Jumat, 19 November 2021 0 komentar

Hello, 3rd Trimester

Time is running so fast yah. Rasanya baru kemarin aku membangunkan Mas, mengabarinya bahwa ia akan segera jadi bapak, tiba-tiba sekarang kandunganku sudah memasuki bulan-bulan terakhir. Tendangan-tendangan dari dalam yang semula kecil kini semakin kuat kurasakan. Entah apa yang dilakukan Si Kecil di dalam sana. Berlatih drum mungkin. Sepertinya ia ingin menjadi penerus papanya. Ah, aku yakin kelak ia akan lebih keren dari papanya. Wong sekecil ini aja kurasa dia sudah mampu melakukan double pedal. Wkwkwk.

Jum'at, 05 November lalu, aku dan keluarga mengadakan syukuran kecil-kecilan. Nggak ada acara khusus. Kami hanya membuat bubur lolos, rujak serut, dan nasi kotak untuk dibagikan kepada saudara, tetangga, dan teman-teman. Rasanya senang, pagi-pagi rumahku sudah ramai dengan kehadiran nenek, bibi, sepupu, dan keponakan-keponakanku. Hari itu aku ngobrol-ngobrol dengan sepupuku, Gege, seputar kehamilan dan persiapan melahirkan, juga bermain-main dengan Naura dan Shanum. Naura ini sebenarnya anak ayah banget. Kemana-mana selalu menempel dengan ayahnya. Tapi karena hari itu ayahnya nggak ikut, kami jadi lebih mudah mendekatinya. Aku juga senang melihat Naura yang cepat akrab dengan Mas, juga Shanum yang tenang berada di gendongan Mas. Ah, tampaknya Masku sudah lebih siap menjadi orangtua ketimbang aku. Ia tampak menikmati momen-momen bersama Shanum, menggendongnya, membawanya ke halaman rumah untuk melihat burung-burung peliharaan bapak. Sementara aku, menggendong anak kecil aja belum berani. Huhu..

Pekerjaan kami baru selesai sekitar jam setengah lima sore. Aku sempat cemas, khawatir semuanya baru selesai menjelang waktu Magrib, karena aku sudah berniat untuk membawa rujak dan bubur lolos itu ke kantor untuk dibagikan kepada rekan-rekanku. Ditambah lagi, motor Mas sempat dipinjam oleh teman ibu. Namun syukurlah, waktunya masih keburu. Aku menitipkan kardus berisi rujak dan bubur itu pada Inggit dan meminta tolong padanya untuk dibagikan kepada orang-orang di kantor.

Jum'at, 12 November, aku dan Mas kembali mengunjungi tempat praktek dr. Wildan untuk kembali melakukan USG. Kali ini, Mas janjian dengan dua orang temannya untuk memeriksakan kandungan istri mereka bersama-sama. Wkwkwk. Yah, dengan begitu, kami jadi nggak begitu bosan menunggu. Mas menunggu di luar bersama Mas Ipank dan A Yogi. Sementara aku bersama Teh Indri dan Teh Nike menunggu giliran untuk dipanggil ke ruang dokter. 

Hari itu hasil pemeriksaan kandunganku sedikit mengkhawatirkan. Tekanan darahku masih rendah, berat bayiku kurang 100 gram, dan posisinya melintang ☹️ Dokter menyarankanku untuk melakukan 'sujud anti sungsang' setiap lima kali sehari agar posisi kepala bayiku berputar ke bawah. Dokter juga menyuruhku untuk terus menanamkan sugesti positif dan membuang pikiran-pikiran negatif dalam hal apapun. Ah, semoga semuanya akan baik-baik aja sampai waktu persalinan nanti. Aamiin.

Saat di-USG, bayiku tampak malu-malu. Ia terus menutup wajahnya dengan tangan. Ia sempat menguap, kemudian menutup sebagian wajahnya lagi. Ya ampun, gemas sekali.

