Sabtu, 30 Maret 2019

Hampir dua minggu berlalu pasca hari jadi kantor cabang perusahaan tempatku bekerja yang ketujuh tahun, sebagian besar karyawan di kantor terserang wabah penyakit. Kusebut demikian karena keluhannya hampir sama semua, yakni batuk, pilek, demam, sakit kepala, dan meriang. Aku sendiri baru dua hari lalu mengajukan ijin nggak ngantor selama satu hari gara-gara keluhan di atas tadi, plus sariawan di bawah lidah. Alhamdulillah, meski hanya istirahat di rumah dan minum obat dari warung, rasanya sudah mendingan (kecuali sariawan yang masih menimbulkan rasa perih setiap kali makan).

Yah, sebagian besar dari para karyawan di kantor yang terserang sakit memang cukup hanya istirahat sehari dua hari di rumah, banyak juga yang tetap memaksa bekerja, namun ada juga yang sampai dirawat di rumah sakit. Dalam dua minggu ini saja total sudah tujuh orang karyawan di kantorku yang masuk rumah sakit. Hal ini tentu menjadi perbincangan di kantor. Banyak yang berpendapat kalo ini semua ada hubungannya dengan perayaan hari jadi kami tanggal 16 lalu. Ya nggak tau juga sih apakah mereka benar-benar serius mempercayai hal itu atau cuma becandaan doang. Temenku malah lebih absurd lagi pemikirannya. Waktu aku cerita soal karyawan di kantorku yang sakit massal, dia malah bilang, “Jangan-jangan diganggu ‘pengunggu’ kantor tuh”. Ngaco, kami kan bukan penghuni baru disitu. Yaa logika saja sih. Karyawan di kantor tempatku bekerja mostly adalah pekerja lapangan yang sudah pasti sering diterjang cuaca yang nggak menentu, panas, hujan, dan debu jalanan. Maka ketika salah satu atau beberapa dari mereka terserang penyakit, penyakitnya ikut  terbawa ke kantor, udara berputar di ruangan, tertularlah rekan-rekan yang lain. Jadi nggak ada hubungannya sama yang mistis-mistis begitu.

Pertengahan bulan April mendatang, aku dan teman-teman dari Mustunable dijadwalkan manggung di Tasikmalaya. Harusnya tiga hari yang lalu kami latihan di rumahku. Namun yang terjadi, latihan itu harus diundur karena Mister Chokai sakit, ditambah kondisiku yang mulai terasa nggak fit waktu itu. Daann.. baru hari ini kami melaksanakan latihan, padahal Mister Chokai baru hari ini ngantor lagi. Itupun karena Pak Yosep ingin melihat kami latihan, dan dilaksanakannya tentu di studio langganan kami.

Singkat cerita, kami janjian kumpul di studio jam lima sore. Menjelang jam lima, aku bilang pada Dhea kalo aku pengen pergi ke studio bareng dia, nebeng mobilnya Pak Yosep.
“Iya, tungguin aja”, katanya.
Karena diminta nunggu, akhirnya aku duduk di ruanganku, nyanyi-nyanyi gitu, melemaskan pita suara sambil nge-back up file kerjaan yang seharian ini kukerjakan.

Menit-menit berlalu, nggak terasa sudah mendekati jam enam sore.
Eh.. kok Dhea belum muncul juga?
Aku pun berdiri dari duduk dan berniat menghampiri dia. Tapi sebelum aku melangkah, tiba-tiba sebuah pesan WhatsApp masuk. Dari Dhea :
“Put, kamu tadi dimana?”
DEG! Feeling-ku nggak enak. Belum sempat kubalas, pesan kedua masuk :
“Aku lupa kalo kamu mau ikut. Maaf *emot nangis*”
Astaga, AKU DITINGGAL DONG!

Seketika situasi berubah seolah adegan slow motion dengan suara Ariel NOAH sebagai backsong.
“Dan terjadi lagi.. Kisah lama yang terulang kembali..”
Seriusan, ini sudah kesekian kalinya aku mengalami kejadian ‘ditinggalkan’ seperti ini. Aku terlalu kecil dan diam kali ya, jadi benar-benar invisible gitu :’)
But it’s okay, aku nggak marah sama Dhea. Toh dia juga minta maaf dan menebus kesalahannya dengan memesankan aku ojek online. Wkwk..

Tapi ternyata masalahnya nggak cuma sampai disitu. Aku menunggu si Abang Ojol di pinggir jalan itu lumayan lama, sekitar lima belas menitan. Eh, nggak taunya, begitu tiba, si Abang Ojol ngomel-ngomel, katanya dia muter-muter daritadi karena titik jemput di maps-nya nggak sesuai. Oalaaah.. Jadi deh tadi itu aku dijutekin Abang Ojol, padahal kan yang salah maps-nya, kenapa naruh titiknya nggak akurat coba (-.-“)

Sore ini ada sepuluh orang berkumpul di studio, yakni aku, Dhea, Inggit, Ryan, Mas Febri, Mister Chokai, Zhovy, Badar, Pak Yosep, dan Pak Faisal. Senang sih rasanya, tapi karena kondisiku belum benar-benar fit, ditambah tenggorokan yang masih terasa gatal, jadi rasanya kurang enjoy aja.

