Kamis, 31 Desember 2015 2 komentar

My New Year : 2016

Suara bledak-bleduk kembang api semakin keras terdengar sejak sekitar setengah jam yang lalu, tapi aku sama sekali nggak berminat buat ngeliat bunga-bunga api itu bermekaran di langit. Well, aku suka kembang api. Aku selalu takjub setiap kali ngeliat mereka langsung walau suaranya berisik minta ampun. Tapi malam ini rasanya males banget buat beranjak dari kasur. Rasanya kamar ini adalah tempat paling nyaman buatku saat ini dibanding tempat manapun di dunia. Tapi sesuka-sukanya aku sama kembang api, di sisi lain, aku juga menyayangkan apa yang orang-orang itu lakukan. Nggak kebayang berapa banyak uang yang ‘dibakar’ dan terbuang cuma-cuma, sementara di luar sana banyak orang yang susah-susah cari uang cuma buat makan.

Dulu, selain malam tahun baru, aku selalu merengek minta jalan-jalan sama ibu. Aku selalu pengen ngerasain rasanya jalan-jalan malam di pusat kota, berbaur sama masyarakat lainnya. Yah, sebenernya aku memang nggak suka tempat ramai. Tapi selama aku bareng sama orang yang udah sangat akrab, itu nggak masalah. Selain itu, jalan-jalan di tempat ramai pada malam hari lebih bisa bikin aku nyaman ketimbang di waktu terang. Haha.. Vampir kali. Tapi memang begitulah..

Sekarang, keinginanku buat jalan-jalan di malam tahun baru udah menguap. Cirebon udah nggak aman lagi sekarang. Gank motor nakal berkeliaran, belum lagi para begal. Mereka buas dan liar, cari mangsa nggak liat-liat, nggak peduli apa dan siapa yang mereka serang. Mereka kayak orang-orang yang nggak kenal apa itu hukum dan dosa. Aku nggak ngerti kenapa di bumi Indonesia ini semakin banyak aja manusia-manusia sebusuk itu. Meresahkan masyarakat. Semoga mereka cepet dapet hidayah. Aamiin.

Semenjak tahun 2010 menuju ke 2011, malam tahun baru seenggaknya selalu aku lewatin dengan makan malam bareng keluarga besar dari ibuku, tapi enggak untuk tahun ini. Acara malam tahun baruan bareng keluarga besar ini biasanya diadakan sama adik ibuku yang paling tua. Tapi berhubung suami bibiku itu meninggal bulan Juli lalu, keadaan ekonomi keluarga bibiku itu jadi berubah. Alhasil kalo mau ngadain acara, beliau pasti harus berpikir beberapa kali dulu mengingat masih banyak hal lain yang lebih penting yang harus dipenuhi.

Nggak seperti yang aku harapkan, tahun 2015 rupanya berjalan biasa-biasa aja, nggak seberkesan tahun 2014 dimana begitu banyak hal baru dan mengesankan yang aku peroleh di tahun itu. Walaupun good moments-nya ada, tapi rasanya hal-hal yang bikin kecewanya lebih banyak terjadi di tahun 2015.

Tahun 2015 adalah tahun terakhir aku kuliah. Jadwal kuliah nggak sepadat dulu, tapi aku malah semakin males. I dunno.. rasanya semenjak kerja, kuliah jadi nggak semangat lagi. Apalagi di semester-semester akhir, jam kuliah diadakan pada pukul lima—jam-jamnya para karyawan pulang dari tempat kerjanya masing-masing. Alhasil, tiap ngampus pasti bawaannya lapar, ngantuk, dan yang pasti capek. Selain itu, mata kuliah pada semester-semester akhir kebanyakan boring buatku. Business Plan, Statistika, Service Excellence, MICE.. Sama sekali nggak ada mata kuliah bahasa, ditambah suasana kelas yang sangat jauh berubah karena disatukan dengan anak-anak dari jurusan lain yang mostly nggak cocok dengan kepribadianku. Alhasil moment ngampus jadi moment yang nge-BT-in banget buatku.

Di bulan Mei, aku mulai kehilangan semangat kerja dan rasa nyaman di kantor karena beberapa karyawan kantor yang aku anggap penting hengkang dari tempat kerja. Belum lagi lokasi kantor yang berpindah membuat suasana kerja jadi berubah total, nggak sekompak dan sehangat dulu lagi. Bahkan kedatangan temen lamaku pada jaman SD dulu sebagai karyawan baru di perusahaan itu nggak mampu bikin semangat kerja dan rasa nyamanku di kantor kembali lagi.

Di bulan Juni 2015, aku juga menginjak umur 21 tahun. Aku kesel karena dikerjain rekan-rekan satu kantor di hari ultah. Aku bukan tipe orang yang suka jadi pusat perhatian.  Jadi walau ngerjainnya nggak keterlaluan, tapi keadaan saat itu cukup bikin aku merasa kurang nyaman. Apalagi itu pertama kalinya aku dikerjain di hari ultah.

Beberapa bulan di tahun 2015 juga aku lewati dengan menyusun tugas akhir. Betapa bulan-bulan yang penuh perjuangan, karena selama itu aku harus rela bolak-balik kampus buat bimbingan Tugas Akhir. Aku harus bolak-balik ke Batik Store buat minta Company Profile sekaligus mewawancarai karyawan disana  di sela-sela kesibukan ngantor. Aku juga harus bolak-balik perpustakaan, toko dan lapak buku buat nyari buku untuk referensi karya ilmiahku, walau akhirnya malah dapet sedikit. Dan karena cuma dapet sedikit buku referensi, aku kudu sedia banyak kuota buat download E-Book. Belum lagi malemnya aku harus perang sama nyamuk-nyamuk yang seperti nggak ada habisnya itu disela-sela penulisan Tugas Akhir. Gila deh!

Sampe akhirnya di bulan Juli, aku menjalani Sidang Tugas Akhir. Saat itu adalah ujian banget buatku. Bukan hanya karena aku deg-degan, tapi juga karena sidang itu digelar di kampus pusat di Bandung, udah gitu suasananya pun suasana bulan puasa, dan diuji langsung oleh dosen-dosen kampus pusat. Sangat berbeda dengan Sidang Tugas Akhir yang dijalani sama temen-temen seangkatanku yang udah lebih dulu menjalani sidang di gelombang pertama. Tapi syukurnya semuanya berjalan baik dan lancar.

Empat hari setelah aku menjalani Sidang Tugas Akhir di bulan Juli, tepatnya pada tanggal sembilan, om-ku meninggal dunia karena penyakit stroke dan diabetes yang dideritanya. Kabar duka itu terlalu pagi untuk kami dengar. Saat itu kurang dari jam empat subuh, aku dan keluargaku sedang sahur ketika nenek menelepon ibuku dan menyampaikan berita duka itu. Dan karena hal itu, aku dan keluarga besar ibuku melewati hari Idul Fitri tanpa almarhum om-ku itu untuk pertama kalinya. Di hari Idul Fitri itu juga, untuk pertama kalinya aku bisa bagi-bagi rejeki sama adik, orangtua, sepupu-sepupu dan keponakan-keponakanku. Kertas-kertas bergambar pahlawan itu aku masukkan kedalem amplop-amplop kecil warna-warni yang aku buat sendiri pake kertas origami. Yah, walau jumlahnya nggak seberapa sih, tapi cukuplah bikin mereka senyum.

Di bulan Agustus, long time no see, akhirnya aku bisa ngeliat kakak itu lagi—youwillknowwhoishimifyouknowmewell—di acara Agustusan. Rasanya seneng, walau aku sempat kecewa karena dia nggak nyanyi sekaligus main gitar kayak yang dia lakukan beberapa tahun lalu. Pada bulan ini juga aku mengajukan surat resign-ku kepada Mbak Ati dan General Manager perusahaan. Waktu itu memang bertepatan dengan berakhirnya kontrak kerjaku selama satu tahun di perusahaan itu. Tapi alasanku resign sama sekali bukan karena kontrak kerjaku berakhir, melainkan karena aku udah ngerasa kurang nyaman bekerja disana. Selain itu juga karena jarak kantor yang terlalu jauh. Duitku tekor cuma buat transport. Tapi pengajuan resign-ku itu nggak dipenuhi atasan karena General Manager baru aja mengajukan agar kontrak kerjaku diperpanjang. “Minimal kamu disini tiga bulan lagi deh,” kata beliau waktu itu. Akhirnya aku mengiyakan juga. Toh mereka belum punya penggantiku. Aku juga masih punya tanggung jawab buat serah terima jabatan dan membimbing Admin Purchasing penggantiku nanti.

Di bulan September, aku seneng karena bisa ngasih special gift di hari ulang tahun adikku yang ke-18 tahun. Waktu itu adikku ngiler sama Zenfone yang beberapa hari sebelumnya aku beli dan merengek minta dibelikan sama ibuku. Karena aku tau ibu nggak mungkin ngabulin permintaan adikku itu dan aku tau adikku nggak bakal berhenti minta sebelum dibelikan, akhirnya aku yang beli dan aku kasih sebagai hadiah ultahnya. Seneng deh bisa liat dia girang gitu pas nerima hadiahnya ^^

Di bulan November.. haaahh.. banyak kekecewaan yang terjadi di bulan ini. Mulai dari cuaca yang panas banget, hujan yang jarang banget turun walau udah masuk di musim penghujan, kabar nggak enak tentang kampusku, dan kabar bahwa wisuda aku dan temen-temenku harus diundur bulan berikutnya. Di bulan ini juga untuk pertama kalinya aku jalan-jalan bareng rekan-rekan kantor ke Trans Studio Bandung. Tapi tetep aja sih, ujung-ujungnya disana juga kecewa karena entah kenapa aku kurang menikmati moment­ jalan-jalan disana. Kemudian di akhir bulan, aku pamit sama rekan-rekan kantor setelah tiga bulan sebelumnya aku mengajukan surat resign-ku, dan setelah seminggu sebelumnya aku menjalani serah terima jabatan sama Mbak Pipit—Admin Purchasing penggantiku.

