Kamis, 31 Desember 2015 2 komentar

My New Year : 2016

Suara bledak-bleduk kembang api semakin keras terdengar sejak sekitar setengah jam yang lalu, tapi aku sama sekali nggak berminat buat ngeliat bunga-bunga api itu bermekaran di langit. Well, aku suka kembang api. Aku selalu takjub setiap kali ngeliat mereka langsung walau suaranya berisik minta ampun. Tapi malam ini rasanya males banget buat beranjak dari kasur. Rasanya kamar ini adalah tempat paling nyaman buatku saat ini dibanding tempat manapun di dunia. Tapi sesuka-sukanya aku sama kembang api, di sisi lain, aku juga menyayangkan apa yang orang-orang itu lakukan. Nggak kebayang berapa banyak uang yang ‘dibakar’ dan terbuang cuma-cuma, sementara di luar sana banyak orang yang susah-susah cari uang cuma buat makan.

Dulu, selain malam tahun baru, aku selalu merengek minta jalan-jalan sama ibu. Aku selalu pengen ngerasain rasanya jalan-jalan malam di pusat kota, berbaur sama masyarakat lainnya. Yah, sebenernya aku memang nggak suka tempat ramai. Tapi selama aku bareng sama orang yang udah sangat akrab, itu nggak masalah. Selain itu, jalan-jalan di tempat ramai pada malam hari lebih bisa bikin aku nyaman ketimbang di waktu terang. Haha.. Vampir kali. Tapi memang begitulah..

Sekarang, keinginanku buat jalan-jalan di malam tahun baru udah menguap. Cirebon udah nggak aman lagi sekarang. Gank motor nakal berkeliaran, belum lagi para begal. Mereka buas dan liar, cari mangsa nggak liat-liat, nggak peduli apa dan siapa yang mereka serang. Mereka kayak orang-orang yang nggak kenal apa itu hukum dan dosa. Aku nggak ngerti kenapa di bumi Indonesia ini semakin banyak aja manusia-manusia sebusuk itu. Meresahkan masyarakat. Semoga mereka cepet dapet hidayah. Aamiin.

Semenjak tahun 2010 menuju ke 2011, malam tahun baru seenggaknya selalu aku lewatin dengan makan malam bareng keluarga besar dari ibuku, tapi enggak untuk tahun ini. Acara malam tahun baruan bareng keluarga besar ini biasanya diadakan sama adik ibuku yang paling tua. Tapi berhubung suami bibiku itu meninggal bulan Juli lalu, keadaan ekonomi keluarga bibiku itu jadi berubah. Alhasil kalo mau ngadain acara, beliau pasti harus berpikir beberapa kali dulu mengingat masih banyak hal lain yang lebih penting yang harus dipenuhi.

Nggak seperti yang aku harapkan, tahun 2015 rupanya berjalan biasa-biasa aja, nggak seberkesan tahun 2014 dimana begitu banyak hal baru dan mengesankan yang aku peroleh di tahun itu. Walaupun good moments-nya ada, tapi rasanya hal-hal yang bikin kecewanya lebih banyak terjadi di tahun 2015.

Tahun 2015 adalah tahun terakhir aku kuliah. Jadwal kuliah nggak sepadat dulu, tapi aku malah semakin males. I dunno.. rasanya semenjak kerja, kuliah jadi nggak semangat lagi. Apalagi di semester-semester akhir, jam kuliah diadakan pada pukul lima—jam-jamnya para karyawan pulang dari tempat kerjanya masing-masing. Alhasil, tiap ngampus pasti bawaannya lapar, ngantuk, dan yang pasti capek. Selain itu, mata kuliah pada semester-semester akhir kebanyakan boring buatku. Business Plan, Statistika, Service Excellence, MICE.. Sama sekali nggak ada mata kuliah bahasa, ditambah suasana kelas yang sangat jauh berubah karena disatukan dengan anak-anak dari jurusan lain yang mostly nggak cocok dengan kepribadianku. Alhasil moment ngampus jadi moment yang nge-BT-in banget buatku.

Di bulan Mei, aku mulai kehilangan semangat kerja dan rasa nyaman di kantor karena beberapa karyawan kantor yang aku anggap penting hengkang dari tempat kerja. Belum lagi lokasi kantor yang berpindah membuat suasana kerja jadi berubah total, nggak sekompak dan sehangat dulu lagi. Bahkan kedatangan temen lamaku pada jaman SD dulu sebagai karyawan baru di perusahaan itu nggak mampu bikin semangat kerja dan rasa nyamanku di kantor kembali lagi.

Di bulan Juni 2015, aku juga menginjak umur 21 tahun. Aku kesel karena dikerjain rekan-rekan satu kantor di hari ultah. Aku bukan tipe orang yang suka jadi pusat perhatian.  Jadi walau ngerjainnya nggak keterlaluan, tapi keadaan saat itu cukup bikin aku merasa kurang nyaman. Apalagi itu pertama kalinya aku dikerjain di hari ultah.

Beberapa bulan di tahun 2015 juga aku lewati dengan menyusun tugas akhir. Betapa bulan-bulan yang penuh perjuangan, karena selama itu aku harus rela bolak-balik kampus buat bimbingan Tugas Akhir. Aku harus bolak-balik ke Batik Store buat minta Company Profile sekaligus mewawancarai karyawan disana  di sela-sela kesibukan ngantor. Aku juga harus bolak-balik perpustakaan, toko dan lapak buku buat nyari buku untuk referensi karya ilmiahku, walau akhirnya malah dapet sedikit. Dan karena cuma dapet sedikit buku referensi, aku kudu sedia banyak kuota buat download E-Book. Belum lagi malemnya aku harus perang sama nyamuk-nyamuk yang seperti nggak ada habisnya itu disela-sela penulisan Tugas Akhir. Gila deh!

