So, the farewell day finally comes. Setelah dua minggu lamanya aku
ngelakuin serah terima jabatan sama Mbak Pipit, akhirnya hari ini.. Senin, 30
November 2015, aku resmi mengundurkan diri dari perusahaan developer perumahan tempat aku bekerja.
Haaaah.. akhirnya.. setelah
tiga bulan lalu aku mengajukan surat resign,
baru hari ini aku bisa bener-bener hengkang dari perusahaan itu. Perusahaan
yang udah jadi rumah keduaku selama satu tahun tiga bulan. Yup, biarpun
perusahaan itu nggak senyaman dulu—ketika personil Project Team masih
lengkap—tapi however, aku punya
perasaan berat untuk meninggalkan itu ada. Terlepas dari hal-hal tidak
mengenakkan yang sering aku alamin disana (dan nggak akan aku sebutin disini),
sebenernya tempat itu masih layak aku sebut rumah mengingat masih ada beberapa
orang yang mampu bikin aku bertahan disana sampe sekarang. Kalo nggak ada
mereka, mungkin aku udah memilih hengkang sejak beberapa bulan yang lalu.
Yups, satu tahun tiga
bulan. Satu tahun tiga bulan sejak aku dan beberapa temen kampusku yang
disalurkan buat bekerja di perusahaan itu dikirimin SMS dari Bu Neng—ex HRD—buat ngejalanin job interview.
Satu tahun tiga bulan..
Bukan waktu yang sebentar, bahkan sangat
lama, begitu kata temen-temen kampusku. Menurut mereka, aku adalah pemecah
rekor, karena diantara semua mahasiswa atau mahasiswi kampus yang disalurkan bekerja disana, cuma aku yang
bertahan bekerja di perusahaan itu dalam waktu selama itu.
Kalo ada temen-temen yang
bertanya, apakah aku nyesel bekerja
disana, aku akan jawab, enggak.
Ya, kalo aku nyesel kerja disana, tentu aku nggak akan ‘menjual tenaga’-ku dalam
waktu selama itu disana. Yah, mungkin karena faktor keberuntungan juga.
Selama bekerja di
perusaahaan itu, aku mengalami berbagai macam perpindahan : Perpindahan kantor,
sampe perpindahan jabatan. Waktu awal bekerja disana, aku ditempatkan sebagai
Admin Legal dibawah pimpinan Mbak Gina yang waktu itu kukenal sebagai rekan
kerja yang jutek dan kurang menyenangkan. Sebagai Admin Legal, aku juga
dituntut untuk pinter berkomunikasi, supel, tegas, berpenampilan rapi, dan
profesional. Sangat bertolak belakang dengan kepribadianku yang pendiem dan cuek. Syukurnya, posisiku sebagai
Admin Legal itu cuma bertahan selama dua minggu. Setelah itu, aku dipindahtugaskan
sebagai Admin Purchasing dibawah pimpinan Mbak Ati, dan jabatan itu bertahan
sampe sekarang.. well, seenggaknya
sampe jabatan itu berpindah ke tangan Mbak Pipit, karyawan yang menggantikan
aku pasca aku resign :v
Inilah yang aku sebut
beruntung. Mungkin aku emang beruntung, karena ditempatkan di posisi yang
sesuai dengan kepribadianku. Sebagai Admin Purchasing, aku bebas mau
berpenampilan kayak apa (asalkan masih dalam batas sopan dan nggak terlalu
santai), aku juga nggak dituntut buat sering ketemu dan berkomunikasi sama orang-orang
dari luar perusahaan. Aku juga beruntung karena punya rekan yang baik dan leader yang ramah.. Mas Kholik dan Mbak
Ati.
Selain itu aku juga
bersyukur karena pernah punya kesempatan buat mengenal orang-orang yang solid,
kompak, dan menyenangkan. Mereka Project Team, yang udah hengkang maupun yang
masih bertahan.. Pak Zuhri, Mas Uki, Mas Rizki, Mas Daus, Mas Arafik, Mas Didi,
Mas Bambang, Mas Rijal, Mbak Ega, Mas Aris.. khususnya buat empat orang Project
Team yang aku sebut pertama, mereka adalah orang-orang hebat yang pernah bikin
aku ngerasa sangat nyaman dan menganggap kantor sebagai rumah kedua. Masa-masa
bareng mereka adalah masa-masa paling menyenangkan yang pernah aku laluin
selama masa kerjaku disana. Well,
mungkin mereka nggak ngerasa, tapi yah, biar lah.. Biar cuma Tuhan dan aku yang
tau ^^
Sore itu, setengah jam
menjelang waktu pulang. Barang-barang udah aku masukin semua ke tas, tas juga
udah aku gendong, hanya aja rasanya berat buat berdiri.
