Senin, 18 Januari 2016 0 komentar

NOVEL : PULANG, by TERE LIYE


Sekitar tiga minggu yang lalu—tepatnya tanggal 7 Januari, aku, adikku, dan dua teman masa kecil kami—Tri dan Dewi—mengunjungi toko buku baru yang berdiri di kawasan Cipto. Hari itu Dewi baru aja mentraktir kami makan di Urban Chicken, coz di hari ultahnya—tanggal 19 Desember—lalu dia belum sempat nraktir kami. Karena letak toko buku itu nggak jauh dari tempat kami makan, makanya kami mampir ke toko buku baru yang memiliki bangunan tersendiri itu.

Toko buku baru itu jauh lebih luas dibanding toko pertamanya yang terletak di dalam salah satu mall terbesar di kota Cirebon. Kalo toko pertamanya cuma memiliki dua lantai, toko baru ini memiliki tiga lantai (nggak termasuk lahan parkir yang terletak di lantai dasar) dengan ruangan yang jauh lebih luas dan lahan parkir sendiri. Lantai satu berisi berbagai macam mainan anak dan dekorasi ruangan; lantai kedua berisi berbagai macam ATK dan alat musik; dan baru deh lantai paling atas berisi berbagai buku, kamus, kitab, dan novel. Sebelumnya aku sempat pikir, wah, dengan toko seluas ini, koleksi bukunya pasti luar biasa lengkap. Tapi ternyata dugaanku nggak sepenuhnya bener, karena di toko buku—yang kukira lengkap—ini aku tetep nggak menemukan novel Lucian karya Isabel Abedi. Padahal aku penasaran banget sama kisah tentang pria misterius tanpa masa lalu itu sejak salah satu rekan dunia mayaku menggembar-gemborkan betapa serunya novel itu dua tahun yang lalu. Jangankan novel itu deh, novel pertama My Creepy Diary karya Ayumi Chintiami aja nggak ada. Eh tapi ada novel Sybil lho. Novel yang aku idamkan sejak jaman SMA itu ternyata lebih tebal dari yang aku kira, dan baru liat label harganya aja aku udah ciut duluan. Hahaha..

Memasuki tahun 2016 lalu, aku sempat berharap bahwa novel berjudul Matahari yang disebut-sebut bakal terbit tahun ini akan menjadi novel karya Tere Liye yang pertama aku baca di tahun 2016 ini. Tapi ketika aku baru sadar sesuatu ketika aku melihat novel karya Tere Liye dengan cover berwarna tosca yang terpajang di etalase toko itu. ‘Pulang’, judul novel itu. Aku baru sadar bahwa aku belum punya karya terbaru Tere Liye yang rilis bulan September 2015 itu, makanya aku memutuskan buat menambahkan novel ini ke perpustakaan miniku.

Jadi, dua hari kemudian aku memesan buku itu kepada Bu Imas—pemilik lapak buku di depan Cirebon Mall—bersama beberapa buku karya Tere Liye lainnya. Seminggu kemudian, tepatnya hari Sabtu lalu, aku menebus buku-buku itu. Aku beli tiga buku, dan semuanya karya Tere Liye. Selain Pulang, aku juga membawa pulang Rembulan Tenggelam di Wajahmu dan Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Sepulang dari lapak buku Bu Imas, aku langsung menelanjangi buku itu. Pulang. Waktu pertama kali melihat judulnya, membaca sinopsis di back cover novelnya, dan membaca sedikit bagian perkenalan di bab pertama, aku sempat menebak-nebak bahwa novel ini akan bercerita tentang seorang pejuang yang pergi ke medan perang untuk melawan penjajah. Hahaha..




Tapi ternyata tebakanku benar-benar salah. Harusnya aku sadar bahwa seorang author yang aktif menelurkan karya sekelas Tere Liye nggak akan menulis kisah yang gampang tertebak seperti itu.