Finally, di bulan Desember aku dan temen-temen seangkatan di kampus resmi melepas status kami sebagai mahasiswa. Tapi berbeda dengan temen-temenku yang menyambutnya dengan suka cita, aku justru ngerasa luar biasa hampa. Hampa karena beberapa orang yang aku harapkan dateng tapi nggak dateng hari itu, hampa karena moment wisuda yang aku rasa kurang berkesan, hampa karena aku belum merasa puas atas apa yang aku dapatkan selama kuliah, dan hampa karena.. ah untuk alasan lainnya biar cuma aku dan Tuhan aja yang tau. Pokoknya bad mood banget rasanya waktu itu. But however.. aku juga seneng karena keesokan harinya dua temen baikku main kerumah, pake bawa gifts pula. Kemudian besoknya lagi, untuk pertama kalinya aku dapet kiriman paket hadiah dari seorang temen dari luar kota.

Dan malam ini, di penghujung tahun 2015 ini, rasanya nggak ada hal lain yang mau aku lakuin selain berbaring-baring di kamar sambil menulis tulisan ini (walau harus kutulis di handphone dulu sebelum akhirnya kuketik ulang di netbook karena netbook-ku ada di ruang tengah) dan menggoreskan drawing pen diatas kertas.

Harapanku di tahun 2016?
Aku berharap bisa segera menerima sertifikat D2 dan ijazah D3-ku.
Aku berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi dari sebelumnya, biar bisa bantu ibu dan bapak.
Aku berharap bisa ngirim adikku ke perguruan tinggi, sekaligus bisa kuliah lagi di jurusan yang aku inginkan dengan uang hasil jerih payahku sendiri.
Aku berharap bisa bikin ibu dan bapak bahagia dan bangga sama aku.
Aku berharap bisa jadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Dan terakhir.. harapan yang selalu aku panjatkan setiap tahun, setiap hari, setiap saat.. aku berharap KEBAHAGIAAN. Karena satu kata itu mewakili segalanya :)


Well, akhir kata.. Happy new year, Everyone :) 
Senin, 21 Desember 2015 46 komentar

Tato One Ok Rock

Setelah beberapa bulan belakangan ini aku menulis tentang One Ok Rock di blog ini, tampaknya ada beberapa penggemar mereka yang penasaran dengan arti tato di tubuh para personil One Ok Rock. Alhasil aku jadi termotivasi untuk mengorek informasi, daaaaann.. inilah yang aku peroleh..


TATO TAKA


1.       Lengan atas sebelah kanan


·         Yang paling atas itu, adalah tato berbentuk matahari dengan dua garis-garis sinarnya menunjuk ke angka 12 dan angka 1 yang berarti jam 1 tepat (one o’clock)
·         Di bawah gambar matahari itu, terdapat tato bertuliskan ‘CHAOSMYTH’. Seperti yang kita ketahui, CHAOSMYTH merupakan salah satu judul lagu One Ok Rock yang didedikasikan untuk teman-temannya

2.       Lengan bawah sebelah kanan


·         Bertuliskan :
Watch your thoughts they become words
Watch your words because they will become actions
Watch your actions for they become habits
Watch your habits they become your character
And finally watch your character because it will ultimately become your destiny

.. yang artinya ‘Perhatikan pikiranmu, ia akan menjadi kata-katamu. Perhatikan kata-katamu, ia akan menjadi tindakanmu. Perhatikan tindakanmu, ia akan menjadi kebiasaanmu. Perhatikan kebiasaanmu, mereka akan menjadi karaktermu. Dan perhatikan karaktermu, karena akhirnya ia akan menentukan takdirmu’.

Kalo diperhatikan dari jauh, tato ini berbentuk seperti sebuah tanda panah.

3.       Lengan atas sebelah kiri


Banyak tato yang tergambar disini, diantaranya adalah 4 simbol, yakni simbol hati, otak, tanda tanya dengan huruf ‘y’ didalamnya—yang berarti ‘why?’, dan sebuah segitiga dengan satu mata yang disebut-sebut sebagai simbol all seing eye. Nah, simbol-simbol inilah yang paling bikin para fans penasaran, dan beberapa ada yang salah paham dengan beberapa simbol yang tergambar disitu.  Padahal, dari letak simbol-simbol itu, keempat simbol itu merupakan satu kesatuan yang mewakili ‘pandangan, perasaan, dan pemikiran’.
·         Simbol otak, digambarkan memiliki dua sisi, yakni sisi kiri dan sisi kanan, yang berarti otak kiri dan otak kanan, dan terletak dibagian tengah atas.
·         Simbol hati, terletak di bagian bawah dari simbol otak sebelah kanan, karena seperti yang kita ketahui bahwa otak kanan bertugas mengontrol emosi atau perasaan
·         Simbol ‘?’ dengan huruf ‘y’ didalamnya—yang berarti ‘why?’ terletak di bagian bawah dari simbol otak sebelah kiri untuk mewakili pikiran atau logika
·         Sedangkan simbol all seeing eye yang digambarkan dengan simbol segitiga dan mata satu adalah simbol yang mewakili ketiga simbol di atas tadi
·         Ada juga gambar sepasang telapak tangan. Gambar telapak tangan sebelah kanan bertuliskan ‘LOVE’—cinta, sedangkan gambar telapak tangan sebelah kiri bertuliskan ‘HATE’—benci. Tangan menggambarkan keputusan seseorang. Dengan kata lain, masing-masing orang berhak memutuskan untuk ‘mencintai’ ataupun ‘membenci’
·         Taka juga memiliki tato bergambar tiga simbol petir, dan tato bertuliskan ‘TTR’ yang berarti ‘Toru, Tomoya, Ryota’
·         Ada juga sebaris tato dengan simbol-simbol berukuran kecil : gigi geraham, bintang, salib-salib, obat nyamuk bakar (?) dan apalah itu.. nggak keliatan. Nggak tau tuh artinya apaan..

4.       Lengan bawah sebelah kiri


·         Bertuliskan ‘xx.xv’ yang merupakan angka romawi dari ‘35’. Taka percaya bahwa ‘35’ adalah angka keberuntungannya.
·         Bertuliskan sebuah kutipan dari Elmer G. Letterman, “A man may fall many times, but he won’t be a failure until he says that someone pushed him”
5.       Pergelangan tangan sebelah kiri
·         Bergambar seekor kelelawar


TATO TOMOYA

1.       Lengan sebelah kanan
·         Bertuliskan sebuah kutipan, “If not us, who? If not now, when?”

2.       Lengan sebelah kiri
·         Bertuliskan “TTR” yang berarti ‘Taka, Toru, Ryota’
3.       Area dada



·         Bergambar mirip pagar gitu deh. Tomoya dapetin tato ini saat ia dan One Ok Rock tour ke Thailand. Tomoya percaya bahwa tato itu merupakan jimat yang bisa melindungi dirinya.
4.       Punggung



·         Bergambar sepasang Ganesha—salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu yang digambarkan berkepala gajah dan berperut buncit
5.       Kaki


·         Tato yang melingkar di betis sebelah kiri, dan tato yang memanjang di sekitar punggung kaki kanan itu.. entahlah artinya apaan (=__=)


TATO RYOTA

1.       Bintang-bintang di area dada


2.       Tato berbentuk mirip segitiga-segitiga di area tulang rusuknya


3.       Tato bintang bertuliskan TTT—yang berarti Taka, Toru, Tomoya—didalamnya yang terletak di salah satu lengannya
4.       Tato bertuliskan ‘STAY COOL’ di lengan sebelah kiri, dan ‘STAY FOOL’ di lengan sebelah kanan


5.       Tiga simbol petir di lengan sebelah kanan

6.       Ada tulisan ‘Kiss my bass’, dan tato bergambar buku di lengan sebelah kiri. Well, seperti yang kita ketahui, Ryota suka baca buku ^^


TATO TORU

Hah? Emang Toru punya tato?
Jawabannya adalah 'enggak', Pembaca. Coz seperti yang kita ketahui, Toru takut alias fobia sama jarum, maka nggak ada satupun tato di tubuhnya, kecuali kalo dia nge-doodle tubuhnya sendiri pake marker :v



Yup, mungkin cuma segitu yang bisa aku tuliskan. Well, sebenernya aku bukan tipe cewek yang suka sama cowok bertato. Tapi dalam hal ini beda lho ya. Mereka adalah para musisi yang aku kagumi karyanya. Jadi mau bertato ataupun enggak ya nggak masalah. That's all, One Ok Rockers. Semoga informasinya bermanfaat. Maaf kalo ada yang kurang ^^


Sumber : Pera Pera Sakura, ONE OK ROCK Wiki, dan sumber lainnya

Selasa, 15 Desember 2015 0 komentar
Mungkin dua hari lalu aku terlalu kecil hati dan egois karena memandang diriku sendiri sebagai orang paling nggak beruntung di hari wisuda (God, forgive me), tapi kemudian aku sadar bahwa there are still those who care about me.

Dua hari yang lalu, di hari kelulusan, aku sempet gigit jari karena temen-temenku nggak dateng ke acara wisudaku. Hal ini bikin aku envy berat ngeliat temen-temenku yang didatengin sobat-sobatnya dan mengutuki diri kenapa aku nggak seberuntung mereka.

Tapi kemudian aku sadar bahwa aku terlalu egois. Aku nggak ingat kalo temen-temenku masih pada kuliah dan lagi sibuk-sibuknya, berbeda dengan temen-temen dari temen-temenku yang udah pada lulus dan punya free time. Pandanganku juga sempit saat itu. Aku nggak melihat bahwa aku bukanlah satu-satunya orang yang ngerasa hampa di hari wisuda. Aku nggak melihat bahwa aku juga bukanlah satu-satunya orang yang nggak didatengin satupun temen di hari itu. Diantara raut-raut wajah bahagia temen-temenku itu pastilah ada beberapa orang yang menyembunyikan perasaan hampanya karena orangtuanya nggak bisa hadir, atau bahkan cuma bisa menyaksikan anaknya mengenakan toga dari atas sana. Mungkin ada juga mereka yang mengharapkan kehadiran temen-temennya, ataupun orang-orang yang berarti bagi mereka, sama seperti aku. Dan aku nggak sadar bahwa sebenarnya, biar bagaimanapun, aku masih beruntung karena kedua orangtuaku bisa hadir ke acara wisudaku. Aku nggak sadar akan hal itu. Aku baru menyadarinya sesaat sebelum aku tidur.

Keesokan harinya, tepatnya hari Minggu pagi, Rohayati dan Ayu dateng kerumah. Aku jelas surprised dengan kedatangan mereka yang mendadak gitu, coz biasanya mereka kalo mau main ke rumah pasti bilang dulu. Mana dateng-dateng mereka langsung nyuruh aku pake toga dan maksa foto bareng dengan keadaan penampilanku yang sangat jauh dari kata charming.

