Rabu, 13 Oktober 2021

Fainted

Kata orang-orang, trimester kedua adalah fase paling nyaman dalam kehamilan, namun sepertinya hal ini nggak berlaku buatku. Pada trimester pertama, aku hanya merasakan mual saat mencium aroma-aroma tertentu. Namun menginjak trimester kedua, semakin banyak keluhan yang kurasakan. Migrain semakin sering muncul, punggung mulai terasa nyeri, sakit gigi seringkali menyerang. Aku yang berharap bisa menaikkan berat badanku justru masih kesulitan makan karena rasa nyeri yang luar biasa. Padahal rasanya aku pingin banget makan ini itu, terlebih martabak cokelat keju yang sudah cukup lama aku idam-idamkan. Tapi aku nggak mau mengambil resiko dengan nekat membeli dan memakannya. Kapok, karena pernah waktu itu aku kepingin banget makan kue cubit. Suatu hari, Mas membelikannya untukku dan aku memakannya dengan sukacita. Namun hanya dalam hitungan menit, sakit gigiku kambuh, dan aku nggak bisa tidur semalaman.

Selain itu, belakangan ini terkadang aku merasakan tiba-tiba badanku lemas dan pandangan mataku berkunang-kunang. Aku pernah menanyakan hal ini pada bidan Puskesmas, juga pada dokter kandunganku mengenai ada atau enggaknya masalah pada kandunganku. Namun keduanya sama-sama menyatakan bahwa kandunganku baik-baik aja. Tekanan darah dan kadar hemoglobinku pun juga normal. Aku rasa sepertinya hal ini berhubungan dengan sakit gigi atau migrain yang kurasakan, entahlah. Pasalnya, hal ini selalu aku rasakan ketika sakit gigi dan migrain tengah menyerang.

Pernah waktu itu aku diserang sakit gigi semalaman. Pagi harinya, sakit gigi itu mereda. Meski masih sedikit merasakan nyeri di gigi dan kepala sebelah kiri, aku memaksakan untuk tetap ngantor, karena aku rasa nyerinya sudah nggak begitu mengganggu. Namun di tengah perjalanan, tiba-tiba aku merasakan energiku seperti tersedot dengan cepat. Badanku tiba-tiba melemas dan sekitarku seakan berputar. Aku yang saat itu dibonceng Mas bahkan kehilangan kekuatan hanya untuk sekedar berpegangan pada pinggang Mas. Tubuhku dengan pasrah bersandar di punggungnya. Untungnya aku nggak sampai hilang kesadaran. Hal itu nggak hanya terjadi satu kali, melainkan beberapa kali dalam beberapa hari belakangan ini. Tapi sejauh ini, hal itu sama sekali nggak menghalangiku untuk tetap beraktifitas.

Sampai akhirnya pada hari ini, hal itu terjadi lagi. Namun kali ini lebih parah. Seumur hidup, baru kali ini aku merasakan yang namanya pingsan. Astaga.
Well, hal ini bermula ketika malam tadi, sakit gigiku kambuh. Paginya, gigiku masih terasa nyeri, namun seperti biasa, aku memaksakan untuk ngantor meski Mas sudah memperingatkanku untuk istirahat dulu.

Waktu itu sekitar pukul setengah sepuluh, aku tengah duduk di belakang meja kerjaku. Aku baru aja membalas pesan WhatsApp Mas ketika tiba-tiba aku merasakan perutku mual dan mulas di waktu yang bersamaan disusul dengan rasa pusing yang teramat sangat. Aku memejamkan mata dan menutup wajahku dengan kedua tangan, berharap bisa mengusir rasa pusing itu. Namun rasa mual dan mulas yang semakin menjadi mendorongku bangkit untuk pergi ke toilet. Ketika membuka pintu ruangan, aku merasa sekelilingku berputar, aku berhenti sejenak, kemudian berjalan meski dengan terhuyung-huyung. Di depan ruanganku, aku berpapasan dengan Bu Yeyen.
"Mau kemana, Nok?" tanyanya. 'Nok' dalam bahasa Cirebon itu sama seperti panggilan 'Neng' dalam bahasa Sunda atau 'Nduk' dalam bahasa Jawa.
"Mau ke toilet, Bu", jawabku dengan lemas. Karena pusing yang semakin menjadi, kusandarkan kepalaku di bahunya.
"Kenapa? Pusing tah?" tanyanya lagi sambil merengkuh bahuku.
"Iya, Bu. Kayak berkunang-kunang gitu".

Setelah itu, aku merasa badanku meringan dan semuanya gelap. Aku bisa mendengar orang-orang di sekitarku berteriak, berkerumun, dan memanggil-manggil namaku.
"Putri, Putri.. Astaghfirulloh sadar, Nok. Putri.." panggil seorang wanita di sebelah kananku. Aku bisa mengenalinya. Itu suara Bu Mila. Juga teriakan seseorang yang meminta tolong untuk menelepon suamiku. Ada yang menyarankanku untuk dibawa ke Puskesmas. Ramai sekali. Namun entah kenapa aku nggak bisa membuka mataku, ataupun berkata-kata. 