Sampe akhirnya di bulan Juli, aku menjalani Sidang Tugas Akhir. Saat itu adalah ujian banget buatku. Bukan hanya karena aku deg-degan, tapi juga karena sidang itu digelar di kampus pusat di Bandung, udah gitu suasananya pun suasana bulan puasa, dan diuji langsung oleh dosen-dosen kampus pusat. Sangat berbeda dengan Sidang Tugas Akhir yang dijalani sama temen-temen seangkatanku yang udah lebih dulu menjalani sidang di gelombang pertama. Tapi syukurnya semuanya berjalan baik dan lancar.

Empat hari setelah aku menjalani Sidang Tugas Akhir di bulan Juli, tepatnya pada tanggal sembilan, om-ku meninggal dunia karena penyakit stroke dan diabetes yang dideritanya. Kabar duka itu terlalu pagi untuk kami dengar. Saat itu kurang dari jam empat subuh, aku dan keluargaku sedang sahur ketika nenek menelepon ibuku dan menyampaikan berita duka itu. Dan karena hal itu, aku dan keluarga besar ibuku melewati hari Idul Fitri tanpa almarhum om-ku itu untuk pertama kalinya. Di hari Idul Fitri itu juga, untuk pertama kalinya aku bisa bagi-bagi rejeki sama adik, orangtua, sepupu-sepupu dan keponakan-keponakanku. Kertas-kertas bergambar pahlawan itu aku masukkan kedalem amplop-amplop kecil warna-warni yang aku buat sendiri pake kertas origami. Yah, walau jumlahnya nggak seberapa sih, tapi cukuplah bikin mereka senyum.

Di bulan Agustus, long time no see, akhirnya aku bisa ngeliat kakak itu lagi—youwillknowwhoishimifyouknowmewell—di acara Agustusan. Rasanya seneng, walau aku sempat kecewa karena dia nggak nyanyi sekaligus main gitar kayak yang dia lakukan beberapa tahun lalu. Pada bulan ini juga aku mengajukan surat resign-ku kepada Mbak Ati dan General Manager perusahaan. Waktu itu memang bertepatan dengan berakhirnya kontrak kerjaku selama satu tahun di perusahaan itu. Tapi alasanku resign sama sekali bukan karena kontrak kerjaku berakhir, melainkan karena aku udah ngerasa kurang nyaman bekerja disana. Selain itu juga karena jarak kantor yang terlalu jauh. Duitku tekor cuma buat transport. Tapi pengajuan resign-ku itu nggak dipenuhi atasan karena General Manager baru aja mengajukan agar kontrak kerjaku diperpanjang. “Minimal kamu disini tiga bulan lagi deh,” kata beliau waktu itu. Akhirnya aku mengiyakan juga. Toh mereka belum punya penggantiku. Aku juga masih punya tanggung jawab buat serah terima jabatan dan membimbing Admin Purchasing penggantiku nanti.

Di bulan September, aku seneng karena bisa ngasih special gift di hari ulang tahun adikku yang ke-18 tahun. Waktu itu adikku ngiler sama Zenfone yang beberapa hari sebelumnya aku beli dan merengek minta dibelikan sama ibuku. Karena aku tau ibu nggak mungkin ngabulin permintaan adikku itu dan aku tau adikku nggak bakal berhenti minta sebelum dibelikan, akhirnya aku yang beli dan aku kasih sebagai hadiah ultahnya. Seneng deh bisa liat dia girang gitu pas nerima hadiahnya ^^

Di bulan November.. haaahh.. banyak kekecewaan yang terjadi di bulan ini. Mulai dari cuaca yang panas banget, hujan yang jarang banget turun walau udah masuk di musim penghujan, kabar nggak enak tentang kampusku, dan kabar bahwa wisuda aku dan temen-temenku harus diundur bulan berikutnya. Di bulan ini juga untuk pertama kalinya aku jalan-jalan bareng rekan-rekan kantor ke Trans Studio Bandung. Tapi tetep aja sih, ujung-ujungnya disana juga kecewa karena entah kenapa aku kurang menikmati moment­ jalan-jalan disana. Kemudian di akhir bulan, aku pamit sama rekan-rekan kantor setelah tiga bulan sebelumnya aku mengajukan surat resign-ku, dan setelah seminggu sebelumnya aku menjalani serah terima jabatan sama Mbak Pipit—Admin Purchasing penggantiku.

Finally, di bulan Desember aku dan temen-temen seangkatan di kampus resmi melepas status kami sebagai mahasiswa. Tapi berbeda dengan temen-temenku yang menyambutnya dengan suka cita, aku justru ngerasa luar biasa hampa. Hampa karena beberapa orang yang aku harapkan dateng tapi nggak dateng hari itu, hampa karena moment wisuda yang aku rasa kurang berkesan, hampa karena aku belum merasa puas atas apa yang aku dapatkan selama kuliah, dan hampa karena.. ah untuk alasan lainnya biar cuma aku dan Tuhan aja yang tau. Pokoknya bad mood banget rasanya waktu itu. But however.. aku juga seneng karena keesokan harinya dua temen baikku main kerumah, pake bawa gifts pula. Kemudian besoknya lagi, untuk pertama kalinya aku dapet kiriman paket hadiah dari seorang temen dari luar kota.

Dan malam ini, di penghujung tahun 2015 ini, rasanya nggak ada hal lain yang mau aku lakuin selain berbaring-baring di kamar sambil menulis tulisan ini (walau harus kutulis di handphone dulu sebelum akhirnya kuketik ulang di netbook karena netbook-ku ada di ruang tengah) dan menggoreskan drawing pen diatas kertas.