“Saya masih pengen disini,” kataku pelan ke Mbak Pipit yang waktu itu duduk disebelahku.
“Makanya Mbak disini aja, jangan pergi sekarang,” katanya.
Uh, that’s impossible.
“Saya masih pengen disini,” kataku pelan ke Mbak Pipit yang waktu itu duduk disebelahku.
“Makanya Mbak disini aja, jangan pergi sekarang,” katanya.
Uh, that’s impossible.
Akhirnya dengan berat
hati, aku pamit.
Mbak Ati yang pertama
kali aku samperin. Aku jabat tangannya, dan bilang, “Mbak, saya pamit.”
Aku peluk dia, “Mbak Ati yang sehat ya..”
Aku nggak inget waktu itu Mbak Ati ngomong apa. Yang jelas, aku kok rada nyesek yak ninggalin dia. Gaaawdd.. Mbak Ati adalah salah satu perempuan hebat yang aku kenal. Walaupun kadang rada komplak, tapi dia bijak dan tangguh. Mbak Ati nggak pernah bolos kerja walau lagi sakit, kecuali kalo sakitnya udah nggak bisa lagi ditahan. Mbak Ati juga nggak pernah sedih berlarut-larut, sesedih apapun yang dia rasain, dia masih bisa ketawa. Sebagai leader, dia juga menganggap bawahannya itu rekan. Sama sekali nggak bersikap bossy. Aku kagum banget sama dia. Kagum banget. Aku bersyukur pernah jadi salah satu tangan kanannya.
Aku peluk dia, “Mbak Ati yang sehat ya..”
Aku nggak inget waktu itu Mbak Ati ngomong apa. Yang jelas, aku kok rada nyesek yak ninggalin dia. Gaaawdd.. Mbak Ati adalah salah satu perempuan hebat yang aku kenal. Walaupun kadang rada komplak, tapi dia bijak dan tangguh. Mbak Ati nggak pernah bolos kerja walau lagi sakit, kecuali kalo sakitnya udah nggak bisa lagi ditahan. Mbak Ati juga nggak pernah sedih berlarut-larut, sesedih apapun yang dia rasain, dia masih bisa ketawa. Sebagai leader, dia juga menganggap bawahannya itu rekan. Sama sekali nggak bersikap bossy. Aku kagum banget sama dia. Kagum banget. Aku bersyukur pernah jadi salah satu tangan kanannya.
Lalu aku menghampiri
rekan-rekan Project Team.. mereka yang berjumlah banyak, tapi nggak seseru
dulu. Aku jabat tangan mereka satu persatu. Sayangnya aku nggak sempet ketemu
Mas Arafik waktu itu. Aku juga menghampiri beberapa Staff Marketing yang waktu
itu lagi ngumpul. Mereka semua marketing baru dan keliatannya bingung waktu aku
jabat tangan mereka. Ah, whatever. Entah
kemana marketing-marketing yang lama. Kayaknya mereka belom kembali dari
kantor-kantor pemasaran.
Setelah itu, aku masuk ke
Finance Room. Disana semua staff lengkap, ada Mbak Lela, Mbak Mia, Mbak Cindy,
dan Mas Haris. Aku jabat tangan mereka semuanya. Teh Lina yang melewati ruangan
itu juga ikut bergabung dan jabat tanganku. Dia ngedoain aku banyak banget. Ah,
thankies, Teteeeehh..
Mbak Lela meluk aku
lumayan lama. Ah, Mbak Lela.. aku inget waktu pertama kali kerja dulu, waktu
pertama kali aku menikmati istirahat di kantin. Selain sama Leni, aku pertama
kali istirahat di kantin bareng dia juga.
Habis itu, aku nyamperin
Ruang Manager. Disana ada Pak Fahmi dan Mbak Dea. Waktu aku ngulurin tangan
buat jabat tangan Pak Fahmi, beliau tanya dengan nada ngomong kayak ke anak
kecil, “Yaah.. Kamu mau kemana?”
Dan nggak tau kenapa kok
aku pengen nangis waktu itu. Haha.. Baka
desu!
Pak Fahmi, bapaknya
anak-anak Properti. Aku cuma berharap semoga beliau selalu diberi kesabaran
dalam ngadepin ‘anak-anaknya’ yang bandelnya kayak anak-anak STM itu. Haha..
Dan semoga beliau bisa bersikap lebih bijak dan tegas lagi.
Setelah itu, aku beralih
ke Analyst Room buat pamitan sama Mas Muklis, dan Buyung. Hahaha.. Padahal nggak
perlu sih ya pamitan sama sodaraku yang gempal satu itu mengingat aku dan
Buyung masih bisa sering ketemu. Tapi ya nggak mungkin juga aku ngelewatin dia
gitu aja :v
Habis itu, baru deh aku
nyamperin Legal Room. Aku nggak langsung masuk, tapi nongolin kepala dulu.
