Minggu, 26 November 2017 5 komentar

Irasional

Hmm.. mungkin ini terdengar aneh, bahwa jika seseorang bertanya lebih menarik mana antara menyimak cerita tentang kehidupan orang lain, dengan menyimak cerita tentang hal-hal mistis dan misterius, maka aku akan menjawab yang kedua. Apapun itu. Mulai dari yang bisa dijelaskan dengan ilmu sains, sampai dengan yang sangat irasional.

Aku udah tertarik dengan cerita horor dan hal-hal mistis sejak kecil. Sejak duduk di kelas satu Sekolah Dasar, aku udah hobi mengoleksi buku saku ataupun komik misteri yang kubeli seharga lima ratus rupiah dari penjual mainan di sekolahku. Kamu tau komik tentang siksa neraka? Atau komik Petruk-Gareng karya Om Tatang S? Mereka adalah dua dari sekian banyak koleksi karya tulis misteri yang aku punya pada saat itu. Aku bahkan rela nggak jajan demi mendapatkan buku ataupun komik-komik itu. Khususnya komik Petruk-Gareng. Mungkin ada sekitar belasan atau puluhan judul komik Petruk-Gareng yang aku punya, paling banyak diantara yang lain. Aku nggak peduli dengan efek setelah membaca komik-komik itu. Well, seringnya setelah membaca komik-komik itu aku jadi nggak berani ke kamar mandi ataupun tidur sendirian, karena sering terbayang wujud setan yang tergambar di komik-komik itu. Ya know.. bahkaaaaaann saat membaca komiknya pun, sebisa mungkin jariku nggak menyentuh gambar setan pada komik yang sedang kubaca, karena aku khawatir setan itu akan menggigit jariku.

Sampai sekarang, hobi membaca cerita horor dan misteri masih menempel padaku. Aku memang nggak lagi mengoleksi buku saku dan komik-komik seperti yang kukoleksi saat jaman SD dulu. Buku-buku saku dan komik-komik itu pun sekarang entah kemana. Kemungkinan dibuang ibuku. Sekarang ini, di jaman yang lebih maju ini, aku lebih banyak membaca cerita-cerita horor dan misteri itu di internet, khususnya di Instagram, karena kisah-kisahnya update banget. Setiap kali Admin dari akun misteri yang aku follow memposting cerita baru, notifikasinya langsung muncul di layar hapeku, sehingga aku hampir nggak pernah ketinggalan cerita.

Belakangan ini sepertinya aku makin gencar menyimak cerita-cerita horor. Bahkan sekarang rasanya nggak cukup hanya di Instagram. Cerita-cerita horor yang pernah jadi trending obrolan di KasKus pun nggak ketinggalan aku acak-acak. Saking asiknya menyimak cerita-cerita horor di Internet, enam novel yang kubeli bulan Juli lalu bahkan belum aku telanjangi. Masih utuh di kantong plastik dengan logo toko buku.

Aaaanywayy.. meski menyukai cerita-cerita mistis, tapi jujur, aku pribadi hampir belum pernah mengalami hal-hal di luar nalar. Berbeda dengan Bi El—adik ibu—yang di masa remajanya cukup sering mengalami kejadian menyeramkan.

Well, keluarga ibuku dulu tinggal di sebuah asrama tua di kawasan Kesambi. Asrama itu udah lama banget berdiri. Mungkin pas jaman penjajahan Belanda pun udah ada, dan letaknya itu pas banget di depan kawasan makam. Menurut penuturan beliau, asrama itu nggak menyediakan kamar mandi dalam (entahlah kalo sekarang). Kamar mandinya terletak di luar, di kawasan makam. Suatu malam, bibiku itu mengantar temannya buang air kecil ke kamar mandi itu. Bi El tentu menunggu di bagian luar kamar mandi, sendirian menghadap pintu kamar mandi.. ketika berbalik, tiba-tiba di belakangnya udah ada kepala superbesar di atas atap rumah. Yup, cuma kepala, dan besarnya tuh benar-benar besar banget, dan berwarna merah dengan sepasang mata yang bergerak-gerak menatap sekitar. Saat itu Bi El cuma bisa membeku di tempat, nggak bisa teriak, apalagi lari. Selain itu, di belakang asrama itu juga terdapat pohon sawo yang lumayan besar, dan Bi El pernah melihat beberapa butir kepala melayang, persis seperti yang dia lihat di atas atap itu, hanya aja ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran kepala manusia normal. Anak-anak dari Si Kepala Besar mungkin? Entahlah..

Pernah juga suatu hari, saat Bi El sedang tidur, seorang perempuan berambut panjang berbaring di sebelahnya dengan posisi membelakangi. Beliau sama sekali nggak curiga, karena mengira perempuan itu adalah Bi Cicih—adik tertua ibuku, kakak Bi El—karena pada masa itu Bi Cicih memang memiliki rambut yang panjang sampai ke pinggangnya. Tapi ketika Bi El menceritakan hal itu pada Bi Cicih, beliau membantah. Bi Cicih nggak merasa bahwa saat itu ia tidur di samping Bi El.

Sementara ibuku yang juga tinggal di rumah yang sama, justru hampir nggak pernah mengalami hal-hal menyeramkan seperti yang dialami Bi El. Kalopun ada, palingan hanya sebatas perasaan merinding dan suara-suara aneh.

Sedangkan aku sendiri, yah, seperti yang kubilang tadi. Aku hampir belum pernah mengalami hal-hal di luar nalar. Yap, hampir, which is bukan berarti nggak pernah. Hanya aja memang dari semua pengalamanku yang menyangkut kejadian horor itu nggak ada satupun yang ‘nampak’. Tapi ada satu yang paling membekas di ingatan, suatu kejadian aneh yang terjadi beberapa tahun silam.

Aku nggak ingat kapan tepatnya. Yang kuingat, pada waktu itu aku dan adikku masih sama-sama duduk di bangku sekolah. Aku SMP, sedangkan adikku masih SD, dan kebetulan hal itu terjadi pada hari Kamis menjelang malam. Yep, malam Jum’at. Yang namanya kakak-adik, pasti ada suatu moment dimana kami bertengkar. Itulah yang terjadi sore itu. Entah apa yang kami ributkan pada saat itu, bahkan kata-kata ibu tak kuasa menghentikan kami.
“Ini Magrib, jangan ribut!” kata beliau, namun kami masih tetap pada urusan kami. Karena kesal, ibu pun keluar dari rumah. Kami pikir beliau mau pergi, jadi kami mengikutinya. Eh, ternyata beliau cuma mau menutup kandang ayam di samping kiri rumah. Well, waktu itu keluarga kami masih memelihara ayam, dan oh ya.. aku belum cerita kalo di samping kanan rumahku dulu masih ada tanah luas yang ditanami berbagai jenis tanaman, salah satunya pohon sawo yang berdiri sejajar dengan teras depan. Yah, kira-kira letaknya sekitar tiga atau empat meter di samping kanan teras. Nah, sementara ibuku menutup kandang ayam, aku dan adikku menunggu di teras depan rumah. Dan ketika itulah penglihatanku menangkap pemandangan ganjil. Pohon sawo itu bergoyang! Bukan goyang yang kayak tertiup angin, tapi goyangnya tuh yang benar-benar goyang dari atas sampai bawah, dan gerakannya sangat kencang sehingga menimbulkan bunyi gemerisik, sementara pohon-pohon di sekitarnya biasa aja. Sontak akupun berpandang-pandangan dengan adikku, memastikan bahwa ia juga melihat apa yang aku lihat. Dan ternyata ia juga melihat hal yang sama.

Mengetahui hal itu, kami langsung menghambur ke arah ibu dan menceritakan apa yang baru aja kami lihat. Ibuku menenangkan kami dengan mengatakan bahwa kemungkinan itu adalah ulah Wak Apip—kakak bapakku yang tinggal tepat di sebelah rumah—yang terganggu dengan kami yang ribut. Tapi aku sendiri yakin bahwa itu bukan ulah manusia. Ukuran pohon sawo itu nggak bisa dibilang kecil. Siapa pula yang kuat menggoyang-goyangkannya sekencang itu? Lagipula baik aku dan adikku nggak melihat siapapun dan apapun dibalik pohon itu.