Harapanku di tahun 2016?
Aku berharap bisa segera menerima sertifikat D2 dan ijazah D3-ku.
Aku berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi dari sebelumnya, biar bisa bantu ibu dan bapak.
Aku berharap bisa ngirim adikku ke perguruan tinggi, sekaligus bisa kuliah lagi di jurusan yang aku inginkan dengan uang hasil jerih payahku sendiri.
Aku berharap bisa bikin ibu dan bapak bahagia dan bangga sama aku.
Aku berharap bisa jadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Dan terakhir.. harapan yang selalu aku panjatkan setiap tahun, setiap hari, setiap saat.. aku berharap KEBAHAGIAAN. Karena satu kata itu mewakili segalanya :)


Well, akhir kata.. Happy new year, Everyone :) 
Senin, 21 Desember 2015 46 komentar

Tato One Ok Rock

Setelah beberapa bulan belakangan ini aku menulis tentang One Ok Rock di blog ini, tampaknya ada beberapa penggemar mereka yang penasaran dengan arti tato di tubuh para personil One Ok Rock. Alhasil aku jadi termotivasi untuk mengorek informasi, daaaaann.. inilah yang aku peroleh..


TATO TAKA


1.       Lengan atas sebelah kanan


·         Yang paling atas itu, adalah tato berbentuk matahari dengan dua garis-garis sinarnya menunjuk ke angka 12 dan angka 1 yang berarti jam 1 tepat (one o’clock)
·         Di bawah gambar matahari itu, terdapat tato bertuliskan ‘CHAOSMYTH’. Seperti yang kita ketahui, CHAOSMYTH merupakan salah satu judul lagu One Ok Rock yang didedikasikan untuk teman-temannya

2.       Lengan bawah sebelah kanan


·         Bertuliskan :
Watch your thoughts they become words
Watch your words because they will become actions
Watch your actions for they become habits
Watch your habits they become your character
And finally watch your character because it will ultimately become your destiny

.. yang artinya ‘Perhatikan pikiranmu, ia akan menjadi kata-katamu. Perhatikan kata-katamu, ia akan menjadi tindakanmu. Perhatikan tindakanmu, ia akan menjadi kebiasaanmu. Perhatikan kebiasaanmu, mereka akan menjadi karaktermu. Dan perhatikan karaktermu, karena akhirnya ia akan menentukan takdirmu’.

Kalo diperhatikan dari jauh, tato ini berbentuk seperti sebuah tanda panah.

3.       Lengan atas sebelah kiri


Banyak tato yang tergambar disini, diantaranya adalah 4 simbol, yakni simbol hati, otak, tanda tanya dengan huruf ‘y’ didalamnya—yang berarti ‘why?’, dan sebuah segitiga dengan satu mata yang disebut-sebut sebagai simbol all seing eye. Nah, simbol-simbol inilah yang paling bikin para fans penasaran, dan beberapa ada yang salah paham dengan beberapa simbol yang tergambar disitu.  Padahal, dari letak simbol-simbol itu, keempat simbol itu merupakan satu kesatuan yang mewakili ‘pandangan, perasaan, dan pemikiran’.
·         Simbol otak, digambarkan memiliki dua sisi, yakni sisi kiri dan sisi kanan, yang berarti otak kiri dan otak kanan, dan terletak dibagian tengah atas.
·         Simbol hati, terletak di bagian bawah dari simbol otak sebelah kanan, karena seperti yang kita ketahui bahwa otak kanan bertugas mengontrol emosi atau perasaan
·         Simbol ‘?’ dengan huruf ‘y’ didalamnya—yang berarti ‘why?’ terletak di bagian bawah dari simbol otak sebelah kiri untuk mewakili pikiran atau logika
·         Sedangkan simbol all seeing eye yang digambarkan dengan simbol segitiga dan mata satu adalah simbol yang mewakili ketiga simbol di atas tadi
·         Ada juga gambar sepasang telapak tangan. Gambar telapak tangan sebelah kanan bertuliskan ‘LOVE’—cinta, sedangkan gambar telapak tangan sebelah kiri bertuliskan ‘HATE’—benci. Tangan menggambarkan keputusan seseorang. Dengan kata lain, masing-masing orang berhak memutuskan untuk ‘mencintai’ ataupun ‘membenci’
·         Taka juga memiliki tato bergambar tiga simbol petir, dan tato bertuliskan ‘TTR’ yang berarti ‘Toru, Tomoya, Ryota’
·         Ada juga sebaris tato dengan simbol-simbol berukuran kecil : gigi geraham, bintang, salib-salib, obat nyamuk bakar (?) dan apalah itu.. nggak keliatan. Nggak tau tuh artinya apaan..

4.       Lengan bawah sebelah kiri


·         Bertuliskan ‘xx.xv’ yang merupakan angka romawi dari ‘35’. Taka percaya bahwa ‘35’ adalah angka keberuntungannya.
·         Bertuliskan sebuah kutipan dari Elmer G. Letterman, “A man may fall many times, but he won’t be a failure until he says that someone pushed him”
5.       Pergelangan tangan sebelah kiri
·         Bergambar seekor kelelawar


TATO TOMOYA

1.       Lengan sebelah kanan
·         Bertuliskan sebuah kutipan, “If not us, who? If not now, when?”

2.       Lengan sebelah kiri
·         Bertuliskan “TTR” yang berarti ‘Taka, Toru, Ryota’
3.       Area dada



·         Bergambar mirip pagar gitu deh. Tomoya dapetin tato ini saat ia dan One Ok Rock tour ke Thailand. Tomoya percaya bahwa tato itu merupakan jimat yang bisa melindungi dirinya.
4.       Punggung



·         Bergambar sepasang Ganesha—salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu yang digambarkan berkepala gajah dan berperut buncit
5.       Kaki


·         Tato yang melingkar di betis sebelah kiri, dan tato yang memanjang di sekitar punggung kaki kanan itu.. entahlah artinya apaan (=__=)


TATO RYOTA

1.       Bintang-bintang di area dada


2.       Tato berbentuk mirip segitiga-segitiga di area tulang rusuknya


3.       Tato bintang bertuliskan TTT—yang berarti Taka, Toru, Tomoya—didalamnya yang terletak di salah satu lengannya
4.       Tato bertuliskan ‘STAY COOL’ di lengan sebelah kiri, dan ‘STAY FOOL’ di lengan sebelah kanan


5.       Tiga simbol petir di lengan sebelah kanan

6.       Ada tulisan ‘Kiss my bass’, dan tato bergambar buku di lengan sebelah kiri. Well, seperti yang kita ketahui, Ryota suka baca buku ^^