Haha..
Cuma ada Leni disitu.
Leni ternyata masih sibuk
sama berkas-berkas perijinan. Aku bilang, “Mbak Len.. saya pamit ya..”
“Kamu mah aaaah..” katanya. Trus aku masuk deh.
“Pada ninggalin aku satu-satu sih.. Mbak Ayu, sekarang kamu.. Trus nanti temen aku siapa? Aku curhat sama siapa?” gitu katanya.
“Kamu mah aaaah..” katanya. Trus aku masuk deh.
“Pada ninggalin aku satu-satu sih.. Mbak Ayu, sekarang kamu.. Trus nanti temen aku siapa? Aku curhat sama siapa?” gitu katanya.
Haiissh.. Aku nggak habis
pikir kenapa si belo ini ngomong kayak gitu. Padahal banyak lho orang yang mau
temenan sama dia, dan mungkin bisa jadi temen dia yang lebih baik ketimbang aku
yang kalo dia curhatin lebih sering jadi listener
doang. Yah, emang sih, mungkin dia pikir, cuma aku yang nggak ‘bocor’,
makanya dia nyaman curhat sama aku.
Ah, si belo satu ini..
Aku inget waktu pertama kali kerja di perusahaan ini, dia yang ngebimbing aku
mengenal berbagai macam dokumen perijinan, dia juga yang nemenin aku waktu
pertama kali nikmatin jam istirahat.
Leni itu unik. Umurnya
satu tahun lebih muda dibanding aku. Tapi cara ngomongnya yang manja dan
tingkahnya yang seringkali kekanak-kanakkan bikin bertemen sama dia berasa
kayak bertemen sama anak SMP. Biasanya aku sebel sama orang dengan tipe seperti
ini, sama seperti aku sebel sama artis sinetron N*y*s*l*a M*r*d*d—coz cara ngomong mereka sama,
manja-manja gitu—tapi nggak tau kenapa, Leni nggak nyebelin. Dia malah
cenderung menggemaskan. I dunno..
Leni justru jadi salah satu sosok yang aku kagumin setelah Mbak Ati. Coz meskipun childish, tapi dia cerdas, tangguh, dan punya pemikiran dewasa.
Leni justru jadi salah satu sosok yang aku kagumin setelah Mbak Ati. Coz meskipun childish, tapi dia cerdas, tangguh, dan punya pemikiran dewasa.
Kami sempet foto bareng. Leni
juga sempet curhat sama aku sebelum aku pamit. Sayangnya curhatnya kepotong
ketika Mas Salim dan Pak Ridwan masuk. Aku jadi ngerasa nggak enak dan keluar
dari ruangan itu.
Ketika keluar dari
ruangan, aku ngeliat Mas Kholik. Masih ada Mbak Pipit juga disitu. Aku pamitan
juga sama Mas Kholik, rekan kerja laki-laki yang paling aku kenal deket, karena
kami satu tim di Divisi Purchasing. Mas Kholik suka curhat sama aku, suka
bertingkah konyol, suka nyanyi-nyanyi selama kerja (tapi suaranya nggak sumbang
lho), dan suka ngasih nasehat kalo ada yang curhat sama dia. Dan walaupun
sering bikin kesel Pak Manager, tapi Mas Kholik sering punya gagasan-gagasan
tak terduga yang menguntungkan perusahaan. Itu yang mengagumkan di dia :))
Setelah pamitan sama Mas
Kholik dan Mbak Pipit, aku masuk lagi ke ruangan Legal, buat berpamitan lagi
sama Leni, si belo, temen deketku disana. Aku peluk dia. Well, sebenernya kejem juga sih rasanya. Dia lagi ada masalah, dan
aku malah ninggalin dia. Huaaaahh.. I’m
so sorryy..So, yang bisa aku lakuin cuma mengelus lengannya dan bilang,
“Kamu yang semangat ya..”
Semoga Allah ngelindungin kamu, menguatkan kamu, dan mengulurkan
tangan-Nya buat kamu.
Soooo.. di akhir bulan November ini, dan di akhir perjalananku
sebagai Admin Purchasing PT **** ****** ***********, aku berharap aku bisa
ngedapetin pekerjaan yang lebih baik lagi, yang lebih nyaman lagi, yang lebih
‘menghasilkan’ lagi, dengan rekan-rekan yang sama serunya dengan rekan-rekan
yang aku kenal di perusahaan itu, atau bahkan lebih baik. Aamiin.
Untuk saat ini sih aku
berharap bisa diterima di K********** S*****. Kalo enggak, mungkin aku bakal
mencoba peruntunganku di Karawang, bareng adik. Ada om juga sih disana. Hehe..
God, gimme Your best way :)