Oh ya, kami juga menerima kabar baik. Teh Indri hamil. Ya, setelah awal Maret tahun lalu ia mengalami keguguran dan selama lebih dari satu tahun menantikan testpack-nya menunjukkan dua garis, akhirnya hari itu ia kembali dinyatakan hamil. Alhamdulillah. Namun hari itu kandungannya masih sangat muda, yakni enam minggu, sehingga ketika di USG yang terlihat baru kantungnya. Dokter menyarankannya untuk kembali melakukan pemeriksaan dua minggu kemudian. Aku dan Mas tentunya mengharapkan yang terbaik untuk teman kami ini.

Hari Minggunya, aku dan Mas melihat-lihat perlengkapan bayi di salah satu toko khusus perlengkapan ibu dan bayi di kota kami. Banyak yang bilang murah, tapi rupanya ketika kami lihat-lihat kesana, harganya lumayan juga. Lumayan mahal, maksudnya 😂 Memang persoalan harga itu relatif sih ya. Selain itu, aku juga merasa kurang nyaman karena selama berbelanja harus diawasi staf toko. Well, aku bukan tipe orang yang nyaman dilihatin selama melakukan suatu kegiatan, makanya aku suka agak malas kalo belanja di tempat yang stafnya selalu stand by mendampingi calon konsumen. Alhasil, setelah membeli beberapa perlengkapan bayi, aku dan Mas pun langsung ke luar dari tempat itu tanpa tertarik untuk melihat-lihat perlengkapan lainnya. "Beli di online shop aja ya, Mas", kataku. Mas pun mengiyakan.

Hmm.. sepertinya aku harus berusaha untuk lebih berhemat dengan mendahulukan hal-hal yang dibutuhkan dahulu ketimbang hal-hal yang diinginkan. Selama ini aku masih suka jajan, padahal kami harus menabung untuk membeli keperluan bayi. Aku juga perlu mencatat perlengkapan bayi apa aja yang perlu kubeli dan nggak perlu kubeli, karena tentunya sepupuku memiliki beberapa perlengkapan bayi yang bisa dilungsurkan padaku. Sayang juga kalo sudah beli berbagai macam perlengkapan bayi, namun akhirnya malah nggak terpakai. Apalagi mengingat harganya yang nggak murah. Huhu.. Semoga Tuhan senantiasa melancarkan rejeki kami. Aamiin.

Kamis, 11 November 2021 0 komentar

SQUID GAME : Ketika Crazy Rich Gabut

Aku tau, aku bisa dibilang telat nonton serial ini. Squid Game pernah menjadi Trending Topic di Twitter pada bulan September lalu. Pengguna Instagram pun banyak yang memposting foto atau video yang berkaitan dengan serial ini. Namun ketika itu aku belum tertarik buat menontonnya. Aku baru merasa tertarik ketika Pak Dedi, salah satu rekanku di tempat kerja, dengan antusias menceritakan betapa serunya film ini. Saking antusiasnya, ia sampai membeberkan plot twist-nya. 

Kesal sih karena sudah ada yang spoiler begitu, tapi aku tetap tergoda untuk menonton serial Netflix dengan episode sebanyak 9 episode ini. 

Squid Game atau Permainan Cumi-Cumi sejatinya merupakan salah satu permainan tradisional anak-anak Korea. Permainan ini dinamakan Permainan Cumi-Cumi karena arena permainan ini terdiri dari gambar bentuk geometris yang berbeda di atas tanah yang secara keseluruhan berbentuk seperti cumi-cumi. Dalam permainan ini, peserta dibagi menjadi penjaga dan penyerang. Cara bermainnya yakni penyerang harus masuk ke arena dan berlari melewati berbagai pertahanan yang ada, kemudian menginjak area kecil yang disebut kepala cumi-cumi. Sementara penjaga harus berusaha menghalangi si penyerang dan mendorongnya ke luar arena. Yah mirip-mirip gobak sodor gitu deh. Namun dalam serial ini, Squid Game nggak sesederhana itu, karena Squid Game yang diceritakan dalam serial ini adalah serangkaian permainan bertahan hidup yang dimainkan oleh sekumpulan orang yang disatukan dalam permainan ini karena latar belakang masalah yang sama, yakni masalah finansial.

 
 
SPOLER ALERT! Aku akan menceritakan sebagian besar cerita dalam series ini. Jangan diteruskan kalo kamu belum pernah menonton film ini, atau ceritanya jadi nggak greget lagi.

