Senin, 13 Mei 2024

SIKSA NERAKA

Malam tadi, aku menonton sebuah film di Netflix yang sebenarnya sih film ini nggak ada dalam daftar film yang mau aku tonton. Film-film yang ada di wishlist-ku semuanya adalah film western dan asia yang harus ditonton sambil membaca subtitle. Tapi karena saat itu aku hanya butuh hiburan yang seru dan tetap bisa kunikmati sambil melipat pakaian dan mengawasi Fathian bermain, akhirnya aku memutuskan buat nonton film horor Indonesia. Saat itu aku nggak cuma berdua dengan Fathian, ada ibu dan Hardi juga yang sedang ngadem di kamarku. Sedangkan Mas Agus seperti biasa dengan jadwal rutinnya, manggung di cafe sampai menjelang tengah malam.

SIKSA NERAKA, film yang akhirnya kuputuskan untuk kutonton. Film ini muncul lengkap dengan label Recently Added, membuatku langsung antusias karena aku MENGIRA bahwa film ini adalah film besutan Joko Anwar yang kemarin rame. Jelas saat itu aku keliru, karena film Joko Anwar yang kemarin rame itu judulnya Siksa Kubur. Adikku juga sepertinya sama kelirunya. Wkwk. Intinya waktu itu kami sama-sama berpikir film ini bakal seru banget, padahal... hmm, sabar. Karena ini lah yang mau kuceritakan. Tapi pertama-tama aku ceritakan dulu jalan ceritanya. 




SPOILER ALERT!

Pak Syakir adalah seorang ustadz yang hidup bersama istrinya, Ibu Rika, dan empat orang anak; Saleh, Fajar, Tyas, dan Azizah. Mereka hidup di sebuah kampung yang tenang. Sebagai seorang ustadz, sejak anak-anaknya kecil, Pak Syakir mendidik mereka dengan cukup disiplin dan keras. 

Sepuluh tahun berlalu. Suatu hari, Saleh, anak sulung Pak Syakir, pulang dari kuliahnya di luar kota. Ia disambut dengan sangat bahagia oleh keluarganya. Mereka berkumpul di ruang makan. Kebahagiaan mereka bertambah ketika Saleh bercerita bahwa dirinya udah bisa menghasilkan uang sendiri dengan menjadi asisten dosen di kampusnya, kemudian ia juga membagi-bagikan hadiah untuk orangtua dan adik-adiknya. Namun tawa kebahagiaan itu terhenti ketika sebuah kertas ulangan milik Tyas jatuh di dekat kaki Pak Syakir. Suasana berubah tegang ketika Pak Syakir melihat nilai jelek yang tertera dalam kertas ulangan itu. Ia pun murka dan menghukum Tyas.

Di tengah-tengah penghukuman itu, telepon rumah berdering. Pak Syakir pun mengangkatnya. Dari situ ia mendapatkan kabar bahwa Dini, teman sekelas Azizah meninggal karena bunuh diri. Kemudian ia pun bersiap untuk melayat bersama istrinya. Sementara itu di kamar, Azizah sedang bercerita pada abangnya, Saleh, bahwa dirinya ingin tampil di acara final tarik suara malam itu juga, tapi nggak diijinkan bapaknya.

Dengan perginya kedua orangtuanya untuk melayat Dini, Saleh melihat peluang untuk membawa Azizah ke acara final tersebut. Ia juga mengajak adik-adiknya yang lain untuk turut serta mengantar Azizah. Tyas berusaha menolak ajakan itu dengan beralasan bahwa ia harus belajar untuk ujian sekolah, ditambah lagi mereka juga belum sholat. Namun ia tersudut dengan bujukan saudara-saudaranya. Akhirnya mereka pun bergegas pergi meninggalkan rumah. Sebelum pergi, dengan tergesa Tyas menyempatkan untuk makan dulu, menuruti pesan ibunya sebelum pergi melayat tadi. 

Agar cepat sampai ke tujuan, Saleh menyarankan agar mereka berjalan melalui sungai. Malam itu cuaca mendung dan gemuruh menggelegar, tapi hal itu sama sekali nggak menyurutkan niat mereka untuk pergi. Bahkan mereka pergi dengan membawa dua payung buat jaga-jaga kalau hujan turun. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan dua tetangga mereka, Abah Harjo dan Pak Haji. Abah Harjo sempat memperingatkan mereka untuk nggak pergi, tapi mereka nggak mengindahkannya.

