Selasa, 19 Mei 2015 0 komentar

Monday Outing

Ini pertama kalinya aku ngerasain rasanya bertualang lagi setelah selama beberapa tahun lamanya aku nggak ngerasain rasanya cape-capean di alam bebas. Terakhir kali aku bertualang itu sekitar bulan Agustus tiga tahun yang lalu. Waktu itu aku baru aja terdaftar sebagai mahasiswa, dan tengah menjalani PSPL. Yaah.. mirip-mirip Masa Orientasi Siswa gitu deh. Seperti peserta MOS pada umumnya, saat itu aku dan temen-temen disuruh berpenampilan kayak orang bego dan ‘disiksa’ sama para senior. Hanya aja waktu itu MOS-nya dilaksanain di alam terbuka, kayak kemping Pramuka, tidur di tenda, outbond, kotor-kotoran..

Nah, hari ini aku ngerasain lagi pengalaman itu. Bedanya, waktu itu acaranya adalah PSPL kampus, kalo sekarang acaranya adalah Day Out atau outing, yang diselenggarakan oleh perusahaan tempat aku bekerja. Oleh karena itu, semua karyawan wajib ikut—kecuali karyawan yang sakit, hamil, ataupun berhalangan hadir karena suatu alasan kuat. Karena banyaknya jumlah karyawan, maka pesertanya dibagi kedalam dua batch. Makanya acara ini dilaksanakan dua hari, yakni tanggal 19 dan tanggal 20. Tanggal 19 untuk batch pertama, dan tanggal 20 untuk batch kedua. Masing-masing batch itu juga dibagi menjadi sepuluh kelompok. Aku kebagian masuk kelompok sepuluh di batch pertama.

Awalnya aku ragu buat ikut, coz hari itu aku pengen bimbingan Tugas Akhir. Ditambah lagi, aku kurang antusias karena pembagian kelompok tadi. Nggak ada yang kenal gitu lhooo.. Yah, palingan cuma satu dua orang. Tapi berhubung seluruh karyawan—yang nggak berhalangan hadir karena suatu alasan kuat—wajib ikut, jadi ya aku ikut lah. Gapapa deh. Lagian ini pertama kalinya perusahaan tempat aku kerja ngadain acara kayak gitu.

So, Minggu malam itu, aku prepare. Coz berhubung di hari keberangkatan karyawan nggak diperkenankan pulang setelah kerja, jadi Senin paginya aku bawa serta barang-barang keperluan outing itu ke tempat kerja aku. Lumayan, repot juga. Gimana enggak? Aku bawa dua tas. Satu tas ransel gede—punya adik aku—yang isinya pakean, selimut, peralatan mandi, make up (krim muka, face wash, bedak, lipgloss), sepatu, dan sendal. Sedangkan yang satunya adalah tas kecil yang biasa aku pake, isinya roti dan snacks. Untungnya adik aku mau nganter aku ke kantor. Anyway, aku nggak bareng Buyung karena dia nggak bawa motor.

Sebelumnya kami nggak dikasih tau tentang apa yang bakal kami lakuin disana. Pihak perusahaan cuman ngasih informasi tentang perlengkapan apa aja yang harus kami bawa. Dan denger-denger dari Mbak Ayu, kami bakal ngabisin waktu di daerah Balong Dalem - Kuningan. Nah, dari perlengkapan dan lokasi tempat itu lah, aku bisa menebak kalo kami disana bakal berkemah. Denger-denger dari Pak Zuhri juga, katanya disana kami bakal outbond.

Setelah jam kerja selesai, aku nunggu berjam-jam di kantor. Sendirian pula di ruangan.  Sebenernya ada Pak General Manager Properti sih, tapi beliau ada di ruangannya sendiri. Aku juga tadinya nunggu bareng Mas Kholik, hanya aja dia ke luar kantor buat makan. Sementara temen-temen yang lain pulang, coz rumah mereka kebanyakan nggak begitu jauh dari tempat kerja.

Sekitar jam setengah delapan, aku dan rekan-rekan kumpul di halaman. Lucunya, awalnya kami pikir kami bakal pergi naik bus atau elf, tapi ternyata.. kami naik angkot! WTF? Mbak Lina sampe ngakak ketika tau hal itu.

Sembilan angkot disewa malem itu. Masing-masing angkot diberi nomor dan berjejer sesuai dengan nomor kelompok. Lho, trus angkot kelompok sepuluh mana?
Ternyata, kelompok sepuluh yang paling spesial. Hari itu kami nggak naik angkot, melainkan naik elf silver milik perusahaan. Aku duduk di samping pintu masuk. Huaaahh.. PeWe banget. Tapi kasian juga Mas Arif. Dia musti setengah berdiri didalem mobil karena keterbatasan tempat duduk. Well, sebenernya harusnya mobil itu muat untuk setiap anggota kelompok kami. Sayangnya, kursi di bagian paling belakang mobil nggak ada. Sementara kursi yang ada didepan aku didudukin sama Mbak May yang sebenernya adalah anggota kelompok empat. Dia kabur dari kelompoknya gitu deh. Nggak pada kenal, katanya.

Sekitar jam delapan lebih, kami berangkat. Kerennya, sepanjang jalan mobil-mobil kami dikawal polisi lho.. Aneh nggak sih? Angkot-angkot dikawal polisi :v

Sekitar jam sembilan malem, kami tiba di lokasi Outing. Surprise!
Ternyata kami bukan berkemah atau bermalam didalem tenda, melainkan menginap di cottage!
Cottage-cottage itu udah diberi nomor sesuai kelompok.

Cottage kelompok sepuluh—kelompok aku—terletak paling pojok. Nggak terlalu besar. Cuma berupa kamar berukuran 3 x 4 (termasuk kamar mandi didalem ruangan berukuran 2 x 1). Cottage-cottage disana berdesain tradisional, tapi interiornya modern. Beberapa bagian dindingnya terbuat dari anyaman bambu kayak rumah-rumah tradisional pada umumnya, tapi alasnya udah pake keramik. Di samping pintu masuk ada sebuah meja dengan tempat alas kaki. Ruangan itu memiliki dua kasur. Satu kasur dengan ranjang, dan satu lainnya tanpa ranjang. Masing-masing kasur cukup lah buat tiga orang. Didalem cottage kami juga ada sebuah lemari, sebuah meja, dan dua buah kursi. Kamar mandinya juga lumayan nyaman. Didalemnya ada kran, ember air, shower, jet wasser, dan kloset duduk otomatis.

Kami nggak bisa lama-lama nyante di cottage itu. Kami cuma dikasih kesempatan buat naro barang-barang bawaan, kemudian kami disuruh berkumpul di lapangan buat menikmati api unggun dan dengerin pengarahan dari para crew.