Well, nggak ada yang lebih impressive dari itu, karena yang lainnya hanya sebatas perasaan merinding, munculnya aroma kentang bakar saat melewati tempat sepi dan gelap (yang kata orang merupakan tanda-tanda adanya sosok genderuwo), ataupun suara-suara yang nggak diketahui darimana sumbernya. Bahkan sampai sekarang, meski bekerja di sebuah gedung yang (katanya) angker, rasanya nggak ada pengalaman mistis yang impressive yang aku alami disana. Berbeda dengan rekan-rekan kerjaku yang mengaku mengalami hal-hal yang benar-benar sulit diterima akal sehat. Pak Ben misalnya, yang pernah mendengar suara seperti suara kebetan kertas-kertas di gudang dokumen yang terletak tepat di sebelah kiri ruang kerjaku; lalu TV di Ruang HRD yang menyala dengan sendirinya. Berbeda dengan Pak Rudin yang mengaku melihat Mbak Popi—Admin HRD sebelum aku—yang masih nugas di meja kerjanya di sore menjelang malam, padahal Mbak Popi udah keluar dari ruangannya pada saat itu. Kemudian ada Mbak Eka yang melihat pintu geser Ruang Sewa Beli menutup dengan sendirinya.

Eh tapi aku juga pernah deng ngalamin. Hanya aja aku masih belum yakin sih apakah yang kulihat itu benar manusia atau jin yang menyerupai. Jadi ceritanya suatu sore di hari Sabtu, aku melihat salah satu Sales duduk sendirian menghadap komputer yang menyala didalam Ruang Akunting. Dan ternyata bukan cuma aku yang lihat, tapi juga Pak Ben. Buat kami, ini aneh. Karena.. pertama, kunci Ruang Akunting cuma dipegang sama Staff Akunting, dan pada saat itu mereka udah pulang karena hari Sabtu jam kerja selesai jam dua siang; kedua, Ruang Akunting pada saat itu dalam kondisi gelap, sehingga rasanya aneh melihat Sales itu sendirian di tempat gelap; ketiga, Sales itu bahkan nggak mengerti komputer! Kalopun ngerti, dia nggak akan berani lancang masuk ruangan yang sama sekali bukan ranahnya. Haaah.. banyak deh pokoknya kejadian aneh yang kudengar terjadi di sekitar kantor. Ironisnya, mostly kejadian-kejadian aneh itu terjadi disekitar Ruang Marketing & HRD yang notabene merupakan ruangan tempatku bekerja sehari-harinya. Makanya cukup banyak rekan kerjaku yang nggak berani sendirian disitu. Tapi ya seperti yang aku bilang tadi, alhamdulillah, selama ini aku nggak pernah mendapatkan pengalaman aneh yang seberkesan pengalaman rekan-rekan kerjaku di ruangan itu. Kalo cuma soal gelas pecah sendiri di pojok ruangan, aku masih bisa positive thinking kalo itu kerjaan kucing, coz kantor kami memang cukup sering didatangi kucing liar. Yang lainnya paling-paling hanya sebatas suara langkah kaki (paling sering terdengar, dan udah sering terjadi sejak pertama kali aku bekerja disitu) dan bau-bauan yang untungnya harum, bukan bau kemenyan, bau bangkai, bau amis, bau kelek, bau kentut, apalagi bau kaki.

Ngomong-ngomong soal bau-bauan, sekitar dua minggu yang lalu, aku mencium aroma parfum cowok yang entah darimana sumbernya. Jadi ceritanya, siang itu aku mau ke toilet. Ketika melewati pintu gudang dokumen, samar-samar hidungku mencium aroma parfum cowok, dan baunya semakin tajam hingga ke lorong kecil yang membatasi antara Ruang Collector dengan Ruang Marketing & HRD. Ini aneh, karena aku yakin nggak ada seorangpun yang masuk ke Ruang Marketing & HRD. Selain itu, seingatku nggak ada staff kantor (selain pekerja lapangan) yang menggunakan parfum dengan aroma menyengat, kecuali Mas Febri, tapi aromanya nggak kayak gitu. Dan normalnya, aroma parfum semenyengat apapun pasti akan hilang beberapa menit setelah pemakainya meninggalkan ruangan, sedangkan aroma parfum itu nggak kunjung hilang berpuluh-puluh menit lamanya.

Aku update status deh tuh di WA soal bau parfum misterius itu. Eh, nggak taunya dikomen..
Him : “Apa bau parfumnya mirip bau parfum punya saya?”
Me : “Nggak tau. Parfum kamu kemarin nggak kecium”
Him : “That’s me

Tau nggak siapa yang komen?
Yah, siapa lagi kalo bukan sohibku yang paling antik, paling unik, paling ajaib, dan paling misterius seantero jagat : Yuda (Yud, saya udah minta ijin kamu lho ya, buat nulis tentang kamu disini. Kalo ada kata-kata yang kurang berkenan bilang aja. Haha..)

Jadi menurut penuturannya, itu tuh semacam bentuk Astral Projection (AP), yaitu teknik pelepasan jiwa dari raga. Well, untuk lebih jelasnya tentang AP, silahkan browsing. Hahaha..
Anyway, aku udah lama tertarik sama topik tentang AP, tepatnya sejak acara The Master Season I booming. Aku juga udah baca beberapa artikel yang membahas itu, karena buatku menarik banget, meski nggak ada niat buat mencoba melakukan (karena terlalu beresiko buat orang awam, apalagi belum punya benteng berupa keimanan yang cukup kuat). Tapi dari artikel-artikel yang kubaca itu, nggak ada satupun yang menyebutkan bahwa aroma tubuh atau parfum dari tubuh astral seseorang bisa tercium sama orang lain yang nggak melakukan AP.

Awalnya aku pikir Yuda mengada-ada, hingga kemudian beberapa hari setelah itu, tepatnya pas ketemuan di Grage City Mall minggu lalu, dia menyodorkan botol parfumnya dan bilang, “Kayak gini bukan baunya?” Aku endus-endus deh itu botol, dan.. DAMN, PERSIS!!

Nggak cukup membuktikan dengan hanya botol parfumnya, tiga hari yang lalu, dia bahas soal pengalamannya ‘main’ ke kantorku dengan tubuh astralnya itu via WA. Aku nggak pernah cerita tentang gedung kantorku, tapi dia tau tentang gudang di sebelah ruanganku. Dia bilang, waktu itu dia main pas jam makan siang, dan itu bener banget.. persis di waktu aku mencium aroma parfum itu. “Orang-orang pada makan. Makan seenaknya disitu”, katanya. Ah, rupanya dia juga tau kalo di kantorku, karyawan bebas makan di ruang kerja.
“Bahkan saya bisa ngeliat kamu barusan yang cekikikan walaupun merinding”.
WHATTHEHELL?!
“Nahan ketawamu suaranya nggak enak”.
DAAAAAMN, KEDENGERAN!

Haissshh.. pokoknya kemarin lusa itu aku dibuat speechless lah sama tuh orang. Kok jadinya lebih serem dia daripada hantu. Gimana enggak? He can do and see anything he wants, TANPA TERLIHAT! Bayangkaaaan.. Isn’t it scary?


Well, tapi sisi positifnya, aku jadi punya teman buat sharing lebih banyak tentang segala hal berbau Metafisika dan supranatural, memuaskan rasa penasaranku pada hal-hal diluar nalar. Sebagai orang awam, aku memang nggak bisa menilai apakah penuturannya benar atau enggak. Aku cuma bisa percaya, itu aja.
Sabtu, 18 November 2017 0 komentar

Malam 'Satu Spirit'

I got a bunch of stories today!

Bisa dibilang ini adalah hari yang sejak seminggu lalu aku tunggu. Berawal dari pesan WA yang dikirim Yuda hari Sabtu lalu..