Selain itu, mereka juga ngasih aku kadoooo..
Haiishh.. kurang baik apa coba mereka? Ya ampun.. Aku udah memaklumi mereka yang nggak bisa dateng ke acara wisudaku karena mereka emang lagi sibuk. Rohayati lagi persiapan nyusun Tugas Akhir, sementara Ayu lagi sibuk Ristek. Aku udah seneng hanya dengan mereka mengucapkan selamat dan dateng pagi-pagi ke rumahku. Eh, ini malah repot-repot ngasih gifts segala. Rohayati ngasih jam tangan warna hitam, dan Ayu ngasih hijab monochrome. Gaaawwdd.. Aku nggak tau gimana caranya mereka membaca pikiranku. Sebelumnya aku emang sempet memasukkan dua item ini kedalam daftar barang yang pengen aku beli. Karena nggak terlalu dibutuhkan, akhirnya ya belum aku beli juga. Eh, nggak taunya dua temen baikku yang ngasih. Sankyuuuuu, Bestiiies.. ^^
Daaaann.. sore ini, ketika aku tengah sibuk dengan Sims City, ibu yang lagi duduk di teras memanggilku. Ada petugas JNE berdiri disana, menyerahkan sebuah bingkisan berbalut kertas coklat dan memintaku buat menandatangani tanda terima. Setelah menandatangani tanda terima dan mengucapkan terima kasih ke petugas itu, aku membaca tulisan yang tertera di kertas putih di bagian atas kotak itu.

Pengirim :
Puji Novitasari
No HP : 08xxxxxxxxxx
Jl. Ciwaruga ....

Kyaaa!! Ternyata kiriman dari Puji, temen dunia mayaku yang tinggal di Bandung. Kami bertemen di Facebook sejak jaman-jamannya aku masih tergila-gila sama My Chemical Romance. Well, dia emang bukan MCRmy sih, hanya aja dia kenal sama salah satu temen MCRmy-ku, jadi kebawa kenal deh, dan sampe sekarang aku dan Puji sering BBM-an. Beberapa minggu yang lalu, dia menanyakan alamat rumahku. Mau kirim paket, katanya. Dan baru kemarin aku tau bahwa paket inilah yang dia maksud.

Aku telanjangi bingkisan itu dari kertas coklat yang membalutnya. Adikku yang ngeliat aku menelanjangi bingkisan itu menduga kalo isinya sepatu, karena setelah aku telanjangi, yang terlihat adalah kotak sepatu. Tapi Puji nggak tau nomor sepatuku. Mustahil kalo dugaan adikku bener.

Aku buka kotak sepatu itu, dan.. Tadaaaaa..!! Sebuah Teddy-Bear dengan pakaian wisuda—plus wangi parfum! Gaaawwwdd.. kali ini aku kembali bertanya-tanya bagaimana Puji bisa membaca pikiranku. You know what? Jauh beberapa bulan yang lalu, aku meminta ibu membelikanku boneka wisuda di hari kelulusan. Lalu, satu hari sebelum hari wisuda, aku lagi-lagi minta dibelikan boneka itu ketika aku ngeliat boneka Teddy-Bear dengan pakaian wisuda digantung di sebuah toko di PGC—Pusat Grosir Cirebon. Tapi ibu menolak. Buat apa? Cuma bisa jadi pajangan. Sayang uangnya, katanya. Aku kecewa waktu itu, terlebih ketika aku ngeliat beberapa temenku menimang-nimang boneka wisuda di hari kelulusan kami. Eh, nggak taunya finally boneka itu sampe ke tanganku juga, persis seperti yang aku liat di PGC waktu itu, dan bukan karena aku yang minta, melainkan hadiah. Haisshh.. Pujiii.. Arigatou gozaimashitaaaaa..


Dan aku juga seneng karena nerima banyak ucapan dan doa dari sodara dan temen-temen, baik itu temen-temen deket, rekan-rekan kantor, dan temen-temen dunia maya. Selain keluarga, Rohayati, Putri Ayu, dan Puji, thanks a lot juga buat Gege, Tri, Dewi, Sist Tifanny, Shinta, Dini, Mbak Erna, Sist Alfi Sabila, Mbak Ayu, Mbak Pipit, Mas Zaelani, A’ Rizky, dan Sist Riany yang udah ngucapin dan mendoakan, baik itu langsung, via BBM, ataupun Instagram. Terima kasih banyak, Semuanya ^^



Sabtu, 12 Desember 2015 0 komentar

Wisuda Rasa Biasa

Bagi sebagian besar orang, moment wisuda adalah salah satu moment paling membahagiakan, moment paling berkesan, dan moment paling ditunggu oleh para mahasiswa. Tapi enggak bagiku.

Hari ini perasaanku berkecamuk. Seneng sih, tapi bad feeling-nya lebih banyak. Moment yang menurut kebanyakan orang itu membahagiakan, justru biasa banget buatku. Biasa, nggak ada spesial-spesialnya, bahkan lebih buruk. Sedih, hampa, kecewa.. Rasanya nggak ada menarik-menariknya buat di-share. Tapi belum lega rasanya kalo belum aku lampiaskan.

Hari Jum’at malam, aku sempet susah tidur. Harusnya aku tidur lebih sore, nyimpen tenaga. Tapi yang terjadi justru aku tidur larut malam, lalu terbangun dan terbangun lagi di jam-jam tertentu. Pagi harinya, aku emang berhasil bangun pagi, tapi rasanya mataku masih pengen merem. I dunno.. Malam itu rasanya aku nggak mau kalo malam berlalu lebih cepet. Berbeda dengan kebanyakan orang, aku justru nggak mau kalo hari wisuda itu cepet tiba. Feeling-ku nggak enak.

Keesokan paginya, tepatnya pagi tadi, jam setengah enam, aku dan ibu ke rumah Bu Syawal buat minta didandani. Awalnya aku sempet risih ngeliat alat-alat make up yang banyak banget itu. Agak trauma juga, takut kulit mukaku sensitif lagi kayak dulu. Tapi mengingat hari ini adalah hari wisuda, dan kami—anak-anak perempuan—diwajibkan pake kebaya, jadi aku pikir rasanya nggak cocok kalo wajah kami polos-polos aja. Toh make up ini dipake untuk hari ini aja.

Setelah didandani, aku sempet mematut diri didepan cermin beberapa kali. Sekilas aku kayak nggak mengenali sosok berkebaya merah hati didepanku. Beda banget, kayak bukan aku. Jelas aja wong biasanya aku nggak dandan. Kalopun dandan ya cukup pake bedak dan lipgloss aja, udah.

Sekitar jam tujuh kurang, aku dan ibu pulang. Kami jemput bapak di rumah, sekalian bawa barang-barang yang harus dibawa. Aku juga pake togaku dari rumah. Kemudian kami bareng-bareng naik mobil A’ Maman ke Apita Ballroom, tempat dimana acara wisudaku digelar. Halaman Apita Ballroom udah lumayan rame juga waktu itu. Banyak pedagang, banyak tukang foto, banyak mobil, dan tampaknya nggak sedikit keluarga wisudawan yang datang dari jauh, coz aku lihat ada beberapa keluarga yang kelihatan menggelar tikar di halaman ballroom sambil makan bersama.

Seperti yang udah diinstruksikan Mr Rudi pas acara geladi resik kemarin, aku—dan para wisudawan lainnya—masuk dari pintu belakang dan langsung berbaris sesuai dengan prodi dan nomor urut, sementara para pendamping kami—orangtua kami dan para undangan—masuk dari pintu samping dan langsung duduk di tempat yang udah disediakan.
Dan disinilah hal nggak mengenakkan mulai terjadi. Baru beberapa menit dipake, bandul dari kalung togaku copot dari talinya dan nggak bisa dipasang lagi, kecuali kalo aku menemukan lem dan menempelkannya lagi. Tapi siapa coba yang bawa lem di acara wisuda? Akhirnya dengan terpaksa aku pake kalung tanpa bandul itu selama acara wisuda berlangsung. Belum lagi topi togaku yang selalu copot dari kepalaku. Well, salah aku juga sih yang nggak bawa jarum pentul atau peniti. Untungnya Sherly mau ngasih sebatang jarumnya buatku.

Acara dimulai dengan masuknya para wisudawan dari pintu belakang gedung dengan diiringi musik instrumen orkestra. Setelah seluruh wisudawan masuk dan berdiri di depan kursinya masing-masing, para senat pun masuk, kali ini diiringi musik choral dan penari-penari yang menabur-naburkan bunga. Setelah itu, lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta dinyanyikan, dan acara pun berlangsung. Ada drama kabaret selama beberapa menit, ada tari-tarian, ada pengibaran bendera almamater, ada sambutan-sambutan, ada paduan suara juga.. Sayangnya semua itu nggak bisa aku lihat dengan jelas karena tempat dudukku nggak di depan, kecuali untuk paduan suara, aku bisa lihat dan dengar dengan jelas karena posisi mereka yang berada di pojok sebelah kanan ruangan. Asli, aku merinding waktu dengar mereka membawakan mars kampus. Aah.. kompak banget, dan sama sekali nggak sumbang.

Ternyata duduk dalam waktu lama disitu nggak enak juga. Leherku pegal, tangan dan kakiku juga. Berkali-kali aku berganti posisi duduk. Belum lagi entah kenapa tiba-tiba gigi geraham kananku sakit sehingga berpengaruh sama kepala bagian kanan yang kebawa sakit juga. Rasanya tersiksa banget. Udah gitu, aku juga mulai BT dan ngantuk. Aku nyesel udah ngikutin aturan untuk nggak bawa HP, sementara banyak dari para wisudawan yang melanggar aturan itu dan pada sibuk selfie-selfie sendiri. Huh, tau kayak gitu, mending aku bawa aja hapeku. Kalo aku bawa kan, aku nggak perlu susah payah nahan kantuk. Aku bisa BBM-an, bisa nge-tweet, bisa ngurusin Sims peliharaanku.. Aku jadi pengin cepet pulang. Tapi acara masih lama, bahkan belum sampai ke acara inti.