Lapangan ternyata udah rame sama rekan-rekan semuanya. Ada yang udah duduk-duduk, ada yang gitaran, ada yang foto-foto, dan ada yang ngambil welcome drink didepan reservation room. Aku sendiri bergabung bareng Leny dan rekan-rekan Properti yang lain. Acara diawali dengan nyanyi bareng dan joget bareng, sambil sesekali nyuri waktu buat selfie bareng. Setelah itu, kami dengerin informasi mengenai susunan acara buat besok dan renungan yang disampein oleh para crew. Cuma renungannya kurang greget karena kata-kata dari crew kurang touching, dan aku sempet BT duluan sama acaranya karena pas bagian acara ‘Peluk Sahabat’, nggak ada yang bisa aku peluk dan balik meluk aku.

Oke gapapa kalo nggak ada yang bisa aku peluk dan meluk aku. Bahkan aku juga bisa maklumin ketika temen-temen satu kelompok aku meminta aku buat jadi fotografer dadakan pas awal masuk cottage tadi. Gimana nggak maklum? Jadi fotografer itu kan profesi sampingan—sukarela—aku. Tapi yang bikin aku makin BT adalah, ketika masuk cottage buat beristirahat sambil mendiskusikan yel-yel kelompok, aku kurang nge-klop sama temen-temen satu kelompok aku. Gimana enggak? Mereka semua dari Divisi Batik, sementara aku dari Divisi Properti. You know.. aku bukan tipe orang yang gampang nyatu sama orang baru.

Sekitar jam sebelas malem, kami tidur. Aku tidur di atas ranjang, diapit sama dua rekan satu kelompok aku setelah sebelumnya aku sempet makan malem dulu. Aku nggak inget kapan terakhir kali aku makan larut malem. Sebenernya aku males banget makan. Hanya aja sayang kalo nasinya dibuang.

Sekitar jam setengah lima pagi, aku bangun dan nyuci muka. Beberapa orang turun ke lapangan buat sholat Subuh berjamaah. Kemudian sekitar jam lima, semua peserta Outing berkumpul di lapangan buat dengerin sepatah dua patah kata dari Pak Direktur. Setelah dengerin sepatah dua patah kata dari Pak Direktur, kami kembali ke cottage dan berganti pakaian training untuk kemudian kembali berkumpul di lapangan buat senam aerobik.

Senam aerobik dipimpin oleh seorang instruktur senam bertubuh atletis. Keliatannya udah berumur sih (yaahh.. mungkin udah thirty-something or maybe fourthy lah), tapi postur tubuhnya yang tegap dan good-looking membuat daya tariknya masih terlihat.

Setelah senam, kami mandi dan diminta berganti pakaian dengan kaos warna hitam sebagai syarat untuk mengikuti acara outbond. Sebelum outbond dimulai, kami sarapan dulu. Menu sarapan pagi tadi adalah nasi uduk dengan irisan telur dadar, bihun, sambel goreng telur puyuh, dan kerupuk. Aku dan rekan-rekan satu kelompok makan bareng didepan cottage kami.

Sekitar jam sembilan pagi, kami berkumpul di lapangan buat ngikutin outbond. Pertama-tama, kami disuruh berbaris dengan masing-masing kelompok. Kelompok aku sebenernya terdiri dari tujuh orang cewek, dan tujuh orang cowok. Hanya aja Mbak Yanti nggak ikut gara-gara sakit. Dia sempet pingsan pas senam aerobik tadi. Akhirnya kelompok kami cuma outbond ber-tigabelas.

Sebelumnya aku udah mengira sih kalo outbond yang kami ikutin itu bakal mirip-mirip kayak jaman pelatihan Pramuka pas masa SMP aku dulu : hiking, ‘di-bully’ senior, dikasih pertanyaan, kalo salah jawab di hukum dan dicoreng-coreng mukanya..
Bedanya mungkin kali ini nggak ada kekerasan dan tekanan, karena tujuan kami kesini buat have fun. Selain itu mungkin bakal ada flying fox atau meniti tali. Gitu pikir aku.

Balik lagi ke acara kami. Setelah semua peserta kumpul, masing-masing ketua kelompok diminta maju untuk mengambil kertas undian yang berisi nama kelompok yang semuanya berbau batu-batuan. Aku sempet ngetawain kelompok Buyung, kelompok Pak Aris, dan kelompok Pak Jalil yang masing-masing dapet kertas undian berisi nama Batu Ginjal, Kencing Batu, dan Batu Nisan. Kelompok aku sendiri dipimpin oleh Mbak Nita—adik kandung Mbak Ati—yang waktu itu ngambil kertas undian bertuliskan Kepala Batu. Jadilah nama kelompok kami, Kelompok Kepala Batu.

Setelah nama kelompok ditentukan, salah satu crew meminta para ketua kelompok untuk mencoreng muka masing-masing anggota kelompoknya dengan cat. Masing-masing kelompok harus punya coretan yang berbeda dengan kelompok lain. Kelompok kami mendapat cat warna hitam. Mbak Nita membuat angka satu di hidung, serta tanda bulat di dua pipi dan jidat sebagai simbol angka sepuluh—nomor kelompok kami. Well, sebenernya aku lebih suka kalo coretan yang kami buat berbentuk tapak kaki kucing, tapi sayangnya coretan kayak gitu udah dipake sama kelompok lain.

Kemudian kami pun berlatih buat menyerukan yel-yel kelompok. Oh ya, yel-yel kelompok kami super-simple banget. Kami pake lagunya Iis Dahlia yang ‘Apalah Apalah’ itu. Sebenernya aku kurang sreg sih sama yel-yel itu, coz selain aku nggak tau lagu aslinya kayak gimana, nadanya juga kurang pas, dan kata-katanya terlalu simple—kesannya kurang kreatif gimana gitu. Aku ngerasa malu sendiri kalo ngedenger yel-yel dari kelompok lain. Tapi aku nggak bisa nolak, coz waktu kami emang terbatas buat nyiptain yel-yel yang lebih greget. Lagipula anggota kelompok cowok yang aku pikir bakal memprotes ternyata justru terima-terima aja dan nggak ambil pusing soal yel-yel yang terlalu sederhana itu.

Oh ya.. selain harus menyerukan yel-yel, kami juga diwajibkan buat menghafal lagu mars perusahaan kami dan menyanyikannya didepan crew. Sooo.. dengan berbekal waktu yang terbatas dan selembar kertas berisi lirik dari mars tersebut, kami bareng-bareng menghafal lagu mars perusahaan. Dan ketika itulah aku mulai ngerasa nyaman sama kelompok aku. Kebersamaannya mulai kerasa di moment itu. Anyway kami bersyukur karena dianugerahi urutan nomor sepuluh, kelompok paling akhir, sehingga waktu kami buat menghafal mars lebih banyak dibanding kelompok lain ^^v

Akhirnya, tibalah kelompok kami buat maju. Kami menghampiri First Post yang dijaga sama Kak Ifan. Di pos itu, kami harus menyerukan yel-yel kami dan menyanyikan mars perusahaan yang kami hafalin tadi. Habis itu, kami disuruh jalan sampe ke Second Post pake dua pasang sandal bakiak panjang yang satu pasangnya bisa dipake buat delapan pasang kaki. Dan selama berjalan pake sandal itu, kami dilarang pake aba-aba dan komando. Sebagai gantinya, kami harus menyerukan yel-yel sambil jalan. Haisshh.. Kebayang kan susahnya kayak apa? Alhasil, kami berjalan dengan susah payah, dan yel-yel yang kami serukan cuman ‘apalah-apalah’ nya doang karena otak tiba-tiba blank dan cuman kata itu aja yang kami inget. Wakakak..