Mengetahui hal itu, aku tiba-tiba excited. Aku langsung mengorek info tentang benar atau enggaknya kabar itu. Cari info di Facebook, di Instagram.. Dan ternyata dia nggak bohong. Jadiiii.. hari ini adalah hari ulang tahun PILARadio—salah satu stasiun radio di Cirebon—yang ke-17 tahun. Untuk merayakan hari jadinya yang bertema ‘17ice’ (baca : ‘nice’) ini, mereka mengadakan kolaborasi perdananya dengan SoundsAtions. Di hari jadinya ini, mereka menggelar sebuah event yang terdiri dari Cosplay Competition, BMX Freestyle, Action Figure Exhibition, Sand Animation, dan live music dengan Nadya Fatira dan Jorocks J-Rocks sebagai guest stars. Acara itu digelar di Lapangan Parkir Grage City Mall (GCM) mulai jam tiga sore sampai jam sepuluh malam. Acaranya gratis. Syaratnya, penonton yang mau masuk ke area stage harus berusia 18+ dan menunjukkan KTP asli kepada panitia.

Aaaanywayyy.. sebenarnya aku bukan (lagi) penggemar J-Rocks. Yap, bukan lagi. Aku sempat menggandrungi mereka saat masih duduk di bangku kelas dua SMP, tepatnya sekitar sembilan tahun lalu. Waktu itu album Spirit belum lama rilis dan video klip ‘Cobalah Kau Mengerti’ dan ‘Kau Curi Lagi’ cukup gencar ditayangkan di acara-acara musik di TV (waktu itu aku masih suka nonton Inbox, Dahsyat dkk). Saat itu aku pikir, “Ih, kok mereka cool banget sih..”
Kemudian sejak saat itu aku mulai mengagumi mereka, yang kelak menjadi cikal bakal aku menyukai L’arc~en~Ciel. Well, orang lain mah kayaknya mostly suka L’arc~en~Ciel dulu, baru suka J-Rocks (atau bahkan justru membenci Bang Iman dkk), aku malah kebalik. Trus setelah itu, adikku ikut menggandrungi J-Rocks juga (Entahlah, kayaknya sering banget selera musiknya terpengaruh dengan selera musikku), hanya aja sepertinya dia lebih parah. Aku mengoleksi musik mereka cukup sampai album Road to Abbey, sedangkan adikku punya lagu-lagu mereka yang rilis setelah album itu, contohnya Madu & Racun, yang lebih dulu aku dengar dari versinya Richie Ricardo. Haha.. Jadul banget ya..), kemudian Ya Aku.. Dia juga sering memutar lagu-lagu mereka dengan volume keras, namun kemudian berhenti setelah lagu Topeng Sahabat sering menuai komentar dari Bapak. “Ini lagu apa sih? Nyanyi kok kayak orang cacingan”, begitu kata beliau. Yang J-Rockstar harap jangan marah. Wkwk..

Okay, back to the story.
Ketika mendengar J-Rocks mau datang ke Cirebon dan dibarengi sama event Jejepangan begini, aku jadi excited pengen datang. Pertama, karena aku pengen sedikit keluar dari zona nyaman (biasanya aku nggak terlalu suka keramaian); kedua, karena aku pengen mewujudkan mimpi buat nonton mereka secara langsung yang dulu belum kesampaian; ketiga, karena biar ada bahan buat nulis di blog. Haha..
Dan kebetulan Yuda mau datang bareng teman-temannya yang satu komunitas gitu. Sooo ya udah aja aku gabung sama mereka. Lagian Yuda juga bilang kalo ada satu hal penting yang mau dia omongin.

Aku sempat mengajak Inna, coz dia kan suka Jejepangan juga. Siapa tau dia terhibur melihat para Cosplayer gitu. Sayangnya Inna nggak bisa ikut karena mau ke Tasik. Alright then, akhirnya aku berangkat sendirian langsung dari kantor. BTW, aku cukup kesal juga sih, pasalnya menjelang pulang itu aku dikasih tugas tambahan yang kudu diselesaikan di rumah. Geeeezzz.. rasanya saat itu aku mau nangis. Nggak dikasih tugas tambahan aja me-time ku dikit banget (karena memang tiap hari Sabtu aku pasti bawa pulang satu tugas), ini malah ditambahin :’)

“Ayo berangkat!” seruku pada Inggit dan Ryan yang waktu itu lagi ngumpul bareng rekan-rekannya di Showroom. Yaahh mereka kan J-Rockstars gitu lho, dan malam sebelumnya Inggit cerita via BBM kalo dia mau datang ke acara itu bareng Ryan. Mereka menggeleng, bilang kalo baru mau datang selepas Magrib. Sore itu, sekitar jam empat kurang lima belas menit, aku berangkat dengan menumpang Gr*bB*k*.

Sesampainya di GCM, aku langsung menuju Amphitheater, tempat dimana Yuda nongkrong. Sempat susah juga sih nyari dia. Aku baru ketemu dia pas dia nelpon. Rupanya disana udah nunggu bareng Bima—adiknya—dan tiga orang temannya, hanya aja beberapa dari mereka duduk terpisah. Beberapa lama kemudian, datanglah seorang cewek berambut pendek dengan dress hitam selutut dan motif kotak-kotak di bagian lengan. Aku langsung mengenalinya sebagai Wira, dan usianya masih tujuh belas tahun, karena Yuda pernah bercerita sedikit tentang dia di pertemuan kami sebelumnya. Kemudian Yuda pamit sebentar untuk mengantar Wira pakai wig di toilet. Sore itu, katanya sih si Wira ini mau tampil dengan tema gothic. BTW, sekilas teman Yuda yang satu ini mengingatkanku sama salah satu staff HRD di tempat kerjaku yang lama. Entahlah. Menurutku wajahnya agak mirip, hanya aja tanpa kerudung. Cara bicaranya juga. Well, forget that!

Awalnya, aku cuma duduk bareng salah satu teman Yuda. Tapi kemudian temannya ini beranjak ke area event. Karena nggak mau duduk sendirian, akhirnya aku ngikut deh. Aku tertarik buat nonton Cosplay Competition. Lagu Clock Strikes-nya One Ok Rock diputar berulang-ulang sebagai backsound acara itu. Kostum para pesertanya bagus-bagus, hanya sayangnya mereka belum cukup luwes memperagakan aksi andalan mereka. Lucunya, ada satu peserta Cosplay Competition yang mengenakan kostum Driver G*j*k lho! Hahaha.. Awalnya aku sama sekali nggak menyangka bahwa cowok yang berdiri di tengah acara dengan kupluk rajut dan seragam G*j*k-nya sambil menggenggam smartphone itu adalah peserta Cosplay Competition. Aku pikir dia penggemar salah satu Cosplayer dan berniat memotret Cosplayer favoritnya dengan smartphone di tangannya itu. Beberapa penonton cengengesan aja melihat si ‘Driver G*j*k’ ini cengar-cengir di tengah acara. Hingga kemudian aku mendengar percakapan beberapa penonton di sebelahku.
“Weh, itu G*j*k ngapain berdiri disono?”
“Itu Cosplayer tau.”
“Lah, Cosplay jadi tukang ojek?”
“Iya, Cosplay kan temanya bebas.”
Nah, dari situlah aku baru tau kalo ‘Driver G*j*k’ ini adalah salah satu peserta Cosplay Competition itu.

Para peserta Cosplay Competition
Source : Instagram @pilaradio886fm
Para Cosplayer, dari Wonder Woman sampai Driver G*j*k!
Lihat pojok sebelah kiri.
Source : Instagram @pilaradio886fm

Tiba-tiba, PING!!
Ada BBM masuk. Rupanya dari Inggit.
“Udah disana tah, Teh?” tanyanya.
“Udah dari tadi. Saya kesorean kayaknya. Wkwk..”
Iya, kesorean, karena ternyata acaranya belum terlalu rame.
“Lah, kenapa? Udah kelar?”
Kemudian terbersit di benakku buat ngerjain dia.
Kubilang, “Udah kelaaaaaaar.. Joroknya udah mangguuuuuuuunnngggg..”
“Seriusssss..?? Ah, masa sihh..?”
Aku cengengesan aja baca BBM-nya.
Beberapa menit kemudian, baru aku balas, “Belum kok, masih Cosplay Competition”.
Tapi ternyata apa? Dia malah terprovokasi sama kata-kataku yang sebelumnya tadi dan langsung buru-buru meluncur ke lokasi bareng Ryan. Wakakakak..