Sekitar jam delapan kurang, kami meninggalkan studio, kecuali Mas Febri yang ijin pulang jam tujuh, karena istrinya sudah nungguin. Sebenarnya aku berniat langsung pulang waktu itu, hanya aja Pak Yosep membujuk kami untuk ikut beliau makan malam. Karena nggak enak untuk menolak, akhirnya aku pun ikut.

Malam ini kami makan di sebuah warung nasi jamblang di kawasan Cipto. Believe it or not, sebagai orang Cirebon asli dan sudah tinggal di Cirebon sejak brojol, ini adalah kali pertama aku makan nasi jamblang yang notabene adalah salah satu makanan khas dari kota ini. Wkwkwk.. Padahal wisatawan luar kalo mampir ke Cirebon merasa wajib lho nyicip makanan ini, tapi aku yang asli sini malah baru kali ini mencoba. Dhea aja sampai surprised gitu waktu aku kasih tau hal itu.
“Lu asli sini kan? Lah gua yang bukan orang sini aja udah beberapa kali”, katanya. Haha..

Jadi kesannya makan nasi jamblang pertama kali?
ENAAAK! Well, sebenarnya sih lauknya sederhana aja. Aku sendiri hanya mengambil telur pindang, tempe goreng, dan sambal sebagai lauk karena nasi yang kuambil pun setara porsi makan kucing. Hanya aja yang membedakan dari nasi jamblang adalah nasinya yang dibungkus dengan daun jati. Daun jati inilah yang membuat aroma nasi menjadi lebih harum. Rasanya pun lebih sedap dan khas.

Belum tandas makanan kami, hujan turun dengan deras, lengkap dengan petir dan geluduk. Jadi yaa kami terjebak cukup lama di warung itu, nunggu hujan yang entah kapan redanya, karena hujan deras seperti itu kemungkinan bakal lama. Kelamaan nunggu, akhirnya Pak Yosep dan Dhea nekat pulang lebih dulu, menerobos hujan. Mau nggak mau sih, karena mereka harus kembali ke Bekasi malam ini juga. Sementara kami masih menunggu dengan sabar.

Sepeninggal Pak Yosep, suasana meja berubah awkward. Gimana nggak awkward, lah wong ada Pak Faisal di tengah-tengah kami. Berbeda dengan Pak Yosep yang suka bicara, Pak Faisal ini orangnya pendiam, jadi agak canggung ngajak ngobrolnya. Hihi..
Akhirnya Inggit berinisiatif meminjam payung untuk mengantar aku dan Pak Faisal ke mobil beliau. Yup, aku pulang diantar Pak Faisal. Pertama-tama Ryan dulu, mengantar Pak Faisal. Begitu kembali, celana bagian bawahnya basah kuyup.
“Parah, disananya banjir!” serunya melawan suara deras hujan.
“Sini, sini, payungnya sama saya aja. Sekalian saya mau ambil sesuatu di motor,” kata Zhovy.
“Itu digulung dulu celananya!” ujarku.
“Udahlah, gapapa”, dia ngeyel. Okelah. Akhirnya aku dan Zhovy pun melangkah tertatih-tatih ke tempat mobil Pak Faisal diparkir. Di tengah perjalanan menuju parkiran, banjir semakin tinggi.
“Oalaaah.. banjirnya tinggi banget!” seru Zhovy. Aku sendiri pun surprised, nggak nyangka banjirnya bakal setinggi itu. Kirain cuma sebatas pergelangan kaki, nggak taunya hampir selutut. “Wah, besok saya nggak pakai celana ini mah!”
Bodoamat dah, kan tadi udah dikasih tau banjir, disuruh celananya digulung, malah ngeyel. Wkwk..

Setibanya di parkiran, kami bingung, yang mana mobil Pak Faisal? Kami celingukan. Alhamdulillah aku ingat nomor platnya. Hampir aja kami berjalan ke pintu keluar.
“Itu tuh!” seruku sambil menunjuk ke salah satu mobil yang terparkir.
“Mana? Mana?”
“Ituuu yang ****”
“Manaaaa?”
Wkwkwk.. lucu deh kalo inget waktu itu. Geli, kesal, dan panik campur jadi satu. Begitu tiba di mobil Pak Faisal, aku langsung masuk. Bodo amat sepatu penuh air. Masalahnya hari ini aku bawa laptop. Kalo tasku sampai kemasukan air, gawat juga.

Soo ya, begitulah yang terjadi hari ini. Entah kapan kami bakal latihan lagi, belum direncanakan. Yang pasti sih tentunya kami berharap penampilan kami di Tasikmalaya nanti nggak mengecewakan, karena jujur, lagi-lagi aku gugup (^^”)

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;