Second Post dijaga sama Pak Yuyan dan rekannya yang sesama tentara (atau apalah, aku kurang tau. intinya beliau-beliau ini pake seragam militer warna ijo item gitu). Untuk sampe ke pos yang dijaga mereka, kami harus mendaki undak-undakan seperti tangga dengan berjalan bebek. Tau kan jalan bebek kayak apa? Jalan sambil jongkok gitu. Dan kalo ada yang berdiri sebelum nyampe, harus diulang dari bawah. Huaahh..

Di pos itu kami cuman dikasih sedikit arahan doang. Dan karena Pak Yuyan sebenernya nggak sesangar tampilan luarnya, kami nanggepin beliau dengan santai.

Habis itu, kami ke Third Post yang dijaga sama Bu Eni. Disitu, salah satu dari kelompok kami harus jawab pertanyaan, kemudian ngambil sebuah bendera, habis itu ngebawa bendera itu sambil manjat tangga majemuk (biasa ada di sekolah-sekolah TK).

Setelah dari Third Post, kami melanjutkan perjalanan. Inilah bagian yang tersulit. Hiking! Mendaki bukit. Persis seperti apa yang aku kira sebelumnya. Dan treknya pun.. persis banget sama trek yang pernah aku laluin pas jaman pelatihan Pramuka jaman SMP dulu. Deeeyymm.. I still remember that!

Hanya aja aku nggak inget secapek apa yang aku alamin dulu ketika melalui trek mendaki itu. Yang aku rasain adalah hari ini.. capek gilaaa..!! Awalnya aku semangat banget buat hiking. Apalagi ketika ngeliat pemandangan bukit didepan mata selepas dari Third Post. Kami disambut sama daun-daun kering yang berguguran dari atas pohon. Indah banget. Aku nyesel ninggalin hape aku di cottage. Padahal aku pengen banget mengabadikan moment itu. Tapi setelah beberapa langkah.. Damn! Belom setengah perjalanan aja rasanya kaki aku udah susah diangkat, dan baju aku mulai basah oleh keringat. Belum lagi jantung dan paru-paru aku yang aku rasa bekerja lebih keras saat itu. Aku juga bisa ngedenger deru napas di depan dan belakang aku. Tampaknya temen-temen aku pun ngerasain hal yang sama. Aku bersyukur udara di Kuningan nggak sepanas di Cirebon. Dan seenggaknya ada dua anggota kelompok kami yang cukup menghibur selama di perjalanan.

Adalah Mas Ande dan Mas Ugi. Sebenernya dari awal Mas Ande emang udah jadi bahan ketawaan kelompok kami. Banyak yang bilang sih si Tukang Parkir ini otaknya agak miring or something gitu deh. I dunno.. Dia bahkan nggak protes ketika Mas Ugi bikin tanda bulatan besar di pipi dan jidatnya, sehingga bulatan-bulatan itu menyerupai tompel besar. Dan ketika mendaki, merekalah yang mulutnya paling nggak bisa diem. Ketika anggota lain pada ngos-ngosan, mereka justru nggak berhenti-berhenti neriakin yel-yel. Hanya aja Mas Ugi neriakin yel-yel dengan jelas, sementara Mas Ande ngikutin dengan lafal aneh diikuti ketawa riang. Misalnya Mas Ugi teriak, “Kelompok Sepuluh.. Apalah! Apalah!” maka Mas Ande bakal ikut berseru dengan, “Rompok Sepuluh.. Apalah! Apalah! Hehe.. hehe..”

Atau ketika Mas Ugi teriak, “Grup Sepuluh.. Woyo! Woyo!”, Mas Ande bakal berseru, “Hurup Sepuluh.. Apalah! Apalah! Hehehe.. Hehe..” Gitu aja terus. Kami ngakak aja dengernya. Tapi lama-lama berisik juga sih.

Ternyata kami adalah kelompok yang tergolong cepet lho. Coz Kelompok Sembilan yang tadinya jauh didepan kami sampe kesusul aja gitu. Bahkan katanya ada kelompok lain yang nyasar. Entahlah kenapa bisa gitu, padahal masing-masing kelompok udah bawa peta trek.

Akhirnya kami sampe deh di Toward Post. Pos yang satu ini dijaga sama Pak Gun, sang General Manager Batik. Disitu, kami diminta milih salah satu amplop yang beliau punya. Didalem amplop itu ada lima pertanyaan yang tentu aja harus kami jawab. Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab dengan hati-hati. Pasalnya jawaban yang bakal didengar adalah jawaban yang paling pertama dilontarkan oleh peserta. Karena itulah, kami menyuruh Mas Ande buat nutup mulut. Wakakak.. kejem yak :v

Dari lima pertanyaan yang dilontarkan, empat pertanyaan yang berhasil kami jawab. Termasuk pertanyaan yang nggak bisa kelompok lain jawab dengan bener : Berapa umur Pak Miftah?
Pertanyaan teraneh yang pernah ada, karena emang tujuannya ngeledek si empunya nama. Dan pertanyaan ini cuma kelompok kami doang yang berhasil jawab. Jelas lah, karena Pak Miftah ada di kelompok kami. Haha..

Akhirnya setelah menuruni bukit dengan tali, melewati jembatan bambu, mendaki gunung, dan melewati lembah (oke, yang dua terakhir itu jangan dianggep serius, karena cuma dilakuin sama Ninja Hatori), akhirnya kami sampe di tempat kami semula! Horeee..

Sayangnya, ternyata nggak ada acara naik flying fox seperti yang aku harapkan. Huaahh..
Sedikit kecewa sih. Tapi ya sudahlah, toh kami udah cukup capek dengan kegiatan hiking ini. Tapiii.. ternyata tantangan kami nggak sampe disitu aja. Kami harus menyusun puzzle. Tapi sebelum itu, kami harus berenang dan menyelam kedalem kolam renang, coz potongan puzzle terakhir ada didalem situ. Aku dan beberapa anggota kelompok nggak ikut masuk kedalem air. Well, sebenernya aku pengen banget ikut basah-basahan. Hanya aja aku lupa bawa daleman kerudung. Kalo aku masuk ke air, otomatis daleman kerudung yang aku pake itu basah dan aku nggak punya gantinya.

Setelah nemuin semua potongan puzzle, kami kembali ke lapangan dan berkumpul didepan balong. Tantangan selanjutnya adalah menaruh puzzle yang udah disusun di tengah balong. Soo.. beberapa anggota diantara kami harus berenang. Dari kelompok kami, cuman tiga orang yang masuk ke balong dengan kedalaman sepuluh meter itu, termasuk Mas Arif—Marketing.

