Senin, 07 Desember 2020 2 komentar

Tanpa Rasa

Bulan Desember sudah berjalan satu minggu lamanya. Namun sedih rasanya karena aku harus menyambut bulan di penghujung tahun dengan kondisi tubuh yang nggak fit. Sudah hampir dua minggu lamanya aku mengalami anosmia, yakni kehilangan kemampuan untuk mencium bau dan merasakan makanan.

Hal ini berawal pada hari Rabu pagi tanggal 25 November, aku merasakan gejala flu. Kepalaku pusing dan hidungku panas. Benar aja, sepanjang hari itu hidungku meler sehingga harus menghabiskan berlembar-lembar tisu. Untung nggak bersin-bersin. Hari itu aku menghabiskan segelas besar teh hangat, dan dua cangkir susu hangat, berharap kondisiku segera membaik. Namun sorenya, suhu tubuhku malah meningkat. 

Keesokan harinya, suhu tubuhku sudah turun, tapi kepala dan tenggorokanku terasa sakit. Sebenarnya aku ingin sekali istirahat di rumah barang sehari tanpa harus dipusingkan dengan pekerjaan kantor. Hanya aja hari itu aku harus menyelesaikan Laporan Kehadiran Karyawan dan pembayaran tagihan Jamsostek karyawan. Jadi hari itu aku memaksakan diri untuk tetap berangkat kerja sambil berharap tubuh ini mampu dibawa beraktifitas sampai jam kerja berakhir. Namun saat menyantap semangkuk bubur ayam untuk sarapan, aku baru sadar bahwa lidahku nggak mampu merasakan bubur ayam yang kumakan selain rasa dasar asin dan pedas. Nggak ada rasa gurih kaldu. Bahkan hidungku pun nggak mencium aroma apapun. Saat itu aku pikir wajar karena aku baru aja sembuh dari pilek. Namun hari-hari berikutnya, indera penciumanku belum juga berfungsi normal, padahal hidungku sama sekali nggak mampet, aku juga masih bisa bernapas dengan normal. Kondisi indera penciuman yang nggak berfungsi normal ini tentunya mempengaruhi indera pengecapku. Yang bisa dirasakan oleh lidahku hanya rasa-rasa dasar seperti asin, manis, asam, pedas, dan pahit. Misalnya aku minum minuman rasa cokelat, ya yang terasa hanya manisnya, nggak ada rasa cokelatnya.

Dan seperti biasa, nggak ada jatah libur hari Minggu di akhir bulan. Huhu..
Hari Senin siang 30 November, setelah kuselesaikan tugas-tugas utamaku, aku meminta ijin Pak Benny untuk pulang lebih cepat. Waktu itu aku merasa mual. Mungkin karena masuk angin, karena selama beberapa hari itu aku hanya makan dua butir telur rebus setiap harinya, sama sekali nggak makan nasi. Mungkin juga karena waktu itu aku baru saja mengkonsumsi sebutir tablet hisap untuk sakit tenggorokan yang entah kenapa meninggalkan aftertaste rasa pahit di pangkal tenggorokan.

Sore harinya, hujan turun. Mas Kesayangan datang menjengukku. Padahal di-chat WhatsApp dia berkabar kalo dia OTW pulang setelah bekerja, ternyata datang ke rumah sambil membawa kantong keresek besar berisi roti tawar, susu, buah pir, inhaler, dan vitamin C. Aku terharu, apalagi melihat dirinya berbalut jas hujan yang basah. Sayangnya ia nggak lama berkunjung ke rumah karena ada janji dengan customer-nya.
"Cepat sembuh", ucapnya sambil iseng menempelkan kedua telapak tangannya yang basah di pipiku.

Yah, seperti yang kita tau, bulan November dan Desember adalah 'bulan basah', dimana hujan turun hampir setiap harinya. Aku yang biasanya menyukai 'bulan basah', kali ini sedikit kehilangan antusiasme karena nggak bisa menikmati aroma petrichor :(
Jadi kalo hujan turun, ya rasanya cenderung biasa aja gitu.

Pokoknya banyak nggak enaknya deh dari anosmia ini. Memang sih, nilai plusnya, aku jadi nggak perlu tutup hidung jika aku melewati tempat pembuangan sampah, atau orang lain didekatku buang gas. Tapi tetap aja dominan nggak enaknya. Makan kurang nikmat, nggak bisa mencium aroma yang enak-enak, dan yang lebih parah aku jadi nggak bisa mengetahui apakah orang-orang di sekitarku merasa nyaman berada di dekatku atau enggak. Siapa tau badan atau kaos kakiku bau, tapi karena sedang anosmia, aku jadi nggak sadar. Memang sih, kondisiku sekarang sepertinya mengalami sedikit perkembangan. Pada awal-awal menderita ini, aku nggak bisa mencium bau sama sekali. Tapi dua hari terakhir ini, aku mulai bisa mencium aroma parfum, body scrub, dan body lotion yang kupakai meski masih samar-samar. Tapi tetap aja indera penciumanku belum bisa menangkap aroma yang tipis. Seperti kemarin malam ketika Mas main ke rumah, ia menggendong kitten peliharaanku yang sedang diare. Selesai menggendong si kitten, Mas baru sadar bahwa tangan dan rompi yang dikenakannya bau kotoran kucing. Sepertinya kotoran si kitten menempel saat Mas menggendongnya. Bahkan bukan nggak mungkin kotoran si kitten juga menempel di pakaianku karena sebelumnya si kitten duduk di pangkuanku, cuma akunya nggak nyadar aja. Wkwk..
"Coba deh kamu cium, bau apa engga?" tanya Mas sambil sedikit mencondongkan badan padaku. Namun sedetik kemudian ia baru ingat kalo aku sedang anosmia. Wkwk..
 
