemudian setelah itu, mereka menyarankanku untuk membawa gunting kuku, pisau kecil, atau peniti yang disematkan di bajuku.
“Tau sendiri kan, Nok, penunggu di sini kayak gimana”.
Well, menurut kepercayaan masyarakat Jawa, benda-benda tajam itu bisa menangkal gangguan jin ataupun makhluk jahat, karena konon katanya ibu hamil itu ‘wangi’. Sebenarnya aku sudah tau dan sudah nggak heran dengan kepercayaan itu, karena memang nggak sedikit orang-orang di sekitarku yang menerapkannya. Namun karena aku nggak mempercayai hal itu (dan tau bahwa hal itu pun bertentangan dengan agamaku), aku nggak pernah menerapkannya. Aku percaya bahwa Tuhan adalah sebaik-baiknya pelindung.

Pak Teguh, atasanku menawarkan diri untuk mengantarku ke dokter atau pulang ke rumah, namun aku menolak. Aku memutuskan untuk menyelesaikan dulu laporan harianku, lalu pulang menjelang jam istirahat dengan dijemput Mas. Yup, benar sekali. Sampai di rumah, Mas ngomel-ngomel karena aku nggak menurutinya untuk istirahat di rumah. Wkwk. Maaf ya, Mas.

Ya Allah, jangan lagi-lagi pleeease. Apalagi sampai pingsan di kantor seperti itu. Malu banget, astaga, menyusahkan orang-orang dan membuat orang lain khawatir. Rencananya lusa nanti aku dan Mas akan memeriksakan kembali kandunganku pada Dokter Wildan. Semoga kondisi aku dan bayiku baik-baik aja.

Total Tayangan Halaman

 
;