Pemeran utama dalam serial ini adalah Seong Gi-hun, seorang pria yang hobi menghambur-hamburkan uang dengan berjudi. Kebiasaan buruknya ini tentunya berimbas pada keluarga dan kondisi finansialnya. Istrinya menceraikannya, ibunya sakit diabetes dan nggak mampu berobat, dan dirinya terlilit utang ratusan juta won.

Suatu malam di stasiun, Gi-hun dihampiri seorang pria asing yang menawarinya untuk bertaruh dalam permainan Ddakji. Ada dua kartu dalam permainan ini, yakni kartu merah dan kartu biru. Kedua pemain harus memilih satu warna, kemudian masing-masing pemain harus melempar kartu mereka ke lantai untuk membalikkan kartu lawannya. Apabila pemain tersebut gagal membalikkan kartu lawan, maka pemain tersebut akan mendapatkan hukuman. Pria asing tersebut bertaruh, apabila salah satu dari mereka gagal membalik kartu lawan, maka pemain yang gagal tersebut harus memberikan uang sebesar 10 ribu won kepada lawannya sebagai hukuman. Apesnya, Gi-hun terus-terusan gagal membalik kartu lawannya, dan karena ia nggak memiliki uang, ia harus merelakan pipinya ditampar berkali-kali sebagai ganti uang taruhan. Hingga akhirnya, di percobaan yang kesekian kalinya, Gi-hun berhasil membalik kartu lawannya dan mendapatkan uang sebesar 10 ribu won itu. Tanpa diduga kemudian, sang pria asing menawarkan kesempatan untuk memainkan lebih banyak permainan dengan taruhan yang jauh lebih tinggi. Pria tersebut memberikannya secarik kartu dengan logo berbentuk geometris dan nomor telepon di baliknya.


Singkat cerita, Gi-hun menerima tawaran pria asing tersebut. Ia menghubungi nomor telepon yang tertera pada kartu. Dari percakapan di telepon itu, Gi-hun diminta datang ke suatu tempat hingga ada sebuah mobil yang menjemputnya. Begitu masuk ke mobil, Gi-hun dibius, pingsan, dan terbangun di sebuah asrama bersama 455 orang lainnya. Mereka nggak saling mengetahui nama para pemain, kecuali nomor yang tertera di baju mereka. Di asrama itu, Gi-hun yang merupakan Pemain Nomor 456 berkenalan dengan Pemain Nomor 001, yakni seorang pria tua bernama Oh Il-nam yang menderita tumor otak dan demensia. Ia juga bertemu dengan teman masa kecilnya, Cho Sang-woo, dan seorang gadis bernama Kang Sae-byeok yang mencopet uang yang Gi-hun dapatkan dari taruhan pacuan kuda.



Sekelompok prajurit bertopeng dengan jumpsuit merah menjelaskan bahwa mereka yang dikumpulkan di sana adalah orang-orang yang memiliki masalah finansial yang parah. Jika mereka berhasil memenangkan enam permainan dalam enam hari, maka mereka berhak memenangkan hadiah uang sebesar 45,6 milyar won. Namun sebelum itu, setiap pemain terlebih dahulu harus menandatangani Formulir Persetujuan Pemain yang terdiri dari tiga pasal : 1. Pemain tidak diperbolehkan berhenti bermain 2. Pemain yang menolak bermain akan dieliminasi 3. Permainan dapat dihentikan apabila mayoritas setuju. Setelah itu, permainan pun dimulai. Oh ya, seluruh kegiatan yang dilaksanakan di tempat itu diawasi oleh sesosok pria bertopeng hitam yang disebut Front Man.

https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/front-man-dan-penjaga-dalam-squid-game.jpg

