Kupikir hari
ini bakal jadi hari dimana aku menghabiskan akhir pekan bareng teman-teman
seharian. Beberapa hari yang lalu, rencananya pagi ini aku bakal pergi berenang
sampai sore bareng dua sohibku, Rohayati dan Ayu di kolam renang Apita seperti
pertengahan bulan lalu, dan kemudian dilanjut meet up sama Yuda. Well, tanggal
22 Oktober lalu, aku, Ohay, dan Ayu memang pergi berenang di kolam renang
Apita. Kami tiba sekitar jam sepuluh pagi, dan selesai sekitar jam satu siang.
Waktu itu rasanya kurang puas, karena aku dan Ayu masih ingin berenang,
sementara Ohay ada janji buat jalan bareng fiancee-nya *uhuk*, jadi kami harus
balik sebelum sore.
Nah, karena
hal itulah, beberapa hari yang lalu, Ayu mengajak kami berenang lagi. Aku dan
Ohay menyetujui dengan senang hati. Tapi anehnya hingga pagi tadi, dia nggak
ada kabar. Di-SMS nggak dibales. Baiklah, kami pikir dia nggak punya pulsa.
Akhirnya Ohay menghubungi dia via Facebook, nggak dibales juga, padahal jelas-jelas
dia komen-komenan sama cowoknya. Ngeselin kan. Akhirnya kami berdua cancel deh
rencana kami itu. Eh, siangnya Ayu malah baru SMS Ohay, minta planning renang
barengnya diganti jalan-jalan ke Pasar Muludan. Berhubung aku dan Ohay udah
malas duluan, kami menolak. "Minggu depan aja," balas Ohay.
Sekitar jam
setengah tiga sore, aku bersiap untuk meet up sama Yuda. Sebenarnya niat
ketemuan ini pun udah direncanakan sejak sekitar dua minggu yang lalu. Niatnya
kami ketemuan tanggal 5 kemarin, tapi berhubung minggu lalu aku ada acara
keluarga, kami baru bisa meet up hari Minggu ini. Kami ketemuan di sebuah rumah
makan ramen dan sea food di kawasan Tuparev. Ini kunjungan keduaku ke tempat
ini. Sebelumnya, aku pernah makan ramen disitu, berdua sama Ohay awal bulan Oktober
lalu. Meski berakhir dengan mencret dan bolak-balik ke kamar mandi hingga tiga
kali dalam kurun waktu dua jam, aku nggak kapok buat makan disitu lagi. Lho,
kok bisa?
Jadi, hari
itu, aku pesan ramen tempura (tadinya mau pesan ramen kepiting, tapi ternyata
habis. maklum, best seller) dengan pedas level dua, sedangkan Ohay pesan ramen
sosis dengan pedas level lima. Entah karena keteledoran waiter yang keliru
menuliskan orderan, atau kekhilafan kokinya yang salah memasukkan ramuan, ramen
yang aku makan ajegile hot banget, sedangkan Ohay justru mengaku ramennya nggak
pedas sama sekali. Tertukar, mungkin. Tapi honestly, kalo soal rasa, ramennya
enak banget. Yah, kalo nggak enak, ngapain aku datang sampai dua kali kan?
Selain itu juga karena tempatnya yang cukup nyaman dengan musik yang enak
didengar.
Yap, kembali
ke today's story.
Aku tiba di
lokasi lebih dulu ketimbang Yuda. Aku memilih meja outdoor yang sama dengan
meja yang aku tempati bareng Ohay dulu.
"Sendirian
aja, Mbak?" tanya seorang waiter sambil menyerahkan buku menu.
"Ada
teman saya datang belakangan, Mas," jawabku. Kemudian Mas Waiter itu pun
meninggalkanku untuk memilih menu. Sekitar lima belas menit kemudian, Yuda tiba
di lokasi. Karena tempat dudukku nggak jauh dari gerbang, dia langsung bisa
mengenaliku, nggak celingukan kayak pertemuan-pertemuan sebelumnya.
"Mau
pindah tempat nggak?" tanyaku.