Nggak cuma sampe disitu aja. Ada beberapa game yang menunggu setelah itu. Ada game Tarik Tambang Cinta, Indonesia Pintar (kalo suka nonton Eat Bulaga pasti tau deh), dan ada Sedotan Karet. Kelompok aku kebagian game Tarik Tambang Cinta. Di game ini, para crew memberi sebuah balon kepada masing-masing peserta. Balon itu harus diapit diantara punggung dan dada peserta (kalo sampe ketauan balon itu dipegang atau dijepit di ketiak, dianggep pelanggaran), sementara dua tangan kami menarik tambang. Didalem permainan ini, bukan Si Kuat yang menang, tapi mereka yang bisa ngejaga balon itu biar nggak jatoh ataupun meletus disela-sela adegan tarik menarik. Ketika main game ini, kami sempet menang di duel pertama. Tapi ketika diadu lagi, kami kalah. Sayang banget.

Yang seru itu pas liat game Indonesia Pintar. Kelompok yang dipimpin Buyung adalah salah satu kelompok yang mainin game ini. Kebetulan, si Buyung juga yang jadi salah satu pesertanya. Dia jadi bagian penjawab, sementara rekan dia yang lain mengarahkan dia dengan jawaban ‘ya’, ‘tidak’, dan ‘bisa jadi’. Yang bikin seru itu taruhannya : Kalo peserta berhasil jawab, maka salah satu crew bakal disiram air. Sementara kalo peserta gagal menjawab ataupun bilang ‘pass’ sampe lebih dari tiga kali, maka salah satu dari anggota kelompok tersebut yang harus jadi korban basah-basahan. Lucu aja gitu ngeliat para crew (yang sebagian besar terdiri dari para staff HRD, Supervisor, dan Manager) dan rekan-rekan yang jadi korban siram. Gimana enggak? Kapan lagi bisa ngeliat para atasan dikerjain? Iya kan? :p

Akhirnya, tibalah saatnya pengumuman undian sekaligus pembagian hadiah. Kak Ifan memegang akuarium kaca bulat yang didalemnya berisi potongan styrofoam, guntingan kertas, dan gulungan kertas berisi nomor undian masing-masing peserta. Sementara siapapun boleh mengajukan diri buat mengundi. Hadiahnya lumayan keren-keren. Ada hape Nokia, microwave, dispenser, kompor gas, jam tangan, powerbank, payung, paket sembako.. Macem-macem deh. Dan grandprize-nya adalah gratis menginap di hotel untuk tiga orang. Aku sendiri udah berharap bisa dapet jam tangan atau powerbank. Tapi ternyata rejeki nggak berpihak pada aku. 1004 ternyata bukan nomor keberuntungan aku.

Anyway, aku ngerasa hari ini adalah hari keberuntungan buat Buyung dan kawan-kawannya. Gimana enggak? Sebagian anggota kelompok Batu Ginjal yang dipimpin oleh cowok gempal itu berhasil memborong hadiah-hadiah undian. Misalnya Mas Didi. Aku rasa pepatah ‘kata-kata adalah doa’ itu emang bener adanya. Mas Didi baru aja bilang, “Kita sih mending olih sembako bae lah. Lumayan, rong atus ewu (saya sih mending dapet sembako aja, lumayan dua ratus ribu)”. Dan beberapa menit kemudian, Kak Ifan menyebut nomor undiannya, dan menyatakan bahwa dia memenangkan dua paket sembako yang bernilai dua ratus ribu. Awesome! Sementara Buyung sendiri berhasil membawa pulang sebuah kompor gas.

Keberuntungan kelompok Batu Ginjal nggak hanya sampe disitu aja. Berhubung ada penilaian kelompok juga, maka kelompok-kelompok terbaik juga berhak dapet hadiah. Dan hari ini, kelompok yang dipimpin Buyung itu berhasil merebut gelar Kelompok Dengan Yel-Yel Terbaik. Bener aja. Yel-yel mereka emang keren banget. Aku rasa Buyung yang berperan banyak dalam pembuatan yel-yel itu. Keliatan banget dari cara dia berseru, memimpin temen-temen satu kelompoknya. Dan rasanya bukan aku aja yang berpikir demikian, coz ketika acara pengumuman para pemenang itu berlangsung, seorang cewek yang duduk disebelah aku berseru dengan nada protes, “Jelas aja kelompoknya menang, dia anak Pramuka!”

Daaann.. akhirnya tibalah kami di penghujung acara. Acara paling akhir dari semua kegiatan adalah acara tukar kado. Aku udah cerita belom kalo semua peserta Outing wajib membawa kado senilai sepuluh ribu yang dibungkus kertas koran? Kemudian kado-kado itu dikumpulin di tengah masing-masing kelompok. Kelompok kami bertukar kado dengan kelompok sembilan. Lalu para crew mempersilahkan masing-masing dari para peserta buat mengambil salah satu dari kado-kado itu. Aku mengambil kado berbentuk kotak dan berukuran sedang. Kemudian crew memberi aba-aba buat buka kado itu bareng-bareng. Ternyataaa.. aku dapet sebuah cermin. Haisshh.. Entah kenapa hadiah ini seperti sebuah sindiran bagi aku yang suka males liat muka sendiri (=__=’)

You know.. Nggak semua orang ngasih dan dapet hadiah bagus. Mas Arif—Office Boy—contohnya. Apes, dia dapet pembalut. Ada juga cowok yang dapet celana dalem cewek, juga sebaliknya.. Mbak Lina—Marketing Promotion Properti—dapet sepaket celana dalem cowok. Tapi yang lebih apes lagi adalah yang dapet botol air kosong. Kasian banget.

Cerita unik dateng dari Mas Kholik. Sebelum berangkat Outing, dia sempet uring-uringan tentang hadiah yang bakal dia bawa. Saking bingungnya, dia sampe bilang, “Udahlah, duit sepuluh ribu aja yang dibungkus. Yang penting kan nilainya sepuluh ribu,” katanya. Dan aku berkomentar, “Ih, nggak kreatif banget!” Emang sih, dia akhirnya nggak jadi menghadiahkan uang sepuluh ribu. Sebagai gantinya, dia menghadiahkan sebungkus biskuit Roma kelapa. Tapi ketika acara tukar kado, apa coba yang dia dapet? Duit sepuluh ribu perak didalem botol! That’s it. Aneh kan? Dia yang niat ngasih kado duit sepuluh ribu, nggak taunya dia sendiri yang dapet duit sepuluh ribu :v

Sekitar jam setengah lima, kami kembali ke cottage, membersihkan diri, dan bersiap-siap pulang. Aku sempet tidur-tiduran juga disana. Haaaahh.. rasanya aku masih pengen disitu. Cottage-nya nyaman banget. Begitu juga dengan kasur yang aku tidurin saat itu. Andai aku ditawarin buat tinggal semalam lagi, aku nggak akan nolak, walau sendirian disitu. Kenapa enggak? Aku selalu suka suasana dan suhu pegunungan :)


Rencananya sih kami bakal pulang jam lima. Tapiii.. ternyata mobil jemputan baru dateng jam enam. Akhirnya kami nunggu satu jam dulu deh disitu. Kalo waktu berangkat kami harus bareng-bareng kelompok, tapi ketika pulang, kami bebas bareng siapa aja, dan bebas naik mobil jemputan yang mana aja. Kalo waktu berangkat aku naik elf silver milik perusahaan, pulangnya aku naik angkot.