TATO TORU

Hah? Emang Toru punya tato?
Jawabannya adalah 'enggak', Pembaca. Coz seperti yang kita ketahui, Toru takut alias fobia sama jarum, maka nggak ada satupun tato di tubuhnya, kecuali kalo dia nge-doodle tubuhnya sendiri pake marker :v



Yup, mungkin cuma segitu yang bisa aku tuliskan. Well, sebenernya aku bukan tipe cewek yang suka sama cowok bertato. Tapi dalam hal ini beda lho ya. Mereka adalah para musisi yang aku kagumi karyanya. Jadi mau bertato ataupun enggak ya nggak masalah. That's all, One Ok Rockers. Semoga informasinya bermanfaat. Maaf kalo ada yang kurang ^^


Sumber : Pera Pera Sakura, ONE OK ROCK Wiki, dan sumber lainnya

Selasa, 15 Desember 2015 0 komentar
Mungkin dua hari lalu aku terlalu kecil hati dan egois karena memandang diriku sendiri sebagai orang paling nggak beruntung di hari wisuda (God, forgive me), tapi kemudian aku sadar bahwa there are still those who care about me.

Dua hari yang lalu, di hari kelulusan, aku sempet gigit jari karena temen-temenku nggak dateng ke acara wisudaku. Hal ini bikin aku envy berat ngeliat temen-temenku yang didatengin sobat-sobatnya dan mengutuki diri kenapa aku nggak seberuntung mereka.

Tapi kemudian aku sadar bahwa aku terlalu egois. Aku nggak ingat kalo temen-temenku masih pada kuliah dan lagi sibuk-sibuknya, berbeda dengan temen-temen dari temen-temenku yang udah pada lulus dan punya free time. Pandanganku juga sempit saat itu. Aku nggak melihat bahwa aku bukanlah satu-satunya orang yang ngerasa hampa di hari wisuda. Aku nggak melihat bahwa aku juga bukanlah satu-satunya orang yang nggak didatengin satupun temen di hari itu. Diantara raut-raut wajah bahagia temen-temenku itu pastilah ada beberapa orang yang menyembunyikan perasaan hampanya karena orangtuanya nggak bisa hadir, atau bahkan cuma bisa menyaksikan anaknya mengenakan toga dari atas sana. Mungkin ada juga mereka yang mengharapkan kehadiran temen-temennya, ataupun orang-orang yang berarti bagi mereka, sama seperti aku. Dan aku nggak sadar bahwa sebenarnya, biar bagaimanapun, aku masih beruntung karena kedua orangtuaku bisa hadir ke acara wisudaku. Aku nggak sadar akan hal itu. Aku baru menyadarinya sesaat sebelum aku tidur.

Keesokan harinya, tepatnya hari Minggu pagi, Rohayati dan Ayu dateng kerumah. Aku jelas surprised dengan kedatangan mereka yang mendadak gitu, coz biasanya mereka kalo mau main ke rumah pasti bilang dulu. Mana dateng-dateng mereka langsung nyuruh aku pake toga dan maksa foto bareng dengan keadaan penampilanku yang sangat jauh dari kata charming.

Selain itu, mereka juga ngasih aku kadoooo..
Haiishh.. kurang baik apa coba mereka? Ya ampun.. Aku udah memaklumi mereka yang nggak bisa dateng ke acara wisudaku karena mereka emang lagi sibuk. Rohayati lagi persiapan nyusun Tugas Akhir, sementara Ayu lagi sibuk Ristek. Aku udah seneng hanya dengan mereka mengucapkan selamat dan dateng pagi-pagi ke rumahku. Eh, ini malah repot-repot ngasih gifts segala. Rohayati ngasih jam tangan warna hitam, dan Ayu ngasih hijab monochrome. Gaaawwdd.. Aku nggak tau gimana caranya mereka membaca pikiranku. Sebelumnya aku emang sempet memasukkan dua item ini kedalam daftar barang yang pengen aku beli. Karena nggak terlalu dibutuhkan, akhirnya ya belum aku beli juga. Eh, nggak taunya dua temen baikku yang ngasih. Sankyuuuuu, Bestiiies.. ^^
Daaaann.. sore ini, ketika aku tengah sibuk dengan Sims City, ibu yang lagi duduk di teras memanggilku. Ada petugas JNE berdiri disana, menyerahkan sebuah bingkisan berbalut kertas coklat dan memintaku buat menandatangani tanda terima. Setelah menandatangani tanda terima dan mengucapkan terima kasih ke petugas itu, aku membaca tulisan yang tertera di kertas putih di bagian atas kotak itu.

Pengirim :
Puji Novitasari
No HP : 08xxxxxxxxxx
Jl. Ciwaruga ....

Kyaaa!! Ternyata kiriman dari Puji, temen dunia mayaku yang tinggal di Bandung. Kami bertemen di Facebook sejak jaman-jamannya aku masih tergila-gila sama My Chemical Romance. Well, dia emang bukan MCRmy sih, hanya aja dia kenal sama salah satu temen MCRmy-ku, jadi kebawa kenal deh, dan sampe sekarang aku dan Puji sering BBM-an. Beberapa minggu yang lalu, dia menanyakan alamat rumahku. Mau kirim paket, katanya. Dan baru kemarin aku tau bahwa paket inilah yang dia maksud.

Aku telanjangi bingkisan itu dari kertas coklat yang membalutnya. Adikku yang ngeliat aku menelanjangi bingkisan itu menduga kalo isinya sepatu, karena setelah aku telanjangi, yang terlihat adalah kotak sepatu. Tapi Puji nggak tau nomor sepatuku. Mustahil kalo dugaan adikku bener.

