Selasa, 19 Maret 2019

7th Anniversary Kantor Cabang Cirebon

Euforia perayaan hari anniversary kantor cabang Cirebon hari Sabtu lalu masih kental terasa. Ini ketiga kalinya aku menghadiri hari anniversary kantor Cabang Cirebon dari perusahaan tempatku bekerja sekarang. Dengan kata lain, ini sudah memasuki tahun ketiga aku menjadi bagian dari perusahaan ini. Yap, waktu yang nggak bisa dibilang sebentar dalam dunia pekerjaan, tapi rasanya baru kemarin. Singkat banget. Aku bahkan masih ingat hari-hari pertamaku bekerja disini. So, it's gonna be a very long post.

Hari itu, Senin pagi di pertengahan bulan Agustus 2016, untuk pertama kalinya perusahaan ini memanggilku untuk mengikuti job interview  dan tes kepribadian. Aku tentu bukan satu-satunya pelamar yang dipanggil. Ada beberapa orang lagi yang juga datang dengan tujuan yang sama denganku. Mereka juga sama-sama melamar untuk posisi Admin. Dengan kata lain, mereka adalah rivalku, dan jumlah mereka bisa dibilang cukup banyak.

Pertama-tama, aku dan para pelamar diminta menunggu di Showroom. Aku duduk di hadapan dua orang pramuniaga, dan saat itu rasanya gugup banget. Tapi aku cukup terhibur dengan celotehan seorang karyawati latah bertubuh agak gemuk—yang kemudian kupanggil 'Mbak Meyfi', Sales Force, tapi sekarang udah menjabat jadi SPV Marketing—yang saat itu entah sengaja atau memang karakternya yang konyol membuat aku dan beberapa orang pelamar yang ada disitu nyengir.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kami—dengan diantar salah satu Pramuniaga Showroom—menuju Ruang Marketing & HRD yang terletak di lantai dua. Saat itu aku merasa semakin gugup, karena di perjalanan menuju Ruang Marketing & HRD itu, aku harus melewati sebuah ruangan dimana beberapa orang yang seluruhnya laki-laki berkumpul untuk melakukan briefing pagi—yang kemudian kuketahui bahwa yang kulewati itu adalah Ruang Briefing Collector.

Ruang Marketing & HRD dengan Ruang Collector hanya terpisah oleh sebuah lorong pendek. Ruang Marketing & HRD sendiri merupakan sebuah ruangan yang cukup luas. Paling luas di kantor itu, karena di tempat itu biasanya dipergunakan untuk pertemuan, seperti meeting atau briefing Marketing. Disana disediakan berpuluh-puluh kursi lipat dengan meja putih—seperti kursi-kursi mahasiswa di kampus. Jika digunakan sebagai tempat pelaksanaan Grand Meeting, ruangan itu cukup untuk menampung sekitar seratus orang. Dindingnya yang dicat hijau dikelilingi papan-papan bertuliskan Visi dan Misi Perusahaan, Motto, Ikrar Analis, Mars Perusahaan, kata-kata bijak, dll. Ada beberapa white board juga disitu. Di seberang ruangan, terdapat tiga ruangan lagi, yakni Ruang Staff HRD, Ruang Admin HRD, dan Gudang Dokumen.

Aku duduk di salah satu kursi yang ada disitu bersama para pelamar lainnya. Seorang perempuan berambut pendek yang mungkin berusia sekitar awal tiga puluhan mengajakku ngobrol. Perempuan ini ramah banget dan tampaknya periang. Gaya bicaranya menyenangkan dan murah senyum. 'Sreseh' kalo kata orang sini mah. Saat itu aku pikir, perempuan ini sangat mungkin diterima bekerja di perusahaan itu. Apa yang kurang? Dia cantik, ramah, pandai berkomunikasi, dan berpendidikan. Terkecuali kalo perusahaan lebih menginginkan karyawan yang masih single, karena nyatanya perempuan itu udah memiliki dua orang anak.

Dan tibalah saatnya para pelamar menghadapi Tes Kepribadian. Seorang laki-laki bertubuh tambun dengan tahi lalat diatas bibir kanan—yang kemudian kupanggil 'Pak Benny', Instruktur sekaligus bagian Personalia—membagikan soal. Kupikir soal-soalnya banyak dan rumit seperti soal-soal Psikotes di tempat kerjaku yang sebelumnya. Tapi ternyata kami cuma diminta mengerjakan empat puluh soal yang cara pengerjaan dari masing-masing nomornya itu cuma sebatas melingkari salah satu dari empat pilihan karakter yang paling mencerminkan diri kita. It was so easy. Kita hampir nggak perlu berpikir untuk mengerjakan itu. Setelah mengerjakan soal-soal tes, kami dipanggil satu persatu ke ruang HRD untuk diwawancarai Kepala HRD—yang kemudian kupanggil 'Pak Teguh'. Pertanyaannya umum sih, cuma saat itu aku sempat blank waktu disuruh menyebutkan rumus fungsi Microsoft Excel. Haha..