Mas sih menyarankanku untuk memeriksakan diri ke dokter. Tapi aku menolak. Ya iyalah, wong aku merasa baik-baik aja kok. Cuma indera penciuman dan pengecapku aja yang bermasalah. Khawatirnya hanya karena satu hal ini, dokter malah mencurigaiku kena C*v*d19. Hih, amit-amit, jangan sampai deh.
 
Yah, aku cukup bersyukur karena meski indera penciuman dan pengecapku belum berfungsi normal, namun seenggaknya mengalami sedikit perkembangan. Aku sih berpikir positif aja, mungkin Tuhan memberiku anosmia ini agar aku lebih rajin menabung dan nggak banyak menghabiskan uangku untuk jajan kali ya. Karena memang setiap kali ke supermarket, aku selalu tergoda untuk jajan keripik kentang, cokelat, atau biskuit gandum. Ke minimarket pun aku sering kepingin jajan es krim. Belum lagi jika Gr*bF**d menawarkan banyak promo diskon. Dan benar aja, karena anosmia ini, aku jadi lebih jarang jajan (plus jarang makan). Huhu.. Semoga aja diri ini nggak semakin kurus deh karena hal ini.
Selasa, 30 Juni 2020 2 komentar

#26

Rasanya semakin kesini aku merasa diri ini semakin moody dan overthinking. Suasana hati berubah-ubah, kadang aku begitu bersemangat, kadang pula tiba-tiba sendu dan tidak bergairah melakukan apapun. Waktu tidur pun jadi nggak karuan; tidur jam delapan atau jam sembilan malam, bangun jam setengah dua belas malam, setelah itu nggak bisa tidur lagi sampai jam tiga atau setengah empat dini hari, ada aja hal yang terpikirkan, padahal nggak seharusnya dipikirkan. Mimpi pun belakangan ini aneh-aneh melulu. Haaahh..

Aku sadar selama ini aku sering banget jahat pada diri sendiri, terlebih dalam hal menghargai diri sendiri. Bahkan sampai sekarang pun masih. Aku masih sering membanding-bandingkan diriku dengan orang lain, feel like I'm nothing. Hanya aja sedikit berbeda dengan dulu. Kalo dulu, aku cenderung membenci diri sendiri dan seenaknya menghakimi bahwa Tuhan nggak adil. Kalo sekarang, rasanya kok kurang ajar banget menghakimi Tuhan seperti itu. Memangnya aku sudah sebaik apa? Sudah melakukan apa untuk Tuhan?

Yah, aku memang nggak sepenuhnya sadar seperti itu sih. Aku merasa memiliki sisi baik dan sisi buruk dalam diriku yang seringkali seperti saling berdebat. Aku yakin hal ini normal sih, bukan sesuatu yang aneh. Kamu pun mungkin mengalaminya.




Seperti tempo hari, ketika sedang asyik scrolling media sosial, tiba-tiba aku terpaku oleh status update seorang teman yang mengungkapkan betapa bahagia hidupnya. Seketika suasana hatiku berubah. Aku mulai berpikir, kenapa sih aku nggak seberuntung dia? Punya banyak teman, dikelilingi orang-orang yang care sama dia, like everybody loves her. Kemudian yah.. lagi-lagi balik ngeluh ke Tuhan. Dan ketika itulah sisi lain dalam diriku muncul.
"Kamu cuma melihat bahagianya dia aja. Kamu nggak tau apa yang dia lakukan hingga mendapatkan kebahagiaan itu. Kamu pingin punya banyak teman, tapi kamu sendiri nggak easy going. Kamu pingin orang-orang care sama kamu seperti orang-orang care sama dia, memangnya kamu sudah sepeduli apa sama orang lain? Dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan karena dia punya effort dan dia pantas, sedangkan kamu belum", begitu katanya. Dan itu sering banget. Hampir setiap kali aku dibuat down dengan pikiran negatif dan mulai mengutuk diri sendiri atau menghakimi Tuhan, akan ada pikiran positif yang kemudian muncul dengan sendirinya. Kata orang, itu salah satu bentuk hidayah dan wujud kasih sayang Tuhan. I believe and so thankful about that :'

Sejak tahun 2014 silam, akhir bulan Juni selalu menjadi hari dimana aku merenung. Yah, meski merenungnya itu kebanyakan merindukan masa lalu sih, seperti masa kecil ataupun masa remaja yang nggak mungkin terulang, tapi ketika melihat ke belakang, aku merasa adanya perubahan positif dalam diriku. Memang bukan perubahan yang signifikan. I'm still a cry-baby yang nonton anime saja masih suka nangis, masih seorang perempuan yang kurang tegas dalam mengambil keputusan, but I think I'm getting better. Dulu tertimpa masalah apapun, dikit-dikit sambat di sosmed. Sekarang juga masih sering sambat di sosmed sih, hehehe.. tapi rasanya nggak separah dulu, yang saking parahnya sampai-sampai ada teman Facebook yang berkomentar, "Kamu tuh angotan ya orangnya". Wkwk..
Dulu sering kesal setengah mati kalo realita nggak sesuai ekspektasi ataupun rencana. Sekarang berusaha menerima dan meyakini bahwa rencana Tuhan lebih baik. Dulu mudah menghakimi Tuhan. Sekarang lebih melihat kedalam diri, sudah sebaik apa. Yang belum bisa kulakukan dan sedang berusaha kulakukan saat ini adalah yang kusebutkan di awal tadi : mencintai dan menghargai diri sendiri.

Hari ini, untuk kesekian kalinya aku menangis di penghujung bulan Juni. Sedih banget rasanya mengingat dua puluh lima tahun hidup, aku belum bisa bermanfaat bagi sekitar. belum bisa jadi sosok kebanggaan keluarga, dan belum menjadi hamba Tuhan yang baik. Aku berharap di usiaku yang kini selangkah di atas seperempat abad ini, Tuhan tetap membimbingku menjadi manusia yang lebih baik lagi :)

***

Dear, Myself. Thanks for keep living and do not give up. If you're tired, it's okay, keep moving. Just believe that God is good all the time. I love you.

