Sabtu, 04 November 2017

Hey, Welcome to the New Journey!

I bet it’s a freaking great and unforgettable day buat sepupu perempuan terdekatku, Gege. Kenapaaaa? Coz today is her wedding day dengan pacarnya, Awan. Yaaahh sekarang sih udah jadi mantan pacar lah yaa, kan statusnya udah beda. Hahaha..

Well, it’s so unbelievable bahwa anak tunggal dari salah satu adik ibuku ini baru aja melangkah naik ke satu anak tangga baru dalam hidupnya, ke satu masa yang kata orang adalah ‘awal kehidupan’. Awal perjalanan hidup yang sesungguhnya. Bagaimana nggak unbelievable? Hampir sebagian masa kecilku kuhabiskan untuk bermain bareng dia.

Aku bahkan masih ingat bagaimana asiknya kami waktu main boneka di kamarnya, berpura-pura menjadi ibu dari boneka-boneka itu. Berbekal kain panjang dan dua buah payung, kami membangun tenda-tendaan di teras rumah nenek, seolah-olah kami sedang berkemah; bermain rujak-rujakan di depan rumah nenek; lalu bermain sepeda roda tiga di lapangan BAPERMAS yang letaknya nggak jauh dari rumah nenek, berpura-pura menjadi tukang ojek dan penumpang; bolak-balik jajan ke warung; menghanyutkan perahu kertas bersama-sama ketika banjir dan bersorak girang di tengah paniknya para orangtua yang menghalau banjir masuk ke rumah; berebut bermanja-manja dengan kakek; menunggu ibu-ibu kami pulang bekerja, dan girang bukan kepalang saat mereka membawa buah tangan..

Anyway, kedua orangtuaku masih bekerja ketika umurku tiga tahun, sehingga mereka menitipkanku pada nenek, hampir setiap hari. Sampai usiaku lima tahun, rasanya berkunjung ke rumah nenek bisa dilakukan setiap pekan. Gege yang memang tinggal bersama nenek dan mamanya sejak lahir menjadi teman bermainku saat itu. Usia kami yang hanya terpaut sembilan bulan membuat kami benar-benar akrab seperti kakak beradik. Ibu dan bibi-bibiku seringkali membelikan kami barang-barang dan pakaian yang sama. Haaahh.. semua itu terjadi sekitar sembilan belas tahun silam, tapi rasanya baru terjadi hanya beberapa tahun yang lalu. Masih lekat banget dalam ingatan.


Ki-Ka : Gege usia satu tahun, aku beberapa bulan setelah lahir

Ki-Ka : aku, Gege
Foto Kiri : Aku dan Gege memetik jambu air di teras depan rumah nenek.
Foto Kanan : Aku dan Gege berpura-pura menelepon satu sama lain.
Tapi karena telepon mainannya cuma satu, aku pakai ayam jago mainan
buat dijadikan telepon :'v

Ki-Ka : Aku & Gege, bermain di Taman Ade Irma Suryani

Love this pict so much!

Pakai topi dan kantung mini kembaran (kantungnya ketutup flashlight.
Topinya ada rambut palsunya gitu :3

Ki-Ka : Aku (dengan boneka dibalik baju, jadi kelihatan buncit) & Gege.

