Hmm..
mungkin ini terdengar aneh, bahwa jika seseorang bertanya lebih menarik mana
antara menyimak cerita tentang kehidupan orang lain, dengan menyimak cerita
tentang hal-hal mistis dan misterius, maka aku akan menjawab yang kedua. Apapun
itu. Mulai dari yang bisa dijelaskan dengan ilmu sains, sampai dengan yang
sangat irasional.
Aku udah
tertarik dengan cerita horor dan hal-hal mistis sejak kecil. Sejak duduk di
kelas satu Sekolah Dasar, aku udah hobi mengoleksi buku saku ataupun komik
misteri yang kubeli seharga lima ratus rupiah dari penjual mainan di sekolahku.
Kamu tau komik tentang siksa neraka? Atau komik Petruk-Gareng karya Om Tatang
S? Mereka adalah dua dari sekian banyak koleksi karya tulis misteri yang aku
punya pada saat itu. Aku bahkan rela nggak jajan demi mendapatkan buku ataupun
komik-komik itu. Khususnya komik Petruk-Gareng. Mungkin ada sekitar belasan
atau puluhan judul komik Petruk-Gareng yang aku punya, paling banyak diantara
yang lain. Aku nggak peduli dengan efek setelah membaca komik-komik itu. Well, seringnya setelah membaca
komik-komik itu aku jadi nggak berani ke kamar mandi ataupun tidur sendirian,
karena sering terbayang wujud setan yang tergambar di komik-komik itu. Ya know.. bahkaaaaaann saat membaca
komiknya pun, sebisa mungkin jariku nggak menyentuh gambar setan pada komik
yang sedang kubaca, karena aku khawatir setan itu akan menggigit jariku.
Sampai
sekarang, hobi membaca cerita horor dan misteri masih menempel padaku. Aku
memang nggak lagi mengoleksi buku saku dan komik-komik seperti yang kukoleksi
saat jaman SD dulu. Buku-buku saku dan komik-komik itu pun sekarang entah
kemana. Kemungkinan dibuang ibuku. Sekarang ini, di jaman yang lebih maju ini,
aku lebih banyak membaca cerita-cerita horor dan misteri itu di internet, khususnya
di Instagram, karena kisah-kisahnya update
banget. Setiap kali Admin dari akun misteri yang aku follow memposting cerita baru, notifikasinya langsung muncul di
layar hapeku, sehingga aku hampir nggak pernah ketinggalan cerita.
Belakangan
ini sepertinya aku makin gencar menyimak cerita-cerita horor. Bahkan sekarang
rasanya nggak cukup hanya di Instagram. Cerita-cerita horor yang pernah jadi trending obrolan di KasKus pun nggak
ketinggalan aku acak-acak. Saking asiknya menyimak cerita-cerita horor di
Internet, enam novel yang kubeli bulan Juli lalu bahkan belum aku telanjangi.
Masih utuh di kantong plastik dengan logo toko buku.
Aaaanywayy.. meski menyukai
cerita-cerita mistis, tapi jujur, aku pribadi hampir belum pernah mengalami
hal-hal di luar nalar. Berbeda dengan Bi El—adik ibu—yang di masa remajanya
cukup sering mengalami kejadian menyeramkan.
Well, keluarga ibuku dulu tinggal di
sebuah asrama tua di kawasan Kesambi. Asrama itu udah lama banget berdiri.
Mungkin pas jaman penjajahan Belanda pun udah ada, dan letaknya itu pas banget
di depan kawasan makam. Menurut penuturan beliau, asrama itu nggak menyediakan
kamar mandi dalam (entahlah kalo sekarang). Kamar mandinya terletak di luar, di
kawasan makam. Suatu malam, bibiku itu mengantar temannya buang air kecil ke
kamar mandi itu. Bi El tentu menunggu di bagian luar kamar mandi, sendirian
menghadap pintu kamar mandi.. ketika berbalik, tiba-tiba di belakangnya udah
ada kepala superbesar di atas atap rumah. Yup, cuma kepala, dan besarnya tuh
benar-benar besar banget, dan berwarna merah dengan sepasang mata yang
bergerak-gerak menatap sekitar. Saat itu Bi El cuma bisa membeku di tempat,
nggak bisa teriak, apalagi lari. Selain itu, di belakang asrama itu juga
terdapat pohon sawo yang lumayan besar, dan Bi El pernah melihat beberapa butir
kepala melayang, persis seperti yang dia lihat di atas atap itu, hanya aja
ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran kepala manusia normal. Anak-anak dari Si
Kepala Besar mungkin? Entahlah..