Lewat novel ini, Bang Tere Liye alias Bang Darwis mengajak pembaca untuk menyelami kehidupan seorang anak dari desa terpencil yang akhirnya  bertransformasi menjadi seseorang yang disegani. Jangan salah. ‘Seseorang yang disegani’ yang aku maksud bukanlah presiden, menteri, maupun pejabat, melainkan tukang pukul yang kuat dan jenius dari sebuah keluarga yang bermain ekonomi dalam pasar gelap.

Awalnya, Bujang—si tokoh utama—hanyalah seorang remaja berusia lima belas tahun yang pendiam. Ia tinggal bersama ibunya yang sangat mengasihinya dan ayahnya yang berwatak keras di sebuah rumah panggung di sebuah desa terpencil di pedalaman Sumatera. Suatu hari, desa terpencil itu kedatangan beberapa pemburu dari kota. Mereka datang untuk berburu babi hutan yang kerapkali meresahkan masyarakat. Rupanya, pimpinan pemburu itu kenal dekat dengan ayah Bujang, dan Bujang ditawarinya untuk ikut berburu.

Singkat cerita, setelah perburuan, pimpinan pemburu yang disebut Tauke Muda itu menawarkan diri untuk membawa Bujang ke kota dan menjadikan ia sebagai anak angkatnya. Ayah Bujang menyambut tawaran itu dengan senang hati. Bujang pun setuju dengan tawaran itu. Sedangkan ibunya harus terpaksa melepasnya, karena ia tau akan jadi apa anaknya di kota. Satu pesan ibunya, “Apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan segala minuman haram. Berjanjilah kau akan menjaga perutmu dari semua itu, Bujang. Agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang.”

Bujang tumbuh menjadi pemuda yang tinggi dan gagah. Ia dibesarkan oleh Keluarga Tong, sebuah keluarga penggerak shadow economy, yang dikepalai oleh Tauke Muda. Oleh Tauke Muda, ia dididik untuk mendalami dunia hitam—menjalani bisnis pasar gelapnya. Ia disekolahkan hingga ke perguruan tinggi, dan diberi pelatihan fisik agar menjadi petarung yang unggul. Benar-benar diperlakukan secara istimewa. Well, dari sudut pandang pembaca, hal ini pasti merupakan sesuatu yang negatif dan tercela ya mengingat pasar gelap merupakan suatu kejahatan bisnis yang merugikan banyak pihak, termasuk negara. But don’t worry, however masih banyak kok hal positif yang terselip yang bisa kita ambil dari tokoh-tokoh itu, diantaranya kesetiaan, perhatian, dan sikap pantang menyerah.

Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini memberikan efek seakan kita adalah Bujang, si tokoh utama dalam novel ini. Kita juga bisa merasakan perubahan karakter si tokoh utama dari waktu ke waktu lewat alur ceritanya yang maju mundur.

Aku membaca novel ini selama tiga hari. Mulai baca hari Sabtu, dan selesai baca sore ini. Membaca novel ini, rasanya seperti menonton film action. Adegan baku tembak, baku hantam, permainan pedang, dan pertarungan ala ninja berkelebat di kepalaku. Seru banget. Apalagi ada tokoh-tokoh yang menurutku unik, yakni si kembar Yuki dan Kiko. Siapa sangka bahwa dua cewek imut yang terlihat seperti turis Jepang itu merupakan pencuri kelas dunia? Gila! Kalo aja novel ini difilmkan, aku sangat mendukung, tapi seenggaknya minimal harus sebagus The Raid. I think Iko Uwais cocok berperan jadi Bujang. Hahaha.. :P

***

Berikut ini adalah beberapa quotes yang aku ambil dari novel ini :

“Kesetiaan terbaik adalah pada prinsip-prinsip hidup, bukan pada yang lain.”

“Hidup ini adalah perjalanan panjang yang tidak selalu mulus. Pada hari keberapa dan pada jam keberapa, kita tidak pernah tahu, rasa sakit apa yang harus kita lalui. Kita tidak tahu kapan hidup akan membanting kita dalam sekali, membuat terduduk, untuk kemudian memaksa kita mengambil keputusan. Satu-dua keputusan itu membuat kita bangga, sedangkan sisanya lebih banyak menghasilkan penyesalan.”