Akhirnya Cosplay Competition pun selesai. Aku celingukan. Eh, kok temannya Yuda ngilang? Padahal tadi masih terpisah sekitar dua meteran dari tempatku berdiri. Kukontak Yuda, tapi rupanya dia masih di toilet. Jadi kuputuskan buat melihat-lihat sekitar.

PING!!
Ada BBM lagi dari Inggit.
“Teh, dimana?”
Sambil jalan, aku mengetikkan balasan. Tapi belum jauh aku berjalan, sosok Inggit dan Ryan udah kelihatan.
“Hey!” seruku sambil melambaikan tangan, dan mereka tersenyum lebar saat melihatku.
“Kesini sendirian, Teh?” tanya Inggit dengan wajah heran gitu.
“Sama teman, tapi nggak tau tuh.. pada mencar. Ada yang lagi nganter temannya juga ke toilet buat pakai wig,” jawabku. Yakali datang sendirian ke acara kayak gitu. Mencar sebentar dari mereka aja udah kayak anak ilang. Hahaha..
Mereka manggut-manggut. Jadi ya udah deh, aku ngobrol-ngobrol bareng mereka. Ryan sempat bercerita tentang kakaknya yang merupakan seorang desainer kostum Cosplay dan menjual hasil pekerjaannya hingga ke luar negeri.
“Bedanya, kakak saya ngebuat kostum Cosplay nya pake bahan bioplastic. Memang lumayan mahal sih jadinya, makanya peminatnya kebanyakan dari luar negeri,” katanya sambil menunjukkan beberapa hasil karya kakaknya itu di layar smartphone. Memang keren-keren sih kostum karya kakaknya Ryan ini. Penggunanya pasti kelihatan stunning banget. Well, ada harga ada kualitas sih yaa..

“Lagi dimana, Put?” tiba-tiba masuk WA dari Yuda.
“Didepan Foodtruck. Kamu dimana?” balasku.
“Di Amphitheater. Habis foto-foto. Mau ikutan?”
Karena nggak mau ganggu quality time-nya Inggit dan Ryan, akhirnya aku pamit buat ke Amphitheater, nemuin Yuda yang waktu itu lagi bareng Wira—yang udah lengkap pakai wig panjang bergelombang. Looks pretty, I admit. Kami sempat beli minum sebentar, trus kumpul lagi bareng teman-teman Yuda di pinggir area event.
“Katanya mau foto bareng?” kata Yuda sambil menunjuk Wira lewat isyarat mata. Well, sebelum ke GCM, gara-gara Yuda bilang kalo ada temannya yang mau pakai kostum dengan tema gothic, aku jadi tertarik buat foto bareng sama temannya itu. Tapi pas ketemu sama orangnya..
“Nggak jadi ah, Yud,” jawabku.
“Kenapa?”
“Kata kamu, dia lebih pendek dari kamu, tapi ternyata tinggi!”
“Ya memang lebih pendek dari saya.”
“Iya, tapi saya pikir dia nggak setinggi itu. Kirain tinggi saya sama dia setara.” Oke, intinya aku minder kalo difoto nanti kelihatan jauh lebih pendek dari cewek tujuh belas tahun.

Tiba-tiba adik Yuda, Bima, menerima telepon dari ayah mereka. Dengar-dengar sih ada salah satu saudara mereka yang meninggal, dan mereka diminta pulang secepatnya.
“Kamu mau balik atau mau lanjut?” tanya Yuda.
Disitu aku bingung antara mau lanjut atau pulang juga.
“Kamu duluan aja,” kataku akhirnya.
“Duh, kalo lagi main ke luar tuh ada aja kendalanya. Gak bisa lihat orang senang,” keluhnya.
“Ya masa kamu mau nyalahin takdir,” sergahku. Dia nyengir. Gendeng emang -,-
Akhirnya kami pun berpisah. Kemudian aku BBM Inggit, “Udah masuk gate belum?”
Tadinya aku berniat join bareng Inggit dan Ryan lagi, tapi kemudian kuurungkan, coz nggak enak juga. Takutnya aku malah jadi ganggu sweet couple ini. Akhirnya aku beranjak dari situ. Tapi baru beberapa langkah, Inggit membalas BBM-ku dan ngajak gabung. Aku menolak.
“Yaaah nggak asik aaahh.. Tanggung ada disini,” katanya.
Iya juga sih.. tapi..
“Cepetan kesini. Ntar keburu anak-anak gembel yang masuk. Hahaha..”
Akhirnya aku gabung deh sama mereka, pake lari segala, karena khawatir area stage-nya beneran dipenuhi anak-anak punk. Tapi ternyata apa? Area stage masih legaaaaaaa banget! Hanya ada beberapa puluh orang yang duduk-duduk di pinggir. Dasar! Sekarang aku yang kena dikerjain.
Inggit menyambutku dan langsung ngajak gabung. Nggak cuma kami bertiga, ada Mbak Melisa—salah satu Sales di perusahaan tempatku bekerja—bersama cowoknya (meski ia sendiri datang agak terlambat), dan dua teman lama Inggit yang juga bergabung bersama kami.

Hingga jam tujuh malam, area stage masih adem ayem. Padahal aku udah berniat meninggalkan tempat itu sekitar jam tujuh. Tapi aku penasaran kalo J-Rocks belum muncul. Yah, seenggaknya aku bisa nonton performance mereka barang satu sampai dua lagu, setelah itu baru balik. Pantatku udah mulai panas karena kelamaan duduk, namun diatas stage, beberapa crew masih sibuk melakukan check sound dengan suara kentut (seriusan lho, mereka checking sound pake suara mirip kentut gitu), kemudian disambung dengan mencoba memainkan seluruh instrumen dengan lagu Sing For Absolution-nya Muse. Lucunya, crew yang mencoba microphone vokalis menyanyikan lagu itu dengan lirik asal-asalan. Yang jelas cuma di bagian ‘Sing for absolution.. I will be singing..’ nya doang. Hahaha..

Setelah checking sound, MC pun naik, disusul dengan pertunjukan Sand Animation yakni seni lukis pasir dari seorang Magician. Lalu ada sambutan-sambutan juga dari beberapa orang dibalik suksesnya PILARadio, acara tiup lilin dan potong kue, pembagian hadiah, dan nggak ketinggalan penampilan Wakapolres Cirebon yang membawakan lagu Bento-nya Iwan Fals. Aseeekk!!


Squad PILARadio menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun bersama
Wakapolres Cirebon Kompol Djarot Sungkowo,
perwakilan Grage Group, dan PT Sampoerna.
Source : Instagram @pilaradio886fm

Setelah itu, naiklah Hira Band. BTW, aku dan Inggit sempat salah fokus sama bassist mereka karena penampilannya yang sekilas mirip Bang Wima. Haha..
Kami nggak kenal band Hira ini, tapi untungnya mereka membawakan lagu-lagu yang familiar di kuping. Penampilan mereka dibuka dengan lagu milik Keane, Everybody’s Changing, disambung dengan Sempurna-nya Andra And The Backbone. Area stage makin memanas ketika lagu Ku Tak Bisa-nya Slank dibawakan, dan nggak tau kenapa orang-orang yang berdiri di luar gate tiba-tiba rusuh. Inggit menarikku ke tengah area stage yang lebih aman.
“KAMPUNGAN!! KAMPUNGAN!!” seru para penonton di luar gate kepada para oknum yang rusuh. Iya, benar. KAMPUNGAN. Kenapa sih di Indonesia ini masih ada aja orang yang gemar bikin ribut? Apa sih manfaatnya? Just enjoy the music, Dudes! Lebih baik nyanyi bareng, nge-jump bareng, tanpa bikin masalah. Kalo mau cari ribut mending di luar sana, bukan di tempat dimana orang-orang mau menikmati musik. Kampungan. Nggak tau tempat. Ups, sorry, jadi emosi.

Setelah itu, vokalis Hira Band mengajak salah satu penonton cewek berkacamata naik ke atas stage, sambil menyanyikan lagu Kangen-nya Dewa 19. Anyway, jujur aku kurang suka dengan bagaimana vokalis band ini memperlakukan penonton cewek yang bahkan asing baginya. Rangkul pundak dan gandeng tangan sih masih bisa dibilang wajar, tapi kissing hand..?? Well, I dunno.. menurutku sih agak kurang sopan ya. Entahlah kalo mereka atau si vokalis berasal dari belahan bumi lain yang memiliki budaya dan aturan etika berbeda. You know what I mean, right?