Setelah sesi wawancara, aku diminta mengerjakan tes praktek Microsoft Excel. Ini yang aku nggak tau. Kupikir nggak ada tes lagi selain Tes Kepribadian dan wawancara. Awalnya aku optimis bisa, tapi ternyata pas menghadapi soalnya, aku jadi ragu. Sebenarnya sih soalnya sederhana, tapi akunya nge-blank. Hahaha.. Saat itu tes praktek Microsoft Excel dilakukan di Ruang Admin HRD—yang mana selanjutnya jadi ruangan tempatku bekerja. Anyway, Ruang Admin HRD itu sebenarnya kurang pantas disebut 'ruangan' sih karena tempatnya nggak tertutup, melainkan hanya berupa sekat setinggi satu meter yang memisahkannya dengan tempat pertemuan yang aku ceritakan di atas tadi. But whatever, sebut aja demikian. Di ruangan tersebut terdapat sebuah meja panjang besar yang cukup untuk dipakai bekerja dua orang. Di atas meja itu, ada sebuah komputer di sebelah kanan dan sebuah laptop di sebelah kiri. Aku dipersilahkan untuk menggunakan laptop, sementara komputernya dipakai Pak Benny untuk bekerja. Sebelum tenggelam dalam pekerjaannya, beliau menyuguhiku sebotol teh. Saat itu aku pikir, keren banget nih kantor. Tau banget cara memperlakukan tamu dengan baik. Yup, karena itu pertama kalinya aku diperlakukan demikian pada acara seleksi penerimaan karyawan. Di perusahaan-perusahaan sebelumnya, jangankan teh, air mineral aja nggak disuguhin :v Untuk tes praktek Microsoft Excel itu, para pelamar cuma dikasih waktu sekitar lima belas menit, waktu yang cukup lama untuk mereka yang expert, dan sangat singkat untuk aku yang ilmunya barlen—bubar klalen—apalagi dengan keadaan touchpad laptop yang agak bandel gimana gitu. Akhirnya kukerjakan soal itu sebisaku. Setelah selesai, aku diperbolehkan pulang, dan aku pulang dengan perasaan pesimis mengingat pertanyaan mengenai rumus fungsi Microsoft Excel yang kujawab dengan absurd dan beberapa poin tes prakteknya yang kukerjakan nggak sesuai perintah.

Tanpa diduga, esok sorenya, perusahaan menghubungiku untuk interview bersama Kepala Cabang. Ketika itu, rasa optimisku kembali bangkit. Berbeda dengan sehari sebelumnya, kali ini yang dipanggil untuk interview hanya dua orang. Selain aku, ada seorang cowok tinggi berkulit putih yang juga diwawancara untuk posisi yang sama. Aku mendapat giliran pertama diwawancarai.

Saat bertemu Bapak Kepala Cabang untuk pertama kalinya, entah kenapa aku ingat Pak Ahok. Wakakak.. Padahal nggak mirip. Well, mungkin karena mata mereka yang sama-sama sipit, meski Pak Kepala Cabang bukan keturunan Cina, melainkan orang Minang kelahiran Bukittinggi. Bapak Kepala Cabang juga ramah, sama sekali nggak ada raut menakutkan ataupun keangkuhan di wajahnya. Aku jadi lebih relax. Setelah mewawancaraiku, beliau mengatakan bahwa jika aku diterima bekerja, maka perusahaan akan menginformasikan padaku dalam waktu kurang lebih tiga hari.

Lebih dari tiga hari, kabar dari perusahaan itu nggak juga aku terima. Hal itu membuatku yakin kalo aku ditolak. Tapi rupanya enggak. Hari itu, Selasa, 23 Agustus, setelah mengikuti tes kepribadian, tes kemampuan komputer, dan job interview, akhirnya aku dinyatakan lolos seleksi penerimaan karyawan. Thank God.

Esok paginya, sesuai panggilan dari perusahaan itu, aku hadir sekitar jam setengah delapan pagi. Oleh Pramuniaga Showroom (lagi-lagi) aku dipersilahkan menunggu di Ruang Marketing & HRD. Aku nggak sendiri, ada seorang laki-laki berpostur tinggi besar yang udah lebih dulu menunggu disitu—yang kemudian kupanggil 'Mas Teguh', yang waktu itu baru mau menjabat sebagai Collector. Saat itu aku pikir hari itu adalah hari pertamaku kerja, tapi rupanya enggak. Aku hanya diberi sedikit informasi mengenai jabatan dan upah yang akan kuterima. Bapak Kepala HRD juga memintaku untuk membawa ijazah asli keesokan harinya. Setelah itu aku diperbolehkan pulang.

Kamis, 25 Agustus, sesuai yang diminta Bapak Kepala HRD, aku datang dengan membawa ijazah asliku. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari itu Ruang Marketing terlihat ramai dengan para karyawan. Aku sampai bingung mau duduk dimana. Akhirnya aku memilih duduk di samping pintu masuk Ruang HRD, tepatnya di sebelah seorang laki-laki kurus berkepala plontos—yang kemudian kupanggil 'Mas Iman', Sales Force. Aku menjabat tangannya untuk berkenalan. Ketika itu, dua orang karyawan yang duduk sekitar satu setengah meter didepan kami meledek Mas Iman (ya know, something like 'cie, cie' thing). Tapi Mas Iman yang saat itu tampak malu-malu (eh memang pemalu sih orangnya) nggak menanggapi mereka. Aku pun menghampiri mereka dan mengajak mereka berkenalan juga. Satu pria bertubuh gemuk kupanggil Pak Maman, satunya lagi seorang cowok kurus berpipi merah dan bergigi kelinci bernama Franrich—atau biasa kupanggil Mas Frans meski umurnya lebih muda dariku. Keduanya adalah Sales Force, sama kayak Mas Iman. Saat itu, mereka dan  para Sales Force lainnya tengah berkumpul untuk morning briefing yang dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis.