“Sejatinya, dalam hidup ini kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang, maka pertempuran lainnya akan mudah saja.”

“Sepanjang kita mau melihatnya, maka kita selalu bisa menyaksikan masih ada hal indah di hari paling buruk sekalipun.”


“Ketahuilah, Nak, hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapa pun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran.”
Selasa, 12 Januari 2016 0 komentar
Beberapa waktu lalu sebelum hari kelulusan, aku sempet bertekad untuk kuliah lagi dan ambil jurusan Sastra Inggris di sekolah tinggi ilmu bahasa asing di kotaku, setelah awalnya aku sempat bingung memilih antara Sastra Inggris dan Sastra Jepang. Tapi setelah itu, aku kembali bimbang. Aku pengen memperdalam English skill-ku, tapi juga pengen belajar bahasa Jepang, sehingga aku memutuskan untuk ambil kursus aja, kursus Bahasa Inggris dan kursus Bahasa Jepang.

Well, dari dulu aku memang antusias banget belajar bahasa. Aku udah mulai antusias sama bahasa Inggris sejak kelas dua SD. Aku selalu terkagum-kagum setiap kali denger orang bicara pake bahasa itu. Aku yang hobi surat-suratan sama sepupuku terkadang menulis surat pake bahasa Inggris. Eit, jangan mikir berlebihan dulu. Aku menulis dengan bantuan kamus, menterjemahkan kata perkata dan bahasanya amat sangat nggak karuan :
"Hello, Gege. What news? News I fine fine only. I hope you fine too.."
*Silahkan terjemahkan sendiri*

Kemudian di kelas tiga, aku paling rajin dateng ke les Bahasa Inggris yang waktu itu belum jadi mata pelajaran wajib di sekolah. Bahasa Inggris baru jadi mata pelajaran wajib pas kelas empat, dan ini selalu jadi mata pelajaran favoritku.

Ketika masuk SMP, aku mulai ngefans sama Nidji, dan termotivasi buat memperdalam bahasa Inggris setelah denger sang vokalis berbicara pake bahasa Inggris di sebuah acara talkshow. Sejak saat itu, aku mulai iseng menterjemahkan lagu-lagu Nidji yang berbahasa Inggris ke bahasa Indonesia.. masih pake kamus, dan masih nggak karuan. Misalnya aja, lagu Child :
"Aku adalah satu.. Aku adalah anak.. Aku adalah orang suci yang pawai di cinta.. Aku adalah rasa sakit.. Rasa sakit listrik.. Baut guntur dalam hujan.." -_-

Bahasa Inggris selalu jadi mata pelajaran favoritku. Aku juga selalu suka guru-guru yang mengajarnya (kecuali guru Bahasa Inggris di kelas dua SMP yang pernah menuduhku mencontek saat ulangan Bahasa Inggris cuma gara-gara murid kesayangannya di-remed, sementara aku enggak). Tapi walaupun udah lama mempelajarinya dan selalu menjadikannya sebagai mata pelajaran favoritku, aku nggak pernah ikut les (kecuali les Bahasa Inggris di kelas tiga SD yang aku ceritain tadi), alhasil ya ilmuku masih segitu-segitu aja. Jujur, aku masih sering kesulitan menyusun kalimat panjang dalam bahasa Inggris, apalagi mempraktekannya secara lisan. Itulah kenapa aku pengen mempelajarinya lebih dalam lagi.

Di kelas satu SMP juga, aku mulai belajar bahasa Jepang. Itupun belajarnya cuma lewat radio. Saat itu, ada stasiun radio RI yang menyiarkan acara belajar bahasa Inggris setiap hari Rabu sore. PRO-2 FM namanya, sedangkan nama acaranya Moshi-Moshi. Pembicaranya adalah sensei dan mahasiswa jurusan Bahasa Jepang dari Stiba Invada. Aku selalu antusias nyimak acara ini, apalagi acaranya diselingi lagu-lagu Jepang gitu. Sambil menyimak, aku juga biasanya menulis materi yang disampaikan sama Si Pembicara. Beberapa bulan kemudian, aku lupa kenapa, aku nggak lagi belajar bahasa Jepang via radio, sampe akhirnya beberapa tahun kemudian pelajaran ini jadi mata kuliah di kampus di semester tiga dan empat.