Pernah juga
suatu hari, saat Bi El sedang tidur, seorang perempuan berambut panjang
berbaring di sebelahnya dengan posisi membelakangi. Beliau sama sekali nggak
curiga, karena mengira perempuan itu adalah Bi Cicih—adik tertua ibuku, kakak
Bi El—karena pada masa itu Bi Cicih memang memiliki rambut yang panjang sampai
ke pinggangnya. Tapi ketika Bi El menceritakan hal itu pada Bi Cicih, beliau
membantah. Bi Cicih nggak merasa bahwa saat itu ia tidur di samping Bi El.
Sementara
ibuku yang juga tinggal di rumah yang sama, justru hampir nggak pernah
mengalami hal-hal menyeramkan seperti yang dialami Bi El. Kalopun ada, palingan
hanya sebatas perasaan merinding dan suara-suara aneh.
Sedangkan
aku sendiri, yah, seperti yang kubilang tadi. Aku hampir belum pernah mengalami
hal-hal di luar nalar. Yap, hampir, which
is bukan berarti nggak pernah. Hanya aja memang dari semua pengalamanku
yang menyangkut kejadian horor itu nggak ada satupun yang ‘nampak’. Tapi ada
satu yang paling membekas di ingatan, suatu kejadian aneh yang terjadi beberapa
tahun silam.
Aku nggak
ingat kapan tepatnya. Yang kuingat, pada waktu itu aku dan adikku masih
sama-sama duduk di bangku sekolah. Aku SMP, sedangkan adikku masih SD, dan
kebetulan hal itu terjadi pada hari Kamis menjelang malam. Yep, malam Jum’at. Yang
namanya kakak-adik, pasti ada suatu moment
dimana kami bertengkar. Itulah yang terjadi sore itu. Entah apa yang kami
ributkan pada saat itu, bahkan kata-kata ibu tak kuasa menghentikan kami.
“Ini Magrib,
jangan ribut!” kata beliau, namun kami masih tetap pada urusan kami. Karena
kesal, ibu pun keluar dari rumah. Kami pikir beliau mau pergi, jadi kami
mengikutinya. Eh, ternyata beliau cuma mau menutup kandang ayam di samping kiri
rumah. Well, waktu itu keluarga kami
masih memelihara ayam, dan oh ya.. aku belum cerita kalo di samping kanan rumahku
dulu masih ada tanah luas yang ditanami berbagai jenis tanaman, salah satunya
pohon sawo yang berdiri sejajar dengan teras depan. Yah, kira-kira letaknya
sekitar tiga atau empat meter di samping kanan teras. Nah, sementara ibuku
menutup kandang ayam, aku dan adikku menunggu di teras depan rumah. Dan ketika
itulah penglihatanku menangkap pemandangan ganjil. Pohon sawo itu bergoyang! Bukan
goyang yang kayak tertiup angin, tapi goyangnya tuh yang benar-benar goyang
dari atas sampai bawah, dan gerakannya sangat kencang sehingga menimbulkan
bunyi gemerisik, sementara pohon-pohon di sekitarnya biasa aja. Sontak akupun
berpandang-pandangan dengan adikku, memastikan bahwa ia juga melihat apa yang
aku lihat. Dan ternyata ia juga melihat hal yang sama.
Mengetahui
hal itu, kami langsung menghambur ke arah ibu dan menceritakan apa yang baru aja
kami lihat. Ibuku menenangkan kami dengan mengatakan bahwa kemungkinan itu
adalah ulah Wak Apip—kakak bapakku yang tinggal tepat di sebelah rumah—yang terganggu
dengan kami yang ribut. Tapi aku sendiri yakin bahwa itu bukan ulah manusia. Ukuran
pohon sawo itu nggak bisa dibilang kecil. Siapa pula yang kuat
menggoyang-goyangkannya sekencang itu? Lagipula baik aku dan adikku nggak
melihat siapapun dan apapun dibalik pohon itu.