Setelah Hira Band tampil, naiklah Nadya Fatira, seorang penyanyi muda yang bisa dibilang baru di blantika musik Tanah Air, membawakan lagu Happy milik Pharrell Williams. Kemudian disusul dengan lagu Across The Universe dan Hey Jude-nya The Beatles, Bebas-nya Iwa K, and of course lagu terbarunya yang berjudul Penyendiri, sebuah lagu yang baru banget kudengar tapi udah mengena.

Aku ini penyendiri
Yang tak butuh keramaian
Yang ku butuh satu teman
Tempat berbagi cerita..

Penampilan Nadya Fatira, bikin penonton jatuh cinta.
Source : Instagram @rickiridwansyah

Selesai membawakan single terbarunya, Nadya Fatira pamit undur diri.

Acara dilanjut dengan pengumuman pemenang Cosplay Competition. Mereka di panggil untuk naik ke atas stage. Sayangnya mereka semua udah melepas kostum mereka (yakali mau dipake terus dari siang sampai malam), beberapa bahkan ada yang hanya mengirim perwakilan.

Daaaaaaannn.. finally, this is it! Yang kami tunggu-tunggu.. performance J-Rocks!!
Begitu mendengar MC meneriakkan nama mereka, aku dan Inggit langsung merangsek ke depan, melangkahi Mbak Melisa dan cowoknya yang duduk dua langkah di depan kami. Wakakak..
Seluruh penonton yang tadinya duduk pun sontak berdiri, dan berebut tempat paling depan. Satu persatu, personil J-Rocks naik ke atas panggung. Teriakan penonton semakin kencang ketika Bang Iman yang naik ke atas stage paling akhir muncul. Anyway, tampaknya Bang Iman dkk vakum terlalu lama, hingga ketika mereka muncul kembali ke permukaan, mereka semua sudah beruban, kecuali Bang Anton (hairstyle woy, bukan uban!). Haha..
Oh ya, ternyataaaaaaa.. Bang Iman aslinya ganteng yaa, meski terlihat lebih chubby dari yang dulu biasa aku lihat di layar kaca.

Malam itu, J-Rocks membuat panggung kembali panas dengan lagu pertama yang mereka bawakan. Lepaskan Diriku, sebuah lagu yang selalu bikin flashback setiap kali aku mendengarnya. Well, ada dua hal yang kualami terkait dengan lagu ini yang salah satunya terjadi pada masa-masa kelas satu SMA dulu. One of my best moments. Tapi yah, udahlah.. Toh, udah lama lewat. Sekarang cukup dikenang aja, nggak perlu lagi digenggam.

Sebenarnya, di posisiku itu aku bisa melihat performance Bang Iman dkk dengan cukup jelas, sebelum semua itu direnggut sama salah seorang penonton egois yang berdiri paling depan. Ia melepas kaos yang dikenakannya, kemudian duduk di pundak temannya dengan bertelanjang dada. Nggak cukup dengan hanya itu, ia juga mengibarkan kaosnya ke kanan dan ke kiri, which is sangat mengganggu pemandangan. Jadi, teman-teman yang baca ini, tolong ya, kalo nonton pertunjukan musik, dan kamu udah berdiri paling depan, nggak usah pake naik ke pundak teman segala, karena yang mau menikmati pertunjukan bukan hanya kamu.

Awalnya, aku dan Inggit enjoy aja lompat-lompat dan bernyanyi mengikuti musik, sebelum akhirnya keadaan mulai rusuh. Nggak rusuh yang gimana-gimana sih, hanya aja pada dorong-dorongan gitu.
“Maju ke depan aja, Teh. Yang cewek-cewek maju ke depan aja,” kata seorang cowok J-Rockstar pada aku dan Inggit. Maksudnya biar kami—para cewek—nggak jadi korban para ‘kampungers’ itu. Kami pun merangsek lagi ke depan. Sejenak aku kagum dengan sikap solidaritas J-Rockstar ini.

Ketika break, para J-Rockstars meneriakkan yel-yel mereka, “J-Rockstars! Satu spirit!” Merinding dengernya. Anehnya, ada juga yang meneriakkan nama ‘Laruku’, dan berharap J-Rocks membawakan salah satu lagu dari Hyde dkk. Salah satunya penonton cowok di sebelahku yang berkali-kali menyerukan ‘Jiyuu E No Shoutai’. Hahaha..
Selain lagu Lepaskan Diriku, mereka juga membawakan lagu-lagu hits mereka yang lain, seperti Ceria, Fallin’ in Love, dan Madu & Racun. Nggak lupa, mereka juga membawakan dua lagu dari album terbaru mereka—Let’s Go—yakni Selamat Jalan, dan Aku Kamu & Kalian. Aku berharap mereka membawakan lagu Spirit—one of my favorite J-Rocks’ songs—tapi sayangnya enggak. Penampilan mereka ditutup dengan lagu pamungkas, Meraih Mimpi. Setelah itu mereka bagi-bagi beberapa pick gitar kepada penonton.

Source : Instagram @missisviina
Source : Instagram @pilaradio886fm
Source : Instagram @sepasanglangkah
The Audiences. Eh, ada aku tuh. Tebak yang mana? Haha..
Source : Instagram @pilaradio886fm

Usai J-Rocks turun panggung, aku, Ryan dan Inggit pun pulang. Sambil menunggu Ryan mengambil motor di parkiran, aku dan Inggit duduk-duduk di pinggir jalan belakang mall. Inggit sempat bercerita kalo kepalanya pusing dan tadi ia sempat mau pingsan gara-gara cewek yang ‘menggila’ di sebelahnya bau kelek. Wakakakakak..
Kenapa baru ngomong pas udah kelar acara coba? Kalo dia ngomong pas masih di tengah acara aja, aku kasih deodoran deh tuh. Kebetulan aku bawa deodoran tiap hari, kali aja sewaktu-waktu lupa pakai deodoran dari rumah. Haha..

Mereka mengantarku hingga driver Gr*bB*k* yang Inggit pesan datang. Iya, aku order jasa Gr*bB*k* via aplikasi Gr*b milik Inggit, coz punya dia ada promonya, punyaku enggak. Hahaha..

Anyway, aku nggak menyesal hadir ke event itu dan menikmati performance J-Rocks malam tadi. Tapi aku rasa, ini bakal jadi pertunjukan musik ‘panas’ pertama dan terakhir yang aku nikmati. Nggak lagi-lagi deh. Selama J-Rocks tampil semalam, aku beberapa kali kena tubruk. Untung nggak sampai jatuh. Boro-boro kepikiran buat balik badan dan pulang di tengah-tengah penonton yang menggila. Inggit sih enak, punya ‘tameng’ (baca : Ryan). Hahaha.. But well.. however I really thank her karena selama J-Rocks perform, Inggit terus menggandeng tanganku dan nggak ngebiarin aku jatuh ataupun terpisah jauh dari mereka.

Hmm.. aku sempat punya rencana buat nonton One Ok Rock secara langsung kalo suatu saat mereka ke Indonesia. Tapi demi mendapat pengalaman hari ini, sepertinya niat itu sebaiknya aku urungkan. Yah, untuk band skala nasional aja udah rusuh begitu kan? Gimana dengan band sekelas One Ok Rock yang udah melanglang buana kemana-mana. Kecuali kalo penontonnya bisa seadem penonton konser Mighty Long Fall di Yokohama Arena :v

Intinyaaaa.. hari ini luar biasa. Terima kasih untuk PILARadio dan SoundsAtion yang udah menggelar event keren ini, juga terima kasih kepada Inggit dan Ryan yang berbaik hati ngajak gabung dan nggak membiarkan saya menjadi obat nyamuk diantara kalian. Hahaha.. Well, I humbly admit that I'm glad to spend time with you guys.

Aku baru tiba di rumah dengan selamat sekitar jam sepuluh malam dengan disambut wajah asem ibu.

“JAM SEGINI BARU PULANG!”