Akhirnya sekitar jam sebelas siang, tibalah saatnya prosesi pemindahan tali toga oleh rektor. Nama kami dipanggil satu persatu untuk naik ke atas panggung. Disana kami difoto tiga kali, yakni saat pemindahan tali toga, saat menerima map, dan saat turun dari panggung. Berhubung kalung togaku nggak berbandul, akhirnya aku pinjem kalung toga milik Endah. Yah, nggak lucu aja kalo aku difoto dengan mengenakan kalung tanpa bandul. Dan nggak taulah ekspresiku saat difoto itu kayak apa. Aku tersenyum dengan setengah meringis waktu itu. Gimana enggak? Gigi dan kepalaku senut-senut, ditambah sariawan yang entah kapan munculnya—yang juga sakit. Dan gara-gara itu, aku juga jadi salah langkah. Harusnya begitu turun dari panggung, aku langsung nyamperin ibu dan bapak untuk menyalami mereka, tapi yang terjadi justru aku langsung duduk ke tempatku :’v

Setelah itu, acara terus berlanjut. Masih ada pembacaan janji mahasiswa, pengumuman dan penyerahan penghargaan bagi para mahasiswa terbaik, pembacaan puisi oleh salah satu mahasiswi kampus cabang Indramayu, paduan suara, ada yang nyumbang suara juga.. banyak deh, sampai akhirnya acara ditutup dengan doa. Begitu acara selesai, aku langsung nyamperin ibu dan bapakku yang duduk tepat di belakang kursi para wisudawan. Aku salami mereka berdua. Aku peluk dan cium kedua belah pipi ibu. But damn! Aku nggak bisa melakukan hal yang sama kepada bapak. Masih. Selalu. Padahal jauh sebelum hari ini, aku udah berjanji kepada diriku sendiri kalo aku bakal menyampaikan terima kasihku pada beliau. Tapi yang terjadi hari ini justru aku speechless. Aku kesel, kesel dan kecewa sama diriku sendiri. Dan entahlah.. saat itu aku badmood berat.

Saat itu, setelah acara wisuda selesai, sebenernya aku pengen banget seru-seruan dan foto-foto sepuasnya bareng temen-temenku. Sherly, Ayu, Desi, Fatimah, Eni, Gia, Adel.. Coz aku nggak tau kapan kami bisa ketemu lagi setelah ini. Aku juga pengen foto-foto sepuasnya bareng kedua orangtuaku. Momentnya pas banget. Kapan lagi aku bisa foto-foto bareng mereka—terlebih bapak, karena biasanya beliau menolak kalo diajak foto bareng. Tapi ngeliat temen-temenku yang sibuk sendiri-sendiri sama keluarga besar, dan para kenalannya, suasana hatiku memburuk.

Aneh ya? Yah, badmood-nya sih jujur bukan hanya karena aku nggak sempet foto-foto bareng mereka, tapi juga lebih-lebih karena aku envy ngeliat temen-temenku yang nggak cuma didatengin sama orangtuanya. Ada yang didatengin kakaknya, adiknya, keluarga besarnya, calon pasangannya, temen-temennya.. Aku juga envy ngeliat temen-temenku yang nerima hadiah-hadiah. Well, aku seneng dengan kehadiran kedua orangtuaku. Aku seneng mereka bersedia menyempatkan waktunya untuk dateng ke acara wisudaku, tapi aku nggak bisa bohong kalo aku berharap lebih.

Bodohnya, aku nggak bisa menyembunyikan perasaan badmood-ku. Setelah berfoto-foto sebentar, aku minta pulang cepat, dan rasanya sulit banget buat senyum. Ini yang bikin aku nyesel setengah mati. Apalagi kalo inget bapak yang dari kemarin malam keliatan semangat dateng ke acara wisudaku. Beliau yang biasanya cuek sama penampilan fisiknya, semalam aku dengar beliau minta pendapat ibu, “Bu, bapak lebih bagus pakai baju yang mana?”
Beliau juga ngomel-ngomel waktu kami pulang telat dari rumah Bu Syawal. Kalo inget semua itu,  aku bener-bener nyesel banget sama sikapku. Harusnya aku nggak boleh begitu.
Dan berbeda dengan temen-temen dan para wisudawan pada umumnya yang foto-foto sepuasnya di hari wisuda. Aku nggak demikian. Bukan hanya karena aku nggak pegang hape selama acara wisuda berlangsung, tapi juga karena aku bukanlah tipe orang yang gemar berselfie-selfie ria di keramaian—kecuali kalo ada yang ngajak. Alhasil foto yang ada di hapeku cuma foto bareng ibu, foto bareng Adel, dan foto bareng Ayu. Selebihnya, foto-foto itu ada di hapenya Rahman, kameranya Sherly, dan kameranya fotografer yang diutus pihak kampus buat mengabadikan prosesi wisuda, dan sampe sekarang aku belum nerima foto-foto itu dari mereka :’(

Intinya hari ini aku kecewa, dan kecewanya tuh multiple. Terlepas dari insiden copotnya bandul almamater, gigi yang tiba-tiba sakit, dan sariawan yang entah kapan munculnya, aku kecewa karena mengingkari janjiku kepada diri sendiri untuk bisa ‘ngomong’ sama bapak, aku kecewa karena aku nggak seberuntung temen-temenku (ya, ya, aku tau ini salahku yang terlalu kuper dan nggak bisa menciptakan hubungan pertemanan yang baik, kompak dan super klop banget kayak mereka), aku kecewa karena nggak banyak moment yang aku abadikan dengan kamera (well, ini juga salahku yang memutuskan untuk pulang lebih cepet), aku kecewa karena nggak bisa menyembunyikan suasana hatiku yang buruk, dan yang terakhir.. aku kecewa karena nggak bisa lulus dengan predikat cum laude seperti yang dulu pernah aku cita-citakan. Oke, aku paham. Kampus mana sih yang mau ngasih predikat cum laude buat mahasiswanya yang ‘antara ada dan tiada’ kayak aku gini? Maaf, Bu, Pak.. Saya nggak berhasil membuat kalian bangga hari ini. Anyway, selamat untuk Juningsih, Teh Ai, dan Deden yang berhasil meraih predikat ini.

Haaahh.. rasanya nggak percaya kalo aku udah menamatkan pendidikan akhirku. Padahal rasanya baru kemarin aku dan temen-temen seangkatan beridiot-idiot ria di acara PSPL kampus. Sekarang aku udah bukan pelajar lagi. Dan mungkin berbeda dengan temen-temenku yang para wisudawan pada umumnya yang ngerasa lega atas kelulusannya, aku justru ngerasa masih ada yang mengganjal. Seumur hidup, sebagian besar waktuku aku habiskan untuk sekolah, termasuk menjalani pendidikan akhir di lembaga yang aku rasa bukan duniaku. Dan ketika title-ku bukan lagi seorang pelajar, aku ngerasa ganjil. Aku masih merasa kosong. Aku masih haus. Aku masih pengen sekolah. Dan aku yakin perasaan ini akan terus ada sebelum aku bener-bener terjun ke duniaku, passion-ku. Mungkin inilah yang menyebabkan bandul almamaterku copot dari tempatnya. Dia nggak sudi dikenakan sama mahasiswa kayak aku—mahasiswa yang berusaha keras mencintai almamater dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus tapi nggak pernah berhasil.


Jika aja ada kesempatan bagiku buat sekolah lagi, aku pengen banget menempati salah satu kursi didalem sebuah kelas di fakultas sastra. Sastra Inggris, lebih tepatnya. Aku pengen banget memperdalam skill bahasa Inggrisku—yang udah aku pelajari jauh sebelum Bahasa Inggris dipelajari secara resmi di SD-ku tapi belum berhasil aku kuasai sampe sekarang. Aku juga pengen banget mempelajari ilmu sastra seperti yang dimiliki penulis-penulis favoritku. Aku yakin, disana aku bisa lebih ‘hidup’. But is there still a chance? I can only wish..
Senin, 07 Desember 2015 0 komentar

Graduation Day is Coming Soon

Graduation Day. Aku yakin bukan aku aja yang menghitung hari sampe saat itu tiba. Tujuh hari lagi. Yup, tujuh hari lagi kami bakal menemukan diri kami berdiri didepan cermin dengan cantik dan gagah, lengkap dengan toga.

Dua hari yang lalu, aku dan temen-temen kampus menghadiri acara sosialisasi pelaksanaan geladi resik dan acara wisuda tanggal 11 dan 12 Desember nanti. Selain sosialisasi, kami juga diminta mengumpulkan hardcopy Tugas Akhir, dan dibagikan undangan dan toga yang bakal kami pake pas hari wisuda nanti.

Karena ada beberapa halaman Tugas Akhir-ku yang belom sempet di-print dan ada beberapa halaman juga yang mengalami perbaikan, akhirnya sore itu aku mendadak nge-print deh ke penyedia jasa printing. Mahal banget, selembarnya seribu, padahal aku pake kertas sendiri—karena untuk Tugas Akhir, kami wajib pake kertas 80 gram, nggak bisa sembarangan. Untung nge-print-nya nggak banyak, coz sebagian besar udah aku print—gratis—di kantor beberapa hari sebelum aku mengajukan resign. Wehehe..

Jam lima sore, aku ke kampus, dengan terburu-buru, coz aku nyusun Tugas Akhir-ku dulu di rumah sekaligus memeriksanya, kali aja ada halaman yang double atau kelewat gitu. Itu juga nyusun dan ngeceknya belom selesai. Waktunya mepet banget soalnya. Sampe di kampus, aku nggak langsung masuk kelas, melainkan nunggu Adel dulu di deket balkon. Tapi akhirnya aku masuk kelas duluan juga, coz pas aku BBM ternyata si Adel bilang katanya masih di daerah Cilimus, dan itu masih jauh banget dari kampus (=__=’)

Kelas ternyata udah rame, dan sosialisasi  udah dimulai. Singkat cerita, disana kami dibagikan undangan wisuda dan toga yang dua-duanya bikin aku kecewa. Kenapa?

Pertama. Undangan itu cuma diperuntukkan bagi dua orang selain wisudawan atau wisudawati. Dengan kata lain, kalo wisudawan atau wisudawati pengen bawa rekan atau anggota keluarga sebanyak lebih dari dua orang, maka dengan terpaksa beberapa orang harus rela nunggu di luar. Geez.. padahal aku pengen banget ngundang keluarga besarku : nenek, bibi-bibi, sepupu-sepupu.. Yah, kalo enggak, minimal bawa satu orang lagi deh, adikku. Aku pengen banget keluargaku lengkap, empat orang. Kan kasian kalo ada yang harus nunggu di luar. Mana acaranya nggak sebentar.