Another picture of our moments together

Naik beberapa tahun kemudian, kami berboncengan sepeda besar milik Wak Agus; disuruh nenek belanja ke pasar berdua; bertukar surat; bertukar rahasia masing-masing dengan menuliskannya dalam buku khusus yang kami sebut 'Buku Rahasia'; berlomba membuat puisi; menonton film dan menertawakan para pemeran serta adegan-adegan yang menurut kami lucu; jalan-jalan pagi ke sawah, melihat matahari terbit, dan dimarahi nenek setelahnya karena nenek khawatir kami dipatuk ular sawah; menyewa becak mini.. Ahh, ini yang paling unforgettable. Waktu itu usiaku sebelas tahun, dan Gege dua belas tahun. Kami—aku, Gege, adikku, dan Agis—menyewa dua buah becak mini untuk kami gunakan memutari komplek. Biaya sewanya cukup murah, waktu itu satu becak cuma seribu rupiah untuk sejam ato berapa jam gitu, lupa. Satu becak dikayuh Gege dengan aku sebagai penumpangnya, sedangkan yang lainnya dikayuh adikku dengan Agis sebagai penumpangnya. Setelah mendapatkan becak, kami beli Pop Ice Blend di sebuah warung. Karena Gege dan adikku mengayuh becak, jadi minuman mereka dibawa sama penumpang mereka masing-masing. Kami pun asik memutari komplek. Di tengah perjalanan, aku bilang ke Gege, “Ge, Pop Ice kamu mencair!” sambil ngacungin gelas gitu, biar dia bisa lihat.
“Mana?” tanyanya.
Tiba-tiba..
GUSRAKK!!!
Becak yang kutumpangi tiba-tiba terbalik. Dua gelas Pop Ice yang kupegang seketika tumpah membasahi wajah dan bajuku. Kepalaku terbentur besi penyangga atap becak. Gege lebih parah. Beberapa bagian tubuhnya lecet, bahkan ada bagian yang lebam biru juga. Selain itu, salah satu bagian becak ada yang besinya lepas. Rupanya becak mini itu menghantam trotoar hingga terbalik. Salahku juga sih yang nunjukkin gelas Pop Ice pas Gege lagi nyetir. Dia jadi hilang fokus. Kami memang nggak nangis sih, tapi ya lumayan juga sakitnya. Sejak insiden itu, kami jadi kapok main becak lagi.

Sampai menginjak usia dewasa, hubungan kami masih dekat. Kami masih suka membicarakan berbagai hal setiap kali bertemu. Satu-satunya topik yang nggak pernah kami bicarakan cuma soal love life. Nggak tau kenapa, sejak dulu itu nggak pernah dilakukan, kecuali waktu jaman SD dulu, tapi itu nggak bisa dibilang love life sih ya, melainkan cuma naksir-naksiran.

Time flies. Kini perempuan yang menemani separuh masa kecilku itu duduk di pelaminan bersama lelaki yang akan menemani sisa hidupnya.

***

Jam delapan malam kemarin, sepulang ngantor dan berkemas, aku berangkat ke rumah nenek di kawasan Perumnas dengan menumpang Gr*bB*ke dengan driver yang sama untuk ketiga kalinya dalam minggu ini, yakni seorang bapak yang usianya mungkin sekitar empat puluh tahunan. Serem juga, sampe tiga kali gitu. Well, mungkin karena beliau mangkal di Hotel Neo tiap hari kali ya, dan kebetulan rumahku memang nggak jauh dari situ.

Rumah nenek udah ramai saat aku tiba, karena ada keluarga dari Kuningan yang juga membantu mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah menyalami semua orang yang ada disitu, aku masuk kamar si Calon Ratu Semalam yang rupanya udah dihias setengah jadi, dan kebetulan orangnya juga ada disitu, duduk di tepi tempat tidur.
“Cieee.. Calon Penganten, deg-degan ya?” sindirku sambil menjabat tangannya.
“Ya begitulah..” jawabnya. Tapi anehnya, dia bisa tidur cepat. Sekitar jam sebelas dia udah tidur nyenyak. Kalo aku ada di posisinya, mungkin aku baru bisa tidur menjelang subuh -_-

Aku sendiri baru tidur sekitar jam satu dini hari, coz aku nyoret-nyoret kertas dulu, bikin surat ucapan selamat buat dia, pake gambar-gambar ilustrasi dia berdua bareng Awan gitu, biar nggak mainstream. Jangan tanya bagaimana hasilnya. Aku berharap Awan nggak tersinggung, karena perbandingan antara dia yang asli dengan dia yang di gambarku itu jadi kayak Bondan Prakoso dengan Dede yang di acara Ini Talkshow itu (well, ibaratkan saja demikian).