Aku buka kotak sepatu itu, dan.. Tadaaaaa..!! Sebuah Teddy-Bear dengan pakaian wisuda—plus wangi parfum! Gaaawwwdd.. kali ini aku kembali bertanya-tanya bagaimana Puji bisa membaca pikiranku. You know what? Jauh beberapa bulan yang lalu, aku meminta ibu membelikanku boneka wisuda di hari kelulusan. Lalu, satu hari sebelum hari wisuda, aku lagi-lagi minta dibelikan boneka itu ketika aku ngeliat boneka Teddy-Bear dengan pakaian wisuda digantung di sebuah toko di PGC—Pusat Grosir Cirebon. Tapi ibu menolak. Buat apa? Cuma bisa jadi pajangan. Sayang uangnya, katanya. Aku kecewa waktu itu, terlebih ketika aku ngeliat beberapa temenku menimang-nimang boneka wisuda di hari kelulusan kami. Eh, nggak taunya finally boneka itu sampe ke tanganku juga, persis seperti yang aku liat di PGC waktu itu, dan bukan karena aku yang minta, melainkan hadiah. Haisshh.. Pujiii.. Arigatou gozaimashitaaaaa..


Dan aku juga seneng karena nerima banyak ucapan dan doa dari sodara dan temen-temen, baik itu temen-temen deket, rekan-rekan kantor, dan temen-temen dunia maya. Selain keluarga, Rohayati, Putri Ayu, dan Puji, thanks a lot juga buat Gege, Tri, Dewi, Sist Tifanny, Shinta, Dini, Mbak Erna, Sist Alfi Sabila, Mbak Ayu, Mbak Pipit, Mas Zaelani, A’ Rizky, dan Sist Riany yang udah ngucapin dan mendoakan, baik itu langsung, via BBM, ataupun Instagram. Terima kasih banyak, Semuanya ^^



Sabtu, 12 Desember 2015 0 komentar

Wisuda Rasa Biasa

Bagi sebagian besar orang, moment wisuda adalah salah satu moment paling membahagiakan, moment paling berkesan, dan moment paling ditunggu oleh para mahasiswa. Tapi enggak bagiku.

Hari ini perasaanku berkecamuk. Seneng sih, tapi bad feeling-nya lebih banyak. Moment yang menurut kebanyakan orang itu membahagiakan, justru biasa banget buatku. Biasa, nggak ada spesial-spesialnya, bahkan lebih buruk. Sedih, hampa, kecewa.. Rasanya nggak ada menarik-menariknya buat di-share. Tapi belum lega rasanya kalo belum aku lampiaskan.

Hari Jum’at malam, aku sempet susah tidur. Harusnya aku tidur lebih sore, nyimpen tenaga. Tapi yang terjadi justru aku tidur larut malam, lalu terbangun dan terbangun lagi di jam-jam tertentu. Pagi harinya, aku emang berhasil bangun pagi, tapi rasanya mataku masih pengen merem. I dunno.. Malam itu rasanya aku nggak mau kalo malam berlalu lebih cepet. Berbeda dengan kebanyakan orang, aku justru nggak mau kalo hari wisuda itu cepet tiba. Feeling-ku nggak enak.

Keesokan paginya, tepatnya pagi tadi, jam setengah enam, aku dan ibu ke rumah Bu Syawal buat minta didandani. Awalnya aku sempet risih ngeliat alat-alat make up yang banyak banget itu. Agak trauma juga, takut kulit mukaku sensitif lagi kayak dulu. Tapi mengingat hari ini adalah hari wisuda, dan kami—anak-anak perempuan—diwajibkan pake kebaya, jadi aku pikir rasanya nggak cocok kalo wajah kami polos-polos aja. Toh make up ini dipake untuk hari ini aja.

Setelah didandani, aku sempet mematut diri didepan cermin beberapa kali. Sekilas aku kayak nggak mengenali sosok berkebaya merah hati didepanku. Beda banget, kayak bukan aku. Jelas aja wong biasanya aku nggak dandan. Kalopun dandan ya cukup pake bedak dan lipgloss aja, udah.

Sekitar jam tujuh kurang, aku dan ibu pulang. Kami jemput bapak di rumah, sekalian bawa barang-barang yang harus dibawa. Aku juga pake togaku dari rumah. Kemudian kami bareng-bareng naik mobil A’ Maman ke Apita Ballroom, tempat dimana acara wisudaku digelar. Halaman Apita Ballroom udah lumayan rame juga waktu itu. Banyak pedagang, banyak tukang foto, banyak mobil, dan tampaknya nggak sedikit keluarga wisudawan yang datang dari jauh, coz aku lihat ada beberapa keluarga yang kelihatan menggelar tikar di halaman ballroom sambil makan bersama.

Seperti yang udah diinstruksikan Mr Rudi pas acara geladi resik kemarin, aku—dan para wisudawan lainnya—masuk dari pintu belakang dan langsung berbaris sesuai dengan prodi dan nomor urut, sementara para pendamping kami—orangtua kami dan para undangan—masuk dari pintu samping dan langsung duduk di tempat yang udah disediakan.
Dan disinilah hal nggak mengenakkan mulai terjadi. Baru beberapa menit dipake, bandul dari kalung togaku copot dari talinya dan nggak bisa dipasang lagi, kecuali kalo aku menemukan lem dan menempelkannya lagi. Tapi siapa coba yang bawa lem di acara wisuda? Akhirnya dengan terpaksa aku pake kalung tanpa bandul itu selama acara wisuda berlangsung. Belum lagi topi togaku yang selalu copot dari kepalaku. Well, salah aku juga sih yang nggak bawa jarum pentul atau peniti. Untungnya Sherly mau ngasih sebatang jarumnya buatku.

Acara dimulai dengan masuknya para wisudawan dari pintu belakang gedung dengan diiringi musik instrumen orkestra. Setelah seluruh wisudawan masuk dan berdiri di depan kursinya masing-masing, para senat pun masuk, kali ini diiringi musik choral dan penari-penari yang menabur-naburkan bunga. Setelah itu, lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta dinyanyikan, dan acara pun berlangsung. Ada drama kabaret selama beberapa menit, ada tari-tarian, ada pengibaran bendera almamater, ada sambutan-sambutan, ada paduan suara juga.. Sayangnya semua itu nggak bisa aku lihat dengan jelas karena tempat dudukku nggak di depan, kecuali untuk paduan suara, aku bisa lihat dan dengar dengan jelas karena posisi mereka yang berada di pojok sebelah kanan ruangan. Asli, aku merinding waktu dengar mereka membawakan mars kampus. Aah.. kompak banget, dan sama sekali nggak sumbang.