Permainan pertama adalah Lampu Merah, Lampu Hijau.  Seluruh pemain dikumpulkan di sebuah lapangan dimana terdapat sebuah robot besar yang bertugas sebagai 'Penjaga'. Para pemain harus berjalan maju dan boleh bergerak selama Penjaga mengucapkan 'mogunghwa kkoci pieot seumnida'. Di luar itu, mereka harus diam mematung. Jika ada pergerakan yang terdeteksi, maka pemain akan dieliminasi. Sebaliknya, mereka yang nggak tertangkap dan mampu mencapai garis akhir dalam lima menit, maka mereka lolos dalam permainan ini. Terdengar mudah, memang. Ya, nggak ada satupun yang mengira bahwa yang dimaksud 'dieliminasi' dalam permainan ini adalah ditembak mati. Kepanikan mulai terjadi ketika satu-dua korban jatuh. Suasana menjadi sangat kacau ketika para pemain berlarian berusaha menyelamatkan diri, namun sia-sia karena gerakan mereka otomatis terdeteksi dan sebagian besar dari para pemain harus meregang nyawa. Berkat bantuan Sang-woo dan Pemain Nomor 199, Gi-hun berhasil lolos dari permainan babak pertama ini. 

Lebih dari setengah pemain terbunuh di babak pertama. Sebagian dari mereka yang selamat pun menuntut untuk dibebaskan. Maka dengan mengacu pada pasal ketiga yang terdapat pada Formulir Persetujuan Pemain, mereka pun melakukan voting. Sebagian besar dari mereka menginginkan untuk membatalkan permainan. Tuntutan mereka pun dikabulkan. Mereka berhasil pulang ke rumah masing-masing meski tanpa membawa hadiah apapun. 

Tapiiii rupanya para komplotan misterius itu nggak menyerah sampai disitu. Mereka kembali menyebarkan undangan permainan. Rencana mereka pun berhasil. Sebagian besar dari para pemain yang semula menuntut untuk membatalkan permainan justru kembali bergabung karena putus asa. Bagi mereka, kehidupan mereka di luar pun nggak jauh lebih baik. Begitu juga yang terjadi pada Gi-hun. Dirinya terlanjur menandatangani surat penyerahan organ tubuh kepada rentenir yang diutanginya, ia terancam terasing dari anak kandungnya sendiri, ditambah lagi penyakit ibunya yang semakin parah hingga kakinya terancam diamputasi. Gi-hun memutuskan kembali bermain. Baginya seenggaknya di sana ada harapan, daripada mati sia-sia di tangan rentenir. 

Di asrama, Gi-hun membentuk sebuah tim. Ada Sang-woo, teman masa kecilnya yang cerdas; Ali Abdul, Pemain Nomor 199 yang menyelamatkannya di permainan babak pertama; dan Il-nam, pria tua yang menjadi Pemain Nomor 001. Namun, di episode ke-3, aku mulai menyadari bahwa Sang-woo ini licik. Pada permainan Gulali dimana para pemain harus memotong permen dalgona sesuai bentuk yang mereka pilih sebelumnya, sebetulnya Sang-woo mengenali permainan itu, namun ia nggak memberitahukan hal itu pada rekan-rekan satu timnya. Ia memilih bentuk segitiga, yakni bentuk termudah di antara bentuk lainnya, dan membiarkan rekan-rekan timnya memilih bentuk yang lebih sulit.

https://lookingglass.montroseschool.org/wp-content/uploads/Dalgona-candy-article.png

Anyway, aku paling suka episode ke-6, karena episode ini yang menurutku paling emosional dimana para pemain menunjukkan sifat aslinya masing-masing. Kawan bisa jadi lawan. Di sisi lain, seseorang yang tampak nggak peduli justru menjadi penyelamatmu. 

Di episode ini, para pemain dipersilahkan memilih pasangan bermain untuk permainan keempat. Mereka yang berpikir bahwa permainan selanjutnya ini membutuhkan kerjasama tim pun memilih pasangan yang sekiranya akan menguntungkan. Mereka enggan memilih pasangan yang tampak lemah. Sang-woo menunjuk Ali sebagai pasangan bermainnya. Ia berpikir bahwa kercerdasan dirinya dan kekuatan tubuh Ali akan sangat menguntungkan mereka. Sementara Gi-hun yang awalnya ingin mengajak Sang-woo akhirnya memilih berpasangan dengan Il-nam, itu pun karena kasihan, khawatir si kakek tua ini nggak dapat pasangan dan akhirnya tereliminasi. 

https://asset.kompas.com/crops/zg2VfAxXiUGp05NTe0OtgcBJ9ks=/54x0:831x518/750x500/data/photo/2021/09/28/6152770640437.png