Sooo yah, hari itu juga aku resmi menjadi karyawan di perusahaan itu. Nggak tanggung-tanggung, aku merangkap dua jabatan sekaligus : Admin HRD dan Admin Marketing. Mengetahui hal itu, aku excited banget, karena jujur menjadi bagian dari Departemen HRD adalah satu hal yang kuiinginkan dalam pekerjaan. Dan dengan diberi dua jabatan, maka kemungkinan besar aku akan cukup sibuk—sesuatu yang kuharapkan waktu itu karena pekerjaanku di perusahaan sebelumnya terlalu sedikit sehingga dipandang negatif oleh sebagian besar karyawan.

Setelah serah terima ijazah dan diberi sedikit arahan, aku diperkenalkan kepada seluruh SPV Marketing yang saat itu hadir lima orang (sebenarnya ada tujuh orang waktu itu, tapi dua orang nggak hadir). Ada Bu Elin, SPV Showroom Kedawung; Bu Rohayati, SPV Outlet Sumber; Pak Tio, yang waktu itu menjabat sebagai SPV Outlet Perum; Bu Ade, yang waktu itu menjabat sebagai SPV Outlet Palimanan; dan Pak Rudin, SPV Outlet Mertapada. Sedangkan dua orang SPV Marketing yang nggak hadir saat itu adalah Pak Dedi, yang waktu itu masih menjabat sebagai SPV Outlet Jamblang (sekarang General Affair); dan Pak Ical, yang waktu itu menjabat sebagai SPV Outlet Arjawinangun. Yang paling berkesan dari perkenalan dengan mereka saat itu adalah perkenalanku dengan Pak Tio dan Bu Ade. Awal mengenal mereka, aku sempat berpikir mereka itu jutek banget. Ketika Pak Kepala HRD memperkenalkan kami, ekspresi Pak Tio sumpah ngeselin banget, nggak ada senyum-senyumnya, kayak sok-sok jaga wibawa gitu. Sedangkan Bu Ade sempat menyindirku ketika aku terlalu lama mendownload data absen (saat itu pertama kali aku mendownload data absen karyawan, jadi wajar kan kalo lama, karena masih belajar). Dia bilang, "Download absen aja lama banget," gitu. Eh, ternyata pas udah kenal lama, mereka tuh nggak sejutek yang kupikir. Bahkan diantara SPV Marketing lainnya, aku paling akrab sama mereka berdua. Nggak jarang kami saling ledek-ledekan satu sama lain.

Well, kembali ke cerita tentang hari pertamaku kerja disitu..
Setelah diperkenalkan kepada seluruh SPV Marketing, aku dibuatkan absen finger print oleh Pak Benny, kemudian beliau membawaku berkeliling untuk diperkenalkan kepada seluruh karyawan. Ini juga berkesan, karena ketika perkenalan itu, sambutan mereka hangat banget, khususnya perkenalanku dengan para karyawan di Departemen Sewa Beli AR dan Departemen Akunting (yah, walau nggak semuanya menyambut dengan hangat sih, karena ada yang biasa-biasa aja). Aku inget banget, ketika memasuki ruang Departemen Sewa Beli AR untuk pertama kalinya, Bu Mila—SPV Admin AR—dan Bu Evi—salah satu Admin AR—nggak berhenti tersenyum ramah. "Kalo ada yang mau ditanyakan, jangan sungkan kemari ya," begitu katanya. Oh ya, disitu juga ada seorang Admin yang juga sempat kukira jutek—karena memang ia dianugerahi wajah yang demikian—yang biasa kupanggil Bu Iis. Lagi-lagi, kalo udah kenal agak lama sih ternyata nggak jutek. Dia sering menyapaku setiap ketemu, rajin menjawab salamku ketika aku masuk ruangannya, dan sering memanggilku 'Mput' atau 'Putri Cantik'. Ada juga Mas Randhy—Collector yang saat itu masih menjabat sebagai Admin AR—yang waktu masa perkenalan itu sikapnya nyebelin banget. Waktu kutanya nama, dia bilang nggak punya nama, sehingga selama beberapa hari selanjutnya aku iseng memanggilnya 'Mas Anon'. Wkwkwkwk..

Sedangkan di Departemen Akunting, yang paling menyambutku dengan ramah dan hangat adalah Bu Hani. Anyway, aku sempat surprised ketika berkenalan dengan para karyawan di Departemen Akunting, karena ternyataaaa ada salah satu teman kampusku yang juga bekerja disitu. Apung namanya. Lucunya, kami sempat saling pura-pura nggak kenal gitu, karena kenyataannya di kampus pun kami nggak pernah saling bertegur sapa. Tapi yang namanya satu kantor, tentunya komunikasi itu diperlukan banget, apalagi kalo saling membutuhkan. So finally kami jadi akrab juga.