Well, nggak ada yang lebih impressive dari itu, karena yang lainnya
hanya sebatas perasaan merinding, munculnya aroma kentang bakar saat melewati
tempat sepi dan gelap (yang kata orang merupakan tanda-tanda adanya sosok
genderuwo), ataupun suara-suara yang nggak diketahui darimana sumbernya. Bahkan
sampai sekarang, meski bekerja di sebuah gedung yang (katanya) angker, rasanya
nggak ada pengalaman mistis yang impressive
yang aku alami disana. Berbeda dengan rekan-rekan kerjaku yang mengaku mengalami
hal-hal yang benar-benar sulit diterima akal sehat. Pak Ben misalnya, yang
pernah mendengar suara seperti suara kebetan kertas-kertas di gudang dokumen
yang terletak tepat di sebelah kiri ruang kerjaku; lalu TV di Ruang HRD yang
menyala dengan sendirinya. Berbeda dengan Pak Rudin yang mengaku melihat Mbak
Popi—Admin HRD sebelum aku—yang masih nugas di meja kerjanya di sore menjelang
malam, padahal Mbak Popi udah keluar dari ruangannya pada saat itu. Kemudian
ada Mbak Eka yang melihat pintu geser Ruang Sewa Beli menutup dengan sendirinya.
Eh tapi aku
juga pernah deng ngalamin. Hanya aja aku masih belum yakin sih apakah yang
kulihat itu benar manusia atau jin yang menyerupai. Jadi ceritanya suatu sore
di hari Sabtu, aku melihat salah satu Sales duduk sendirian menghadap komputer
yang menyala didalam Ruang Akunting. Dan ternyata bukan cuma aku yang lihat,
tapi juga Pak Ben. Buat kami, ini aneh. Karena.. pertama, kunci Ruang Akunting cuma
dipegang sama Staff Akunting, dan pada saat itu mereka udah pulang karena hari
Sabtu jam kerja selesai jam dua siang; kedua, Ruang Akunting pada saat itu
dalam kondisi gelap, sehingga rasanya aneh melihat Sales itu sendirian di
tempat gelap; ketiga, Sales itu bahkan nggak mengerti komputer! Kalopun ngerti,
dia nggak akan berani lancang masuk ruangan yang sama sekali bukan ranahnya.
Haaah.. banyak deh pokoknya kejadian aneh yang kudengar terjadi di sekitar
kantor. Ironisnya, mostly
kejadian-kejadian aneh itu terjadi disekitar Ruang Marketing & HRD yang
notabene merupakan ruangan tempatku bekerja sehari-harinya. Makanya cukup
banyak rekan kerjaku yang nggak berani sendirian disitu. Tapi ya seperti yang
aku bilang tadi, alhamdulillah, selama ini aku nggak pernah mendapatkan
pengalaman aneh yang seberkesan pengalaman rekan-rekan kerjaku di ruangan itu.
Kalo cuma soal gelas pecah sendiri di pojok ruangan, aku masih bisa positive thinking kalo itu kerjaan
kucing, coz kantor kami memang cukup
sering didatangi kucing liar. Yang lainnya paling-paling hanya sebatas suara
langkah kaki (paling sering terdengar, dan udah sering terjadi sejak pertama
kali aku bekerja disitu) dan bau-bauan yang untungnya harum, bukan bau
kemenyan, bau bangkai, bau amis, bau kelek, bau kentut, apalagi bau kaki.