Tapi karena belajar Bahasa Jepang di kampus hanya berlangsung selama kurang lebih satu tahun, dan mata kuliah itu cuma ada dua kali seminggu, kadang juga satu kali seminggu, maka pelajaran yang aku dan temen-temen terima masih sedikit banget. Aku belum menghafal huruf hiragana, bahkan belum mengenal huruf katakana, apalagi kanji. Makanya aku pengen banget mempelajarinya juga.

Aku pengen.. Pengen banget mulai belajar saat ini juga. But yeah, biayanya belum tersedia. Haha..
Aku nggak mungkin minta dikuliahin lagi ataupun minta les sama orangtuaku. Adikku yang baru lulus SMK aja belum sempat dikuliahin, masa aku yang baru wisuda minta kuliah lagi. Nggak adil juga kan..

Saat ini aku masih belum bekerja lagi pasca resign bulan November lalu. Aku butuh ijazah D3-ku. Aku penasaran pengen melamar kerja sebagai Librarian di sekolah elit di dekat rumahku. Sebuah pekerjaan yang aku yakin bakal membuat aku nyaman. Gimana enggak? Dengan menjadi Librarian, aku bakal dikelilingi banyak buku dari dalam maupun luar negeri—mengingat sekolah itu adalah sekolah bertaraf internasional. Selain itu, orang-orang internal di sekolah itu juga sehari-harinya menggunakan bahasa Inggris buat berkomunikasi. Kalo aku bekerja disana, aku juga bisa sekaligus mengasah English speaking skill-ku. Kemudian upah kerjanya bisa aku pake buat ambil les. Huaaahh..

Sayangnya pihak kampus belum mengundang aku dan temen-temen alumni seangkatanku buat ngambil ijazah itu. Makanya sekarang aku cuma bisa nunggu, walaupun rasanya bosan banget di rumah seharian. Mau melamar kerja, tapi aku nggak Pe-De kalo melamar kerja dengan ijazah SMA, apalagi melamar pekerjaan di sekolah yang aku sebutkan tadi.
Tahun lalu, aku sempat bermimpi bisa mulai ambil les di sekitar pertengahan tahun inki, tapi kalo ngeliat kondisi sekarang, kayaknya sangat mustahil kalo aku bisa kuliah ataupun ambil les tahun ini. That's why, aku berpikir.. kayaknya untuk sekarang-sekarang ini lebih baik aku belajar otodidak aja kali ya..

Iya. Aku pengen cepet fasih berbahasa Inggris dan bisa berbahasa Jepang, tapi aku nggak bisa nunggu lama untuk bisa ambil les. Toh, sambil nunggu ijazah, aku punya banyak waktu luang buat belajar. Aku juga punya buku-buku, materi yang didapat selama kuliah, dan kamus. Internet pun punya semuanya. Aku bisa belajar dari itu semua. 

OK then..
Gitu aja. Mulai besok aku mau belajar. Wish me luck ^^
Rabu, 06 Januari 2016 1 komentar

TV SERIES : Gangaa. Kisah Gadis India Memperjuangkan Hak Asasi Wanita dan Kasta Rendah

Siapa sih yang nggak pernah nonton Opera Sabun alias Serial TV alias Sinetron? Seenggaksuka-enggaksukanya seseorang sama sinetron, pasti pernah deh setidaknya nonton satu dua kali. Apalagi cewek dan mereka yang punya tivi, tentu saja.