Sincerely,
Me. 
Rabu, 17 Juni 2020 2 komentar

Old But Gold : Nobody's Child, Lagu Pilu Dengan Irama Riang Gembira

Hampir setiap pagi, sambil bersiap-siap pergi ngantor aku selalu memutar lagu. Hal ini ampuh banget membuatku menjadi lebih bersemangat di pagi hari dan membuat mood menjadi lebih baik. Namun pagi ini hatiku justru dibuat ambyar gara-gara satu lagu yang kukira bertema ceria.




Aku pertama kali mendengarkan lagu ini belasan tahun lalu. Waktu itu aku masih duduk di bangku SD, lagu ini (dalam versi Karen Young) diputar dari kaset pita milik bapak. Irama lagunya terdengar asik, dan aku lumayan menyukainya. Hanya menyukainya, karena memang lagunya terdengar cukup enak di telingaku.

Dan pagi ini, lagu Nobody's Child versi Foster and Allen terputar secara shuffle dari playlist Spotify-ku. Sambil meratakan make-up di wajahku, aku mencerna kata demi kata yang dilantunkan sang penyanyi (meski nggak sepenuhnya, karena listening skill-ku sebenarnya nggak begitu baik). Saat itulah, it turned incredibly dark all of a sudden. Aku baru memahami makna sebenarnya dari lagu ini yang rupanya sangat jauh dari ceria seperti yang dulu kukira.

***


As I was slowly passing an orphans' home one day
And stopped for just a moment to watch the children play
Alone a boy was standing, and when I asked him why

He turned with eyes that could not see and he began to cry

I'm nobody's child, I'm nobody's child
Just like the flowers, I'm growing wild
No mummy's kisses and no daddy's smile
Nobody wants me, I'm nobody's child

People come for children and take them for their own
But they all seem to pass me by, and I am left alone
I know they'd like to take me but when they see I'm blind

They always take some other child and I am left behind 


I'm nobody's child, I'm nobody's child
Just like the flowers, I'm growing wild
No mummy's kisses and no daddy's smile
Nobody wants me, I'm nobody's child


No mommy's arms to hold me or soothe me when I cry
Sometimes it gets so lonely, I wish that I could die
I'll walk the streets of heaven where all blind can see
And just like all the other kids there'd be a home for me 

***
Lagu ini menceritakan tentang seorang anak yatim piatu penyandang tuna netra yang merindukan kasih sayang orangtua. Pada bait pertama lagu ini, dikisahkan bahwa si penyanyi tengah lewat di depan sebuah panti asuhan. Ia berhenti sejenak untuk melihat anak-anak panti bermain. Namun ia tertegun ketika melihat seorang anak laki-laki berdiri sendirian. Ia pun menghampiri anak itu dan bertanya kenapa ia nggak bergabung bersama anak-anak lainnya. Ketika itulah si penyanyi menyadari bahwa kedua mata anak itu buta. Anak itu pun mulai menangis.

Bait kedua, dan seterusnya berisi tentang curahan hati si anak. "Aku bukan anak siapa-siapa. Aku seperti bunga yang tumbuh dengan liar. Tak ada ciuman ibu ataupun senyuman ayah. Tak ada yang menginginkanku. Aku anak sebatang kara".

Bait ketiga, si anak bercerita bahwa orang-orang datang untuk mengadopsi anak, namun nggak ada satupun yang memilihnya untuk diadopsi. Padahal sebenarnya ia tau bahwa orang-orang itu tertarik untuk mengangkat dirinya sebagai anak, namun ketika mereka menyadari bahwa dirinya buta, ia pun tersisihkan. Mereka memutuskan untuk mengadopsi anak lain.

Bait keempat adalah yang paling heartbreaking menurutku, karena bait ini, mengungkapkan keputusasaan si anak. Betapa ia begitu menginginkan kehadiran seorang ibu yang bersedia memeluk atau menenangkannya kala ia menangis. Ia benar-benar merasa kesepian hingga ia merasa ingin mati. Ia berharap Tuhan segera memanggilnya. Ia yakin bahwa di surga nanti, para tuna netra seperti dirinya akan mampu melihat dan mendapatkan kebahagiaan seperti anak-anak normal lainnya.

***

Aku lahir dan tumbuh di tengah-tengah keluarga yang lengkap. Meski begitu, aku sering iri setiap kali melihat orang lain yang memiliki hubungan begitu baik dengan para orangtua mereka, dimana peran orangtua mereka nggak hanya sebatas sebagai ibu dan ayah, tapi juga sebagai kawan. Sementara aku dengan bapak aja jarang banget ngobrol. Sedih banget rasanya. Tapi begitu mendengar dan memahami makna lagu ini, aku jadi sadar bahwa begitu banyak anak yang terlahir kurang beruntung di luar sana. Ada yang terlahir tanpa orangtua, ada yang terlahir dengan kondisi fisik kurang sempurna, bahkan ada yang mengalami keduanya seperti yang diceritakan pada lagu Nobody's Child ini. Ada rasa trenyuh di dada, membayangkan bagaimana rasanya menjadi anak yang dikisahkan dalam lagu ini. Aku seharusnya bersyukur karena terlahir normal, serta tumbuh dengan keluarga yang lengkap sampai sekarang. Hidupku yang kukeluhkan saat ini adalah hidup yang didambakan mereka yang kurang beruntung di luar sana. 