(XoX”)
Minggu, 12 November 2017 0 komentar
Kupikir hari ini bakal jadi hari dimana aku menghabiskan akhir pekan bareng teman-teman seharian. Beberapa hari yang lalu, rencananya pagi ini aku bakal pergi berenang sampai sore bareng dua sohibku, Rohayati dan Ayu di kolam renang Apita seperti pertengahan bulan lalu, dan kemudian dilanjut meet up sama Yuda. Well, tanggal 22 Oktober lalu, aku, Ohay, dan Ayu memang pergi berenang di kolam renang Apita. Kami tiba sekitar jam sepuluh pagi, dan selesai sekitar jam satu siang. Waktu itu rasanya kurang puas, karena aku dan Ayu masih ingin berenang, sementara Ohay ada janji buat jalan bareng fiancee-nya *uhuk*, jadi kami harus balik sebelum sore.

Nah, karena hal itulah, beberapa hari yang lalu, Ayu mengajak kami berenang lagi. Aku dan Ohay menyetujui dengan senang hati. Tapi anehnya hingga pagi tadi, dia nggak ada kabar. Di-SMS nggak dibales. Baiklah, kami pikir dia nggak punya pulsa. Akhirnya Ohay menghubungi dia via Facebook, nggak dibales juga, padahal jelas-jelas dia komen-komenan sama cowoknya. Ngeselin kan. Akhirnya kami berdua cancel deh rencana kami itu. Eh, siangnya Ayu malah baru SMS Ohay, minta planning renang barengnya diganti jalan-jalan ke Pasar Muludan. Berhubung aku dan Ohay udah malas duluan, kami menolak. "Minggu depan aja," balas Ohay.

Sekitar jam setengah tiga sore, aku bersiap untuk meet up sama Yuda. Sebenarnya niat ketemuan ini pun udah direncanakan sejak sekitar dua minggu yang lalu. Niatnya kami ketemuan tanggal 5 kemarin, tapi berhubung minggu lalu aku ada acara keluarga, kami baru bisa meet up hari Minggu ini. Kami ketemuan di sebuah rumah makan ramen dan sea food di kawasan Tuparev. Ini kunjungan keduaku ke tempat ini. Sebelumnya, aku pernah makan ramen disitu, berdua sama Ohay awal bulan Oktober lalu. Meski berakhir dengan mencret dan bolak-balik ke kamar mandi hingga tiga kali dalam kurun waktu dua jam, aku nggak kapok buat makan disitu lagi. Lho, kok  bisa?

Jadi, hari itu, aku pesan ramen tempura (tadinya mau pesan ramen kepiting, tapi ternyata habis. maklum, best seller) dengan pedas level dua, sedangkan Ohay pesan ramen sosis dengan pedas level lima. Entah karena keteledoran waiter yang keliru menuliskan orderan, atau kekhilafan kokinya yang salah memasukkan ramuan, ramen yang aku makan ajegile hot banget, sedangkan Ohay justru mengaku ramennya nggak pedas sama sekali. Tertukar, mungkin. Tapi honestly, kalo soal rasa, ramennya enak banget. Yah, kalo nggak enak, ngapain aku datang sampai dua kali kan? Selain itu juga karena tempatnya yang cukup nyaman dengan musik yang enak didengar.

Yap, kembali ke today's story.
Aku tiba di lokasi lebih dulu ketimbang Yuda. Aku memilih meja outdoor yang sama dengan meja yang aku tempati bareng Ohay dulu.
"Sendirian aja, Mbak?" tanya seorang waiter sambil menyerahkan buku menu.
"Ada teman saya datang belakangan, Mas," jawabku. Kemudian Mas Waiter itu pun meninggalkanku untuk memilih menu. Sekitar lima belas menit kemudian, Yuda tiba di lokasi. Karena tempat dudukku nggak jauh dari gerbang, dia langsung bisa mengenaliku, nggak celingukan kayak pertemuan-pertemuan sebelumnya.
"Mau pindah tempat nggak?" tanyaku.
"Hmm.." dia bergumam sambil menyapukan pandangan ke bawah. "Kalo bisa, cari tempat yang ada colokannya sih.." Selanjutnya, aku mengikuti dia masuk ke ruang makan indoor, dan berhenti di sebuah meja di sisi kanan ruangan. Anyway, berbeda dengan meja dan kursi di ruang makan outdoor yang keras karena terbuat dari kayu, di ruang makan indoor ini, ada meja-meja dengan kursi empuk di sisi kanan dan area lesehan di sisi kiri. Cukup nyaman sih, hanya aja di tempat ini cukup banyak lalat beterbangan, sehingga kita harus selalu mengibas-ngibaskan tangan kalo nggak mau mereka hinggap di makanan dan minuman kita.

Yuda memesan satu porsi french fries dan black coffee, sedangkan aku memesan menu yang sama dengan yang aku pesan waktu makan bareng Ohay dulu : ramen kepiting (syukurlah, kali ini nggak kehabisan) dengan pedas level dua (kali ini dipastikan nggak akan tertukar lagi) dan milkshake stroberi. Anyway, meski pedasnya cuma level dua, tapi tetep aja, asa pedas banget. Cuma memang nggak separah waktu itu, baru nyesap kuahnya aja aku udah batuk (-_-")

Then we started the conversation. Anyway, tujuan kami ketemuan ini adalah sharing soal metode mengajar Bahasa Inggris. Jadiii.. ceritanya belakangan ini Yuda lagi aktif mengajar Bahasa Inggris gratis via sosmed. Kebetulan, sekitar tahun 2013 lalu, aku juga pernah melakukan hal yang sama. Waktu itu mula-mula aku bergabung dalam beberapa grup belajar Bahasa Inggris di Facebook. Selain memperdalam ilmu, aku juga banyak sharing di grup-grup ini, hingga suatu hari aku dipercaya untuk menjadi admin di salah satu grup yang saat itu cukup memprihatinkan karena kurang aktif. Adminnya banyak, tapi jarang nge-post materi ataupun menjawab pertanyaan member. Malah ada admin yang justru narsis di grup, menjadikan grup sebagai lahan curhat dan mencari perhatian. Mending kalo curhatnya pake bahasa Inggris, bisa sekalian belajar, lah ini boro-boro. Aku jadi nggak habis pikir dengan apa yang dipikirkan owner dari grup itu sehingga mengangkat dia jadi admin. Atas dasar hal itu, aku jadi merasa bertanggung jawab buat bikin grup itu lebih ‘hidup’. Yah, memang nggak berubah secara signifikan dan serame grup tetangga, tapi lebih baik ketimbang sebelumnya. Beberapa admin yang tadinya pasif pun kembali aktif menjawab pertanyaan member. Dari grup-grup inilah aku mendapatkan beberapa teman yang tertarik buat belajar Bahasa Inggris padaku. Tapi ada juga satu orang yang nggak berasal dari grup-grup ini, melainkan dari friendlist Facebook-ku, yang tertarik buat belajar Bahasa Inggris padaku karena melihat aku yang kerapkali menggunakan bahasa Inggris di status-status yang aku update di sosmed. Nah, si Yuda ini pengen tau gitu, metode mengajar yang aku pakai dulu kayak apa. Well, sebenarnya metode yang aku pakai waktu itu nggak begitu berbeda dengan apa yang dia terapkan, hanya aja memang lebih sederhana. Kuakui, metode yang dia terapkan jauh lebih WOW karena pake ada kegiatan bedah buku segala. Jadi, kepada ‘murid-muridnya’ itu, dia bagikan sebuah E-Book berjudul Why We Can’t Speak English (atau I Still Can’t Speak English yak? Lupa), yang kurang lebih isinya itu tentang bagaimana cara agar seseorang bisa menerapkan bahasa Inggris itu kedalam percakapan sehari-hari, nggak cuma tau teori dan bisa writing doang (duh, aku banget kayaknya. Hahaha..). E-Book ini dia jadikan bahan diskusi bareng ‘murid-muridnya’. Great!