Aku sendiri udah lama kenal sinetron. Aku nggak inget kapan kenalannya, yang jelas aku udah mulai nonton sinetron sejak jauh beberapa tahun yang lalu.. ketika aku masih menyebut semua acara tivi adalah 'film', apapun jenis acaranya (e.g : Film Berita, Film Gosip, Film Ceramah, Film Konser, Film Adzan, etc..); ketika aku masih berpikir bahwa adegan makan yang aku liat di tivi itu bohongan (karena ibuku pernah bilang bahwa semua adegan didalam film itu cuma akting dan nggak nyata), dan ketika aku masih belum bisa membedakan antara 'nikah' dengan 'kawin'. *WTF?!*

Itu karena pada waktu itu, tivi masih dikuasai orangtuaku, khususnya ibu. Seperti ibu-ibu pada umumnya, ibuku suka nonton sinetron. Aku bahkan masih inget beberapa judul sinetron yang dulu sering kami pantengin, baik itu sinetron dewasa (e.g : Cinta Terbagi Lima, Tujuh Tanda Cinta, Rahasia Perkawinan, Melodi Cinta, etc), maupun sinetron anak-anak (e.g : Saras 008, Panji Manusia Milenium, Indera Keenam, Bidadari, etc).

Tapi hobi kami menonton sinetron itu menguap sejak sinetron nggak lagi menjadi acara tivi yang layak tonton. Bukan hanya karena ceritanya yang selalu terlalu klise (anak ketuker, rebutan harta, rebutan pacar, etc), tapi juga karena sinetron-sinetron sekarang banyak yang mengesampingkan kualitas, dan minus pesan positif. Malah ada yang jalan ceritanya nggak konsisten. Judulnya A, tapi ceritanya B.

Kami nggak lagi nonton sinetron. Apalagi aku, yang lebih cenderung 'anti' sama sinetron. Aku bahkan lebih suka menyebutnya 'SHITnetron'.

But.. Belakangan ini ada satu sinetron yang sedang aku dan keluargaku gandrungi. Setiap jam setengah satu siang, kami selalu siap didepan tivi dengan nggak sabar menunggu acara Liputan 6 Siang selesai, hingga kemudian akhirnya layar menampilkan sebuah judul dengan latar belakang sosok seorang gadis kecil cantik berambut panjang dan berpakaian putih yang tengah berlari sambil tersenyum lebar.

'Gangaa', judul sinetron itu. Dilihat dari judulnya aja, udah keliatan kan kalo sinetron ini bukan sinetron Indonesia. Yup, memang bukan, melainkan sinetron India. Well, sebenernya agak aneh sih kalo menyebut ini sebagai 'sinetron', lebih cocok 'TV series'. But whatevs! Toh keduanya sama aja. Haha..




Menurutku, kisah dalam sinetron ini berbeda dari yang lain. Menceritakan tentang seorang gadis yang hidup menjanda sejak kecil. Waktu nonton episode-episode awal, aku sempet berpikir, "Ini sinetron India apa banget sih. Aneh banget. Kecil-kecil kok udah kawin," begitu waktu layar menampilkan seorang anak kecil dengan balutan pakaian pengantin wanita India. Rasanya enggan banget buat nonton, apalagi drama India itu kan terkenal dengan banyaknya scene nyanyi-nyanyi dan joget-joget gitu.

Suatu hari aku iseng ikut nimbrung ibu dan adikku nonton sinetron ini. Namanya juga cuma iseng, nontonnya pun nggak fokus. Aku sibuk dengan smartphoneku waktu itu. Entah episode keberapa yang tayang waktu itu, yang jelas masih episode-episode awal dimana gadis kecil bernama Gangaayang notabene adalah pemeran utama dalam kisah itudikejar-kejar oleh beberapa wanita dewasabahkan bisa dibilang tuayang semuanya berpakaian putih seperti dirinya. Cerita masih tampak konyol bagiku karena adegan kejar-kejaran satu lawan keroyokan itu terjadi cuma karena si gadis kecil itu nggak mau memotong rambutnya yang panjang tergerai itu. Tapi lama kelamaan, cerita yang awalnya tampak konyol bagiku berubah menjadi seru dan bikin penasaran.