A-ah, nggak kusangka bahwa pagi-pagi begini hatiku dibuat terluka oleh sebuah lagu sedih yang dinyanyikan dengan nada riang. Aku cengeng banget kalo mendengar lagu-lagu yang liriknya deep kayak gini. Mendengar lagu ini aja perasaanku sebegini hancurnya, nggak kebayang bagaimana perasaan mereka yang mengalaminya :')
Minggu, 24 Mei 2020 1 komentar

Eid Mubarak : 1441H

Aku yakin bukan hanya aku yang merasa bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini terasa ambyar. Nggak ada aroma wangi masjid yang kuhirup, euforia buka puasa bersama, suara berisik anak-anak menjelang sahur, dan bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga dan sanak saudara. Bahkan di malam Lebaran kemarin, nggak biasa-biasanya aku nangis sampai sesenggukan karena nggak rela Ramadhan pergi tanpa meninggalkan kesan mendalam. Ingin rasanya aku memaki, betapa pandemi ini sungguh terlalu. Tapi kemudian aku sadar bahwa apa yang aku rasakan ini nggak seberapa dibanding teman-teman di luar sana yang terpaksa tetap tinggal di perantauan, nggak bisa merasakan Ramadhan dan merayakan Idul Fitri di kampung halaman. Aku juga mengingat bahwa biar bagaimanapun, keberadaan pandemi ini tetap memiliki hikmah.

Aku nggak ingat kapan terakhir kali sholat berjamaah di rumah dengan bapak yang bertindak sebagai imam. Mungkin sekitar dua puluh tahun yang lalu, ketika aku dan adik masih kecil. Bahkan waktu itu aku pernah enggan mengenakan mukena saat sholat (karena waktu itu aku masih tomboy banget. wkwk..). Aku ingat betapa suara bapak sangat merdu saat melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Ah, bahkan mendengar beliau mengumandangkan adzan pun rasanya tentram banget. Terlebih di bagian 'hayya 'alalfalaah' yang kedua, karena pada bagian itu, bapak mengumandangkannya dengan nada panjang dan sangat lembut. Teman SD-ku yang tinggal di dekat masjid tempat dimana bapak biasa mengumandangkan adzan pernah memuji betapa ia menyukai suara adzan bapak. Dan dengan adanya pandemi ini, maka pada Ramadhan tahun ini, aku dan keluarga melakukan sholat tarawih di rumah dengan dipimpin bapak, dan barulah aku tersadar bahwa setelah tahun-tahun berlalu, suara bapak sudah nggak sama lagi. Suaranya yang dulu lembut, merdu, melengking tinggi dan panjang, kini berganti dengan suara serak dan agak bergetar. Ah, I hate the fact that my parents are getting old :')

Oh ya, ada kejadian lucu saat kami melakukan sholat tarawih berjamaah di rumah ini. Ketika kami tengah sholat, kucing-kucing kami berulah. Di hari pertama, Monti yang berulah. Ia membuat suara-suara berisik dengan menggaruk-garuk kardus yang ada di kamar adikku, sehingga konsentrasi kami buyar gara-gara suara grek, grek, grek yang dia buat. Di hari berikutnya, giliran Unye dan Si Cantik yang berulah secara bergantian. Awalnya Unye yang beraksi. Ia berbaring di atas sajadahku, tepat di depanku. Aku pun memejamkan mata, mencoba untuk tahan terhadap godaan di hadapanku itu. Nggak cukup hanya itu, saat kami melakukan duduk iftirasy, ia mengeong dan purring tepat di depan wajahku. Mendengar itu, aku mati-matian menahan ketawa, sehingga mengeluarkan suara ketawa tertahan di tenggorokan. Ah, parah deh pokoknya. Akhirnya di jeda sholat, aku mengeluarkan dia, kemudian kami melanjutkan sholat. Kirain setelah itu bakal aman, eh rupanya Si Cantik yang tadinya tidur di sofa malah bangun dan turun, kemudian selonjoran di atas sajadahku. Astaga. Mau marah tapi gimanaaa..

Jam kerja di kantorku pada bulan Ramadhan sekaligus masa PSBB juga mengalami pengurangan. Pada bulan Ramadhan, biasanya kami pulang ngantor jam empat sore. Namun kali ini, karena sedang masa PSBB, jam kerja kami hanya sampai jam dua siang. Hal ini membuatku jadi punya lebih banyak waktu buat me-time. Misalnya mencoba membuat Dalgona Coffee yang kemarin viral itu. Kebetulan waktu itu aku sedang haid dan tentunya libur puasa, jadi iseng coba-coba buat. Penasaran karena banyak yang gagal, juga penasaran karena banyak yang bilang rasanya enak. Pada percobaan pertama, aku sempat gagal karena menggunakan kopi instant yang rupanya kurang cocok untuk dibuat Dalgona Coffee. Di percobaan kedua, aku membuatnya dengan kopi yang banyak direkomendasikan, dan alhamdulillah berhasil. FYI, aku ngocok kopi, air, dan gulanya itu dengan saringan teh, dan itu nggak sampai lima menit sudah mengembang. Tapiiii.. sorry to say bahwa menurutku rasanya biasa aja, Guys. Wkwk.. Menurutku Good Day Carribean Nut oplos Dancow plain ditambah es batu itu sudah paling enak. Belakangan aku juga sedang hobi nonton video tutorial membuat kue dan doing make-up (meski belum tergerak buat mempraktekan), padahal sebelum ini boro-boro suka nonton video-video semacam itu. Doain ya, semoga kedepannya aku jadi perempuan beneran. Hihi..

Kalo soal acara buka puasa bersama, sebenarnya ada sih yang ngajak. Jadi hari Jum'at lalu, tepatnya dua hari sebelum Idul Fitri, A 'Putra dan Bu Rohayati mengundang aku dan beberapa orang karyawan untuk berbuka puasa bersama di rumah Bu Rohayati. Itu merupakan satu-satunya undangan buka puasa bersama yang aku terima di Ramadhan tahun ini. Sayangnya aku nggak bisa hadir karena nggak ada kendaraan mengingat transportasi umum yang kini terbatas apalagi di jam-jam sore, dan aku merasa nggak enak kalo minta nebeng sama orang lain.

Oh ya, selama bulan Ramadhan kemarin juga aku sering banget mimpi aneh, khususnya mimpi-mimpi yang kualami saat tidur selepas sholat Subuh. Mimpi-mimpi itu seringkali begitu emosional dan tampak nyata, efeknya lumayan bikin mellow berkepanjangan. Selain itu aku juga beberapa kali mengalami lucid dream alias mimpi sadar yang sebenarnya seru kalo ngalamin tapi bikin capek. Wkwk..