Namun rupanya dugaan mereka meleset. Alih-alih bermain sebagai tim, mereka justru harus bermain sebagai lawan dari pasangannya. Permainan yang akan mereka mainkan adalah kelereng. Mereka bebas menentukan bagaimana cara mereka memainkannya. Bisa dengan menebak jumlah kelereng di tangan adalah ganjil atau genap, memasukkan kelereng ke dalam lubang di tanah, melemparnya hingga mendekati dinding, dan cara-cara lainnya. Intinya, pemain yang berhasil memiliki seluruh kelereng milik lawannya, maka ia otomatis lolos dari babak ini. Sementara pemain yang kalah, tentu aja harus menerima headshot dari para prajurit Squid Game. 

Dalam permainan ini, semakin jelas kelicikan Sang-woo. Seharusnya Ali bisa menang darinya. Namun Sang-woo berusaha memanipulasi Ali, ditambah mengungkit-ngungkit kebaikan dirinya hingga Ali yang polos merasa berhutang budi dan nggak enak hati. Ia terlalu percaya pada Sang-woo yang ia anggap begitu baik, hingga ia nggak menyadari bahwa kantung kelerengnya diisi kerikil dan seluruh kelereng miliknya direbut oleh Sang-woo. Dan yah, bisa ditebak lah ya, apa yang terjadi selanjutnya.

Bagaimana dengan Gi-hun? Disini agak aneh sih, karena Gi-hun yang dari awal kita kenal baik pada orang lain dan gampang kasihan, justru tega memanfaatkan kekurangan lawannya. Mengetahui Il-nam menderita demensia, Gi-hun dapat dengan mudahnya memanipulasi pria tua itu. Hmm, mungkin dia berpikir bahwa dirinya lebih butuh hadiah uang itu kali ya karena toh pria tua itu pun bakal segera mati karena tumor otaknya. Menjelang akhir permainan, Il-nam sebenarnya menyadari bahwa Gi-hun sudah memanipulasinya. Tapi ia nggak marah. Ia memasukkan kelereng terakhirnya ke dalam genggaman Gi-hun seraya berkata, "Ini milikmu. Kita adalah gganbu, kau lupa? Kita sudah berjanji untuk menjadi gganbu bagi satu sama lain. Dan ketika menjadi gganbu, kita berbagi segalanya. Terima kasih. Berkat kau, aku bisa bersenang-senang". Menyentuh banget. Iya. But watch until the end of the series deh.

https://img-9gag-fun.9cache.com/photo/aAbW28d_460s.jpg

Dan yaaaaang paling menyesakkan adalah pasangan Sae-byeok dan Ji-yeong. Berbeda dengan para pemain lain yang langsung bermain ketika permainan dimulai, mereka justru menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk berbincang-bincang mengenai kehidupan masing-masing dan memutuskan untuk bermain di tiga menit terakhir. Awalnya mereka nggak saling kenal. Mereka memutuskan berpasangan karena sama-sama merasa bahwa nggak ada satupun pemain yang ingin berpasangan dengan mereka. Namun selama 27 menit perbincangan mereka, mereka mampu membentuk pertemanan singkat yang menyentuh. Di sini, mereka saling menceritakan kisah kelam masing-masing, juga apa yang akan mereka lakukan jika berhasil memenangkan hadiah uang dari Squid Game.
"Setelah kita keluar dari sini, aku akan mengajarkanmu bagaimana cara menghabiskan uang di Korea Selatan", kata Ji-yeong dengan berapi-api. "Mau ke Pulau Jeju bersama?" Tapi sedetik setelah mengucapkannya, ia sadar bahwa mereka nggak bisa keluar bersama dari permainan.

https://m.media-amazon.com/images/M/MV5BYTM4MWMyYzgtMzU2NC00YTYxLWIyZWMtY2ExZDA3OTU1N2MxXkEyXkFqcGdeQXVyMzQwMDU3NDA@._V1_.jpg