Kedua. Ukuran toganya terlalu besaaaarr..
Aku sempet protes sama pihak kampus soal ini. Pasalnya, sebelumnya mereka sempet membroadcast pilihan ukuran toga ke semua calon wisudawan dan wisudawati. Ada ukuran S, M, dan L. Aku yang sadar dengan postur badanku yang tini wini biti of course memilih ukuran toga paling kecil, S.  Tapiii.. pas hari pembagian malah dikasih ukuran yang nggak sesuai. Eh, pas aku minta tuker, mereka malah bilang, “Nggak ada ukuran S, Neng. Ukuran M itu paling kecil”.
Nah lho.. Kalo nggak ada ukuran S kenapa ada pilihan ukuran S di broadcast BBM-nyaaa? (-__-”)

Deeeeyyymm.. Ini mah bener-bener baju kebesaran namanya. Well, kegedean lebih tepatnya. Dan kegedeannya tuh keterlaluan banget. Bener-bener harus digunting dan dijahit lagi buat mengecilkannya. Geli aja ngeliat bayanganku di cermin. Aku berharap bisa ngeliat bayangan seorang murid sekolah Hogwarts disitu (sotoy, padahal nonton Harry Potter aja enggak :v), tapi yang terlihat disitu justru sesosok bebegig sawah (T_T)
Aku kecewa, tersinggung juga. Gimana enggak? Ini bener-bener bentuk diskriminasi terhadap orang kecil. Aku nggak habis pikir kenapa pihak kampus bisa sejahat itu sama orang kecil kayak aku. Mereka seneng kali ya kalo liat aku tenggelam  di baju kebesaran itu. Huaaah..

Beralih ke topik lain. Malem itu juga aku nggak tidur sendirian. Aku tidur bareng Adel. Yups, malem itu Adel nginep dirumahku, coz pas pulang dari kampus, hari udah gelap dan udah terlalu malem bagi Adel buat pulang ke rumahnya yang jauh banget dari kampus. Ya udah deh, alhasil sepanjang malem itu kami ngobrol bareng, makan malem bareng, baca novel bareng, dan of course tidur bareng :v

Kami tidur di kamar kost-an milik ortu-ku yang kebetulan lagi kosong. Adel baru pulang besok paginya, tapi sampe sekarang aku masih pake kamer itu. Wehehe.. Nggak tau kenapa, lebih nyaman aja dibanding kamerku. Ya mungkin karena di kamer itu nggak terlalu banyak barang, dan ada kipas angin juga, jadi lebih kerasa nyaman gitu.

***

Hari ini aku kembali ke kampus buat nyerahin hardcopy Tugas Akhir yang hari Sabtu kemaren belum sempet aku serahin. Well, mungkin ini terakhir kalinya aku mengunjungi kampus sebelum hari wisuda tiba. Haaahh.. Nggak kerasa, udah tiga tahun aku menempuh pendidikan di kampus itu. Kampus yang bahkan masih terasa seperti tempat asing buatku. I dunno.. Aku selalu ngerasa tempat itu bukan tempatku, bukan duniaku. Aku nggak pernah bermimpi buat mempelajari cara menjadi ‘pendamping’ pimpinan, memahami analisis SWOT dan ilmu marketing, mempelajari Service Exellence, dan segala sesuatu yang menurutku membosankan itu. Aku cuma merasa hidup pas mata kuliah bahasa, ya karena aku pikir duniaku yang sebenernya itu disana.. di Fakultas Sastra dan Bahasa.

But however.. seasing-asingnya tempat itu buatku, dan sebanyak apapun hal-hal bikin nyesek yang terjadi disana, tempat itu tetep nyimpen cukup banyak unforgettable moments, kenangan bareng mereka yang bikin aku ngerasa lebih hidup selama di kampus. Aam, Riris, Ayu, Sherly, Mbak Erna, Fatimah, Desi, Nur, Ecin, Lidia, Maella.. Aku nggak ngerasa asing kalo ada mereka.

Di kampus itu, kami nonton film pas dosen nggak dateng, bolos ke kantin pas mata kuliah Statistika, ngocol pas mata kuliah Bahasa Jepang, kerja sama pas mata kuliah Akuntansi, foto-foto pas mata kuliah terasa membosankan, makan siomay—paling enak sejagat kampus—pas jam istirahat, online pas pulang ngampus.. banyak deh.

Di tempat itu, aku mengenal kakak-kakak senior yang baik dan bener-bener berjasa dalam perkembangan bahasa Inggrisku, dari yang dulu aku nggak paham tenses, sekarang udah lumayan paham (walau belom pake banget :v). Yup, they’re Kak Sudan dan Kak Oman yang setia jadi pembimbing di komunitas SICE. Apa kabar ya mereka? :3

Disana, aku pernah memperjuangkan mimpiku buat studi banding di negeri orang, ngikutin jejak dua senior yang aku sebutin di atas tadi. Walau akhirnya tiket emas itu nggak berhasil aku raih, tapi seenggaknya aku jadi ngerti bahwa pemahaman teori aja nggak cukup kalo nggak didukung sama communication skill dan kepercayaan diri yang tinggi.

Kampus juga yang memperkenalkan aku sama dunia kerja. Awalnya aku pikir dunia kerja itu serem, tapi ternyata pas udah terjun langsung ke dunia kerja, rasanya enjoy—selama kita mencintai apa yang jadi pekerjaan kita. Apalagi kalo hari gajian. Haha.. Hey, siapa yang nggak suka itu? :p


So, that’s all ceritaku di hari-hari menjelang hari terakhirku menjadi mahasiswa ini (halah..). Mohon doanya, agar wisudaku hari Sabtu nanti lancar dan aku nggak terlihat konyol dengan baju kebesaranku :’)
Senin, 30 November 2015 0 komentar

Sayonara, Rumah Kedua

So, the farewell day finally comes. Setelah dua minggu lamanya aku ngelakuin serah terima jabatan sama Mbak Pipit, akhirnya hari ini.. Senin, 30 November 2015, aku resmi mengundurkan diri dari perusahaan developer perumahan  tempat aku bekerja.

Haaaah.. akhirnya.. setelah tiga bulan lalu aku mengajukan surat resign, baru hari ini aku bisa bener-bener hengkang dari perusahaan itu. Perusahaan yang udah jadi rumah keduaku selama satu tahun tiga bulan. Yup, biarpun perusahaan itu nggak senyaman dulu—ketika personil Project Team masih lengkap—tapi however, aku punya perasaan berat untuk meninggalkan itu ada. Terlepas dari hal-hal tidak mengenakkan yang sering aku alamin disana (dan nggak akan aku sebutin disini), sebenernya tempat itu masih layak aku sebut rumah mengingat masih ada beberapa orang yang mampu bikin aku bertahan disana sampe sekarang. Kalo nggak ada mereka, mungkin aku udah memilih hengkang sejak beberapa bulan yang lalu.

Yups, satu tahun tiga bulan. Satu tahun tiga bulan sejak aku dan beberapa temen kampusku yang disalurkan buat bekerja di perusahaan itu dikirimin SMS dari Bu Neng—ex HRD—buat ngejalanin job interview.

Satu tahun tiga bulan.. Bukan waktu yang sebentar, bahkan sangat lama, begitu kata temen-temen kampusku. Menurut mereka, aku adalah pemecah rekor, karena diantara semua mahasiswa atau mahasiswi kampus yang  disalurkan bekerja disana, cuma aku yang bertahan bekerja di perusahaan itu dalam waktu selama itu.

Kalo ada temen-temen yang bertanya, apakah aku nyesel bekerja disana, aku akan jawab, enggak. Ya, kalo aku nyesel kerja disana, tentu aku nggak akan ‘menjual tenaga’-ku dalam waktu selama itu disana. Yah, mungkin karena faktor keberuntungan juga.

Selama bekerja di perusaahaan itu, aku mengalami berbagai macam perpindahan : Perpindahan kantor, sampe perpindahan jabatan. Waktu awal bekerja disana, aku ditempatkan sebagai Admin Legal dibawah pimpinan Mbak Gina yang waktu itu kukenal sebagai rekan kerja yang jutek dan kurang menyenangkan. Sebagai Admin Legal, aku juga dituntut untuk pinter berkomunikasi, supel, tegas, berpenampilan rapi, dan profesional. Sangat bertolak belakang dengan kepribadianku yang  pendiem dan cuek. Syukurnya, posisiku sebagai Admin Legal itu cuma bertahan selama dua minggu. Setelah itu, aku dipindahtugaskan sebagai Admin Purchasing dibawah pimpinan Mbak Ati, dan jabatan itu bertahan sampe sekarang.. well, seenggaknya sampe jabatan itu berpindah ke tangan Mbak Pipit, karyawan yang menggantikan aku pasca aku resign :v

Inilah yang aku sebut beruntung. Mungkin aku emang beruntung, karena ditempatkan di posisi yang sesuai dengan kepribadianku. Sebagai Admin Purchasing, aku bebas mau berpenampilan kayak apa (asalkan masih dalam batas sopan dan nggak terlalu santai), aku juga nggak dituntut buat sering ketemu dan berkomunikasi sama orang-orang dari luar perusahaan. Aku juga beruntung karena punya rekan yang baik dan leader yang ramah.. Mas Kholik dan Mbak Ati.

Selain itu aku juga bersyukur karena pernah punya kesempatan buat mengenal orang-orang yang solid, kompak, dan menyenangkan. Mereka Project Team, yang udah hengkang maupun yang masih bertahan.. Pak Zuhri, Mas Uki, Mas Rizki, Mas Daus, Mas Arafik, Mas Didi, Mas Bambang, Mas Rijal, Mbak Ega, Mas Aris.. khususnya buat empat orang Project Team yang aku sebut pertama, mereka adalah orang-orang hebat yang pernah bikin aku ngerasa sangat nyaman dan menganggap kantor sebagai rumah kedua. Masa-masa bareng mereka adalah masa-masa paling menyenangkan yang pernah aku laluin selama masa kerjaku disana. Well, mungkin mereka nggak ngerasa, tapi yah, biar lah.. Biar cuma Tuhan dan aku yang tau ^^

Sore itu, setengah jam menjelang waktu pulang. Barang-barang udah aku masukin semua ke tas, tas juga udah aku gendong, hanya aja rasanya berat buat berdiri.
“Saya masih pengen disini,” kataku pelan ke Mbak Pipit yang waktu itu duduk disebelahku.
“Makanya Mbak disini aja, jangan pergi sekarang,” katanya.
Uh, that’s impossible.