***

Pagi ini aku bangun pagi-pagi banget. Awalnya kukira nggak ada shalat Ied, makanya begitu selesai sholat Subuh, aku woles aja gogoleran di atas kasur. Tapi ibu menyuruhku untuk bergegas mandi. "Di Masjid Al-Amin ada sholat Ied", kata beliau.
Masjid Al-Amin adalah masjid dimana aku dan keluarga biasa melakukan sholat Ied setiap tahunnya. Yah, tepatnya di lapangan dekat masjidnya sih. So, yah.. kami pun melaksanakan sholat Ied seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya aja kali ini kami sholat dengan mengenakan masker. Nggak lupa aku juga membawa handsinitizer, karena aku nggak yakin kalo di jalan ataupun di masjid nanti nggak ada yang ngajak salaman.

Disana, aku sholat disamping Dewi, teman kecilku yang kemarin jadi pengantin baru. Kalo kuingat-ingat, sepertinya ini pertama kalinya kami sholat bersebelahan saat sholat Ied. Aku bersyukur karena kami bisa ngobrol-ngobrol lagi walau cuma sebentar, karena memang semenjak menikah, dia pindah rumah dan tinggal berdua dengan suaminya, yang berarti kami jadi makin jarang ketemu.



Sepulangnya sholat Ied, hampir semuanya tampak biasa. Aku, adik, ibu, dan bapak tetap saling bersalaman dan maaf memaafkan, juga makan kue-kue Lebaran yang sudah tersedia. Hanya aja biasanya setelah sholat Ied, kami akan langsung berkeliling ke rumah-rumah tetangga dan saudara untuk bersilaturahmi sambil bermaaf-maafan, namun kali ini enggak. Kami hanya duduk-duduk di ruang tengah. Ibu sibuk dengan hapenya (nonton Youtube, sambil sesekali membalas pesan-pesan WhatsApp dari teman-temannya), adikku main Playstation, aku menyantap nasi empal daging dengan bumbu buatan nenek (yang enak banget bangeeeett, empal gentong yang terkenal itu nggak ada apa-apanya deh dibanding empal dengan bumbu buatan nenek ini), sedangkan bapak sibuk dengan burung-burung peliharaannya (dan cuma pakai kaos dan celana pendek gitu, kayak bukan hari raya).

Sekitar jam sepuluh siang, Mas Ex datang berkunjung. Long time no see after he decided to keep the distance between us, tapi alhamdulillah nggak ada rasa canggung. Wkwk.. Oh ya, aku juga baru ngeh kalo ini adalah pertama kalinya dia main ke rumahku lagi sejak enam bulan lalu. Setengah tahun. Lama juga rupanya.

Kami berencana untuk bersilaturahmi ke beberapa teman kami dan berziarah ke makam orangtua Mas. Tapi sebelum itu, ia mengajakku untuk mengunjungi rumah uwa-nya (kakak almarhum papanya) dulu di kawasan Tangkil. Yah, sekalian jalan. Lagipula sudah lama juga aku nggak bertemu beliau. Sesampainya disana, beliau menyambut kami dengan hangat dan menjamu kami dengan dua gelas Good Day Freeze Mocafrio. Kami nggak lama disana, hanya ngobrol-ngobrol sedikit sembari menghabiskan minuman kami. Setelah itu kami pamit untuk mengunjungi teman-teman kami, numpang ngemilin kue dan makan. Wkwkwk.. Enggak deng.

Di tengah perjalanan, Mas bercerita bahwa saat ini ia tengah menjalani rawat jalan. Beberapa waktu belakangan ini kondisi kesehatannya menurun. Selama beberapa bulan, ia terus batuk-batuk hingga dadanya sesak. Hasil rontgen menunjukkan ada flek di paru-parunya, sehingga ia diharuskan menjalani pengobatan, dan medical check up setiap enam bulan sekali. Hal itu mengingatkanku pada bapak. Beberapa tahun lalu, paru-paru bapak juga di-rontgen, dan hasilnya menunjukkan ada flek disana. Hanya aja bedanya, paru-paru bapak bermasalah karena kebiasaan beliau yang sering membakar sampah dan terpapar asap bakarannya, sedangkan paru-paru Mas bermasalah karena ia perokok aktif. Dari dulu aku sudah sering memintanya untuk berhenti merokok, tapi susah banget. Bukan dia deh pokoknya kalo nggak saklek. Bahkan di kondisinya saat ini pun merokoknya masih tetap jalan, nggak kapok sama sekali. Jadi ingat cerita masa lalu Bung Fiersa yang pernah menjadi seorang perokok aktif, para perokok aktif nggak bisa disuruh berhenti merokok, melainkan dari kesadaran sendiri. Prihatin, tapi ya gimana :')