Di tiga menit terakhir permainan, sesuai perjanjian, Sae-byeok dan Ji-yeong pun mulai bermain. Aturan bermainnya sangat sederhana, siapapun yang berhasil melempar kelereng paling dekat dengan dinding, maka ia adalah pemenangnya. Sae-byeok mendapat kesempatan pertama untuk melempar kelereng, sementara Ji-yeong mendapat kesempatan setelahnya. Namun alih-alih melempar kelereng, Ji-yeong justru sengaja menjatuhkan kelerengnya. Ia sadar bahwa dirinya yang sebatangkara nggak memiliki apapun lagi untuk diperjuangkan. Ia membiarkan Sae-byeok memenangkan permainan itu.
"Aku tak punya apapun. Kau punya alasan untuk ke luar dari sini, tapi aku tak punya. Sejak kau bertanya, aku terus memikirkan apa yang akan aku lakukan setelah ke luar dari sini. Meski kocoba memikirkannya, tak terpikir sama sekali. Orang yang memiliki alasan yang harus ke luar, seharusnya begitu. Kau harus meninggalkan tempat ini hidup-hidup, lalu bertemu ibumu, menjemput adikmu, dan pergi ke Pulau Jeju." Sumpah sih, ini heartbreaking banget :')
"Terima kasih sudah bermain bersamaku", ucap Ji-yeong sebelum timah panas menembus kepalanya. 

https://styleheavens.com/wp-content/uploads/2021/10/SQUID-GAME-DEATHS-FORESHADOW.jpg

Setelah permainan kelereng ini, banyak di antara para pemain yang merasa depresi atas kehilangan rekannya. Salah satunya adalah seorang pemain yang akhirnya memutuskan untuk gantung diri karena pasangan bermainnya dalam permainan kelereng adalah istrinya sendiri.

Singkat cerita, permainan kelima—Pijakan Kaca—menyisakan tiga orang pemain, yakni Gi-hun, Sang-woo, dan Sae-byeok. Namun di akhir babak ini, pinggang kiri Sae-byeok terluka parah akibat tertusuk pecahan kaca. Hal ini membuat dirinya begitu lemah di malam menjelang permainan babak terakhir. Gi-hun yang mengkhawatirkan kondisi Sae-byeok menghampirinya dan mengajak Sae-byeok untuk bersekutu melawan Sang-woo. Alih-alih mengiyakan, Sae-byeok justru meminta Gi-hun berjanji, bahwa siapapun di antara mereka yang berhasil memenangkan Squid Game harus menjaga keluarga dari yang gugur. Sebenarnya Gi-hun berniat untuk membunuh Sang-woo malam itu juga, namun niatnya itu dihentikan oleh Sae-byeok, karena menurutnya Gi-hun bukanlah seorang pembunuh yang tega melakukan hal itu. Sementara itu, luka di pinggang Sae-byeok semakin parah. Gi-hun yang melihat Sae-byeok sekarat pun panik dan menggedor-gedor pintu asrama untuk meminta bantuan. Pintu pun terbuka. Para Prajurit datang, namun bukan untuk memberi bantuan, melainkan membawa peti mati untuk jasad Sae-byeok. Malam itu, Sae-byeok akhirnya gugur, bukan karena lukanya, melainkan ditikam oleh Sang-woo.

Babak terakhir Squid Game menyisakan Gi-hun dan Sang-woo, dua orang yang berteman sejak kecil, namun akhirnya harus saling membunuh. Dalam pertarungan terakhir itu, Gi-hun berhasil melumpuhkan Sang-woo, namun enggan membunuhnya. Ia justru mengajak Sang-woo untuk membatalkan permainan. Namun Sang-woo malah menikam lehernya sendiri. Sebelum gugur, ia meminta Gi-hun untuk menjaga ibunya.

Gi-hun yang berhasil memenangkan Squid Game pun dikembalikan ke Seoul dengan membawa kartu ATM yang berfungsi untuk mengakses hadiah uang yang ia dapatkan. Namun sayang, sekembalinya ia ke rumah, ia mendapati ibunya telah meninggal.

Satu tahun lamanya, Gi-hun hidup dalam rasa trauma. Ia bahkan nggak menyentuh hadiah uang yang ia dapatkan dari Squid Game. Suatu hari, ia menerima sebuah undangan tanpa nama. Si pengirim undangan hanya menyebutkan bahwa dirinya adalah gganbu Gi-hun. Undangan itu mengantarkan Gi-hun pada sebuah apartemen mewah. Di sebuah kamar, sesosok pria tua terbaring. Betapa kagetnya Gi-hun ketika mengenali siapa pria tua itu. Iya, Oh Il-nam, kakek yang menjadi pasangan bermainnya dalam permainan kelereng.