Aku baru bisa membuka mataku ketika aku dibaringkan di sebuah sofa di showroom. Ada Bu Yeyen, Bu Mila, Pak Kusnama, Bu Lia, Bu Hani, Mas Febri, dan Inggit, juga Pak Wirja, Isnaeni, dan Bu Nur yang memijit-mijit kakiku. Jilbabku berantakan, bajuku basah dengan keringat dingin, dan hidungku bau minyak angin.
"Kenapa, Sayang?" tanya Bu Hani.
"Nggak tau, Bu", jawabku. Bu Lia menyodorkan teh manis hangat yang kusesap sedikit demi sedikit. Bu Yeyen menceritakan kronologi kejadian sebelumnya, ketika aku bilang bahwa ingin ke toilet, kemudian memeluknya karena pusing, dan akhirnya hilang kesadaran.

Sedangkan Bu Mila menceritakan betapa paniknya ia, karena mengira aku kesurupan. Wkwkwk. Menurut penuturannya, ketika pingsan tadi, wajahku benar-benar pucat seperti nggak dialiri darah. Ia juga sempat menekan jempolku, namun aku nggak merespon.

Kemudian setelah itu, mereka menyarankanku untuk membawa gunting kuku, pisau kecil, atau peniti yang disematkan di bajuku.
“Tau sendiri kan, Nok, penunggu di sini kayak gimana”.
Well, menurut kepercayaan masyarakat Jawa, benda-benda tajam itu bisa menangkal gangguan jin ataupun makhluk jahat, karena konon katanya ibu hamil itu ‘wangi’. Sebenarnya aku sudah tau dan sudah nggak heran dengan kepercayaan itu, karena memang nggak sedikit orang-orang di sekitarku yang menerapkannya. Namun karena aku nggak mempercayai hal itu (dan tau bahwa hal itu pun bertentangan dengan agamaku), aku nggak pernah menerapkannya. Aku percaya bahwa Tuhan adalah sebaik-baiknya pelindung.

Pak Teguh, atasanku menawarkan diri untuk mengantarku ke dokter atau pulang ke rumah, namun aku menolak. Aku memutuskan untuk menyelesaikan dulu laporan harianku, lalu pulang menjelang jam istirahat dengan dijemput Mas. Yup, benar sekali. Sampai di rumah, Mas ngomel-ngomel karena aku nggak menurutinya untuk istirahat di rumah. Wkwk. Maaf ya, Mas.

Ya Allah, jangan lagi-lagi pleeease. Apalagi sampai pingsan di kantor seperti itu. Malu banget, astaga, menyusahkan orang-orang dan membuat orang lain khawatir. Rencananya lusa nanti aku dan Mas akan memeriksakan kembali kandunganku pada Dokter Wildan. Semoga kondisi aku dan bayiku baik-baik aja.

2 komentar:

T I F A N N Y mengatakan...

Mau nangis kaget banget tapi pas baca bagian bu Mila ngira mama bayi kesurupan jd ketawa wkwkwk maafkan

Mudah mudahan diberikan kekuatan dan kesabaran selalu ya mama bayi. Semoga sehat, semua.

Btw klo papa bayi tidak kasih izin untuk berangkat ngantor dan kondisi badan tidak memungkinkan, lebih baik di rumah aja dlu. Hehe

Oh iya btw dulu pas hamil Bening aku mlh suka parno berlebihan perihal hal hal mistis. Misal klo lg main pulang kemaleman dan lewat jalan sepi atau pemakaman. Atau lewat jalan yang kanan kirinya hutan bambu. Soalnya mas emang suka nekat. Aku yg was was. Alhamdulillah gapapa. Tp Bening ini ky.a jd seneng bertualang. Diajak belanja bnyk orang rame ga suka. Giliran main di alam terbuka hijau hijau dia happy banget. :3

Putri Vidialesta mengatakan...

Wkwk.. Iya, Tif. Soalnya orang-orang di kantor (terlebih emak-emaknya) pada parno sama 'penunggu' sini. Banyak yang ngaku pernah atau sering diganggu gitu. Makanya pas aku pingsan (pertama kalinya, dan dalam keadaan hamil), jadi pada panik, ngira aku diganggu. Sampai hari ini lho, pada ngingetin aku jangan banyak ngelamun, ngingetin untuk dehem dulu kalo masuk toilet, ngingetin bawa pisau kecil, padahal yo aku gapapa 😂

BTW, kalo Bening ini hobi bertualang, aku nggak kaget sih. Wong ibunya & bapaknya juga suka alam terbuka kan. Hihi.. Aku yakin kelak kalian bakal jadi keluarga yang kompak karena punya kegemaran yang sama. Seru banget bayangin kalian nge-camp bareng gitu :3

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;