"Hmm.."
dia bergumam sambil menyapukan pandangan ke bawah. "Kalo bisa, cari tempat
yang ada colokannya sih.." Selanjutnya, aku mengikuti dia masuk ke ruang
makan indoor, dan berhenti di sebuah meja di sisi kanan ruangan. Anyway,
berbeda dengan meja dan kursi di ruang makan outdoor yang keras karena terbuat
dari kayu, di ruang makan indoor ini, ada meja-meja dengan kursi empuk di sisi
kanan dan area lesehan di sisi kiri. Cukup nyaman sih, hanya aja di tempat ini
cukup banyak lalat beterbangan, sehingga kita harus selalu mengibas-ngibaskan
tangan kalo nggak mau mereka hinggap di makanan dan minuman kita.
Yuda memesan
satu porsi french fries dan black coffee, sedangkan aku memesan menu yang sama
dengan yang aku pesan waktu makan bareng Ohay dulu : ramen kepiting (syukurlah,
kali ini nggak kehabisan) dengan pedas level dua (kali ini dipastikan nggak
akan tertukar lagi) dan milkshake stroberi. Anyway, meski pedasnya cuma level
dua, tapi tetep aja, asa pedas banget. Cuma memang nggak separah waktu itu,
baru nyesap kuahnya aja aku udah batuk (-_-")
Then we
started the conversation. Anyway, tujuan kami ketemuan ini adalah sharing soal
metode mengajar Bahasa Inggris. Jadiii.. ceritanya belakangan ini Yuda lagi
aktif mengajar Bahasa Inggris gratis via sosmed. Kebetulan, sekitar tahun 2013
lalu, aku juga pernah melakukan hal yang sama. Waktu itu mula-mula aku
bergabung dalam beberapa grup belajar Bahasa Inggris di Facebook. Selain memperdalam
ilmu, aku juga banyak sharing di
grup-grup ini, hingga suatu hari aku dipercaya untuk menjadi admin di salah
satu grup yang saat itu cukup memprihatinkan karena kurang aktif. Adminnya
banyak, tapi jarang nge-post materi
ataupun menjawab pertanyaan member. Malah
ada admin yang justru narsis di grup, menjadikan grup sebagai lahan curhat dan
mencari perhatian. Mending kalo curhatnya pake bahasa Inggris, bisa sekalian
belajar, lah ini boro-boro. Aku jadi nggak habis pikir dengan apa yang
dipikirkan owner dari grup itu
sehingga mengangkat dia jadi admin. Atas dasar hal itu, aku jadi merasa
bertanggung jawab buat bikin grup itu lebih ‘hidup’. Yah, memang nggak berubah
secara signifikan dan serame grup tetangga, tapi lebih baik ketimbang
sebelumnya. Beberapa admin yang tadinya pasif pun kembali aktif menjawab
pertanyaan member. Dari grup-grup inilah aku mendapatkan beberapa teman yang
tertarik buat belajar Bahasa Inggris padaku. Tapi ada juga satu orang yang
nggak berasal dari grup-grup ini, melainkan dari friendlist Facebook-ku, yang tertarik buat belajar Bahasa Inggris
padaku karena melihat aku yang kerapkali menggunakan bahasa Inggris di
status-status yang aku update di
sosmed. Nah, si Yuda ini pengen tau gitu, metode mengajar yang aku pakai dulu
kayak apa. Well, sebenarnya metode
yang aku pakai waktu itu nggak begitu berbeda dengan apa yang dia terapkan,
hanya aja memang lebih sederhana. Kuakui, metode yang dia terapkan jauh lebih
WOW karena pake ada kegiatan bedah buku segala. Jadi, kepada ‘murid-muridnya’
itu, dia bagikan sebuah E-Book berjudul Why
We Can’t Speak English (atau I Still
Can’t Speak English yak? Lupa), yang kurang lebih isinya itu tentang
bagaimana cara agar seseorang bisa menerapkan bahasa Inggris itu kedalam
percakapan sehari-hari, nggak cuma tau teori dan bisa writing doang (duh, aku banget kayaknya. Hahaha..). E-Book ini dia
jadikan bahan diskusi bareng ‘murid-muridnya’. Great!