Begitu sampe di halaman kantor, aku langsung pulang. Aku pulang naik angkot bareng Buyung. Kami ngobrol cukup banyak diperjalanan. Tentu aja ngobrolin soal Outing yang baru aja kami ikutin. Aku sempet nanyain soal yel-yel kelompoknya itu. Ternyata bener, dia yang bikin yel-yel itu. Gila. Sebagai karyawan baru, dia udah cukup hebat jadi leader buat temen-temen satu tim-nya yang sebagian besar karyawan senior. Aku heran, makan apa sih tuh anak?


Udah dulu ah, sekian dulu cerita dari aku. Aku pegel, pengen ngelurusin badan dulu. Mwehehe.. Besok udah harus masuk kerja lagi soalnya. Huaahh.. (=__=’)
Senin, 18 Mei 2015 0 komentar

BUKU : Bumi, by Tere Liye

Haaahh.. akhirnya, walau membaca novel jadi pantangan keras bagi diri aku sendiri untuk masa-masa menjelang pelaksanaan Sidang Tugas Akhir ini, tapi aku kelar juga baca novel ini.. novel berjudul Bumi karya Tere Liye, hasil hunting buku bareng Mas Uki beberapa waktu lalu. Kebetulan novel ini juga dibeli karena rekomendasi dia.

Dari dua novel yang aku beli waktu itu—Bumi, karya Tere Liye dan Sunshine Becomes You, karya Ilana Tan—justru aku lebih memilih buat baca Bumi lebih dulu. Padahal selama ini novel Sunshine Becomes You-lah yang aku idam-idamkan. Ketertarikan aku terhadap novel Sunshine Becomes You menguap sementara, dikalahkan sama rasa penasaran aku terhadap novel Bumi. Gimana enggak? Sinopsis di back cover-nya misterius gitu :

“Namaku Raib. Usiaku 15 tahun, kelas sepuluh. Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian. Aku punya dua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolahku seru. Teman-temanku baik dan kompak. Aku sama seperti remaja kebanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan..
Namaku Raib. Dan aku bisa menghilang.”

Sebelum membuka segelnya, aku nggak pernah menyangka kalo novel ini berbau fantasi. Bahkan dengan sok tahunya, aku menyangka kalo novel ini sedikit berkisah tentang kehidupan aku. Pasalnya, di bab pertama, ada kalimat kayak gini :

“Di kelas sepuluh sekolah baru ini, aku lebih suka menyendiri dan memperhatikan.. Aku duduk diam di keramaian di kantin, di depan kelas, dan di lapangan. Sebenarnya sejak kecil aku terbilang anak pemalu. Tidak pemalu-pemalu sekali memang, meskipun satu-dua kali jadi bahan tertawaan teman atau kerabat. Normal-normal saja, tapi sungguh urusan pemalu inilah yang membuatku berbeda dari remaja kebanyakan..”

Waktu itu aku pikir.. Wah, ini kayak aku nih. Menarik sekali.
Aku pikir, ‘menghilang’ yang dimaksud di novel ini adalah ‘nggak terlihat’, seperti aku saat berada di lingkungan sosial. Tapi ternyata, aku salah, Pemirsaaa..
Ternyata kata ‘menghilang’ disini memang bermakna sebenarnya.

Ketika membaca novel ini, aku serasa menyimak anime versi novel. Yah, mungkin karena yang aku imajinasikan didalem kepala aku selama membaca novel ini adalah visualisasi berbentuk anime. Mungkin juga karena novelnya yang berbau fantasi.

Walaupun sempet kecewa karena isi ceritanya nggak seperti yang aku pikir sebelumnya, tapi akhirnya rasa kecewa itu menguap juga, karenaaa.. ceritanya seru banget. Didalem novel ini dikisahkan bahwa bumi memiliki beberapa lapisan. Orang-orang biasa seperti kita berada di lapisan bumi terendah, sehingga kita disebut Makhluk Tanah.

Tokoh utama dalam kisah ini adalah seorang anak berumur lima belas tahun bernama Raib yang sebenarnya berasal dari lapisan bumi yang setingkat lebih tinggi dari lapisan bumi tempat kita tinggal, tapi nyasar ke lapisan bumi terendah ini, sehingga meskipun dirinya terlihat sama seperti anak-anak pada umumnya, tapi sebenernya dia punya kelebihan yang nggak orang lain punya dan nggak orang lain tau. Pada awalnya kehidupan Raib berjalan aman-aman aja sampe kemudian muncul orang asing yang ingin memanfaatkan kekuatan yang ia miliki dan mencoba membawanya ke dunia lain untuk dijadikan pengikutnya. Untungnya Raib nggak sendirian ngadepin masalah itu. Ada dua temannya—yang sama-sama luar biasa—dan beberapa penduduk bumi yang berbaik hati membantunya.

Meskipun didalem kisah ini Raib jadi tokoh utama, tapi aku justru kagum sama Ali, salah satu temen Raib yang ikut terlibat dalam masalah. Bukan hanya karena si Ali digambarkan punya sosok ganteng dan cute, tapi karena si Ali mengagumkan dengan caranya sendiri, meskipun dia adalah Makhluk Tanah yang berasal dari lapisan bumi terendah.

Asli, setelah aku baca dua karya Tere Liye, aku jadi bener-bener jatuh cinta sama penulis yang satu ini. Aku suka sama gaya tulisannya yang selalu bikin penasaran. Dia sering banget menyisipkan kalimat misterius di akhir bab, sehingga kalo kita berniat pengen berhenti di akhir suatu bab, kita pasti dibuat penasaran sama bab selanjutnya sehingga mendorong kita untuk ngelanjutin bacaan. Dan rasanya setiap kali baca tulisan dia, aku nggak ngerasa kayak baca novel lokal, melainkan novel terjemahan. Keren lah pokoknya. Satu yang disayangkan adalah ending-nya yang terlalu maksa menurut aku. Aku kecewa disitunya aja sih..