Singkat cerita, kami pun berziarah ke makam. Pertama-tama, kami mengunjungi makam almarhum mamanya. Honestly, berziarah ke makam mama Mas adalah salah satu hal yang pingin banget aku lakukan sejak kami masih in relationship. Dan aku sempat sedih banget ketika Mas memutuskan untuk jaga jarak sebelum sempat merealisasikan itu. Maka ketika Mas mengajakku kesana, aku langsung menyambutnya tanpa perlu berpikir dua kali. Makam mama terletak nggak begitu jauh dari pintu masuk dan tempat wudhu gitu. Makam beliau masih berupa gundukan tanah dan nisan kayu. Rencananya tahun ini Mas akan melapisinya dengan semen dan keramik. Sayangnya aku lupa memetik bunga-bunga di halaman buat ditabur di atas makam mama. Mas hanya meletakkan beberapa tangkai bunga selasih di atas makam beliau. Setelah berdoa untuk beliau, kami beranjak ke TPU yang terletak nggak begitu jauh dari sekolah Mas dulu, tempat peristirahatan terakhir papa dan A' Hendri, kakak Mas. Aku mengekor Mas melewati puluhan makam. Agak ribet rasanya, karena hari itu aku mengenakan rok tutu panjang yang kadang tersangkut pada ranting, atau 'membawa' batang lidi dan daun kering. Mas sih cengengesan aja lihat aku ribet sendiri. Makam A' Hendri berupa makam kecil dengan keramik warna biru. Ia meninggal karena menderita panas tinggi di usianya yang masih satu bulan. He's really too young to go :') Selanjutnya, kami mengunjungi makam papa yang terletak nggak jauh dari jalan raya. Sama seperti makam A' Hendri, makam papa juga dilapisi keramik warna biru. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mama dan papa selama mereka hidup, dan menempatkan mereka di tempat terbaik di sisi-Nya, khususnya mama.. Meski aku nggak pernah mengenalnya, aku yakin beliau adalah ibu yang hebat, bertahun-tahun berperan sebagai ibu sekaligus ayah untuk Mas, membesarkannya sendirian tanpa papa. Semoga surga menjadi ganjaran terbaik atas segala kesabaran dan kasih sayangnya pada Mas selama beliau hidup. Aamiin. Dan A' Hendri, Allah ambil dia di usia semuda itu, Allah pasti sayang banget sama dia. Jadi malaikat kecil pendamping mama di surga ya, A'. Aamiin yaa robbal alamiin :')

Setelah itu, aku sempat mampir sebentar ke rumah Mas untuk minum, ngobrol-ngobrol sebentar, dan sholat Dzuhur. Habis itu, baru deh Mas mengantarku ke rumah nenek.
"Makasih ya, udah tepatin janji", ucapku sebelum berlalu dari hadapannya.
"Janji apa?"
"Ngajakin ziarah ke makam mama" jawabku. Bahkan nggak hanya makam mama, tapi juga makam papa dan kakaknya. Aku merasa lebih lega sekarang. Lega karena keinginanku dulu sudah teralisasi. Aku nggak tau, setelah ini kapan lagi kami bisa meet up. Tentunya aku berharap ini bukan yang terakhir. Yang sehat-sehat ya, Mas..
  
Di rumah nenek, saudara-saudaraku sudah berkumpul, juga ibu dan adikku. Meski berkumpul, tapi tetap aja rasanya sepi. Om Ade dan keluarganya nggak pulang dari Karawang. Kami juga nggak pergi ke Kuningan untuk bersilaturahmi dengan keluarga besar nenek seperti tahun-tahun sebelumnya. Sedih banget. Padahal meski melelahkan (karena perjalanannya yang cukup jauh dan terkadang macet, ditambah jumlah keluarga yang biasa kami kunjungi lumayan banyak), tapi mengunjungi sanak saudara di Kuningan selalu berkesan setiap tahunnya. Aku dan sepupu-sepupu juga bisa bernostalgia dengan tempat-tempat yang menjadi saksi bisu masa kecil kami, menikmati sejuknya udara di kaki gunung Ciremai, dan pastinya hunting foto. Huhu..

Dan yang menyebalkan lagi, tahun ini nggak ada foto lebaran bareng keluarga dong. Pokoknya yang kami lakukan di rumah nenek hari ini cuma duduk, ngemil, nonton film di TV, godain Naura yang lagi lincah-lincahnya, dan makan bakso malang di pinggir jalan. Wkwk.. Bener-bener kayak bukan Idul Fitri deh. Satu-satunya hal yang aku syukuri pada lebaran tahun ini hanyalah nggak ada satupun pertanyaan menyebalkan yang aku dengar. Ya know like, "Kapan nikah?" atau "Mana pasangannya nih?" Yang kudengar justru doa-doa yang baik dari nenek dan bibi-bibiku. Well, I think memberi doa yang baik-baik itu jauh lebih baik dibanding menyinggung orang lain dengan pertanyaan-pertanyaan rese. Biasanya keluarga dari pihak bapak tuh yang sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan menyebalkan semacam itu, dan karena hari ini kami nggak mengunjungi mereka, pertanyaan-pertanyaan itu pun nggak ada. Sementara kurasa keluarga dari pihak ibuku ini lebih mengerti, setiap tahun nggak pernah tuh nanya-nanya kayak gitu, yang ada malah mendoakan. Huaaah.. I love you all.

Yah, that's all ceritaku hari ini. Atas nama pribadi, aku memohon maaf apabila selama ini ada kata-kata pada postinganku yang menyinggung perasaan Teman-Teman yang membaca. Buat Teman-Teman yang mengenalku, aku mohon maaf atas segala khilaf dan prasangka. Semoga kita masih diberi kesempatan bertemu Ramadhan dan Idul Fitri tahun depan, tentunya dengan situasi dan kondisi yang jauh lebih baik. Aamiin yaa robbal alamiin. 
Eid mubarak, Everyone. Have a blessed Eid 😊





Rabu, 22 April 2020 0 komentar
Salah satu hal yang mengingatkan bahwa dirimu udah cukup tua adalah ketika teman-temanmu mulai membagi-bagikan undangan pernikahan, atau memposting foto keluarga kecilnya di media sosial. Benar nggak? Benar dong. And I can't lie I hate it. Wkwk.. Eh jangan salah paham dulu lho ya. Bukannya nggak bahagia dengan kebahagiaan orang lain, aku hanya benci diingatkan kalo aku udah setua ini. Huhu.. Bahkan di masa pandemi ini pun rupanya aku tetap dihadapkan dengan peringatan semacam ini. Hari ini, Dewi, teman masa kecilku menikah.