Jam empat pagi, aku bangun. Agak pusing, karena mungkin waktu tidurnya kurang, plus agak kurang nyenyak juga. Aku mandi di rumah Bibi Cicih karena kamar mandi di rumah nenek antreannya banyak. Hari ini aku mengenakan celana jeans dan baju batik yang baru kubeli dua minggu yang lalu untuk acara ini. Aku menolak untuk menggunakan kebaya dan didandani seperti Agis, Empit, dan Yessica—tiga sepupuku yang lain—karena nggak mau ribet. Tapi ujung-ujungnya aku agak menyesal juga sih, coz Gege kayak yang rada kecewa gitu. Trus pas berfoto, aku jadi beda sendiri. Haaahh.. kenapa di acara pernikahan sepupu terdekatku aja aku masih nggak mau tampil ribet sih (-.-“) Satu lagi yang aku sesali adalah, fotoku bareng dia ataupun bareng kedua mempelai nggak banyak, karena selain canggung, aku juga banyak mondar mandir kesana-kesini; bikin kopi buat crew panggung lah, bawa ini-bawa itu.. Jadi rada envy ngeliat adik dan sepupu-sepupuku saling kirim foto gitu dari hape masing-masing.

Oh ya, sebenarnya siang tadi aku pengeeeeen banget tampil di panggung, membawakan seenggaknya satu buah lagu. Aku kepikiran buat membawakan salah satu lagu yang lagi super duper hits banget belakangan ini. Ya know.. lagu Akad-nya Payung Teduh. Pas banget kan tuh, dibawakan di hari pernikahan. Yaaah meskipun sebenarnya honestlyso sorry to say—aku sangat sangat muak dengan lagu ini. Bukan apa-apa, pasalnya lagu ini benar-benar terdengar anytime anywhere. Nonton TV, ada lagu ini; scrolling Instagram timeline, ada lagu ini; buka Smule, ada invitation dan rekomendasi buat menyanyikan lagu ini; masuk Showroom, ada lagu ini; bahkan staff Akunting di kantorku memutar lagu ini setiap hari berulang-ulang. Bayangkaaaan.. setiap hari dan berulang-ulang! Dan timeline BBM pun begitu. ‘Si Anu listening to Akad (Payung Teduh)’. Oke, ini kenapa aku jadi bahas lagu Akad? Well, intinya aku sempat berniat mau membawakan lagu ini. Nggak apa-apalah, kupikir, hitung-hitung hadiah buat kedua mempelai. Kebetulan Pembawa Acara nya memberi kesempatan pada siapapun buat sumbang suara. Tapi niat untuk tampil ke atas panggung itu kuurungkan. Pertama, karena aku nggak yakin lagu ini ada di playlist crew panggung; kedua, karena aku malu, nggak ada orang seumuranku yang tampil; ketiga, karena aku nggak hafal lagu ini *ditimpuk Readers*

Daaaan.. seperti biasa, di acara pernikahan seperti ini hampir selalu ada aja yang melempar pertanyaan, “Kapan nyusul?”
Mbak Eni misalnya—anak dari salah satu kakak bapakku—yang bilang, “Puput kapan? Itu, Gege ngeduluin.” Tapi lebih banyak yang mendoakan sih, ketimbang melempar pertanyaan ini. Yaaah meskipun yang mereka doakan adalah agar aku cepat menyusul jejak sepupuku ini, bukan mendoakan agar mata hati dan pikiranku terbuka, karena problem terbesarku yang sesungguhnya adalah aku nggak yakin apakah yang namanya ketulusan cinta benar-benar ada di jaman ini. That’s why, meski masih bisa merasakan fall in love, aku cenderung canggung untuk akrab dengan lawan jenis, meski aku menyukai orang itu, apalagi sampai menjalani hubungan relationship.


Forget that. Well, sebagai sepupu yang baik, aku mendoakan yang terbaik buat Gege. Semoga dia dan Awan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah, dikaruniai anak-anak yang ganteng-cantik, dan sholeh-sholehah, serta bahagia sampai akhir hayat. Aamiin. Dan aku juga berharap, semoga ini semua nggak lantas membuat hubungan keluarga kami jadi renggang. Semoga dia tetap Gege yang aku kenal :)

Dear, Sist. Happy Wedding Day!

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;