Akhirnya dengan berat hati, aku pamit.
Mbak Ati yang pertama kali aku samperin. Aku jabat tangannya, dan bilang, “Mbak, saya pamit.”
Aku peluk dia, “Mbak Ati yang sehat ya..”
Aku nggak inget waktu itu Mbak Ati ngomong apa. Yang jelas, aku kok rada nyesek yak ninggalin dia. Gaaawdd.. Mbak Ati adalah salah satu perempuan hebat yang aku kenal. Walaupun kadang rada komplak, tapi dia bijak dan tangguh. Mbak Ati nggak pernah bolos kerja walau lagi sakit, kecuali kalo sakitnya udah nggak bisa lagi ditahan. Mbak Ati juga nggak pernah sedih berlarut-larut, sesedih apapun yang dia rasain, dia masih bisa ketawa. Sebagai leader, dia juga menganggap bawahannya itu rekan. Sama sekali nggak bersikap bossy. Aku kagum banget sama dia. Kagum banget. Aku bersyukur pernah jadi salah satu tangan  kanannya.
Lalu aku menghampiri rekan-rekan Project Team.. mereka yang berjumlah banyak, tapi nggak seseru dulu. Aku jabat tangan mereka satu persatu. Sayangnya aku nggak sempet ketemu Mas Arafik waktu itu. Aku juga menghampiri beberapa Staff Marketing yang waktu itu lagi ngumpul. Mereka semua marketing baru dan keliatannya bingung waktu aku jabat tangan mereka. Ah, whatever. Entah kemana marketing-marketing yang lama. Kayaknya mereka belom kembali dari kantor-kantor pemasaran.

Setelah itu, aku masuk ke Finance Room. Disana semua staff lengkap, ada Mbak Lela, Mbak Mia, Mbak Cindy, dan Mas Haris. Aku jabat tangan mereka semuanya. Teh Lina yang melewati ruangan itu juga ikut bergabung dan jabat tanganku. Dia ngedoain aku banyak banget. Ah, thankies, Teteeeehh..
Mbak Lela meluk aku lumayan lama. Ah, Mbak Lela.. aku inget waktu pertama kali kerja dulu, waktu pertama kali aku menikmati istirahat di kantin. Selain sama Leni, aku pertama kali istirahat di kantin bareng dia juga.

Habis itu, aku nyamperin Ruang Manager. Disana ada Pak Fahmi dan Mbak Dea. Waktu aku ngulurin tangan buat jabat tangan Pak Fahmi, beliau tanya dengan nada ngomong kayak ke anak kecil, “Yaah.. Kamu mau kemana?”
Dan nggak tau kenapa kok aku pengen nangis waktu itu. Haha.. Baka desu!

Pak Fahmi, bapaknya anak-anak Properti. Aku cuma berharap semoga beliau selalu diberi kesabaran dalam ngadepin ‘anak-anaknya’ yang bandelnya kayak anak-anak STM itu. Haha.. Dan semoga beliau bisa bersikap lebih bijak dan tegas lagi.

Setelah itu, aku beralih ke Analyst Room buat pamitan sama Mas Muklis, dan Buyung. Hahaha.. Padahal nggak perlu sih ya pamitan sama sodaraku yang gempal satu itu mengingat aku dan Buyung masih bisa sering ketemu. Tapi ya nggak mungkin juga aku ngelewatin dia gitu aja :v

Habis itu, baru deh aku nyamperin Legal Room. Aku nggak langsung masuk, tapi nongolin kepala dulu. Haha..

Cuma ada Leni disitu.
Leni ternyata masih sibuk sama berkas-berkas perijinan. Aku bilang, “Mbak Len.. saya pamit ya..”
“Kamu mah aaaah..” katanya. Trus aku masuk deh.
“Pada ninggalin aku satu-satu sih.. Mbak Ayu, sekarang kamu.. Trus nanti temen aku siapa? Aku curhat sama siapa?” gitu katanya.
Haiissh.. Aku nggak habis pikir kenapa si belo ini ngomong kayak gitu. Padahal banyak lho orang yang mau temenan sama dia, dan mungkin bisa jadi temen dia yang lebih baik ketimbang aku yang kalo dia curhatin lebih sering jadi listener doang. Yah, emang sih, mungkin dia pikir, cuma aku yang nggak ‘bocor’, makanya dia nyaman curhat sama aku.

Ah, si belo satu ini.. Aku inget waktu pertama kali kerja di perusahaan ini, dia yang ngebimbing aku mengenal berbagai macam dokumen perijinan, dia juga yang nemenin aku waktu pertama kali nikmatin jam istirahat.

Leni itu unik. Umurnya satu tahun lebih muda dibanding aku. Tapi cara ngomongnya yang manja dan tingkahnya yang seringkali kekanak-kanakkan bikin bertemen sama dia berasa kayak bertemen sama anak SMP. Biasanya aku sebel sama orang dengan tipe seperti ini, sama seperti aku sebel sama artis sinetron N*y*s*l*a M*r*d*d—coz cara ngomong mereka sama, manja-manja gitu—tapi nggak tau kenapa, Leni nggak nyebelin. Dia malah cenderung menggemaskan. I dunno..
Leni justru jadi salah satu sosok yang aku kagumin setelah Mbak Ati. Coz meskipun childish, tapi dia cerdas, tangguh, dan punya pemikiran dewasa.

Kami sempet foto bareng. Leni juga sempet curhat sama aku sebelum aku pamit. Sayangnya curhatnya kepotong ketika Mas Salim dan Pak Ridwan masuk. Aku jadi ngerasa nggak enak dan keluar dari ruangan itu.

Ketika keluar dari ruangan, aku ngeliat Mas Kholik. Masih ada Mbak Pipit juga disitu. Aku pamitan juga sama Mas Kholik, rekan kerja laki-laki yang paling aku kenal deket, karena kami satu tim di Divisi Purchasing. Mas Kholik suka curhat sama aku, suka bertingkah konyol, suka nyanyi-nyanyi selama kerja (tapi suaranya nggak sumbang lho), dan suka ngasih nasehat kalo ada yang curhat sama dia. Dan walaupun sering bikin kesel Pak Manager, tapi Mas Kholik sering punya gagasan-gagasan tak terduga yang menguntungkan perusahaan. Itu yang mengagumkan di dia :))

Setelah pamitan sama Mas Kholik dan Mbak Pipit, aku masuk lagi ke ruangan Legal, buat berpamitan lagi sama Leni, si belo, temen deketku disana. Aku peluk dia. Well, sebenernya kejem juga sih rasanya. Dia lagi ada masalah, dan aku malah ninggalin dia. Huaaaahh.. I’m so sorryy..So, yang bisa aku lakuin cuma mengelus lengannya dan bilang, “Kamu yang semangat ya..”
Semoga Allah ngelindungin kamu, menguatkan kamu, dan mengulurkan tangan-Nya buat kamu.

Soooo.. di akhir bulan November ini, dan di akhir perjalananku sebagai Admin Purchasing PT **** ****** ***********, aku berharap aku bisa ngedapetin pekerjaan yang lebih baik lagi, yang lebih nyaman lagi, yang lebih ‘menghasilkan’ lagi, dengan rekan-rekan yang sama serunya dengan rekan-rekan yang aku kenal di perusahaan itu, atau bahkan lebih baik. Aamiin.

Untuk saat ini sih aku berharap bisa diterima di K********** S*****. Kalo enggak, mungkin aku bakal mencoba peruntunganku di Karawang, bareng adik. Ada om juga sih disana. Hehe..


God, gimme Your best way :)
Sabtu, 28 November 2015 0 komentar

S E R T I J A B

Udah lebih dari seminggu ini aku ngejalanin serah terima jabatan sama karyawan baru di kantor. Yups, setelah aku mengajukan surat resign ke atasanku sekitar tiga bulan lalu, baru hari Kamis minggu lalu perusahaan ngedapetin karyawan penggantiku. Well, aku emang udah mengajukan surat resign bulan Agustus lalu. Sebenernya saat itu masa kontrak kerjaku yang selama setahun itu memang udah abis di bulan Agustus itu, hanya aja atasanku memperpanjang kontrak itu tanpa sepengetahuanku, makanya aku ngajuin surat resign itu.

Hari Kamis pagi itu di kantor, setiap pagi diadakan yang Morning Briefing. Aku dateng agak telat waktu itu sehingga mengharuskan aku buat duduk di deket pintu masuk, coz semua kursi di ruang meeting udah terisi. Di tengah-tengah acara Morning Briefing, aku agak penasaran sama sosok baru yang duduk disebelah Leni : seorang perempuan langsing berkerudung biru. Sekilas wajahnya ngingetin aku sama bibiku di Bogor. Entah bagian mana dari wajah mereka yang mirip satu sama lain. Haha..
Yah, saat itu memang ada beberapa wajah baru di ruangan itu. Tapi nggak tau kenapa aku cuman penasaran sama dia doang.

Setelah Morning Briefing selesai, perempuan berkerudung biru itu nyamperin aku di mejaku.
“Mbak Putri ya?” tanya dia.
Aku jawab, “Iya”.
Trus dia ngulurin tangan dan memperkenalkan diri, “Saya Pipit”.
“Temen barunya Putri,” sambung Mbak Ati. Aku manggut-manggut aja, tapi jauh didalem hati aku ngerti, perempuan yang kini aku panggil Mbak Pipit itu pastilah sebenernya bukan rekan kerja baruku seperti yang Mbak Ati bilang, melainkan penggantiku.
“Diajarin ya, Mbak Put,” kata Mas Kholik.
“Kita mulai darimana, Mbak?” tanya Mbak Pipit.
Tuh kan bener..

Ya udah deh.. sejak hari itu aku jadi guru alias pembimbing dadakan.

Lumayan lelah juga sih ngebimbing orang gitu, nggak cukup sehari dua hari doang, apalagi buat aku yang nggak punya bakat ngomong dan ngajarin orang. Waktu awal-awal aku ajarin juga kayaknya dia bingung gitu aku ngomong apaan. Padahal tugasku di kantor kan terbilang gampang, nggak bikin stress dan full of targets kayak kebanyakan tugas rekan-rekanku yang lain.

Yang agak rumit mungkin cuma bikin form pengajuan pembayaran pekerjaan proyek. Nama perumahan, nama pemborong, jenis pekerjaan, dan nomor kavling rumahnya harus bener. Rumus yang dimasukin ke Microsoft Excel juga nggak boleh keliru. Kita juga harus tau berapa besar pembayaran terakhir dibayarkan. Hal ini tentu nggak sulit buat aku yang sering bikin ginian, tapi buat Mbak Pipit, ini rumit dan membingungkan. Awalnya sulit sih ngajarinnya. Tapi setelah aku tes dengan praktek langsung, dia bisa juga.