Huaaahh.. aku berterima kasih banget sama Mas Uki yang udah merekomendasikan karya-karya Tere Liye ke aku. Aku jadi pengen ngoleksi buku-bukunya yang lain. So, bulan Juli nanti, rasanya wajib buat beli beberapa novel-novel tulisan Tere Liye lagi, termasuk novel Bulan yang merupakan kelanjutan dari kisah didalem novel ini. Maaf, Bang CS.. Maaf, Bang Radit.. Aku move on dari kalian :’)


Oke, mungkin aku lebay pake minta maap segala. Toh, mereka berdua nggak akan bangkrut hanya karena kehilangan satu pembaca doang. Lagipula, meskipun mungkin aku berhenti membeli karya mereka, tapi buku tulisan mereka yang aku koleksi akan selalu ada di perpustakaan kecil aku, dan aku masih jadi pengikut setia mereka di sosmed. Apalagi Bang Radit, bagaimanapun, aku masih jadi pengagumnya :)


Minggu, 10 Mei 2015 0 komentar

Hunting Buku Bareng Bang Uki

Aku nggak pernah se-stress ini sebelumnya, sampe pada akhirnya aku berkenalan dengan salah satu penentu langkah aku : Final Assignment.

Well, aku sadar, selama ini aku terlalu fokus sama tanggung jawab aku : Nyari Duit. Aku nggak menyadari bahwa waktu berlalu cepet banget. Sidang Tugas Akhir udah didepan mata (bulan Juli gitu lhoo..), dan wisuda udah menanti di ambang pintu, sementara aku belom siap baik mental maupun materi! How silly!

Walau bisa dibilang belom siap, tapi tulisan aku udah dalam proses penyusunan. Yaaah, walaupun awal-awalnya aku sempet dibuat galau sama tema, sampe-sampe bab satu yang udah aku susun aku rombak kembali dari awal karena perubahan topik pembahasan.

Selain itu, nyari buku sebagai sumber referensi juga ternyata nggak semudah yang aku bayangin. Aku selalu berpikir bahwa  Gramedia-lah toko buku terdekat yang tepat buat cari buku. Tapiii.. pas aku kesana, aku nggak nemuin apa yang aku cari. Ada satu sih.. tapi harganya lumayan juga. Galau lah aku. Kegalauan aku bertambah ketika ngeliat rak-rak novel memajang beberapa novel yang selama ini aku cari tapi kemaren-kemaren nggak pernah aku temuin di toko-toko buku yang aku kunjungin, termasuk disitu. Deeeeyyymm.. Beli dan baca novel itu pantangan keras buat saat ini. Remembuuhh..?? Aku lagi dalam masa penyusunan Final Assignment, ditambah lagi aku lagi cekak. Tapi kenapa novel-novel yang aku cari itu baru pada nongol sekarang sih? Kenapa nggak kemaren-kemaren, pas aku lagi free dan bener-bener nyari mereka? (=__=’)

Nggak menemukan apa yang aku cari di Gramedia, aku naik angkot menuju Toko Gunung Agung. Apes, tokonya tutup. Aneh, padahal waktu itu masih sekitar jam tujuh malem. Gimana mungkin toko itu tutup di waktu yang terbilang masih sore? Atau, apa mungkin toko itu udah nggak ada lagi?

Akhirnya, aku pun pulang dengan tangan kosong. Apa boleh buat? Kalo gitu caranya, mau nggak mau aku harus datengin lapak buku yang pernah Mas Uki ceritain ke aku tempo hari, gitu pikir aku. Yaaah.. lumayan jauh juga sih tempatnya. Aku udah pesimis aja kalo hasilnya pasti bakal sama kayak waktu aku datengin Gramedia. Gimana nggak pesimis? Wong toko buku terbesar aja nggak ada stok untuk buku-buku yang aku cari, apalagi lapak kecil? Tapi tekad aku udah bulat. Aku pikir, nggak ada salahnya mencoba. Namanya juga ikhtiar toh?

Awalnya ortu aku nggak ngijinin aku pergi. Apalagi bapak. Khawatir aku nyasar, ilang, dijailin orang.. atau apalah. Karena itu juga ibu aku nawarin diri buat nganter aku. Awalnya aku nolak. Aku bisa sendiri kok (walau nggak yakin sih), seenggaknya kalo nggak tau jalan aku bisa tanya orang-orang. Tapi karena ibu aku bersikeras, akhirnya aku nyerah deh.

Rencananya, kami mau kesana naik bus. So, aku tanya Mas Uki—abang aku yang bukan abang aku—tentang apakah jalan menuju ke lapak buku yang dia ceritain itu dilalui sama bus. Kemudian dia jawab, “Bus masuk. Kamu mau kesana? Kalo mau, ayo bareng. Aku sekalian pulang.”

Deeeeyyymm.. aku nggak salah baca tuh? Gitu pikir aku. Mas Uki nawarin diri buat nganter aku kesana, what a surprise!

Aku pikir dia becanda gitu. Dia kan gitu orangnya, suka nggak serius. Aku tanyalah dia, “Beneran nggak ini tuh? Kalo beneran, saya OTW nih..”, dan dia mengiyakan. Akhirnya kami janjian buat ketemu di perempatan jalan menuju kantor.
Sekitar jam sembilan itu, aku berangkat ke tempat yang dijanjikan. Sampe disana, aku pikir Mas Uki udah nungguin, ternyata belom. Aku BBM dia, ngasih tau kalo udah nyampe. Trus dia bales, “Iya, bentar. Ini aku lagi beres-beres dulu.” Jiaaahhh.. (=__=’)

Syukurlah, dia nggak lama-lama banget. Sekitar lima menitan, dia nongol bersama motor capungnya. Pas dia nongol, seketika berasa ada backsound lagu iklan motor : One heart.. one heart..
Pasalnya, aku dan dia sama-sama pake kostum merah, padahal nggak janjian. Huaaaahh.. soul brotheeeeerrr.. :v

Langsung aja aku naik ke boncengannya. Kami cuman ngobrol-ngobrol sedikit selama perjalanan. Yaahh.. sebenernya aku selalu seneng kalo ngobrol-ngobrol ringan sama Mas Uki. Tapi ngobrol di perjalanan—apalagi naik motor—bukanlah saat yang tepat bagi aku. Nggak kedengeran gitu lho.. Masa iya mau teriak-teriak sepanjang jalan :v

Seperti biasa, kalo nyetir motor, Mas Uki selalu nggak pelan-pelan. Tapi kebayang juga sih kalo dia nyetir motor pelan-pelan, nyampe ke lokasi pasti lama. Pasalnya, lokasi yang kami tuju ternyata lumayan jauh jaraknya. Kalo kami kesana naik bus atau elf, ada kali 30 menit lamanya.

Ternyataaaa.. lapak buku itu terletak didaerah pasar. Namanya Pasar Risalah. Meskipun terletak di pinggir jalan, tapi jalan itu bukanlah jalan gede yang dilaluin mobil-mobil transportasi umum yang gede-gede macam elf, ataupun bus. Jadi, kalo mau kesitu naik elf atau bus, kita harus turun dijalan besar yang bercabang dua, kemudian naik becak atau jalan kaki ke jalur kanan.