Ternyata duduk dalam waktu lama disitu nggak enak juga. Leherku pegal, tangan dan kakiku juga. Berkali-kali aku berganti posisi duduk. Belum lagi entah kenapa tiba-tiba gigi geraham kananku sakit sehingga berpengaruh sama kepala bagian kanan yang kebawa sakit juga. Rasanya tersiksa banget. Udah gitu, aku juga mulai BT dan ngantuk. Aku nyesel udah ngikutin aturan untuk nggak bawa HP, sementara banyak dari para wisudawan yang melanggar aturan itu dan pada sibuk selfie-selfie sendiri. Huh, tau kayak gitu, mending aku bawa aja hapeku. Kalo aku bawa kan, aku nggak perlu susah payah nahan kantuk. Aku bisa BBM-an, bisa nge-tweet, bisa ngurusin Sims peliharaanku.. Aku jadi pengin cepet pulang. Tapi acara masih lama, bahkan belum sampai ke acara inti.

Akhirnya sekitar jam sebelas siang, tibalah saatnya prosesi pemindahan tali toga oleh rektor. Nama kami dipanggil satu persatu untuk naik ke atas panggung. Disana kami difoto tiga kali, yakni saat pemindahan tali toga, saat menerima map, dan saat turun dari panggung. Berhubung kalung togaku nggak berbandul, akhirnya aku pinjem kalung toga milik Endah. Yah, nggak lucu aja kalo aku difoto dengan mengenakan kalung tanpa bandul. Dan nggak taulah ekspresiku saat difoto itu kayak apa. Aku tersenyum dengan setengah meringis waktu itu. Gimana enggak? Gigi dan kepalaku senut-senut, ditambah sariawan yang entah kapan munculnya—yang juga sakit. Dan gara-gara itu, aku juga jadi salah langkah. Harusnya begitu turun dari panggung, aku langsung nyamperin ibu dan bapak untuk menyalami mereka, tapi yang terjadi justru aku langsung duduk ke tempatku :’v

Setelah itu, acara terus berlanjut. Masih ada pembacaan janji mahasiswa, pengumuman dan penyerahan penghargaan bagi para mahasiswa terbaik, pembacaan puisi oleh salah satu mahasiswi kampus cabang Indramayu, paduan suara, ada yang nyumbang suara juga.. banyak deh, sampai akhirnya acara ditutup dengan doa. Begitu acara selesai, aku langsung nyamperin ibu dan bapakku yang duduk tepat di belakang kursi para wisudawan. Aku salami mereka berdua. Aku peluk dan cium kedua belah pipi ibu. But damn! Aku nggak bisa melakukan hal yang sama kepada bapak. Masih. Selalu. Padahal jauh sebelum hari ini, aku udah berjanji kepada diriku sendiri kalo aku bakal menyampaikan terima kasihku pada beliau. Tapi yang terjadi hari ini justru aku speechless. Aku kesel, kesel dan kecewa sama diriku sendiri. Dan entahlah.. saat itu aku badmood berat.

Saat itu, setelah acara wisuda selesai, sebenernya aku pengen banget seru-seruan dan foto-foto sepuasnya bareng temen-temenku. Sherly, Ayu, Desi, Fatimah, Eni, Gia, Adel.. Coz aku nggak tau kapan kami bisa ketemu lagi setelah ini. Aku juga pengen foto-foto sepuasnya bareng kedua orangtuaku. Momentnya pas banget. Kapan lagi aku bisa foto-foto bareng mereka—terlebih bapak, karena biasanya beliau menolak kalo diajak foto bareng. Tapi ngeliat temen-temenku yang sibuk sendiri-sendiri sama keluarga besar, dan para kenalannya, suasana hatiku memburuk.

Aneh ya? Yah, badmood-nya sih jujur bukan hanya karena aku nggak sempet foto-foto bareng mereka, tapi juga lebih-lebih karena aku envy ngeliat temen-temenku yang nggak cuma didatengin sama orangtuanya. Ada yang didatengin kakaknya, adiknya, keluarga besarnya, calon pasangannya, temen-temennya.. Aku juga envy ngeliat temen-temenku yang nerima hadiah-hadiah. Well, aku seneng dengan kehadiran kedua orangtuaku. Aku seneng mereka bersedia menyempatkan waktunya untuk dateng ke acara wisudaku, tapi aku nggak bisa bohong kalo aku berharap lebih.

Bodohnya, aku nggak bisa menyembunyikan perasaan badmood-ku. Setelah berfoto-foto sebentar, aku minta pulang cepat, dan rasanya sulit banget buat senyum. Ini yang bikin aku nyesel setengah mati. Apalagi kalo inget bapak yang dari kemarin malam keliatan semangat dateng ke acara wisudaku. Beliau yang biasanya cuek sama penampilan fisiknya, semalam aku dengar beliau minta pendapat ibu, “Bu, bapak lebih bagus pakai baju yang mana?”
Beliau juga ngomel-ngomel waktu kami pulang telat dari rumah Bu Syawal. Kalo inget semua itu,  aku bener-bener nyesel banget sama sikapku. Harusnya aku nggak boleh begitu.
Dan berbeda dengan temen-temen dan para wisudawan pada umumnya yang foto-foto sepuasnya di hari wisuda. Aku nggak demikian. Bukan hanya karena aku nggak pegang hape selama acara wisuda berlangsung, tapi juga karena aku bukanlah tipe orang yang gemar berselfie-selfie ria di keramaian—kecuali kalo ada yang ngajak. Alhasil foto yang ada di hapeku cuma foto bareng ibu, foto bareng Adel, dan foto bareng Ayu. Selebihnya, foto-foto itu ada di hapenya Rahman, kameranya Sherly, dan kameranya fotografer yang diutus pihak kampus buat mengabadikan prosesi wisuda, dan sampe sekarang aku belum nerima foto-foto itu dari mereka :’(