Selama lebih dari seminggu ini, aku bareng-bareng Mbak Pipit terus. Di kantor bareng, istirahat bareng, ke mushola bareng.. Biasanya aku sama Leni sih, tapi belakangan ini kayaknya dia sibuk banget. Aku jadi jarang bareng-bareng dia.

Mbak Pipit tuh orangnya pendiem. Sama kayak aku, dia betah duduk berlama-lama didepan komputer selama ngantor, makanya banyak rekan kantor yang bilang kalo Mbak Pipit itu bener-bener penerusku. Bedanya, Mbak Pipit feminin, sedangkan aku cuek dan agak tomboy. Dia suka Korea, aku suka Jepang. Dia suka Pop, aku suka Rock. Begitulah..
Sometimes, dia ngingetin aku sama Riris—temen deketku di kampus di tingkat satu dan dua dulu. Cara ngomongnya, senyumnya, body language-nya.. sama-sama pendiem pula. Mirip lah. BTW, gimana kabar Riris sekarang ya? Kangen juga sama dia.


Well.. Udahan ah curhatnya. Aku kudu nyiapin mental nih, coz lusa aku udah harus ninggalin rekan-rekan :')
Selasa, 17 November 2015 4 komentar

Hello Again, Kota Sejuk :)

Ini kesekian kalinya kedua kakiku berpijak di Kota Sejuk, Bandung. Aku kembali ke kota itu persis seperti yang udah direncanakan beberapa bulan yang lalu, hanya aja berbeda tujuan. Harusnya aku kesana buat gladi resik wisuda. Harusnya.. sebelum schedule itu akhirnya diundur oleh pihak kampus pusat.

Well, aku sempet kecewa berat karena nggak jadi ke Bandung bulan ini karena acara wisuda itu diundur bulan depan. Tapi Allah finally ngehibur aku dengan ngasih hadiah liburan ke Bandung lewat perantara perusahaan tempat aku kerja. Jadi ceritanya, perusahaan tempat aku kerja itu udah mencapai target penjualan rumah sebesar 85%. Sebagai hadiahnya, para karyawan dikasih kesempatan liburan di Bandung plus uang saku.

So, hari Senin itu aku packing. Bawa bekal snack, bawa beberapa sikat dan pasta gigi, bawa sabun cuci muka, bawa mukena, bawa baju ganti.. macem-macem deh, dan semuanya muat di dua tas kecilku.  Dini harinya, sekitar jam satu, Buyung—sodaraku yang satu tempat kerja—jemput ke rumah. Kami berangkat bareng ke lokasi dimana semua rekan kantor kami kumpul, yakni di depan Indomaret yang letaknya tepat disamping area kantor kami. Sebelum ke lokasi kumpul, kami sempet jemput Mbak Mia dulu dirumahnya. Alhasil, kami jadi naik motor bertiga. Untung rumah Mbak Mia nggak jauh-jauh banget dari kantor, coz posisi badanku yang diapit Buyung dan Mbak Mia itu sumpah, nggak PeWe banget. Apalagi dengan tangan kanan dan kiriku yang bawa tas dan jaket. Dan sampe disana, kami disorakin (=__=’)

Yang sebelnya adalah, ketika sampe di lokasi tempat kami berkumpul itu, aku baru inget kalo bedak dan hape Samsul eh Samsung GT-C3322 kesayangan aku ketinggalan. Aku inget, hape itu sebelumnya aku pake buat alarm untuk ngebangunin aku di jam sebelas—dua jam sebelum berangkat ke lokasi kumpul—pas aku tidur di sofa ruang tengah. Hape itu pasti ketinggalan disitu deh (-__-‘) Deeeyymm.. padahal aku udah ngewanti-wanti kalo yang namanya hape—android atau bukan—tuh nggak boleh ketinggalan mengingat perannya yang gede banget di perjalanan jauh kayak gitu. Apalagi hape Samsung itu kan niatnya mau aku pake buat dengerin musik dan ngetik draft blog (suatu kebiasaan yang suka aku lakuin kalo punya sesuatu yang pengen ditulis tapi kebetulan lagi nggak pegang laptop), juga buat SMS-an pas BBM-ku lagi mati. Coz biasanya kalo lagi di perjalanan jauh, androidku suka aku alihkan ke flight mode buat menghemat batere (it’s not a problem, nggak bakal ada yang nelpon ataupun SMS ke nomer yang aku pake di hape android itu, mengingat nomernya yang suka ganti-ganti). Bedak juga penting. Yaaah walaupun aku adalah tipe cewek yang nggak suka make-up’an, tapi tetep aja bedak itu benda yang wajib dibawa. Secuek-cueknya aku, aku tetep nggak mau kalo mukaku keliatan kucel ataupun mengkilap selama di Bandung.

Alhasil karena nggak mungkin banget aku balik lagi ke rumah buat ngambil dua benda penting itu—mengingat jarak dari lokasi kumpul ke rumahku yang lumayan jauh—akhirnya aku mendadak beli bedak refill di Indomaret. Konyolnya, aku malah salah beli merk (=__=’)
*Aku pake bedak dan lipgloss dengan merk yang berbeda. Nah, bedak yang aku beli di Indomaret itu malah bedak dengan merk lipgloss yang aku pake*
Baka desu!
Sedangkan Zenfone-ku aku matiin.

Menjelang jam dua dini hari, kami masuk bus. Aku duduk di barisan kursi sebelah kanan, dan yak.. deket jendela. Hahaha..
Beberapa menit setelah aku masuk bus, Leny masuk. Sebelnya, dia sempet nggak denger waktu aku panggil. Well, sebelumnya kami emang udah janjian kalo bakal duduk sebelahan di bus. Untungnya dia nggak rewel waktu aku bilang kalo aku pengen duduk di deket jendela sampe menjelang pulang dari Trans Studio Bandung, tempat tujuan utama wisata kami. Wehehehe..

Sekitar jam dua, bus mulai bergerak. Mas Reka yang bertindak sebagai panitia menyampaikan ringkasan itinerary. Setelah itu musik dangdut mulai berdentum, plus video klipnya lagi. Ya udah deh, anak-anak pada seneng. Joget-joget, karaokean.. Sementara aku, seperti biasa.. cuma duduk tenang di kursiku. Awalnya aku sempet ikut ketawa-ketawa ngeliat anak-anak cowok yang joget-joget sakarepe dewek gitu. Tapi lama-lama rasanya bete dan keganggu juga. Aku tutupin seluruh mukaku dengan jaket, mencoba buat tidur, tapi susah banget. Yah, gimana aku bisa tidur dengan kondisi bus yang berisik kayak gitu? Setelah sekian lama mencoba merem, akhirnya aku terlelap juga.

Ketika adzan Subuh berkumandang, bus kami berhenti di Masjid Agung Ciater, tepatnya di Masjid As-Sa’adah. Kami shalat subuh disana, setelah itu foto-foto. Yah, akunya sih nggak ikutan berfoto, melainkan cuma jadi tukang fotonya. Begitulah yang sering terjadi :v

Aku sempet bete pas diajak Leny duduk-duduk bareng anak-anak cowok. Well, nggak masalah sih duduk-duduk bareng mereka. Hanya aja ada beberapa orang dari mereka yang emang bikin aku risih dan nggak nyaman. Ya know.. Aku paling nggak suka sama cowok yang kalo becanda keterlaluan.. colek-colek, main rangkul, duduk dimepet-mepetin.. Mungkin buat sebagian orang itu biasa aja, tapi buatku itu uncomfortable banget. Apalagi ada diantara mereka yang salah paham berpikir kalo aku naksir dia. Geeezz.. (=_=’)

Rasanya lega banget ketika Leny ngajak aku ke toilet. Finally, aku bisa lepas juga dari keadaan nggak nyaman itu. Di toilet itu aku cuci muka, sikat gigi, dan langsung ganti baju. Nggak mandi? Iya, bener banget. Hahaha.. Whatever. Toh, sebelum berangkat aku udah mandi dulu :v

Sebenernya aku pengen banget pagi itu liat sunrise di kebun teh seperti yang direncanain di meeting hari Sabtu lalu. Eh, nggak taunya kami baru ke kebun teh sekitar jam setengah tujuh pagi. Telat banget lah untuk liat matahari terbit di jam segitu. Tapi biar gimanapun, aku tetep seneng sih main ke kebun teh pagi itu. Rasanya mata seger banget liat hamparan kebun teh yang subur itu. Sejauh mata memandang, cuma warna hijau yang terlihat. Oh ya, jangan lupakan kabut di sebelah sana. Indah banget.. :3



No Filter


Nggak ada yang kami lakuin disana selain berfoto-foto ria. Seperti biasa, aku lebih sering jadi fotografer dadakan. Sekalinya difoto, wajahku nggak keliatan. Beberapa foto ada yang emang disengaja nggak diperlihatkan kayak foto diatas tadi, dan ada yang nggak keliatan karena fotonya bareng-bareng dan badanku yang mungil bagai hobitt ini tenggelam diantara temen-temen :’)

Andai aku kesana nggak sama rekan-rekan kantor, melainkan sama temen-temen deket, aku pengen banget ada disana lebih lama. Aku selalu suka alam. Suka banget. Andai aku bisa nyetir motor, mungkin bisa tiap weekend aku jalan-jalan ke tempat hijau. Nggak usah jauh-jauh ke luar kota deh. Taman Sumber juga udah bisa bikin mata seger :3

Sekitar jam setengah delapan, kami kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan, sampe akhirnya kami tiba di Trans Studio Bandung jam sembilan pagi. Karena Trans Studio baru buka jam sepuluh pagi, alhasil kami jadi nunggu deh.

Awalnya aku berharap kalo aku bakal totally seneng dan puas main disini.

Mula-mula, seperti biasa kami berfoto-foto ria, dan tetep aku jadi tukang fotonya. Sekalinya difotoin adalah ketika aku berfoto dengan bajak laut dengan kostum kerangka dan topeng tengkorak :3
Aku dan Leny sempat nyasar karena kepisah dari rombongan pas Leny lagi asik foto-foto dan aku motoin dia. Setelah keliling-keliling kayak dua anak ilang, akhirnya kami ketemu sama Buyung, Haris, Mbak Dea, dan Mbak Mia. Kami gabung deh sama mereka.