Ternyata anggapanku salah, Readers. Drama India yang satu ini bukannya aneh, melainkan unik. Ya seperti yang udah aku sebutkan tadi, ceritanya berbeda dengan yang lain. Coz ketika kebanyakan drama  mengangkat kisah tentang cinta, persahabatan, atau keluarga, tapi drama ini mengangkat kisah tentang isu sosial perbedaan kasta dan pemasungan hak asasi wanita.

Alright, sebelum aku uraikan sinopsis dramanya, terlebih dahulu, aku perkenalkan dulu beberapa tokoh utama dari serial ini.


Ruhana Khanna, as Gangaa

Cantik dan imut. Itulah kesan pertama yang tampak dari tokoh utama yang satu ini. Usianya memang masih sangat muda, tapi jangan salah, dia ini kecil-kecil cabe rawit lho. Gangaa berbeda dengan anak kecil pada umumnya. Nggak hanya cerdas, dia juga tangguh, bijak, jujur, dan pemberani. Terkadang ia sangat keras kepala dan cerewet. Tapi itu semua karena ia memiliki pendirian yang teguh. Ia percaya bahwa semua manusia memiliki derajat yang sama di mata Tuhan. Itulah kenapa, ia nggak pernah ragu untuk memperjuangkan haknya, dan juga hak mereka yang nggak diperlakukan secara adil oleh masyarakat.


Hiten Tejwani, as Niranjan Chaturvedi








Adalah seorang pengacara ternama. Kebijaksanaannya nggak diragukan lagi. Ia selalu menjunjung tinggi keadilan dan membela kebenaran. Disamping itu, ia juga merupakan suami sekaligus ayah yang baik tapi juga tegas, dan sangat menghormati ibunya meskipun seringkali sang ibu terlalu otoriter dan berbeda pandangan dengannya.








Sushmita Mukherjee, as Kanta Chaturvedi






Merupakan ibu dari Niranjan Chaturvedi. Ia sangat kolot dan menjunjung tinggi adat. Ia sangat menentang kehadiran Gangaa di rumahnya, karena ia percaya bahwa membiarkan seorang janda—apalagi dari kasta rendah—tinggal di rumahnya dapat membawa keburukan bagi keluarganya. Aneh juga sih, padahal dia sendiri juga janda.






Swar Hingonia, as Sagar Chaturvedi



Si ganteng imut yang khas dengan matanya yang sayu ini adalah anak bungsu dari Niranjan dan juga merupakan sahabat Gangaa. Ia pandai, tapi juga manja. Neneknya sayang banget sama dia. Kalo aja Sagar nggak merengek agar Gangaa diperbolehkan tinggal di rumahnya, mungkin Gangaa nggak akan tinggal di rumah keluarga Chaturvedi dalam waktu yang lama. Sagar seringkali bertengkar dengan Gangaa, tapi biar bagaimanapun mereka saling peduli satu sama lain. Setiap kali bertengkar, nggak lama mereka pasti baikan lagi. Manisnya.. ^^



Gunguun Uprari, as Madhvi Chaturvedi






Wanita berparas cantik nan keibuan ini merupakan istri dari Niranjan. Sebagai seorang ibu, ia juga sangat menyayangi anak-anaknya. Ia bahkan menganggap Gangaa seperti anaknya sendiri. Selain itu, Madhvi bukan hanya ibu yang baik, tapi juga merupakan seorang istri yang patuh pada suami dan juga menantu yang sangat menghormati ibu mertuanya.









Vedant Sawant, as Phulkit Chaturvedi


Ini nih, tokoh yang diidolakan para audiences remaja cewek. Yah, nggak heran sih, sebab Phulkit memang punya tampang cukup good-looking dan postur tubuh yang tegap. Belum lagi senyumnya yang manis itu. Haisshh..
Anyway, Phulkit merupakan putra sulung dari Niranjan Chaturvedi dan Madhvi, yang berarti merupakan kakak dari Sagar. Phulkit memang nggak pintar secara akademik seperti adiknya, tapi ia cerdik. Ngerjain orang, bohongin orang.. dia jagonya. Nggak jarang kelakuannya membuat orangtuanya kesal. But however, Phulkit adalah abang yang baik. Dia nggak pernah tuh iri sama Sagar meskipun adiknya itu lebih dimanja sama orangtuanya. Dia juga cukup sering membantu Gangaa apabila ia tengah menghadapi kesulitan.