Sesampainya didepan lapak buku itu, aku pikir Mas Uki bakal langsung ninggalin aku. Ternyata nggak. Dia nemenin aku milih-milih buku. Sialnya, begitu sampe di lapak itu, aku langsung disambut dengan novel-novel yang berjejer di rak—yang sebagian besar adalah inceran aku! Bagai vampir yang mencium bau darah, seketika aku ngerasa tergiur dengan apa yang aku liat itu. Perahu Kertas, Partikel, Akar.. dan f*ck! Ada Sunshine Becomes You-nya Ilana Tan! Just so you know.. Aku udah ngincer novel itu sejak tahun lalu. Ketika aku ke Gramedia buat nebus novel itu, aku membatalkannya karena harganya yang terlalu mahal buat aku. Delapan puluh ribu. Tapi disini..
“Ini berapa, Pak?” tanya aku sambil nunjukin novel itu ke penjualnya.
“Dua lima, Nok,” jawabnya.
Damn! Cuma dua puluh lima ribu! Bertambah deras lah iler yang menetes dari bibir aku (CAUTION : Ini cuma hiperbola, jangan dianggep serius).

Galau lah aku. Aku bener-bener tergoda buat bawa pulang beberapa novel-novel itu. But remem-buhh? Membeli dan membaca novel itu pantangan keras bagi aku saat ini. Lagian tujuan aku kesana kan buat cari buku buat referensi Final Assignment. Masa buku yang dicari nggak dapet, aku malah bawa pulang novel? Sadar, sadar.. Duit yang kamu bawa saat ini itu pinjeman lho, jadi harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.. Gitu pikir aku saat itu.

Susah payah aku menahan hasrat aku terhadap novel itu, tapi cowok berjaket merah yang nganter aku ke lapak itu justru malah memperburuk keadaan.
“Novel ini bagus, Put. Negeri di Ujung Tanduk.. bla bla bla..” katanya sambil nunjukin sebuah novel ber-cover monyet-monyet berpakaian rapi dan berdasi. Bukunya Tere Liye.
“Yang ini juga bagus, Put. Tulisan Tere Liye juga, tapi ini serial anak-anak.”
“Atau ini.. Bulan, novel terbaru Tere Liye sebelum Rindu,” katanya lagi sambil nyodorin novel bersampul ijo-ungu-putih-merah itu, “Aku bahkan belum pernah baca ini. Kayaknya aku mau ambil novel ini deh. Kamu kayaknya mending baca yang ini dulu, soalnya dua novel ini berhubungan,” sambungnya sambil nyodorin novel berjudul Bumi.

Haissshh.. Mas Ukiiiii.. (x__x’)
Entah kenapa saat itu aku ngerasa dia kayak marketing novel yang khusus mempromosikan novel-novelnya Tere Liye. Kata-katanya mantap dan meyakinkan sekali (=__=')

Aku menimang-nimang dua novel di tangan aku. Sunshine Becomes You di tangan kanan, dan Bumi di tangan kiri. “Saya jadi bingung, Mas,” kata aku. “Niat saya kesini kan cari buku buat referensi, sekarang malah kegoda novel-novel ini”.
“Kalo gitu, apa yang dicari itu aja yang diprioritaskan. Beli novel kan bisa kapan-kapan,” kata Mas Uki. Tapi sayang banget kalo udah jauh-jauh kesini dan pulang dengan tangan kosong. Mana novelnya bagus-bagus pula.. Gitu pikir aku.

Akhirnyaaa.. aku pun memutuskan buat menebus dua novel tadi. Masing-masing harganya dua puluh lima ribu. Normalnya aku harus bayar lima puluh ribu, tapi Mas Uki nawar, jadi diskon goceng deh. Lumayan buat ongkos pulang  :v

Setelah bayar, Mas Uki pamit pulang. Dia sempet ngasih tau aku jalan pulang dan transportasi apa yang bisa aku tumpangin dari situ. Dia juga sempet nyaranin aku buat masuk ke dalem pasar. “Didalem juga ada toko buku kok. Coba kesana aja. Siapa tau Putri nemu apa yang dicari,” katanya. So, setelah ngucapin terimakasih sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, aku pun masuk ke pasar itu dan mencari toko buku yang disebut Mas Uki tadi.

Ternyata, toko buku itu bukan toko buku gede. Buku-buku yang dijual juga tampaknya bukan buku-buku baru, coz kebanyakan udah usang gitu deh. Koleksinya pun nggak banyak-banyak amat, dan kebanyakan buku tentang agama Islam. Aku menelusuri setiap rak, mencari buku dengan tema yang aku butuhkan. Tapi hasilnya nihil. Aku nggak nemu apa yang aku cari disana. Akhirnya aku memutuskan buat pulang.

Aku jalan kaki ke dari pasar itu ke jalan raya. Hemat ongkos deh. Lagipula, sambil liat-liat barang jualan para pedagang pinggir jalan. Kali aja ada yang menarik gitu. Tapi ternyata nggak ada. Sampe di pinggir jalan raya, aku langsung naik angkot elf. Penuh, tapi aku bisa duduk di kursi depan, di sebelah sopir.

Huaaahh.. kecewa rasanya. Tapi seneng juga, akhirnya aku bisa bawa pulang novel-novel bagus. Aku rasa setelah sidang Final Assignment nanti, aku harus kesana lagi. Iya, wajib! Aku bakal borong semua novel yang aku mau yang ada disana! Semoga novel-novel itu masih ada. Hopefully..

Anyway.. Big thanks buat Bang Ukiii.. Kalo bukan karena dia, novel Sunshine Becomes You itu nggak akan ada di tangan aku sekarang. Dan karena dia juga, kemungkinan dua bulan kedepan aku bakal segera punya novel-novel yang aku inginkan ^^

Tapi gimana dengan buku referensinya? Aku kudu balik lagi ke Gramedia gituuu..??

BTW, ironis nggak sih? Aku hobi nulis, dan aku juga suka nulis, contohnya ya di blog ini. Tapi nulis Final Assignment aja ampuuun stress-nya. Kebangetan nggak sih? Padahal, all I have to do is just writing, writing, writing.. That’s it. Nulis. Sama kayak apa yang biasa aku lakukan toh? Hanya aja levelnya beda. Itu masalahnya. Ini JELAS jauh lebih sulit. Aku biasanya cuma cukup merangkai kata. Tapi untuk Final Assignment ini.. nggak cuma sekedar merangkai kata gitu lhooo..


Lord.. aku bener-bener berharap ada keajaiban. Waktunya semakin mencekik, aku nggak mau kehabisan napas dan mati konyol. Nggak apa-apa lah ya kalo aku musti balik lagi ke Gramedia, yang penting kerjaan aku cepet kelar. Wish me luck :)
Jumat, 01 Mei 2015 0 komentar

C E K A K

Aku bukan tipe orang yang suka bikin October Wish, November Wish, December Wish, atau wish wish-an yang lain seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang dunia maya setiap awal bulan. Tapi untuk kali ini, izinkan aku melakukan apa yang biasa orang-orang itu lakukan.

May Wish : Semoga aku bisa bertahan di bulan ini, bulan depan, dan bulan-bulan berikutnya. Aamiin..