Singkat cerita, kami memutuskan buat masuk ke wahana Dunia Lain. Leny bersikeras nggak mau ikut. Parno gitu deh, tapi kami maksa, akhirnya dia ikut juga. Aku, Leny, Buyung, dan Mbak Mia naik di kereta yang sama. Ketika kereta mulai berjalan, Buyung sempet ditegur sama crew karena nyalain flashlight. Kereta baru berjalan lagi setelah Buyung menonaktifkan flashlight-nya. Anyway, setelah beberapa detik kereta berjalan, aku baru sadar bahwa wahana yang aku pikir lebih serem ketimbang wahana Rumah Sakit Hantu di Cirebon Super Block (CSB) ini ternyata nggak ada serem-seremnya. Aku pikir didalem sana kami bakal disambut sama para crew yang berpenampilan serem, kemudian kereta berhenti dan ‘setan-setan’ itu menyerbu kami diatas kereta. Ugh! Pasti greget kalo kayak gitu. Kenyataannya kami justru hanya disambut pemandangan boneka dan patung-patung kuntilanak, kepala buntung, patung serdadu, de el el di sebelah kanan dan kiri kereta kami. Sayang banget, padahal sound effect-nya sih udah lumayan oke. Alhasil, aku dan Buyung malah jadi cengengesan selama kereta berjalan sambil sesekali ngeledekin Leny dan Mbak Mia yang merem sambil teriak ‘Punten, punten..’, udah kayak di wilayah angker beneran aja xD
However, adegan mayat keluar dari mobil ambulance itu sukses bikin aku kaget :’v

Setelah dari wahana Dunia Lain itu, kami ketemu sama Mbak Cindy, Mbak Lela dan cowoknya. Mbak Cindy gabung bareng kami. Niatnya aku, Buyung, dan Mbak Mia pengen naik Giant Swing. Walau sedikit cemas, tapi aku penasaran sama permainan ayunan raksasa itu. Cuma Leny dan Mbak Cindy yang nggak mau. Mereka lebih memilih nunggu di bangku deket wahana itu. Eh, nggak taunya pas udah deket sama pintu masuk wahana, Mbak Mia malah ngikutin Haris dan Mbak Dea ke wahana Negeri Raksasa. Aku, Leny, dan Mbak Cindy jadi ngikutin dia deh, ninggalin Buyung yang udah masuk ke wahana Giant Swing duluan. Kami nggak ikutan Haris dan Mbak Dea naik wahana itu, melainkan cuma duduk-duduk disebelah pintu masuk wahana itu. Haisshh.. (=__=’)

Karena bete, aku dan Mbak Cindy memutuskan buat jalan-jalan sejenak. Awalnya kami mo masuk ke wahana Special Effect Action, tapi sayangnya wahana itu baru buka jam tiga sore. Ya udah deh, foto-foto lagi, trus balik lagi nemuin Leny dan Mbak Mia. Pengen naik Dragon Rider, tapi malah pada gengsi gara-gara ngeliat wahananya yang mirip permainan anak kecil. Padahal aku dan Mbak Cindy udah semangat banget. Bete lah pokoknya. Kami jadi jalan-jalan nggak jelas sampe Bapak General Manager memanggil kami buat makan siang. Kami berkumpul di sebuah resto ayam goreng (sejenis KFC gitu deh). Kami makan disitu sampe kenyang.

Setelah itu, kami ngelanjutin jalan-jalan di sekitar Trans Studio lagi. Kali ini, rombongan kami nambah tiga orang, yakni Mbak Ega, Mbak Elin, dan Mbak Ati. Kami bertujuh memutuskan buat menikmati wahana Si Bolang. Emang sih, disini kami diajak bertualang.. tapi naik kereta dengan kapasitas empat orang dan cuma diajak ngeliat-liat boneka dengan pakaian-pakaian adat aja gitu. Persis kayak Istana Boneka di Dufan. Kurang seruuuu..

Dan begitu keluar dari wahana itu, kami jadi terpisah sama Leny, Mbak Mia, dan Mbak Cindy. Aku masih pengen disana, tapi Mbak Ega menggandengku keluar area Trans Studio. Oh, deeeeyyymm..

Aku bete. Bete banget. Sebenernya sebelum keluar dari area, aku pengen banget bilang kalo aku pengen nungguin Leny dkk. Tapi aku takut mereka ninggalin aku sementara Leny dkk justru keluar dari pintu yang berbeda, dan aku jadi nyasar. Makanya aku nggak punya pilihan lain selain ngikutin Mbak Ega dkk.

Akhirnya aku kembali ke bus dengan perasaan kecewa dan bete berat. Satu-satunya yang jadi hiburan adalah cuaca mendung di luar. Hujan turun rintik-rintik waktu itu. Aku duduk di samping jendela sambil ‘menonton’ butir-butir air yang perlahan membasahi kaca. Ah, beruntungnya warga Bandung. Langit nggak pelit menurunkan air di kota itu. Warga Bandung mungkin jarang ngerasain yang namanya ‘rindu hujan’. Tapi di Cirebon? Langit mendung aja udah jadi anugerah banget buatku. Dan kalo hujan turun, itu miracle namanya. Ya know.. cuaca Cirebon panas mulu belakangan ini, padahal seperti yang kita ketahui, ini udah memasuki pertengahan bulan November, dan harusnya udah musim hujan.

Sekitar jam dua, kami melanjutkan perjalan kami ke tempat tujuan terakhir wisata kami, Cihampelas. Disana kami diberi kesempatan buat jalan-jalan dan shopping sampe jam lima sore. Aku jalan bareng Leny. Tapi belum lima menit kami keluar dari bus, hujan turun. Awalnya cuma rintik-rintik dan kami masih bisa berkeliaran di jalan. Leny bahkan sempet beli piyama baru di sebuah toko pakaian. BTW, di toko pakaian itu, aku sempet ngeliat sebuah boneka Jack Skellington full body didalem lemari khusus boneka. Damn! Mauuuuu.. Pengen banget rasanya ngeluarin dia dari lemari itu. Tapi harganya mahal, seratus lima ribu kalo nggak salah. Huaaah.. :’(

Keluar dari toko itu, hujan mulai deras sehingga memaksa kami buat berteduh. Kami berteduh di sebuah toko oleh-oleh. Beberapa anak membawa payung mulai mendekati kami dan menawarkan jasa sewa payungnya. Jenuh nunggu hujan yang kemungkinan lama redanya, Leny memutuskan buat menyewa payung yang ditawarkan salah seorang anak. Dia meminta anak itu buat nganterin kami ke toko yang menjual sweater. Kebetulan aku juga pengen beli sweater sih.

Meskipun Leny udah menyewa payung, tapi aku lebih memilih jalan tanpa payung dan membiarkan air langit membasahi kerudung dan sekujur badanku. Iya, dengan kata lain, aku hujan-hujanan. Kami berjalan cukup jauh, berkunjung dari toko ke toko buat nyari sweater, tapi nggak ada yang cocok. Ada yang warnanya matching tapi modelnya kurang bagus, ada yang modelnya bagus tapi nggak cocok sama warnanya, ada yang model dan warnanya cocok tapi ukurannya nggak pas. Bingung deh. Jadi cuma Leny aja yang dapet sweater. Sebenernya aku juga mau beli sweater dengan model yang sama dengan yang dibeli Leny.  Aku udah jatuh cinta sama sweater itu sejak jalan-jalan ke PGC—Pusat Grosir Cirebon—bareng ibu malem Minggu lalu. Aku nggak beli waktu itu karena harganya yang lumayan bikin dompet tipis. ‘Mantel Korea’ kalo kata orang di salah satu stand di PGC itu bilang. Di toko di Cihampelas itu, harga sweater-nya dua kali lebih murah dibanding di PGC, hanya aja sweater yang dijual di toko itu cuma satu warna, kuning lagi, sementara sweater yang bikin aku jatuh cinta di PGC itu warna hitam. Keren banget.

Setelah beli sweater Leny, kami mampir sebentar ke toko oleh-oleh. Aku beli sale pisang dan bakpia kacang ijo buat orang-orang rumah. Habis itu, baru deh kami balik ke bus. Saking pengennya nontonin hujan, aku numpang duduk di kursi Mbak Dea yang deket sama jendela—coz saat itu udah waktunya aku dan Leny tukeran tempat duduk, giliran Leny yang duduk dideket jendela. Untung aja penghuninya belom balik ke bus. Kali ini air langit nggak cuma membasahi kaca jendela dengan butiran, tapi mereka mengalir dari atas kebawah.

Belom puas dengan belanja sale pisang dan bakpia doang, aku nekat turun dari bus lagi buat nyari kaos. Aku kepengen beli kaos band gitu. Kaos BVB, One Ok Rock atau apa gitu. So, aku kembali berjalan di bawah hujan menelusuri jalan Cihampelas, dan kali ini sendirian. Iya, sendirian hujan-hujanan di suatu jalan di Bandung yang notabene adalah kota orang. Aku nggak peduli dengan peringatan seorang tukang parkir. “Hujan, Neng..” katanya. But I kept on walking, walking, walking.. Kapan lagi bisa menyatu dengan hujan kayak gini?

Aku sempet memasuki sebuah toko kaos yang tampaknya paling besar di area situ, tapi sayangnya aku nggak nemuin apa yang aku cari. Nggak ada kaos band lain, selain The Beatles. Geeezz.. aku nggak minat dengan mereka, walaupun aku suka sama lagu Yesterday dan Hey Jude (=__=’)

Akhirnya aku memutuskan kembali ke bus. Tapi sebelumnya aku sempet beli bakso dulu di pinggir jalan, titipan Leny.

Singkat cerita, setelah semua peserta wisata berkumpul di bus, menjelang Magrib kami melanjutkan perjalanan, kembali ke Cirebon, kota kami.

Haaaahh.. Akhirnya berakhir juga acara liburan aku dan temen-temen. Intinya, buatku, yang berkesan dari perjalanan wisata ini ternyata bukan momen-momen ketika ada di Trans Studio yang notabene adalah tempat tujuan utama liburan kami, melainkan momen hujan-hujanan di Bandung. Hahaha..


Well, see you next time, Kota Sejuk. Terima kasih buat hujan dan baju basahnya. Rasa rinduku terbayar sudah. Nggak keberatan deh kalo besok-besok ada yang ngajak kesana lagi, apalagi untuk menetap lebih lama :)

Total Tayangan Halaman

 
;