Beberapa waktu kemudian, hujan mulai turun. Karena payung yang mereka bawa cuma dua, jadi Saleh berpayung bareng Azizah, Fajar berpayung bareng Tyas. Di situ lagi-lagi Saleh mengambil tindakan ekstrim. Alih-alih menyebrang sungai lewat jembatan, dia malah mengajak adik-adiknya langsung melalui area sungai karena menurutnya nggak akan sempat kalo menyebrang sungai lewat jembatan. 

Maka berjalanlah keempat kakak beradik itu menyebrangi sungai beriringan sambil berpegangan satu sama lain. Pakaian mereka semua basah kuyup karena satu payung berdua nggak efektif melindungi mereka dari terjangan hujan deras. Sampai di sini aku mulai tergelitik untuk berkomentar. Ini kan ceritanya Azizah mau perform nyanyi kan yaa. Kalo aku ada di posisi Azizah sih mending aku balik pulang deh. Yakali mau perform di hadapan banyak orang dalam kondisi basah kuyup. Kalo bawa pakaian ganti sih masih mending, ini dia cuma bawa diri aja. Wkwk. 

Dan yah, seperti yang udah bisa ditebak. Karena licinnya bebatuan dan kondisi arus sungai yang semakin deras, mereka tergelincir dan terseret arus sungai. Kepala Azizah, Fajar, dan Saleh terbentur bebatuan. Dari sini juga udah ketebak kan siapa-siapa aja yang mati 😁

Singkat cerita, Pak Syakir dan Bu Rika udah kembali dari melayat Dini dan menemukan rumah mereka sepi. Mereka nggak mendapatkan petunjuk apapun mengenai ke mana anak-anak mereka pergi. Karena belum sholat, mereka pun sholat berdua di ruang tamu. Di tengah sholatnya, si ibu sempat dengar suara-suara gitu dan membuat sholatnya jadi nggak khusyu (jujur benci banget sama adegan sholat diganggu setan atau suara aneh kayak gini). Tepat setelah mereka selesai sholat, pintu rumah mereka diketuk. Rupanya Pak Haji dan Abah Harjo yang datang bersama beberapa orang warga. Pak Haji menceritakan kepada Pak Syakir dan istrinya bahwa ia dan Abah Harjo sempat berpapasan dengan anak-anak mereka sebelum akhirnya seorang warga melihat mereka terbawa arus sungai dan hanyut entah ke mana. Satu-satunya yang ditemukan oleh warga saat itu adalah tas selempang milik Saleh. 

Keesokan harinya, warga dan tim SAR dikerahkan untuk mencari anak-anak yang hanyut itu. Pencarian itu berlangsung hingga malam dan membuahkan hasil. Jasad Saleh ditemukan mengambang di tepi sungai. Pak Syakir pun memeluk dan meratapi anak sulungnya itu. Lalu scene berubah di mana Saleh terbangun di sebuah ruang sempit beralaskan tanah dan berdinding bebatuan. Sampai di sini, aku pikir dia ada di liang lahat, soalnya pas dia sedang melihat-lihat sekeliling, ada penampakan tulang belulang gitu. Ternyata dia udah ada di neraka dong. Di sana dia melihat banyak orang yang disiksa oleh para algojo bertudung hitam, sampai kemudian dia diseret oleh salah satu algojo dan mendapatkan siksaannya sendiri. Rasanya aneh banget, padahal jangankan dihisab, dimandikan dan dikafanin aja belum 😫

Jasad Fajar berada nggak jauh dari lokasi di mana jasad Saleh ditemukan. Sama seperti abangnya, dia juga mendapatkan siksaannya di neraka. Di sini makin aneh, karena bisa-bisanya Saleh teriak manggil-manggil Fajar. Bahkan dia juga menghampiri Fajar yang sedang disiksa dan seolah berusaha mencegah algojo dengan menarik jubahnya waktu algojo itu mau menjatuhkan Fajar ke dasar neraka. Setelah menjatuhkan Fajar, algojo itu lalu melempar Saleh ke lautan neraka. Di bagian ini, aku dan adikku auto cengengesan melihat gaya jatuhnya Saleh yang menurut kami kayak kodok, maaf 😭 Sumpaaah, aku kayak lihat sinetron azab Indosiar. Huhu. Sampai di sini, aku mulai berpikir, salah nih, ini mah bukan filmnya Joko Anwar 😭😭 Pas dicek lagi ternyata aku baru ngeh ini filmnya Anggy Umbara yang belakangan ini sedang rame gara-gara film Vina yang menuai pro dan kontra itu.