Selanjutnya, yang terakhir, aku diperkenalkan kepada para karyawan di Departemen Gudang. Yang paling kuingat adalah, ketika perkenalan itu, Pak Muslim—salah satu Driver perusahaan yang waktu itu masih bekerja disini—menanyakan namaku hingga beberapa kali. Lalu ada Mas Win—Customer Service—yang saat itu mengaku bernama Richard. Wakakak.. Dan benar, berhari-hari setelah itu aku nggak tau nama aslinya, karena memang waktu perkenalan itu dia nggak menyebutkannya. Aku baru tau setelah membuka database karyawan dan melihat fotonya; Win dari Windarto. Kesan pertamaku ketika pertama kali kenalan sama Mas Win adalah, aku pikir dia tipe cowok geek gitu, dan menjabat sebagai Admin atau Staff IT di kantor karena sepasang kacamata yang selalu bertengger di hidungnya. Selain itu juga karena di pertemuan pertama kami itu, aku melihat dia tengah duduk di depan komputer Admin Gudang. Tapi ternyata bukan. Hahaha.. Kemudian ada Mas Wali yang waktu itu masih bekerja disini sebagai Driver juga awalnya kukira jutek. Waktu itu, Pak Kepala HRD menyuruhku untuk membuang berkas-berkas lama yang udah nggak diperlukan lagi. Aku meminta tolong Mas Wali untuk mencarikanku kardus besar. Waktu itu ekspresinya songong-songong gimana gitu, dan entah kenapa mengingatkanku sama Bondan Prakoso (padahal sumpah, nggak ada mirip-miripnya sama sekali!). Cuma aku nggak ingat perkenalanku dengan Mas Febri yang waktu itu masih menjabat sebagai Admin Gudang (sekarang Purchasing di Akunting, menggantikan Apung). Aku baru akrab sama dia juga belakangan ini, pas tergabung dalam satu band.

Anyway.. Selain diperkenalkan kepada para karyawan lain dan segala seputar pekerjaan, di hari-hari perkenalan itu juga aku diajak mengenal gedung kantor : tentang bagaimana cara membuka pintu kamar mandi (karena kamar mandi yang cuma satu-satunya itu memiliki pintu yang hanya bisa dibuka dengan menekan ujung bawah pintu dengan kaki seraya tangan kita menarik gagang pintunya. Kalo nggak tau cara ini ya selamat berlama-lama disitu deh, sampai ada yang datang menyelamatkan. Haha..), dan tentang bangunan kantor yang rada angker? Hah, angker?

Yup. Beberapa hari setelah aku ditetapkan sebagai karyawan di perusahaan itu, aku meminjam salah satu komputer di Ruang Akunting untuk merekap data barang yang udah terjual di bulan Agustus, karena saat itu komputerku bermasalah. Ketika itulah, aku menyimak obrolan Pak Benny, Bu Hany, Bu Lia, dan Pak Paijan tentang kejadian-kejadian mistis di gedung kantor tempat kami bekerja itu.

Aku udah lupa sih, saat itu mereka cerita apa aja. Yang aku ingat adalah cerita yang diutarakan oleh Bu Hany yang melihat kertas yang bergulung sendiri (padahal nggak ada angin) dan printer yang beroperasi dengan sendirinya. Lalu Pak Benny yang pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri ketika televisi yang (pernah) terletak di Ruang HRD menyala sendiri dalam kondisi kabel yang nggak tersambung ke stop kontak, dan sejak saat itu televisi tersebut dipindahkan ke gudang. Pak Benny juga bercerita tentang seorang temannya yang punya sixth sense yang melihat banyak 'makhluk' di kantor kami itu.

Okay, lemme tell you about our office building.

Gedung kantor kami terdiri dari dua lantai. Lantai satu terdiri dari showroom, Ruang Kasir, Gudang, dan Ruang Staf Gudang. Naik ke atas, ada mushola karyawan, toilet, Ruang Departemen AR, Ruang Departemen Akunting, Ruang Briefing Collector, dan lorong pendek menuju ruangan paling luas yang aku ceritakan di awal tadi, yakni Ruang Marketing & HRD. Jika bertanya pada karyawan senior tentang asal-usul gedung kantor kami itu, kita akan dikejutkan sebuah fakta bahwa sebelum gedung kantor kami itu berdiri, lokasi itu merupakan sebuah komplek perkuburan Cina. Selain cerita Bu Hany dan Pak Ben di atas tadi, udah cukup banyak aku mendengar cerita-cerita soal pengalaman kejadian di luar nalar yang dialami karyawan-karyawan di kantor kami ini. Mulai dari sosok yang menyerupai karyawan lain, pintu geser yang menutup sendiri, OB yang digelitiki saat tidur, suara-suara aneh, bahkan penampakan. Dan konon Ruang Marketing & HRD adalah yang paling angker.

Memang sih, kalo kita masuk ke Ruang Marketing & HRD yang luas itu, hawanya pasti beda, makanya banyak karyawan yang nggak betah berlama-lama di ruangan itu sendirian. Tapi alhamdulillah, meski ditempatkan bekerja di ruangan itu selama hampir tiga tahun lamanya, aku nggak pernah mengalami kejadian di luar nalar seperti yang diceritakan rekan-rekan kantorku. Yaaah ada sih kejadian yang bisa dibilang aneh, tapi alhamdulillah nggak ekstrim banget kayak sampai nampak atau mengganggu secara fisik gitu. Palingan cuma suara langkah kaki seperti orang berjalan dengan sepatu (ini tiap hari ada), atau kursi yang bergerak sendiri. Yah, masih bisa diterima lah, asal nggak nampak mah.