Selain dalam
hal metode, ternyata ‘murid-murid’ yang dia ajar juga aneh-aneh. Ada yang baru
belajar tentang dasar bahasa Inggris, tapi udah berani jadi guru les. Seriously, guru les coy! Berbayar. Kenapa
dia nggak berguru sama masternya aja coba? Well,
nggak mau ngeluarin modal mungkin? Bisa jadi. Trus ada ‘murid’ yang terus membujuk
Yuda buat ngerjain tugas-tugas kuliahnya (but
he refuses him, of course). Lalu ada juga ‘murid’ cewek yang ngajak kenalan
dan mencoba ‘dekat’ padahal udah punya anak dan suami! WTH :v
Dan bukan meet up sama Yuda namanya kalo
percakapannya cuma satu topik. Dia juga sharing
tentang beberapa hal, well.. business, family, friends, girls *uhuk*
dan satu lagi.. yang paling aku suka : Metafisika dan Supranatural! Wkwkwkwk..
BTW, aku
baru tau kalo orang Indigo (which is
yang punya indera keenam sejak lahir) bisa kehilangan kemampuan spesialnya ini
seiring dengan bertambahnya usia. Adik Yuda, Bima, misalnya, yang punya sixth sense sejak ia lahir, tapi
kemudian indera keenamnya ini menghilang di usianya yang kesekian. Sebaliknya,
Yuda yang nggak memiliki kemampuan spesial itu sejak lahir justru
mendapatkannya by accident di usianya
yang ketujuhbelas. Dia bercerita, sore itu dia baru pulang sekolah. Dalam
keadaan capek, dia melangkah ke kamar mandi dan menemukan seorang kakek
berpakaian serba putih di sudut kamar mandi yang menurut adiknya—si Bima—memang
sering nongkrong disitu. Hmm.. aku jadi ingat cerita Admin Mystic Wave
(mwv.mystic—salah satu akun Instagram yang banyak sharing soal cerita horor true
story dan foto-foto penampakan makhluk astral) yang baru-baru ini
mendapatkan kemampuan spesial by accident
usai melakukan kegiatan bareng teman-teman kampusnya di kawasan Puncak, Bogor. Tapi
berbeda dengan orang-orang kebanyakan yang menganggap kemampuan spesial itu
sebagai suatu kelebihan, Admin Mystic Wave ini justru menyebut ini sebagai
sebuah kekurangan, karena menurut penuturannya, memiliki sixth sense berarti mengalami gangguan oleh jin, dan itu harus
dihilangkan.
“Kamu masih
penasaran, Put, pengen bisa liat?” tanya Yuda.
Hadeeeehh..
sekarang sih enggak lah yaa. Well, masih
ada sih rasa penasaran. Sedikit. Intinya nggak sepenasaran dulu. Cukuplah
nyimak cerita-cerita mereka dari akun-akun horor yang aku follow di Instagram. Bagiku itu udah cukup untuk menjawab rasa
penasaranku tentang bagaimana rasanya melihat dan diganggu mereka, walau memang
rasanya mengalami sendiri dengan hanya menyimak tentu sangat berbeda.
Nggak
terasa, empat jam berlalu. Setelah membayar bill,
kami pun beranjak meninggalkan tempat itu. Yuda sempat mampir ke rumah sebentar
buat merokok dua batang (pelampiasan mungkin, coz selama di rumah makan tadi dia nggak ngebul. Hahaha..). Dia juga sempat sharing musik. Aku nggak nyangka dia dengerin Owl City juga, dan..
oh ya, dia juga punya beberapa rekomen musisi yang ternyata punya lagu yang
enak banget didengar, salah satunya bernama Erutan. Erutan ini punya musik yang
unik dan ajaib menurutku. Entahlah, mendengar musiknya, aku merasa adem,
tentram.. berasa kayak ada di kawasan sejuk penuh pohon dengan suara gemericik
air sungai dan kicau burung. Ugh, seriouslyyy..
baru dengar satu lagu aja aku langsung jatuh cinta. Beberapa lagu yang
direkomendasikan itu diantaranya Raindancer,
Itsumo Nando Demo, The Willow Maid, dan Transylvanian
Lullaby. Kemudian ada juga Hayley Westenra dengan lagu berjudul I Am A Thousand Winds yang menyentuh
banget, atau Kingdom Hearts dengan Lazy
Afternoon-nya. Besok langsung sedot deh tuh semuanya di kantor. Arigatou gozaimashita, Yud. Nggak
nyangka, kirain cuma musisi-musisi alam kubur aja yang ada di playlist-nya. Ya know.. Frank Sinatra, Andy Williams.. Haha.. ^^v
0 komentar:
Posting Komentar