Intinya hari ini aku kecewa, dan kecewanya tuh multiple. Terlepas dari insiden copotnya bandul almamater, gigi yang tiba-tiba sakit, dan sariawan yang entah kapan munculnya, aku kecewa karena mengingkari janjiku kepada diri sendiri untuk bisa ‘ngomong’ sama bapak, aku kecewa karena aku nggak seberuntung temen-temenku (ya, ya, aku tau ini salahku yang terlalu kuper dan nggak bisa menciptakan hubungan pertemanan yang baik, kompak dan super klop banget kayak mereka), aku kecewa karena nggak banyak moment yang aku abadikan dengan kamera (well, ini juga salahku yang memutuskan untuk pulang lebih cepet), aku kecewa karena nggak bisa menyembunyikan suasana hatiku yang buruk, dan yang terakhir.. aku kecewa karena nggak bisa lulus dengan predikat cum laude seperti yang dulu pernah aku cita-citakan. Oke, aku paham. Kampus mana sih yang mau ngasih predikat cum laude buat mahasiswanya yang ‘antara ada dan tiada’ kayak aku gini? Maaf, Bu, Pak.. Saya nggak berhasil membuat kalian bangga hari ini. Anyway, selamat untuk Juningsih, Teh Ai, dan Deden yang berhasil meraih predikat ini.

Haaahh.. rasanya nggak percaya kalo aku udah menamatkan pendidikan akhirku. Padahal rasanya baru kemarin aku dan temen-temen seangkatan beridiot-idiot ria di acara PSPL kampus. Sekarang aku udah bukan pelajar lagi. Dan mungkin berbeda dengan temen-temenku yang para wisudawan pada umumnya yang ngerasa lega atas kelulusannya, aku justru ngerasa masih ada yang mengganjal. Seumur hidup, sebagian besar waktuku aku habiskan untuk sekolah, termasuk menjalani pendidikan akhir di lembaga yang aku rasa bukan duniaku. Dan ketika title-ku bukan lagi seorang pelajar, aku ngerasa ganjil. Aku masih merasa kosong. Aku masih haus. Aku masih pengen sekolah. Dan aku yakin perasaan ini akan terus ada sebelum aku bener-bener terjun ke duniaku, passion-ku. Mungkin inilah yang menyebabkan bandul almamaterku copot dari tempatnya. Dia nggak sudi dikenakan sama mahasiswa kayak aku—mahasiswa yang berusaha keras mencintai almamater dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus tapi nggak pernah berhasil.


Jika aja ada kesempatan bagiku buat sekolah lagi, aku pengen banget menempati salah satu kursi didalem sebuah kelas di fakultas sastra. Sastra Inggris, lebih tepatnya. Aku pengen banget memperdalam skill bahasa Inggrisku—yang udah aku pelajari jauh sebelum Bahasa Inggris dipelajari secara resmi di SD-ku tapi belum berhasil aku kuasai sampe sekarang. Aku juga pengen banget mempelajari ilmu sastra seperti yang dimiliki penulis-penulis favoritku. Aku yakin, disana aku bisa lebih ‘hidup’. But is there still a chance? I can only wish..
Senin, 07 Desember 2015 0 komentar

Graduation Day is Coming Soon

Graduation Day. Aku yakin bukan aku aja yang menghitung hari sampe saat itu tiba. Tujuh hari lagi. Yup, tujuh hari lagi kami bakal menemukan diri kami berdiri didepan cermin dengan cantik dan gagah, lengkap dengan toga.

Dua hari yang lalu, aku dan temen-temen kampus menghadiri acara sosialisasi pelaksanaan geladi resik dan acara wisuda tanggal 11 dan 12 Desember nanti. Selain sosialisasi, kami juga diminta mengumpulkan hardcopy Tugas Akhir, dan dibagikan undangan dan toga yang bakal kami pake pas hari wisuda nanti.

Karena ada beberapa halaman Tugas Akhir-ku yang belom sempet di-print dan ada beberapa halaman juga yang mengalami perbaikan, akhirnya sore itu aku mendadak nge-print deh ke penyedia jasa printing. Mahal banget, selembarnya seribu, padahal aku pake kertas sendiri—karena untuk Tugas Akhir, kami wajib pake kertas 80 gram, nggak bisa sembarangan. Untung nge-print-nya nggak banyak, coz sebagian besar udah aku print—gratis—di kantor beberapa hari sebelum aku mengajukan resign. Wehehe..

Jam lima sore, aku ke kampus, dengan terburu-buru, coz aku nyusun Tugas Akhir-ku dulu di rumah sekaligus memeriksanya, kali aja ada halaman yang double atau kelewat gitu. Itu juga nyusun dan ngeceknya belom selesai. Waktunya mepet banget soalnya. Sampe di kampus, aku nggak langsung masuk kelas, melainkan nunggu Adel dulu di deket balkon. Tapi akhirnya aku masuk kelas duluan juga, coz pas aku BBM ternyata si Adel bilang katanya masih di daerah Cilimus, dan itu masih jauh banget dari kampus (=__=’)

Kelas ternyata udah rame, dan sosialisasi  udah dimulai. Singkat cerita, disana kami dibagikan undangan wisuda dan toga yang dua-duanya bikin aku kecewa. Kenapa?

Pertama. Undangan itu cuma diperuntukkan bagi dua orang selain wisudawan atau wisudawati. Dengan kata lain, kalo wisudawan atau wisudawati pengen bawa rekan atau anggota keluarga sebanyak lebih dari dua orang, maka dengan terpaksa beberapa orang harus rela nunggu di luar. Geez.. padahal aku pengen banget ngundang keluarga besarku : nenek, bibi-bibi, sepupu-sepupu.. Yah, kalo enggak, minimal bawa satu orang lagi deh, adikku. Aku pengen banget keluargaku lengkap, empat orang. Kan kasian kalo ada yang harus nunggu di luar. Mana acaranya nggak sebentar.