Selain dalam hal metode, ternyata ‘murid-murid’ yang dia ajar juga aneh-aneh. Ada yang baru belajar tentang dasar bahasa Inggris, tapi udah berani jadi guru les. Seriously, guru les coy! Berbayar. Kenapa dia nggak berguru sama masternya aja coba? Well, nggak mau ngeluarin modal mungkin? Bisa jadi. Trus ada ‘murid’ yang terus membujuk Yuda buat ngerjain tugas-tugas kuliahnya (but he refuses him, of course). Lalu ada juga ‘murid’ cewek yang ngajak kenalan dan mencoba ‘dekat’ padahal udah punya anak dan suami! WTH :v

Dan bukan meet up sama Yuda namanya kalo percakapannya cuma satu topik. Dia juga sharing tentang beberapa hal, well.. business, family, friends, girls *uhuk* dan satu lagi.. yang paling aku suka : Metafisika dan Supranatural! Wkwkwkwk..
BTW, aku baru tau kalo orang Indigo (which is yang punya indera keenam sejak lahir) bisa kehilangan kemampuan spesialnya ini seiring dengan bertambahnya usia. Adik Yuda, Bima, misalnya, yang punya sixth sense sejak ia lahir, tapi kemudian indera keenamnya ini menghilang di usianya yang kesekian. Sebaliknya, Yuda yang nggak memiliki kemampuan spesial itu sejak lahir justru mendapatkannya by accident di usianya yang ketujuhbelas. Dia bercerita, sore itu dia baru pulang sekolah. Dalam keadaan capek, dia melangkah ke kamar mandi dan menemukan seorang kakek berpakaian serba putih di sudut kamar mandi yang menurut adiknya—si Bima—memang sering nongkrong disitu. Hmm.. aku jadi ingat cerita Admin Mystic Wave (mwv.mystic—salah satu akun Instagram yang banyak sharing soal cerita horor true story dan foto-foto penampakan makhluk astral) yang baru-baru ini mendapatkan kemampuan spesial by accident usai melakukan kegiatan bareng teman-teman kampusnya di kawasan Puncak, Bogor. Tapi berbeda dengan orang-orang kebanyakan yang menganggap kemampuan spesial itu sebagai suatu kelebihan, Admin Mystic Wave ini justru menyebut ini sebagai sebuah kekurangan, karena menurut penuturannya, memiliki sixth sense berarti mengalami gangguan oleh jin, dan itu harus dihilangkan.
“Kamu masih penasaran, Put, pengen bisa liat?” tanya Yuda.
Hadeeeehh.. sekarang sih enggak lah yaa. Well, masih ada sih rasa penasaran. Sedikit. Intinya nggak sepenasaran dulu. Cukuplah nyimak cerita-cerita mereka dari akun-akun horor yang aku follow di Instagram. Bagiku itu udah cukup untuk menjawab rasa penasaranku tentang bagaimana rasanya melihat dan diganggu mereka, walau memang rasanya mengalami sendiri dengan hanya menyimak tentu sangat berbeda.


Nggak terasa, empat jam berlalu. Setelah membayar bill, kami pun beranjak meninggalkan tempat itu. Yuda sempat mampir ke rumah sebentar buat merokok dua batang (pelampiasan mungkin, coz selama di rumah makan tadi dia nggak ngebul. Hahaha..). Dia juga sempat sharing musik. Aku nggak nyangka dia dengerin Owl City juga, dan.. oh ya, dia juga punya beberapa rekomen musisi yang ternyata punya lagu yang enak banget didengar, salah satunya bernama Erutan. Erutan ini punya musik yang unik dan ajaib menurutku. Entahlah, mendengar musiknya, aku merasa adem, tentram.. berasa kayak ada di kawasan sejuk penuh pohon dengan suara gemericik air sungai dan kicau burung. Ugh, seriouslyyy.. baru dengar satu lagu aja aku langsung jatuh cinta. Beberapa lagu yang direkomendasikan itu diantaranya Raindancer, Itsumo Nando Demo, The Willow Maid, dan Transylvanian Lullaby. Kemudian ada juga Hayley Westenra dengan lagu berjudul I Am A Thousand Winds yang menyentuh banget, atau Kingdom Hearts dengan Lazy Afternoon-nya. Besok langsung sedot deh tuh semuanya di kantor. Arigatou gozaimashita, Yud. Nggak nyangka, kirain cuma musisi-musisi alam kubur aja yang ada di playlist-nya. Ya know.. Frank Sinatra, Andy Williams.. Haha.. ^^v
Sabtu, 04 November 2017 0 komentar

Hey, Welcome to the New Journey!

I bet it’s a freaking great and unforgettable day buat sepupu perempuan terdekatku, Gege. Kenapaaaa? Coz today is her wedding day dengan pacarnya, Awan. Yaaahh sekarang sih udah jadi mantan pacar lah yaa, kan statusnya udah beda. Hahaha..

Well, it’s so unbelievable bahwa anak tunggal dari salah satu adik ibuku ini baru aja melangkah naik ke satu anak tangga baru dalam hidupnya, ke satu masa yang kata orang adalah ‘awal kehidupan’. Awal perjalanan hidup yang sesungguhnya. Bagaimana nggak unbelievable? Hampir sebagian masa kecilku kuhabiskan untuk bermain bareng dia.

Aku bahkan masih ingat bagaimana asiknya kami waktu main boneka di kamarnya, berpura-pura menjadi ibu dari boneka-boneka itu. Berbekal kain panjang dan dua buah payung, kami membangun tenda-tendaan di teras rumah nenek, seolah-olah kami sedang berkemah; bermain rujak-rujakan di depan rumah nenek; lalu bermain sepeda roda tiga di lapangan BAPERMAS yang letaknya nggak jauh dari rumah nenek, berpura-pura menjadi tukang ojek dan penumpang; bolak-balik jajan ke warung; menghanyutkan perahu kertas bersama-sama ketika banjir dan bersorak girang di tengah paniknya para orangtua yang menghalau banjir masuk ke rumah; berebut bermanja-manja dengan kakek; menunggu ibu-ibu kami pulang bekerja, dan girang bukan kepalang saat mereka membawa buah tangan..

Anyway, kedua orangtuaku masih bekerja ketika umurku tiga tahun, sehingga mereka menitipkanku pada nenek, hampir setiap hari. Sampai usiaku lima tahun, rasanya berkunjung ke rumah nenek bisa dilakukan setiap pekan. Gege yang memang tinggal bersama nenek dan mamanya sejak lahir menjadi teman bermainku saat itu. Usia kami yang hanya terpaut sembilan bulan membuat kami benar-benar akrab seperti kakak beradik. Ibu dan bibi-bibiku seringkali membelikan kami barang-barang dan pakaian yang sama. Haaahh.. semua itu terjadi sekitar sembilan belas tahun silam, tapi rasanya baru terjadi hanya beberapa tahun yang lalu. Masih lekat banget dalam ingatan.


Ki-Ka : Gege usia satu tahun, aku beberapa bulan setelah lahir

Ki-Ka : aku, Gege
Foto Kiri : Aku dan Gege memetik jambu air di teras depan rumah nenek.
Foto Kanan : Aku dan Gege berpura-pura menelepon satu sama lain.
Tapi karena telepon mainannya cuma satu, aku pakai ayam jago mainan
buat dijadikan telepon :'v

Ki-Ka : Aku & Gege, bermain di Taman Ade Irma Suryani

Love this pict so much!

Pakai topi dan kantung mini kembaran (kantungnya ketutup flashlight.
Topinya ada rambut palsunya gitu :3

Ki-Ka : Aku (dengan boneka dibalik baju, jadi kelihatan buncit) & Gege.