Rakhee Tandon, as Prabha


Audiences pasti setuju kalo aku bilang Prabha adalah tokoh utama paling nyebelin di serial ini. Senyebelin-nyebelinnya Nenek Kanta, Prabha jauh lebih nyebelin. Ia adalah adik ipar Madhvi yang kerjaannya menghasut dan memfitnah. Dia selalu membicarakan hal-hal buruk dan sangat cerewet. Prabha paling senang kalo keluarga Chaturvedi ribut, itu seperti hiburan baginya. Kalimat yang sering diucapkannya adalah sebuah sumpah seperti, "Aku bersumpah demi handphone-ku.." atau "Aku bersumpah kalau aku berbohong, aku takkan menerima pesan lagi dari siapapun". Anehnya, Nenek Kanta seringkali termakan hasutannya.



Udah kenal sama pemeran-pemerannya. OK then, lanjut ke sinopsis.

"Cerita Gangaa berasal dari sebuah tradisi di Uttar Pradesh, India Utara. Di sana, anak perempuan dinikahkan di usia dini untuk mempererat tali persaudaraan, memperbaiki ekonomi keluarga, dan menghindari kejahatan. Suami Gangaa meninggal, dan ia harus menjalani hidup sebagai seorang janda. Sesuai tradisi, seorang janda hanya boleh memakai baju putih dan mengemis makanan. Mereka tidak boleh bekerja, sekolah maupun bermain."

Begitulah bunyi sinopsis yang dibacakan oleh narator setiap awal acara. Awalnya, aku dan keluargaku pikir, kisah dalam drama ini merupakan kisah nyata dan ada sangkut pautnya dengan sejarah nama Sungai Gangga yang terkenal di India itu. Tapi ternyata bukan.

Anyway.. Walaupun kisah Gangaa ini bukan merupakan kisah nyata, seperti yang dituliskan dalam sebuah postingan di jadwaltelevisi.com, kisah ini diangkat dari kehidupan nyata, dimana ada ribuan anak di India yang mengalami hal serupa dengan tokoh Gangaa dalam drama ini. Di India, wanita yang menikah atau anak yang dinikahkan kemudian menjadi janda akan dikutuk dan dikucilkan. Menurut kepercayaan mereka, melihat wajah janda—baik yang dewasa maupun anak-anak—di pagi hari akan membuat mereka terkutuk seumur hidup. Lebih tragisnya lagi, karena dikucilkan, ketika mereka meninggal pun banyak yang mayatnya nggak dikubur secara layak. Mereka pun dilarang berambut panjang, dilarang memakai perhiasan, dan harus mengenakan kain sari warna putih untuk membedakannya dengan wanita-wanita lain yang belum menikah ataupun masih bersuami.

Selain itu, seorang janda dari kasta terendah di India nggak diijinkan menikah lagi. Kalopun dia menikah lagi, sangat wajar kalo nantinya si suami baru akan melakukan kekerasan domestik terhadap istrinya. How terrible! Apalagi hal seperti ini masih sering terjadi disana meskipun udah banyak relawan yang memperjuangkan hak-hak wanita yang tertindas seperti ini.

Nah, dalam drama ini, Gangaa kecil dikisahkan berasal dari Kasta Sudra, yakni kasta paling rendah di India. Ia dinikahkan ayahnya di usia yang masih sangat belia, 5 tahun. Malangnya, ayah dan suami Gangaa meninggal saat perang saudara terjadi. Gangaa bahkan belum sempat melihat wajah suaminya.

Karena ditinggal suami, Gangaa pun menyandang status sebagai seorang janda muda. Dalam usia semuda itu dia harus menghadapi tekanan dari masyarakat sekitarnya. Dia nggak bisa lagi bermain dan bersekolah seperti layaknya anak-anak seusianya. Gangaa bahkan terpaksa harus hidup di pondok janda bersama para janda yang usianya jauh diatasnya.