Oke, balik lagi ke cerita. Sementara jenazah Saleh dan Fajar disemayamkan, seorang warga memberi kabar bahwa Tyas ditemukan dalam kondisi kritis dan tengah dirawat di rumah sakit. Beberapa pelayat bergunjing tentang bagaimana Saleh dan Fajar semasa hidup, juga menyayangkan bahwa yang hidup justru Tyas, anak yang paling sering dimarahi Pak Syakir karena dinilai bodoh dan penakut. Part ini juga menggelikan banget sih. Yakali ngegibahin orang meninggal pas banget di sebelah bapaknya. Mana volumenya keras lagi. Wkwkwk. 

Di alam lain, ruh Tyas sedang berada di neraka, melihat sekitar dengan bingung dan takut, lalu berteriak memanggil-manggil saat melihat dua abangnya sedang disiksa. Lalu kemudian dia melihat Azizah berjalan pelan. Tyas memanggilnya, tapi Azizah seolah nggak mendengar. Azizah menghampiri sebuah tempat di mana dia menyaksikan Dini menggantung dirinya berulang-ulang kali. Sementara Azizah berusaha melepaskan gelang bertuliskan nama Dini di tangannya. Rupanya dia pernah memfitnah Dini sampai-sampai Dini bunuh diri. Di sini aku kurang paham sih. Dini kan bunuh diri karena difitnah mencuri gelang temannya (padahal yang mencuri itu si Azizah), tapi kenapa yang ada di Azizah malah gelangnya Dini? 🙄

Plot twistnya adalah ketika Tyas berusaha menyelamatkan Saleh dari siksaan algojo, ia nggak sengaja menarik tudung algojo itu dan menemukan bahwa algojo itu berwajah mirip seperti Saleh. Lalu algojo-algojo lain pun menyingkap tudungnya masing-masing. Rupanya sosok di balik algojo bertudung hitam itu adalah diri masing-masing, namun dalam wujud yang menyeramkan. Jadi kayak representasi dosa di dunia gitu lah. Belum hilang rasa kaget Tyas, pundaknya ditepuk oleh sesosok algojo berwajah dirinya yang tersenyum dan berkata, "Tempatmu bukan di sini". Lalu dia berpamitan pada saudara-saudaranya dengan memeluk mereka satu persatu. Tapi anehnya walaupun Tyas bukan ahli neraka, kok algojonya kasar banget ya waktu narik dia keluar dari neraka 😭

Yah, begitulah kisah dari film ini. Oh iya, di akhir film juga disebutkan bahwa segala penyiksaan yang dialami Saleh, Fajar, dan Azizah di neraka adalah apa yang dilihat Tyas dalam mimpinya selama ia dalam masa kritis di rumah sakit. Pantesaaaan nggak ada proses hisab dan bisa saling tolong-menolong di neraka. Wkwk. 

Meski banyak hal lucu dan plot filmnya terlalu gampang ditebak kayak sinetron, tapi aku nggak bohong sih kalo aku sempat terharu di bagian akhir yang menayangkan hal yang Tyas lakukan sehingga dia masih diberi waktu untuk hidup lebih lama di dunia. Trus yah lumayan bikin mikir juga bahwa menjadi orangtua tuh seberat itu tanggungjawabnya. Sekelas ustadz aja bisa salah dan gagal mendidik anak, apalagi orang yang ilmu agamanya dangkal :') 

BTW ngomongin soal ustadz, aku menyayangkan banget sih peran Ariyo Wahab sebagai Ustadz Syakir di sini kurang dapet. Ekspresi sedihnya kurang, bacaan Al Fatihahnya kurang, adzannya kuraaaangg. Om Ariyo Wahab, mending ngerock aja deh yaa sama The Dance Company. Huhu.

Selain itu pemilihan theme song-nya juga gimana gitu.  Memang bikin terngiang-ngiang sih, apalagi di bagian "Ya Allah please forgive me". Tapi jujur, alih-alih ingat dosa dan pingin tobat malah pingin ketawa dengar lagunya, gatau kenapaa.

Yaudah deh, gitu aja. Sayang banget, padahal posternya udah bagus dan menjanjikan, tapi filmnya nggak sesuai ekspektasi. 

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;