Oke. Hari ini aku mau curhat..
For the first time in my life (and I wish this is the last), aku ngerasa pengen nangis karena nggak punya duit. Yah, mungkin ini lucu buat sebagian orang, mengingat hari ini adalah awal bulan alias tanggal muda, yang mana pada tanggal-tanggal ini semua orang yang berstatus karyawan lagi bahagia-bahagianya karena dompet mereka yang semula krempeng menjadi kembali berotot. Bukankah seharusnya aku bahagia juga? Aku kan juga karyawan.

Iya, aku karyawan. But remembuhh..? Aku juga adalah seorang mahasiswi yang menanggung biaya kuliah dan segala kebutuhan sendiri (diluar biaya makan, listrik, dan mandi). Sementara status aku di tempat kerja hanyalah staf dengan pendapatan sesuai UMR. Setiap hari gajian tiba, aku pun nggak bisa pake ‘hasil keringet’ aku itu buat seneng-seneng kayak yang dilakuin kebanyakan temen-temen aku pas hari gajian, coz aku wajib menyisihkan 50% dari gaji aku itu buat biaya kuliah. Dan aku nggak mau jadi anak yang nggak tau diri di mata ortu aku, aku kasih 14,28%-nya ke ibu. Sisanya, buat kebutuhan pribadi aku. Yaah.. such as kebutuhan jasmani, dan pulsa. Tapiiii.. bulan ini aku butuh banget buku buat referensi nulis Final Assignment. Aku bingung, coz uang yang aku punya nggak cukup buat beli buku-buku itu. Selain itu, Safira—salah satu temen baik aku—baru aja melahirkan anak pertamanya, dan sebagai temen deketnya, aku ngerasa wajib nengokin dia dan anggota keluarga barunya itu sambil bawa something (>__<)

Aku udah mencoba menahan keinginan aku yang udah aku targetkan bakal kepenuhi bulan April lalu. Aku sempet berencana beli gitar akustik atau boneka Jack Skellington dan boneka Teddy-nya Mr Bean setelah kantong aku terisi kembali. Tapi karena kebutuhan bener-bener mendesak, akhirnya pemenuhan keinginan aku itu terpaksa aku tunda dulu (sorryyyy.. banget buat pemilik Online Shop yang udah saya tanya-tanyain dan janjiin bakal beli bonekanya. Sama sekali nggak bermaksud PHP, sumpah..). Untung aja aku belom tanya-tanya nomer rekeningnya, coz biasanya pemilik Online Shop suka kesel kalo ada customer yang kebanyakan nanya dan sampe minta nomer rekening tapi akhirnya menghilang begitu aja tanpa beli produknya. Aku juga udah mencoba menahan keinginan aku buat have fun. Kayak kemaren.. Aku diajak rekan-rekan Office 1 buat ikut karaoke-an gitu deh. Awalnya aku nerima, tapi akhirnya aku urungkan karena sayang uangnya. Haisshh.. Aku ngerasa nggak enak juga sih, coz udah beberapa kali aku nolak kalo diajak ikut ke acara bareng rekan-rekan kantor.

Jadi aku pikir, kayaknya aku kudu hidup prihatin dulu deh.. Yah, minimal sampe Sidang Final Assignment berakhir. Aku yang biasanya naik becak dari kantor ke jalan raya tiap pulang ngantor jadi jalan kaki, yang biasanya beli Nescafe atau Good Day UHT di Indomaret jadi bawa kopi instant dari rumah, yang biasanya minum susu HiLo di kantin jadi cuman minum Tea Jus, yang biasanya bayar angkot empat ribu rupiah jadi bayar tiga ribu (untuk kasus ini aku bersyukur dianugerahi tubuh mini sama Tuhan, karena ini adalah salah satu faktor yang bisa meyakinkan sopir angkot bahwa aku adalah seorang pelajar). Begitulah. Mudah-mudahan dengan begitu, aku bisa ngedapetin buku-buku yang aku butuhkan. Kalo udah gitu, aku tinggal harus cari tau, dimana tempat di bumi Cirebon ini yang ngejual buku-buku murah. Aku bakal tanya Mas Uki untuk yang satu itu.

Aku jadi mikir, gini yak susahnya nyari duit? Apalagi ketika banyak kebutuhan yang harus dipenuhin. Dulu aku bisa seenaknya minta ini itu sama ortu tanpa berpikir apakah mereka punya uang atau enggak, dan darimana mereka dapet uang buat menuhin keinginan dan kebutuhan aku. Tapi sekarang aku sadar rasanya. Aku juga jadi mikir, apakah ortu aku pernah menyesal karena nyekolahin aku sampe ke perguruan tinggi? Pasalnya, sejak mendaftarkan aku kuliah, mereka berharap aku bisa punya pekerjaan bagus dengan penghasilan yang bagus pula, yah minimal diatas UMR lah. Tapi kenyataannya, setelah hampir setahun aku kerja, penghasilan aku masih belom bisa melebihi UMR, dan sebagian besar dari penghasilan aku itu cuman abis buat ngebiayain kuliah aku doang. Kalo gini terus, gimana aku bisa ngasih buat ortu aku? Buat nenek aku? Buat adik aku?

Yah, mungkin beberapa orang disana berpikir betapa hebatnya aku yang bisa membagi waktu antara kuliah dan kerja, juga ngebiayain kuliah sendiri. Tapi aku sendiri belom bisa menganggap itu sebagai suatu kebanggaan. Gimana aku bisa bangga sama diri aku kalo aku belom bisa bikin bangga orangtua aku? Jujur, aku sering ngerasa bersalah karena hal ini.

Aku pengen banget cepet wisuda, biar aku lepas dari biaya kuliah yang kalo dikumpulin setaun bisa buat beli satu biji motor itu, biar uang itu bisa aku kasih ke ortu aku. Yaaah.. minimal bantuin kebutuhan finansial keluarga deh. Plus nyenengin adik aku juga—yang sering aku paksa buat nganter jemput aku kemana-mana.

Tapi disamping itu, jujur, aku masih belom siap ngadepin masa depan setelah lepas kuliah. Aku pikir, mungkin apa yang aku hadapin sekarang nggak ada apa-apanya kalo dibanding dengan apa yang bakal aku hadapin setelah lepas kuliah nanti. Huaaahh.. lieur ih. Gini yak rasanya jadi orang (menjelang) dewasa? Sekarang aja rasanya udah kayak gini, gimana beberapa tahun kedepan?

Yaah.. sudahlah, aku rasa tulisan aku kali ini rada kacau dan nggak jelas yak. Maklumlah, suasana hati aku lagi kacau dan nggak enak banget. Untuk itu, aku akhiri aja curhatan aku sampe disini sebelum tulisan aku jadi lebih nggak jelas lagi. Thanks yak buat yang udah nyempetin nyimak. Doain aku masih 'hidup' sampe bulan-bulan berikutnya :')

Total Tayangan Halaman

 
;