Oh ya, hampir tiga tahun bekerja di perusahaan ini, tentunya ada suka dukanya.
Sukanya yaa rekan-rekanku di kantor baik-baik. Mereka juga perhatian, khususnya para staf. Mungkin karena diantara mereka, usiaku paling muda, jadi udah kayak anak bungsu aja gitu. Hihi..
Selain itu, dengan bekerja di perusahaan ini juga aku mendapatkan pengalaman berharga yang mungkin nggak akan aku dapatkan jika bekerja di perusahaan lain, seperti bergabung dalam band, merasakan masuk dapur rekaman, dan manggung di pulau seberang, seperti yang pernah kuceritakan pada postingan-postinganku sebelumnya.

Sedangkan dukanya adalah, statusku yang menjabat dua jabatan sekaligus membuat pekerjaanku terlalu banyak. Yup, ini sangat berbanding terbalik dengan pekerjaanku di perusahaan sebelumnya. Kalo di perusahaan sebelumnya pekerjaanku terlalu sedikit, berbeda dengan pekerjaanku sekarang yang nggak jarang membuatku kewalahan. Well, mungkin nggak akan terlalu kewalahan kalo aja rekan-rekan (khususnya dari Tenaga Penjual) lebih memahami posisiku. Ini yang sedih, karena nggak sedikit dari mereka yang menimpakan tanggung jawabnya padaku. Misalnya aja untuk kelengkapan persyaratan kredit calon konsumen (KTP, KK, buku nikah, SP3K dll), aturannya semua itu dilampirkan oleh Sales, Pramuniaga, atau Supervisor Marketing, sedangkan aku hanya menerima berkas pengajuan kredit calon konsumen yang sudah dalam kondisi lengkap. Tapi mereka (para Tenaga Penjual itu) justru mengambil jalan praktis dengan hanya menyerahkan foto berkas persyaratan ke WhatsApp-ku dan meminta tolong padaku untuk mencetaknya. Baiklah, toh di kantor ada printer. Kasihan juga mereka kalo tiap dapat konsumen harus nge-print berkas persyaratan di rental, pikirku. Tapi boro-boro berterima kasih karena sudah dibantu, untuk melampirkan berkas persyaratan ke formulir pengajuan dan membuang sampah bekas guntingan hasil printing-nya aja susahnya minta ampun, harus aku juga yang melakukan, seolah-olah pekerjaanku hanya ngurusi mereka aja. Belum lagi kalo berkas persyaratannya hilang atau printer sedang ngadat, aku yang disalahkan. Yah, aku nggak berharap ucapan terima kasih sih dari mereka, tapi minimal mereka sadar lah ya sama tanggung jawab mereka. Maka rasanya nggak ada satu hari di kantor yang aku lewati tanpa ngomel-ngomel pada mereka, apalagi belakangan ini. Rekan-rekan staf yang taunya aku pendiam mungkin kaget melihat belakangan ini aku jadi cerewet banget. Yah bodo amat mereka mau anggap aku jutek kek, atau bahkan galak. Aku capek dikerjain terus, tapi merekanya nggak sadar-sadar.

Kadang down sih rasanya. Pernah aku nangis diam-diam karena saking capeknya. Tapi aku bersyukur karena dikelilingi sama rekan-rekan staf yang selalu ngertiin aku. Pak Ben yang sering handle pekerjaanku kalo aku nggak bisa ngantor, yang juga sering membelaku kalo aku disalahkan dan dimintai pertanggungjawaban atas sesuatu yang sebenarnya bukan tanggungjawabku; Mbak Tika yang sering membantuku memberi solusi dan pemecahan atas masalah dalam pekerjaanku; Pak Teguh yang meskipun sering menyuruh-nyuruh (karena beliau memang atasanku), tapi kalo aku ada masalah selalu siap membantu; Bu Ade yang sering menghibur dan membesarkan hatiku; serta Bu Hani, Mas Febri, Bu Lia, dan rekan-rekan Admin A/R yang perhatian dan sering mengingatkanku untuk makan siang. Haahh.. Kalo suatu hari nanti aku udah nggak bekerja disitu lagi, aku pasti bakal kangen banget sama mereka.

***
Sabtu 16 Maret, tiga hari yang lalu, aku berangkat ngantor lebih pagi. Aku tiba di kantor pada pukul tujuh lebih beberapa menit. Rekan-rekanku sudah berkumpul di halaman. Sebagian sudah mengenakan kaos seragam dengan tema ultah (yang memang baru dibagikan pagi tadi), ada juga yang belum. Aku nggak bergabung bersama mereka, melainkan naik ke lantai dua dan masuk ke ruanganku. Ada beberapa berkas yang harus aku print saat itu juga. Aku nggak sendirian. Ada Pak Ben juga yang melakukan hal yang sama denganku. Setelah beres, kami baru berangkat. Sebelum itu, aku sempat mengganti pakaian dengan kaos tema ultah tadi : kaos seragam berwarna abu-abu hitam, sangat berbeda dengan warna kaos ataupun kemeja seragam sebelumnya yang identik dengan warna hijau dan oranye.