Kedua. Ukuran toganya terlalu besaaaarr..
Aku sempet protes sama pihak kampus soal ini. Pasalnya, sebelumnya mereka sempet membroadcast pilihan ukuran toga ke semua calon wisudawan dan wisudawati. Ada ukuran S, M, dan L. Aku yang sadar dengan postur badanku yang tini wini biti of course memilih ukuran toga paling kecil, S.  Tapiii.. pas hari pembagian malah dikasih ukuran yang nggak sesuai. Eh, pas aku minta tuker, mereka malah bilang, “Nggak ada ukuran S, Neng. Ukuran M itu paling kecil”.
Nah lho.. Kalo nggak ada ukuran S kenapa ada pilihan ukuran S di broadcast BBM-nyaaa? (-__-”)

Deeeeyyymm.. Ini mah bener-bener baju kebesaran namanya. Well, kegedean lebih tepatnya. Dan kegedeannya tuh keterlaluan banget. Bener-bener harus digunting dan dijahit lagi buat mengecilkannya. Geli aja ngeliat bayanganku di cermin. Aku berharap bisa ngeliat bayangan seorang murid sekolah Hogwarts disitu (sotoy, padahal nonton Harry Potter aja enggak :v), tapi yang terlihat disitu justru sesosok bebegig sawah (T_T)
Aku kecewa, tersinggung juga. Gimana enggak? Ini bener-bener bentuk diskriminasi terhadap orang kecil. Aku nggak habis pikir kenapa pihak kampus bisa sejahat itu sama orang kecil kayak aku. Mereka seneng kali ya kalo liat aku tenggelam  di baju kebesaran itu. Huaaah..

Beralih ke topik lain. Malem itu juga aku nggak tidur sendirian. Aku tidur bareng Adel. Yups, malem itu Adel nginep dirumahku, coz pas pulang dari kampus, hari udah gelap dan udah terlalu malem bagi Adel buat pulang ke rumahnya yang jauh banget dari kampus. Ya udah deh, alhasil sepanjang malem itu kami ngobrol bareng, makan malem bareng, baca novel bareng, dan of course tidur bareng :v

Kami tidur di kamar kost-an milik ortu-ku yang kebetulan lagi kosong. Adel baru pulang besok paginya, tapi sampe sekarang aku masih pake kamer itu. Wehehe.. Nggak tau kenapa, lebih nyaman aja dibanding kamerku. Ya mungkin karena di kamer itu nggak terlalu banyak barang, dan ada kipas angin juga, jadi lebih kerasa nyaman gitu.

***

Hari ini aku kembali ke kampus buat nyerahin hardcopy Tugas Akhir yang hari Sabtu kemaren belum sempet aku serahin. Well, mungkin ini terakhir kalinya aku mengunjungi kampus sebelum hari wisuda tiba. Haaahh.. Nggak kerasa, udah tiga tahun aku menempuh pendidikan di kampus itu. Kampus yang bahkan masih terasa seperti tempat asing buatku. I dunno.. Aku selalu ngerasa tempat itu bukan tempatku, bukan duniaku. Aku nggak pernah bermimpi buat mempelajari cara menjadi ‘pendamping’ pimpinan, memahami analisis SWOT dan ilmu marketing, mempelajari Service Exellence, dan segala sesuatu yang menurutku membosankan itu. Aku cuma merasa hidup pas mata kuliah bahasa, ya karena aku pikir duniaku yang sebenernya itu disana.. di Fakultas Sastra dan Bahasa.

But however.. seasing-asingnya tempat itu buatku, dan sebanyak apapun hal-hal bikin nyesek yang terjadi disana, tempat itu tetep nyimpen cukup banyak unforgettable moments, kenangan bareng mereka yang bikin aku ngerasa lebih hidup selama di kampus. Aam, Riris, Ayu, Sherly, Mbak Erna, Fatimah, Desi, Nur, Ecin, Lidia, Maella.. Aku nggak ngerasa asing kalo ada mereka.

Di kampus itu, kami nonton film pas dosen nggak dateng, bolos ke kantin pas mata kuliah Statistika, ngocol pas mata kuliah Bahasa Jepang, kerja sama pas mata kuliah Akuntansi, foto-foto pas mata kuliah terasa membosankan, makan siomay—paling enak sejagat kampus—pas jam istirahat, online pas pulang ngampus.. banyak deh.

Di tempat itu, aku mengenal kakak-kakak senior yang baik dan bener-bener berjasa dalam perkembangan bahasa Inggrisku, dari yang dulu aku nggak paham tenses, sekarang udah lumayan paham (walau belom pake banget :v). Yup, they’re Kak Sudan dan Kak Oman yang setia jadi pembimbing di komunitas SICE. Apa kabar ya mereka? :3

Disana, aku pernah memperjuangkan mimpiku buat studi banding di negeri orang, ngikutin jejak dua senior yang aku sebutin di atas tadi. Walau akhirnya tiket emas itu nggak berhasil aku raih, tapi seenggaknya aku jadi ngerti bahwa pemahaman teori aja nggak cukup kalo nggak didukung sama communication skill dan kepercayaan diri yang tinggi.

Kampus juga yang memperkenalkan aku sama dunia kerja. Awalnya aku pikir dunia kerja itu serem, tapi ternyata pas udah terjun langsung ke dunia kerja, rasanya enjoy—selama kita mencintai apa yang jadi pekerjaan kita. Apalagi kalo hari gajian. Haha.. Hey, siapa yang nggak suka itu? :p


So, that’s all ceritaku di hari-hari menjelang hari terakhirku menjadi mahasiswa ini (halah..). Mohon doanya, agar wisudaku hari Sabtu nanti lancar dan aku nggak terlihat konyol dengan baju kebesaranku :’)

Total Tayangan Halaman

 
;