Namun ternyata tinggal bersama para wanita yang senasib dengannya itu nggak membuat Gangaa aman dan nyaman. Disana, para wanita janda itu memusuhinya dan membuat Gangaa merasa terkekang oleh banyaknya peraturan—termasuk larangan berambut panjang, sehingga Gangaa pun kabur dari sana (yang mengakibatkan kejar-kejaran yang aku ceritakan sebelumnya itu terjadi). Ketika itulah, Gangaa bertemu oleh Niranjan Chaturvedi, seorang pengacara kondang yang tegas, bijaksana, dan menjunjung tinggi keadilan. Ia juga memperjuangkan keseimbangan antara hak laki-laki dan perempuan. Oleh Niranjan, Gangaa dibawanya ke rumahnya yang besar.

Kedatangan Gangaa di rumah Niranjan disambut kurang baik oleh Kanta "Ammaji" Chaturvedi yang notabene merupakan ibu dari Niranjan. Ia melarang Gangaa tinggal di rumah itu, terlebih ketika mengetahui bahwa Gangaa adalah seorang janda dan berasal dari kasta terendah. Padahal Ammaji sendiri merupakan seorang janda, hanya aja bedanya ia berasal dari kasta yang tinggi, sehingga dia masih sedikit terbebas dari aturan-aturan janda yang terlalu mengekang dan penindasan. Namun karena Sagar, cucu Ammaji tersayang yang sebaya dengan Gangaa merengek agar Gangaa diperbolehkan tinggal dirumah mereka untuk menjadi temannya, Ammaji pun melunak, dan memperbolehkan Gangaa tinggal disana, namun tentu aja Gangaa harus menjalani berbagai peraturan yang diberikan oleh Ammaji yang sangat kolot dan menjunjung tinggi adat itu. Belum lagi Gangaa juga harus menghadapi berbagai macam fitnah yang ditujukan padanya oleh orang-orang yang nggak menyukainya.

Memang faktanya, banyak gadis kecil di India yang tertindas, namun nggak mampu berbuat banyak. Bahkan ada yang dibakar oleh massa apabila keberadaan mereka dianggap mengganggu. Tapi Gangaa dalam drama ini, bukan merupakan sosok yang cengeng dan pasrah pada nasib. Seperti yang udah aku sebutkan diatas, Gangaa memiliki karakter yang kuat, tangguh, dan selalu berjuang demi haknya. Ia juga nggak berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk mereka yang senasib dengannya.

Yup, that's why I really love this TV series! Memang sih, drama ini sering menyuguhkan konflik tak berkesudahan yang bikin kesel dan geregetan, nggak jauh berbeda dengan sinetron-sinetron pada umumnya. Tapi meskipun begitu, drama ini sarat akan nilai positif yang bisa kita petik. Makanya ketika Gangaa stop tayang selama beberapa hari, banyak pemirsa yang protes dan meminta agar drama ini lanjut tayang. Dan nggak heran pula, drama ini berhasil meraih penghargaan sebagai Favorite Programme With Social Message di Indian Television Award 2015 lalu. Ruhana Khanna pun berhasil meraih penghargaan sebagai Favorite Child Actor atas kebolehannya memerankan Gangaa kecil di drama ini.

Gangaa tayang di SCTV setiap hari pada pukul 12.30 sampai pukul 14.00. Kemungkinan episodenya bakal panjang. Denger-denger sih kisah tentang Gangaa kecil aja sampai mencapai 200 episode, dan kabarnya setelah itu bakal disambung dengan kisah Gangaa dewasa. I dunno..

Semoga aja kisahnya tetep mengalir sebagus sekarang. Dan aku sih berharap drama-drama Indonesia bisa sebagus itu, nggak cuma mengedepankan rating serta kegantengan, kecantikan, dan kepopuleran para pemerannya aja.

BTW, aku diem-diem nge-fans sama Ruhana Khanna. Dia cantik dan cute banget :)


Total Tayangan Halaman

 
;