Another picture of our moments together

Naik beberapa tahun kemudian, kami berboncengan sepeda besar milik Wak Agus; disuruh nenek belanja ke pasar berdua; bertukar surat; bertukar rahasia masing-masing dengan menuliskannya dalam buku khusus yang kami sebut 'Buku Rahasia'; berlomba membuat puisi; menonton film dan menertawakan para pemeran serta adegan-adegan yang menurut kami lucu; jalan-jalan pagi ke sawah, melihat matahari terbit, dan dimarahi nenek setelahnya karena nenek khawatir kami dipatuk ular sawah; menyewa becak mini.. Ahh, ini yang paling unforgettable. Waktu itu usiaku sebelas tahun, dan Gege dua belas tahun. Kami—aku, Gege, adikku, dan Agis—menyewa dua buah becak mini untuk kami gunakan memutari komplek. Biaya sewanya cukup murah, waktu itu satu becak cuma seribu rupiah untuk sejam ato berapa jam gitu, lupa. Satu becak dikayuh Gege dengan aku sebagai penumpangnya, sedangkan yang lainnya dikayuh adikku dengan Agis sebagai penumpangnya. Setelah mendapatkan becak, kami beli Pop Ice Blend di sebuah warung. Karena Gege dan adikku mengayuh becak, jadi minuman mereka dibawa sama penumpang mereka masing-masing. Kami pun asik memutari komplek. Di tengah perjalanan, aku bilang ke Gege, “Ge, Pop Ice kamu mencair!” sambil ngacungin gelas gitu, biar dia bisa lihat.
“Mana?” tanyanya.
Tiba-tiba..
GUSRAKK!!!
Becak yang kutumpangi tiba-tiba terbalik. Dua gelas Pop Ice yang kupegang seketika tumpah membasahi wajah dan bajuku. Kepalaku terbentur besi penyangga atap becak. Gege lebih parah. Beberapa bagian tubuhnya lecet, bahkan ada bagian yang lebam biru juga. Selain itu, salah satu bagian becak ada yang besinya lepas. Rupanya becak mini itu menghantam trotoar hingga terbalik. Salahku juga sih yang nunjukkin gelas Pop Ice pas Gege lagi nyetir. Dia jadi hilang fokus. Kami memang nggak nangis sih, tapi ya lumayan juga sakitnya. Sejak insiden itu, kami jadi kapok main becak lagi.

Sampai menginjak usia dewasa, hubungan kami masih dekat. Kami masih suka membicarakan berbagai hal setiap kali bertemu. Satu-satunya topik yang nggak pernah kami bicarakan cuma soal love life. Nggak tau kenapa, sejak dulu itu nggak pernah dilakukan, kecuali waktu jaman SD dulu, tapi itu nggak bisa dibilang love life sih ya, melainkan cuma naksir-naksiran.

Time flies. Kini perempuan yang menemani separuh masa kecilku itu duduk di pelaminan bersama lelaki yang akan menemani sisa hidupnya.

***

Jam delapan malam kemarin, sepulang ngantor dan berkemas, aku berangkat ke rumah nenek di kawasan Perumnas dengan menumpang Gr*bB*ke dengan driver yang sama untuk ketiga kalinya dalam minggu ini, yakni seorang bapak yang usianya mungkin sekitar empat puluh tahunan. Serem juga, sampe tiga kali gitu. Well, mungkin karena beliau mangkal di Hotel Neo tiap hari kali ya, dan kebetulan rumahku memang nggak jauh dari situ.

Rumah nenek udah ramai saat aku tiba, karena ada keluarga dari Kuningan yang juga membantu mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah menyalami semua orang yang ada disitu, aku masuk kamar si Calon Ratu Semalam yang rupanya udah dihias setengah jadi, dan kebetulan orangnya juga ada disitu, duduk di tepi tempat tidur.
“Cieee.. Calon Penganten, deg-degan ya?” sindirku sambil menjabat tangannya.
“Ya begitulah..” jawabnya. Tapi anehnya, dia bisa tidur cepat. Sekitar jam sebelas dia udah tidur nyenyak. Kalo aku ada di posisinya, mungkin aku baru bisa tidur menjelang subuh -_-

Aku sendiri baru tidur sekitar jam satu dini hari, coz aku nyoret-nyoret kertas dulu, bikin surat ucapan selamat buat dia, pake gambar-gambar ilustrasi dia berdua bareng Awan gitu, biar nggak mainstream. Jangan tanya bagaimana hasilnya. Aku berharap Awan nggak tersinggung, karena perbandingan antara dia yang asli dengan dia yang di gambarku itu jadi kayak Bondan Prakoso dengan Dede yang di acara Ini Talkshow itu (well, ibaratkan saja demikian).

Jam empat pagi, aku bangun. Agak pusing, karena mungkin waktu tidurnya kurang, plus agak kurang nyenyak juga. Aku mandi di rumah Bibi Cicih karena kamar mandi di rumah nenek antreannya banyak. Hari ini aku mengenakan celana jeans dan baju batik yang baru kubeli dua minggu yang lalu untuk acara ini. Aku menolak untuk menggunakan kebaya dan didandani seperti Agis, Empit, dan Yessica—tiga sepupuku yang lain—karena nggak mau ribet. Tapi ujung-ujungnya aku agak menyesal juga sih, coz Gege kayak yang rada kecewa gitu. Trus pas berfoto, aku jadi beda sendiri. Haaahh.. kenapa di acara pernikahan sepupu terdekatku aja aku masih nggak mau tampil ribet sih (-.-“) Satu lagi yang aku sesali adalah, fotoku bareng dia ataupun bareng kedua mempelai nggak banyak, karena selain canggung, aku juga banyak mondar mandir kesana-kesini; bikin kopi buat crew panggung lah, bawa ini-bawa itu.. Jadi rada envy ngeliat adik dan sepupu-sepupuku saling kirim foto gitu dari hape masing-masing.

Oh ya, sebenarnya siang tadi aku pengeeeeen banget tampil di panggung, membawakan seenggaknya satu buah lagu. Aku kepikiran buat membawakan salah satu lagu yang lagi super duper hits banget belakangan ini. Ya know.. lagu Akad-nya Payung Teduh. Pas banget kan tuh, dibawakan di hari pernikahan. Yaaah meskipun sebenarnya honestlyso sorry to say—aku sangat sangat muak dengan lagu ini. Bukan apa-apa, pasalnya lagu ini benar-benar terdengar anytime anywhere. Nonton TV, ada lagu ini; scrolling Instagram timeline, ada lagu ini; buka Smule, ada invitation dan rekomendasi buat menyanyikan lagu ini; masuk Showroom, ada lagu ini; bahkan staff Akunting di kantorku memutar lagu ini setiap hari berulang-ulang. Bayangkaaaan.. setiap hari dan berulang-ulang! Dan timeline BBM pun begitu. ‘Si Anu listening to Akad (Payung Teduh)’. Oke, ini kenapa aku jadi bahas lagu Akad? Well, intinya aku sempat berniat mau membawakan lagu ini. Nggak apa-apalah, kupikir, hitung-hitung hadiah buat kedua mempelai. Kebetulan Pembawa Acara nya memberi kesempatan pada siapapun buat sumbang suara. Tapi niat untuk tampil ke atas panggung itu kuurungkan. Pertama, karena aku nggak yakin lagu ini ada di playlist crew panggung; kedua, karena aku malu, nggak ada orang seumuranku yang tampil; ketiga, karena aku nggak hafal lagu ini *ditimpuk Readers*

Daaaan.. seperti biasa, di acara pernikahan seperti ini hampir selalu ada aja yang melempar pertanyaan, “Kapan nyusul?”
Mbak Eni misalnya—anak dari salah satu kakak bapakku—yang bilang, “Puput kapan? Itu, Gege ngeduluin.” Tapi lebih banyak yang mendoakan sih, ketimbang melempar pertanyaan ini. Yaaah meskipun yang mereka doakan adalah agar aku cepat menyusul jejak sepupuku ini, bukan mendoakan agar mata hati dan pikiranku terbuka, karena problem terbesarku yang sesungguhnya adalah aku nggak yakin apakah yang namanya ketulusan cinta benar-benar ada di jaman ini. That’s why, meski masih bisa merasakan fall in love, aku cenderung canggung untuk akrab dengan lawan jenis, meski aku menyukai orang itu, apalagi sampai menjalani hubungan relationship.


Forget that. Well, sebagai sepupu yang baik, aku mendoakan yang terbaik buat Gege. Semoga dia dan Awan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah, dikaruniai anak-anak yang ganteng-cantik, dan sholeh-sholehah, serta bahagia sampai akhir hayat. Aamiin. Dan aku juga berharap, semoga ini semua nggak lantas membuat hubungan keluarga kami jadi renggang. Semoga dia tetap Gege yang aku kenal :)

Dear, Sist. Happy Wedding Day!

Total Tayangan Halaman

 
;