Persiapan sebelum berangkat. Ki-Ka : Bu Iis, Bu Lia, Pak Dedi, Bu Hani, Pak Faisal, Mbak Tika & Bu Mila

Acara anniversary kantor cabang Cirebon kali ini diselenggarakan di Auditorium Perundingan Linggarjati. Aku pergi naik mobil inventaris kantor bersama tujuh orang lainnya, yakni Pak Ben, Pak Teguh, Mbak Weni, Bu Yanti, Pak Maman, Mas Iman, dan Bu Suwarni. Pak Ben yang menyetir. Di perjalanan, Pak Ben dan Pak Teguh memberiku pengarahan tentang apa-apa saja yang harus kulakukan, karena dalam acara ini aku bertindak sebagai Operator. Setelah menempuh perjalanan selama sekitar setengah jam, kami pun tiba di lokasi. FYI, Gedung Auditorium ini berdiri berdampingan dengan Gedung Perundingan Linggarjati, yakni gedung yang 73 tahun lalu menjadi tempat berlangsungnya perundingan antara pemerintah RI dengan pemerintah Belanda yang merupakan salah satu upaya perjuangan Indonesia melalui jalur diplomasi untuk mendapatkan kedaulatan bangsa.

Lokasi acara.

Sejenak aku melihat-lihat area dalam gedung yang sekeliling temboknya terdapat foto-foto sejarah dan naskah Proklamasi dengan foto Bapak Ir Soekarno di sebelahnya. Gedung itu nggak begitu besar, namun cukup untuk menampung sekitar seratus orang. Kursi-kursi sudah diatur sedemikian rupa, termasuk bagian stage tempat Mustunable akan perform. Ruang Operator terdapat di bagian belakang gedung, tepat di tengah-tengah ruangan yang difungsikan sebagai ruang prasmanan dan coffee break. Kupikir dari situ aku bisa menyaksikan acara dengan jelas, namun sayang seribu sayang, ruangan itu tertutup kaca buram dan Operator hanya disisakan area pandang sekecil ini :




Sedih, padahal pingin lihat dengan jelas. Apalah daya, tanggung jawab tetaplah tanggung jawab. Maka sepanjang acara, aku wajib stay disitu, kecuali untuk perform, buang air, mengambil kupon undian, atau mengambil makanan. Yah, boleh sih keluar ruangan untuk tujuan selain kepentingan-kepentingan tadi, tapi nggak boleh jauh-jauh dari situ. Oh ya, aku nggak sendirian. Ada Pak Ikin juga yang membantuku bertugas sebagai Operator.

Menjelang acara dimulai, kami sempat mengalami sebuah kendala yang cukup serius. Laptop Pak Ben yang akan digunakan untuk menampilkan Power Point nggak bisa tersambung dengan proyektor. Begitu juga dengan laptopku. Padahal hari sebelumnya sudah dicoba, dan nggak ada kendala sama sekali. Beberapa menit lamanya kami berkutat dengan masalah itu, alhamdulillah akhirnya terselesaikan. Ternyata apa? Masalahnya, si laptop cuma minta di-restart. Haaahhh.. ampun deh..

Acara dibuka dengan pelaksanaan ceremonial seperti yang biasa kami lakukan setiap bulannya. Namun sebelum itu, para peserta diwajibkan melakukan absensi dan meneriakkan yel-yel dari timnya masing-masing. Yel-yelnya bagus-bagus dan kreatif, namun ada pula tim yang kelewat malas bikin yel-yel, seperti Tim Surveyor yang yel-yelnya nggak berubah sejak dua tahun lalu, atau Tim Gudang yang meneriakkan 'yel-yel' nya dengan irama lagu Lingkaran Kecil Lingkaran Besar dan Disini Senang Disana Senang :
Nggak punya yel-yel, nggak punya yel-yel, nggaaaak punyaa yel-yeeel..
Nggak punya yel-yel, nggak punya yel-yel, nggaaaak punyaa yel-yeeel..
Buat apa yel-yel, buat apa yel-yel, yel-yel itu tak ada gunanyaaa..

Wkwkwk..

Oh ya, karena pakaian seragam kali ini nggak ada unsur hijau-oranye nya, Kantor Pusat membagikan syal berwarna oranye kepada masing-masing peserta. Syal itu harus dipakai sepanjang acara, terserah mau dijadikan apa. Ada yang dipakai di kepala sebagai pita, ada yang dipakai sebagai dasi, ada yang diikat di lengan, ada juga yang dipakai melingkar di area dahi seperti peserta orasi. Hahaha..





Setelah itu, acara dilanjut dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an, pembacaan Doa Pembuka, menyanyikan lagu Indonesia Raya, menyanyikan Mars Perusahaan, pembacaan Visi & Misi Perusahaan, pembacaan Falsafah, dan sambutan-sambutan. Anniversary kami kali ini spesial sekali karena baru kali ini kami kedatangan perwakilan dari kantor cabang Pekanbaru, yakni Bu Leni. Bu Leni yang baru kali ini berkunjung ke Cirebon, dipersilahkan untuk memberikan sambutan. Selain itu, berhubung hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun beliau, kami juga merayakannya bersama-sama, begitu juga dengan beberapa orang karyawan yang berulang tahun di bulan ini.