Dari sinilah kebenaran terkuak, bahwa Oh Il-nam adalah dalang dari seluruh kegilaan Squid Game. Il-nam mengungkapkan bahwa dirinya menciptakan Squid Game sebagai sarana untuk menghibur diri sendiri dan orang-orang superkaya yang bosan karena terlalu banyak uang. WTF! Memang kamvret ini aki-aki gabut 😂

https://releasedate.news/wp-content/uploads/2021/09/Squid-Game-Season-1-Why-did-Oh-Il-Nam-create.jpg

Malam itu, Oh Il-nam meninggal dunia karena tumor otaknya. Setelah malam itu, Gi-hun merombak penampilannya, kemudian menjemput adik Sae-byeok dari panti asuhan dan menyerahkannya pada ibu Sang-woo untuk dirawat. Sebelum pergi, Gi-hun meninggalkan koper berisi sebagian uang yang ia dapatkan dari Squid Game.

Gi-hun pergi ke bandara untuk berhubungan kembali dengan putrinya di Amerika. Di sana, ia melihat pria asing yang dulu pernah mengajaknya untuk bergabung dengan Squid Game tengah bertaruh dalam permainan Ddakji dengan seorang pria lainnya. Setelah pria itu mendapatkan kartu undangan Squid Game, Gi-hun menghampiri pria itu dan merebut kartu itu darinya. Sebelum naik ke pesawat, Gi-hun menghubungi nomor yang tertera pada kartu itu dan memaksa si penerima telepon untuk memberitahunya tentang siapa yang kembali menjalankan Squid Game (karena Oh Il-nam kan sudah mati, harusnya permainannya sudah nggak ada lagi). Alih-alih menjawab, si penerima telepon malah meminta Gi-hun untuk segera naik ke pesawat, namun Gi-hun memilih untuk memutus sambungan telepon dan kembali ke bandara.

***

Seriouslyyy.. serial ini tuh seru dan membekas banget. Saking serunya, sembilan episode mampu aku habiskan dalam waktu dua hari. Menariknya lagi, serial ini memperkenalkan kita pada permainan tradisional anak-anak Korea yang ternyata nggak jauh berbeda dengan permainan tradisional kita.

Hanya aja, ada beberapa hal dalam serial ini yang mengganjal buatku. Aku heran, kenapa selama satu tahun setelah Gi-hun memenangkan Squid Game, ia nggak pernah memakai sepeser pun hadiah uangnya? Dan ia tetap hidup, meski dirinya tampak nggak terurus. Padahal di episode pertama diceritakan bahwa Gi-hun ini dikejar-kejar rentenir dan dipaksa menyerahkan organ tubuhnya apabila dirinya nggak mampu melunasi utang-utangnya. Kira-kira kemana rentenir yang kemarin mengejar-ngejar dia yah? 😅 Selama itu pula, ia nggak segera menepati janjinya untuk menjemput adik Sae-byeok dari panti asuhan dan menjaga ibunda Sang-woo. Padahal adik Sae-byeok sudah begitu depresi karena kakaknya hilang tanpa kabar.

Selain itu, aku juga menyayangkan detektif muda yang mati sia-sia setelah selama beberapa hari dirinya menjadi penyusup dan menyamar menjadi prajurit Squid Game demi mengungkap kebenaran tentang siapa dalang di balik permainan-permainan itu. Well, kalo aja detektif itu berhasil, Squid Game sepertinya nggak akan berlanjut setelah Il-nam, si kakek tua gabut itu meninggal. Aku kira sepertinya bakal ada Squid Game Season 2 sih. Mungkin Gi-hun akan menjadi the next Front Man di Squid Game berikutnya, who knows kan? Seperti halnya Haymitch dalam film Hunger Games yang menjadi mentor peserta karena pernah menjadi pemenang dalam Hunger Games sebelumnya. Entahlah, we will see :)

Total Tayangan Halaman

 
;