Time flies. Rasanya baru kemarin kami main bareng. Yah, beberapa bulan lalu kami memang masih main bareng sih, meski mainnya hanya sebatas ngobrol berempat (waktu itu bareng adikku dan Tri) dan makan pizza di Pizza Hut Kartini. Sedih juga sebenarnya. Rumah kami berdekatan, hanya terpisah dengan beberapa rumah, tapi jarang sekali kumpul bareng. Diantara kami berempat, hanya Dewi yang pandai bersosialisasi. Selain itu, ia juga cantik dan bersuara emas. No wonder, temannya banyak. Tri juga sebenarnya cukup pandai bersosialisasi sih, hanya aja dia anak rumahan, sama seperti aku dan adikku. Dengan kata lain, kami bertiga memiliki circle yang kecil, sedangkan Dewi sebaliknya. Maka ketika kami bertiga menganggap Dewi adalah teman terbaik kami, Dewi memiliki daftar teman baik dan kami bukanlah teman baik yang berada di posisi teratas. Hahaha.

Tapi dulu, lebih dari lima belas tahun yang lalu, kami pernah dekat layaknya saudara. Aku nggak ingat kapan dan bagaimana kami saling mengenal. Aku justru lebih mengingat perkenalanku dengan kakaknya, Mbak Weni. Waktu itu, Mbak Weni dan kakeknya mencari cacing untuk umpan pancing di belakang rumahku. Aku ikut nimbrung mereka berdua mencari cacing. Dan setelah hari itu, entah bagaimana ceritanya aku kemudian mengenal Dewi. Usia kami terpaut dua tahun. Waktu itu kalo nggak salah aku masih kelas satu atau kelas dua SD gitu, sedangkan Dewi belum sekolah.

Hampir setiap hari, setiap pulang sekolah, aku, Dewi, dan adikku menghabiskan waktu bersama. Bahkan di akhir pekan, kami bisa menghabiskan waktu seharian. Kok nggak sama Tri? Well, kami baru main bareng Tri itu sekitar tahun 2008. Jadiii hal-hal yang akan kuceritakan berikut ini kami lakukan tanpa dia. Hehe..

Halaman belakang rumahku yang dulu masih luas (dan belum dijual) menjadi taman bermain kami. Di salah satu pohon mangga paling besar di belakang rumah, bapak membuat empat buah ayunan sederhana untuk kami. Satu ayunan biasa, dua ayunan untuk bergelantungan (ketiganya dibuat dengan kayu dan tambang yang kokoh oleh bapak sendiri), dan satu ayunan dari hammock jaring. Di halaman belakang itu juga terdapat beberapa buah ban mobil bekas yang bisa kami gunakan untuk duduk ataupun sekedar iseng digelinding-gelindingkan. Wkwk..

Selain bermain ayunan dan ban mobil bekas, kami juga biasa main rujak-rujakan, ataupun main 'hias cake'. Kami mencetak tanah dengan mangkok lalu menghiasnya dengan tumbuhan di sekitar kami. Dulu orangtuaku memiliki kebun dengan berbagai jenis tanaman, sehingga apa yang kami butuhkan untuk menghias 'cake' tersedia, entah itu bunga-bunga, atau buah-buahan seperti buah tanaman soka yang dulu tumbuh cukup banyak di halaman rumahku. Dulu ibuku sering marah karena terkadang kami lupa membereskan peralatan dapur yang kami pakai untuk bermain seperti sendok, pisau, mangkok, dan gelas, sehingga peralatan tersebut sering hilang, diambil oleh tukang rongsok. Wkwkwk..

Kami juga suka menggambar di atas tanah, kemudian menilai gambar siapa yang paling bagus. Terkadang kami berpura-pura menjadi Star Rangers yang waktu itu serialnya tayang di RCTI setiap hari Minggu pagi. Aku masih ingat, dulu aku selalu menjadi Ranger Merah karena dulu aku tomboy banget dan seringkali mengambil peran sebagai tokoh laki-laki yang aku anggap keren, adikku menjadi Ranger Biru, dan Dewi menjadi Ranger Pink.

Kemudian kebun di sebelah rumah yang dulu banyak ditumbuhi pohon singkong, srikaya, delima dan berbagai jenis pepohonan lainnya pun seperti hutan kecil bagi kami. Disana kami sering berpura-pura menjadi para petualang yang berkemah di hutan. Kami menggunakan payung sebagai tenda dan bernaung di dalamnya. Kadang lucu kalo dipikir-pikir, dulu tubuh kami sekecil apa ya, kok bisa muat di dalam payung. Wkwk.. Kadang kalo nggak 'berkemah' di kebun, kami 'berkemah' di dalam rumahku dengan memanfaatkan meja makan yang sekeliling mejanya ditutupi kain agar menyerupai tenda.

Banyak banget hal yang kami lakukan bersama di masa lalu dan nggak bisa aku ceritakan semuanya karena saking banyaknya. Kami main dokter-dokteran lengkap dengan 'infus' yang kubuat sendiri, main tembak-tembakan dengan suntikan bekas yang diisi air hingga lantai rumahku becek dan baju kami basah kuyup, main uji nyali di spot-spot yang kami anggap seram di sekitar rumah (karena ada kebun, jadi banyak tempat yang bisa jadi lokasi uji nyali kami, tinggal pilih mau kebun samping atau kebun belakang rumah. Wkwk..), main sepeda, bertukar koleksi kertas binder, main gelembung sabun, main petak umpet, main ABC lima dasar, main guru-guruan, main rumah-rumahan, bahkan main dukun-dukunan, semuanya kami lakukan bersama hampir setiap hari, selama bertahun-tahun. Terkadang kami makan di satu piring yang sama. Ibuku nggak hanya menyuapi aku dan adik, tapi juga Dewi. Bahkan saking asyiknya kami bermain, Dewi bisa sampai lupa pulang. Kadang orangtuanya datang menjemput ke rumahku, padahal rumah kami hanya terpisah oleh dua rumah. Ketika bulan puasa, terkadang kami tarawih bersama. Tapi kalo tarawih bareng dia, rasanya sulit banget kalo nggak becanda. Akhirnya hampir sepanjang sholat kami cekikikan menertawakan hal-hal konyol, sampai-sampai ibu menegurku dan nggak memperbolehkan aku untuk sholat bersebelahan dengan Dewi. Wkwk..