Bu Leni dari Kantor Cabang Pekanbaru memberikan sambutan.

Perayaan ulang tahun Bu Leni dan karyawan lain yang lahir di bulan Maret.

Setelah pemberian sambutan-sambutan, dilakukanlah pemotongan nasi tumpeng dan kue ultah, namun sebelum itu, kami terlebih dahulu memutar video kilas balik yang berisi foto-foto dokumentasi perayaan anniversary tahun lalu. Momen ini cukup mengharukan bagiku, dan mungkin juga bagi sebagian besar karyawan lain, karena menyadari banyak rekan-rekan yang sudah nggak bersama kami lagi, seperti Bu Saimah yang meninggal bulan Mei lalu dan Mas Win yang nggak bisa beraktifitas lagi karena masalah penglihatannya.
"Jadi ingat Win", ucap Pak Ikin lirih ketika proyektor menampilkan wajah Mas Win yang tengah tersenyum lebar. Yes, me too..

Acara dilanjut dengan pemberian penghargaan bagi lima karyawan terbaik tahun 2018 yang diberikan kepada Bu Ade sebagai Supervisor Outlet Terbaik, Pak Usman sebagai Collector terbaik, A Putra sebagai Sales Excecutive Terbaik, Pak Dedi Sudiana sebagai Koordinator Terbaik, dan Pak Ikin sebagai Staff Terbaik. Yayy! Kemudian ada juga pembagian hadiah doorprize dan undian kupon prestasi yang kami kumpulkan selama satu tahun. Kalo tahun lalu aku mendapatkan hadiah doorprize berupa cangkir, pada anniversary kali ini aku mendapatkan hadiah doorprize berupa sebuah bantal tidur. Sayang, untuk hadiah kupon prestasinya belum jadi rejekiku. Aku hanya bisa gigit jari melihat rekan-rekanku membawa pulang hadiah undian smartphone, matras, sepeda gunung, LED TV, lemari es, dan hadiah-hadiah menggiurkan lainnya.

Sekitar jam setengah satu siang, aku dan teman-teman dari Mustunable naik panggung. Sebelum itu kami terlebih dahulu mengganti pakaian dengan kaos band kami. Lagu pertama yang kami bawakan saat itu adalah lagu Kangen milik Dewa 19. Sedikit melenceng dari rencana, karena awalnya kami berencana membawakan lagu I Want To Break Free sebagai opening. Namun karena saat itu tengah waktu makan siang, rasanya kurang cocok membawakan lagu dengan irama menghentak, akhirnya kami membawakan lagu yang mellow-mellow dulu, seperti Kangen (feat. Inggit), Selalu Salah (feat. Inggit), Pupus (feat. Inggit), dan Bintang Kehidupan (feat. Dhea). Ada yang lucu ketika lagu Selalu Salah milik Geisha kami bawakan. Saat lagu yang kami bawakan memasuki bagian refrain, tiba-tiba saja listrik padam. Malu banget, ya ampun. Apalagi bagian itu aku sendiri yang menyanyikan. Hahaha.. Akhirnya setelah listrik kembali menyala, lagu itu diulang dari awal.

Ketika waktu sudah memasuki sore hari, barulah kami membawakan lagu-lagu yang lebih semangat, seperti Sobat milik Padi (feat. Inggit), Tua-Tua Keladi (feat. Inggit), I Want To Break Free, dan nggak ketinggalan, lagu cover yang kami record bulan Desember lalu, Kaulah Segalanya (feat. Dhea).

"I want to break free!"


Yang paling berkesan adalah saat kami membawakan lagu Kaulah Segalanya dan Tua Tua Keladi. Lagu Kaulah Segalanya di-request langsung oleh Pak Yosep, Direktur Utama kami.
"Tapi maaf ya, Pak, kalo bawainnya mungkin sedikit beda dengan waktu rekaman kemarin. Win-nya nggak ada," ucap Mister Chokai sebelum lagu itu dimainkan.
"Nggak apa-apa", sahut Pak Yosep.
Akhirnya lagu Kaulah Segalanya pun dibawakan. Suasana terasa lebih hidup, dan semakin hidup ketika menjelang akhir lagu, tempo drum yang digebuk Mas Febri menjadi terlalu cepat, sehingga lagunya jadi makin nge-punk dan Ryan auto-headbang. Wkwkwk..

Yang kiri kalem banget, yang kanan pecicilan. Wkwk..

Saat membawakan lagu Tua-Tua Keladi, suasananya lebih gila lagi. Beberapa orang rekan kami maju ke depan panggung dan berjoget-joget bersama. Beberapa orang bahkan memberi kami 'saweran' layaknya biduan dangdut. Ramai sekali. Uang saweran itu terkumpul sebanyak dua ratus tiga puluh tujuh ribu rupiah. Yaah lumayan lah buat jajan berenam. Hihi..


Ramainya saat lagu Tua-Tua Keladi dibawakan.