Ngomong-ngomong
soal bau-bauan, sekitar dua minggu yang lalu, aku mencium aroma parfum cowok
yang entah darimana sumbernya. Jadi ceritanya, siang itu aku mau ke toilet. Ketika
melewati pintu gudang dokumen, samar-samar hidungku mencium aroma parfum cowok,
dan baunya semakin tajam hingga ke lorong kecil yang membatasi antara Ruang
Collector dengan Ruang Marketing & HRD. Ini aneh, karena aku yakin nggak
ada seorangpun yang masuk ke Ruang Marketing & HRD. Selain itu, seingatku
nggak ada staff kantor (selain pekerja lapangan) yang menggunakan parfum dengan
aroma menyengat, kecuali Mas Febri, tapi aromanya nggak kayak gitu. Dan
normalnya, aroma parfum semenyengat apapun pasti akan hilang beberapa menit setelah
pemakainya meninggalkan ruangan, sedangkan aroma parfum itu nggak kunjung
hilang berpuluh-puluh menit lamanya.
Aku update status deh tuh di WA soal bau
parfum misterius itu. Eh, nggak taunya dikomen..
Him : “Apa bau parfumnya mirip bau
parfum punya saya?”
Me : “Nggak tau. Parfum kamu kemarin
nggak kecium”
Him : “That’s me”
Tau nggak
siapa yang komen?
Yah, siapa lagi kalo bukan sohibku yang
paling antik, paling unik, paling ajaib, dan paling misterius seantero jagat :
Yuda (Yud, saya udah minta ijin kamu lho ya, buat nulis tentang kamu disini.
Kalo ada kata-kata yang kurang berkenan bilang aja. Haha..)
Jadi menurut
penuturannya, itu tuh semacam bentuk Astral Projection (AP), yaitu teknik
pelepasan jiwa dari raga. Well, untuk
lebih jelasnya tentang AP, silahkan browsing.
Hahaha..
Anyway, aku udah lama tertarik sama
topik tentang AP, tepatnya sejak acara The Master Season I booming. Aku juga udah baca beberapa artikel yang membahas itu,
karena buatku menarik banget, meski nggak ada niat buat mencoba melakukan (karena
terlalu beresiko buat orang awam, apalagi belum punya benteng berupa keimanan
yang cukup kuat). Tapi dari artikel-artikel yang kubaca itu, nggak ada satupun
yang menyebutkan bahwa aroma tubuh atau parfum dari tubuh astral seseorang bisa
tercium sama orang lain yang nggak melakukan AP.
Awalnya aku
pikir Yuda mengada-ada, hingga kemudian beberapa hari setelah itu, tepatnya pas
ketemuan di Grage City Mall minggu lalu, dia menyodorkan botol parfumnya dan bilang, “Kayak
gini bukan baunya?” Aku endus-endus deh itu botol, dan.. DAMN, PERSIS!!
Nggak cukup
membuktikan dengan hanya botol parfumnya, tiga hari yang lalu, dia bahas soal
pengalamannya ‘main’ ke kantorku dengan tubuh astralnya itu via WA. Aku nggak
pernah cerita tentang gedung kantorku, tapi dia tau tentang gudang di sebelah
ruanganku. Dia bilang, waktu itu dia main pas jam makan siang, dan itu bener
banget.. persis di waktu aku mencium aroma parfum itu. “Orang-orang pada makan.
Makan seenaknya disitu”, katanya. Ah, rupanya dia juga tau kalo di kantorku,
karyawan bebas makan di ruang kerja.
“Bahkan saya
bisa ngeliat kamu barusan yang cekikikan walaupun merinding”.
WHATTHEHELL?!
WHATTHEHELL?!
“Nahan
ketawamu suaranya nggak enak”.
DAAAAAMN,
KEDENGERAN!
Haissshh..
pokoknya kemarin lusa itu aku dibuat speechless
lah sama tuh orang. Kok jadinya lebih serem dia daripada hantu. Gimana enggak? He can do and see anything he wants,
TANPA TERLIHAT! Bayangkaaaan.. Isn’t it
scary?
Well, tapi sisi positifnya, aku jadi
punya teman buat sharing lebih banyak
tentang segala hal berbau Metafisika dan supranatural, memuaskan rasa
penasaranku pada hal-hal diluar nalar. Sebagai orang awam, aku memang nggak
bisa menilai apakah penuturannya benar atau enggak. Aku cuma bisa percaya, itu
aja.