Tapi meski sering menghabiskan waktu bersama, bukan berarti kami nggak pernah musuhan. Kami pun pernah saling ejek, pernah nggak saling bicara selama beberapa waktu. Aku pernah kesal karena ia memungut Pusi, kucing kampung yang dulu sering main ke rumahku dan akhirnya kuanggap sebagai kucingku. Padahal sebenarnya nggak salah kalo dia memungut Pusi, karena toh orangtuanya nggak melarang ia memelihara kucing, sementara orangtuaku (pada saat itu) nggak setuju kalo aku memelihara kucing. Tapi memang dasarnya anak-anak, mana bisa kepikiran sampai situ.

Seiring berjalannya waktu, kami semakin jarang menghabiskan waktu bersama. Palingan sekali-kali aja ngumpul bareng, itu pun cuma buat ngobrol dan nostalgia. Dan meskipun berteman dari kecil, sebenarnya kami nggak benar-benar dekat sampai mengetahui kehidupan pribadi masing-masing. Aku cuma tau Dewi telah berpacaran beberapa kali, itupun melalui status-status di media sosialnya. Dia nggak pernah bercerita tentang saat ini dia berpacaran dengan siapa, apalagi sampai curhat tentang love life-nya (dan aku juga nggak pernah tertarik buat nanya sih). Sedangkan Dewi sendiri hanya sebatas tau bahwa aku naksir kakak kelas (waktu itu aku masih kelas satu SMA) karena nggak sengaja melihat fotonya di kamarku. Wkwk..

Tahun-tahun berlalu, akhirnya tempo hari dia memposting pas foto dengan background warna biru di status WhatsApp-nya. Aku pun lantas memberondongnya dengan pertanyaan. Aku benar-benar nggak pernah mengira dia akan menikah secepat ini, maksudku, di masa pandemi ini yang hanya memperbolehkan pelaksanaan akad tanpa resepsi.

Aah, aku nggak tau kapan lagi kami bisa kumpul bareng dan bernostalgia seperti dulu. Dan rasanya sedih mengingat kami sama sekali nggak punya foto masa kecil kami saat main bareng. Satu-satunya kenangan masa kecil kami bersama adalah sebuah kaset pita yang dulu merekam suara kami, entah itu suara kami bernyanyi, ataupun hanya sekedar bercakap-cakap ala anak-anak. Itupun kasetnya entah masih bisa diputar atau enggak :')


Foto terakhir berempat. Ternyata kami terakhir kumpul bareng tahun lalu :')


Selamat menunaikan ibadah terpanjang, Teman Masa Kecil.
Semoga selalu bahagia ^^
Selasa, 21 April 2020 0 komentar

Tumbuh dan Patah




AND I NEED YOU
By : Fiersa Besari

The silhouette that almost burn
Siluet yang nyaris terbakar
All pictures in my head are gone
Seluruh gambaran di kepalaku hilang
But one still remains and I see it clear
Namun satu yang tersisa dan kulihat jelas
Your voice's guiding me through the dark
Suaramu membimbingku melewati kegelapan
As if it never let me go
Seolah tak pernah membiarkanku pergi
You teach me how to fly with broken wings
Kau mengajariku terbang dengan sayap yang patah
I'm lying naked in your arms
Aku berbaring di pelukmu
Well let me sleep as tears run dry
Biarkan aku terlelap seiring keringnya air mata
Please hold me close, my heart is getting weak
Kumohon peluk aku erat, hatiku kian lemah
You whisper me those symphonies
Kau bisikkan simfoni itu padaku
The lies that never been this sweet
Kebohongan yang tak pernah semanis ini
You're everything and everything is you
Kau adalah segalanya, dan segalanya adalah kau
And I need you...
Dan aku membutuhkanmu
Like the earth needs the sun
Seperti bumi membutuhkan matahari
Like the flowers need rain
Seperti bunga membutuhkan hujan
Like a song needs a poem
Seperti lagu yang butuh syair
Like the child needs a blanket
Seperti anak membutuhkan selimut
***
 

GLIMPSE
By : Fiersa Besari 

Is there an island of hope?
Adakah sebuah pulau harapan?
So I could rest my head
 Agar aku bisa mengistirahatkan kepalaku
I'm tired of this journey
Aku lelah dengan perjalanan ini
And those nightmares from past
Dan mimpi-mimpi buruk dari masa lalu
I'm letting go all of the boxes
Kulepaskan segala kenangan
All the boxes of you
Segala kenangan tentangmu
Sometimes pain hurts me bad
Terkadang rasa sakit begitu menyakitiku
Let the rain sweep it away
Biarkan hujan menyapu
Glimpse of memories about you stays forever
Sekilas ingatan tentangmu menetap selamanya
I'm not okay
Aku memang tidak baik-baik saja
But I'll be just fine without you
Tapi aku akan baik-baik saja tanpamu
You broke my heart
Kau patahkan hatiku
But I'll be just fine 
Tapi aku akan baik-baik saja
Yeah I'll be just fine without you
Ya aku akan baik-baik saja tanpamu
And now we walk on our own path
Dan kini kita berjalan di jalan kita masing-masing
Time for me to sail the sea
Saatnya bagiku untuk berlayar
Facing tides and the wind
Menghadapi ombak dan angin
I'll find another reason to live
Aku akan menemukan alasan lain untuk hidup
I'm not okay
Aku memang tidak baik-baik saja
But I'll be just fine without you
Tapi aku akan baik-baik saja tanpamu
You broke my heart
Kau patahkan hatiku
But I'll be just fine 
Tapi aku akan baik-baik saja
Yeah I'll be just fine without you
Ya aku akan baik-baik saja tanpamu 
Don't cry anymore
Jangan menangis lagi 
You did nothing wrong
Kau tak melakukan kesalahan apapun
Get back on your feet
Bangkitlah kembali
So you could learn to smile once more
Hingga kau bisa belajar tersenyum lagi

Total Tayangan Halaman

 
;