Singkat cerita, akhirnya tibalah saatnya pengundian hadiah utama, yakni satu paket umroh dan satu unit sepeda motor untuk dua orang pemenang. Namun hadiah paket umroh khusus bagi karyawan yang masa kerjanya MINIMAL tiga tahun, sedangkan untuk hadiah paket umroh khusus bagi karyawan yang masa kerjanya MINIMAL satu tahun. Seperti perayaan-perayaan anniversary sebelumnya, dalam pengundian hadiah utama ini, sepuluh orang kandidat dipanggil untuk berdiri di depan. Kemudian sepuluh nama yang sudah dipanggil tadi diundi lagi hingga tersisa tiga orang, yakni Bu Lia, Mister Chokai, dan Mas Rizal. Diantara tiga orang ini, hanya Mas Rizal yang baru satu tahun bekerja di perusahaan ini, sedangkan dua orang lainnya sudah jauh lebih senior. Itu artinya tiga orang berkesempatan mendapatkan sepeda motor, dan dua orang berkesempatan mendapatkan paket umroh.

Sayang, hadiah utama anniversary kali ini sepertinya memang rejekinya para laki-laki. Nama Bu Lia muncul ketika salah satu peserta mengambil salah satu dari tiga kupon untuk kandidat yang harus 'pulang'. Itu artinya, otomatis Mas Rizal memenangkan sepeda motor, dan paket umroh diberikan kepada Mister Chokai!

Wuuuuhh.. suasana pun menjadi riuh dengan teriakan, tepuk tangan, dan ucapan selamat. Lucunya, dia sempat kayak yang bengong gitu, speechless kali ya, nggak nyangka dirinya bisa memenangkan hadiah yang didambakan oleh seluruh karyawan disini. Yah, aku yakin deh, siapapun pasti nggak akan mengira bahwa Mister Chokai yang akan memenangkan paket umroh itu. Gimana enggak? Wong dia orangnya begitu; gampang besar kepala, bossy, nyebelin.. tapi bisa-bisanya dapat panggilan ke Makkah. Ckckck.. nasib orang memang nggak bisa ditebak. 

Para pemenang hadiah utama. Ki-Ka : Mas Rizal, Mister Chokai

Akhirnya tibalah kami di penghujung acara. Namun sebelum acara benar-benar berakhir, kami bersama-sama menyanyikan lagu Kemesraan, seperti acara anniversary kami sebelumnya. Aku yang sejak awal acara 'dikurung' di Ruang Operator pun ikut nimbrung bersama rekan-rekan. Kali ini bodo amat diomelin, aku kan pingin gabung juga :') Kami pun bersama-sama memanjatkan doa penutup, lalu berfoto bersama. Ah, sebenarnya acara ini bisa jadi sangat menyenangkan dan berkesan bagiku kalo saja aku nggak bertugas sebagai Operator. Seriously, sebenarnya waktu itu aku bad mood banget karena nggak bisa bebas berbaur sana-sini seperti yang lain. Karena itu, banyak moment berkesan yang terlewat, termasuk moment lucu saat penentuan yel-yel terbaik, dan moment mendebarkan saat pemenang hadiah utama diumumkan. Semua itu cuma aku dapatkan dengan mendengar dari cerita rekan-rekan dan melihat video dokumentasi, nggak aku saksikan sendiri. Kecewa. Tapi ya sudahlah.. Sudah lewat juga acaranya. Haha.

Anyway, aku berterima kasih kepada para Seksi Dokumentasi dan rekan-rekan lainnya yang sudah mendokumentasikan momen-momen menyenangkan hari Sabtu kemarin, termasuk moment saat Mustunable on stage. Yah, seenggaknya sosokku ada dalam dokumentasi, nggak ngilang-ngilang banget. Wkwk..

Oh ya, aku lupa cerita. Sedikit out of topic. Di tengah-tengah berlangsungnya acara anniversary kemarin, Pak Yosep memberiku ini,


Beliau memintaku untuk memutar album ini sebagai back-song acara. Beliau juga membagi-bagikan album ini untuk bapak-bapak kepala divisi kami. Rudy Octave - Etno Psycho. Hmm.. ini bukan pertama kalinya aku mendengar nama Rudy Octave, mengingat beberapa bulan lalu aku dan teman-teman dari Mustunable sudah bertemu sosoknya. Tapi baru kali ini aku mendengar karyanya. Well, sesampainya di rumah, aku me-ripping CD dari album itu, menyimpannya dalam folder musik di laptopku, dan memutarnya di Winamp. Setelah aku dengarkan, nggak semuanya fit di kuping sih, karena aku sendiri sebenarnya bukan penyuka musik dengan gaya rap. Tapi menurutku album ini unik, karena baru kali ini aku mendengar musik rap dengan bahasa Nusantara yang beragam.

Lagu yang paling aku sukadari album ini adalah lagu berjudul Rahwana Gandrung. Lagu ini dibawakan dengan bahasa Sunda, lebih akrab denganku ketimbang bahasa lainnya, sehingga liriknya pun bisa aku mengerti. Mendengarkannya seperti sedang menyimak pertunjukan wayang golek, karena lagu ini memang berkolaborasi dengan seorang dalang sih. Ki Dalang Bubun Subandara, namanya. Dalam lagu ini, Sang Dalang memainkan dialog antara Cepot dengan Dawala yang mengomentari jatuh cintanya Rahwana. Lucu deh dialognya.

Ada enam track dalam album ini yang masing-masing dinyanyikan dengan bahasa Aceh, bahasa Manggarai Flores, bahasa Nduga Papua, bahasa Kaili Palu, bahasa Sunda, dan bahasa Dayak.

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;