Jumat, 31 Juli 2015 0 komentar

Nightmare

Entah ini keberapa kalinya aku memimpikan sesuatu yang bikin aku was-was setiap menjelang tidur malem. Tapi kalo mimpi itu berbau-bau makhluk gaib dan bikin parno, ini yang kedua kalinya.

Entah jam berapa aku merem buat tidur. Yang aku inget, ketika merem itu posisi aku adalah tidur menyamping ke sebelah kiri dengan kedua tangan memeluk guling, Chibi, dan Jack. Trus aku ngerasa baru aja lelap, tiba-tiba sosok Mbak Cindy—staff Finance di kantor—muncul. Dia berbaring di sebelah kiri aku, dan dia kesurupan. Dia mencengkeram kedua tangan aku—yang aku pake buat meluk guling, Chibi, dan Jack tadi—sampe ke bahu. Nggak hanya mencengkeram, dia juga mengguncangnya, sambil menggeram, "Aaaarrgh.." Karena orang di samping aku kesurupan, aku spontan baca Ayat Kursi. Baru beberapa kata aku ucapin, sosok Mbak Cindy ilang. Semuanya gelap. Aku kayak setengah sadar gitu, tapi guncangan dan suara itu masih aku rasain dan aku denger. Waktu itu aku pikir, "Ya Allah, ini bukan mimpi!" Tapi aku nggak bisa melek, semacam ketindihan gitu. 

Setelah memaksakan diri buat buka mata, akhirnya aku melek juga, seiring dengan menghilangnya suara dan guncangan itu. Ketika aku melek, posisi aku masih sama ketika baru merem, yang menandakan bahwa aku tidur belum begitu lama. Tapi anehnya.. ranjang yang aku tidurin masih goyang! Hanya aja nggak sekeras yang aku rasain ketika makhluk didalem mimpi aku itu mengguncang bahu aku. Siapa yang nggak parno kalo kejadian kayak gitu terjadi? Aku memandang sekeliling kamar aku.. nggak ada apa-apa, dan nggak ada gempa, tapi ranjang aku goyang. Damn!

Jam menunjukkan pukul satu kurang waktu itu. Langsung aja aku play MP3 Ayat Kursi dari hape aku dan aku repeat berulang-ulang. Hal itu sukses bikin aku nggak bisa tidur lagi. Akhirnya aku BBM-an deh sama Rohayati dan Tri yang waktu itu masih melek. Ketika aku ceritain kejadian itu ke Rohayati, dia bilang kalo aku direp-rep, alias ketindihan, alias sleep paralyzed. Tapi sejauh pengalaman aku ketindihan ya, nggak ada tuh yang kayak gini. Ketindihan itu kan perasaan kaku ketika tidur, mau melek dan bangun nggak bisa. Tapi yang aku alamin malem tadi adalah : Tangan dan bahu aku serasa dicengkeram dan diguncang-guncang disertai geraman. Dan ketika bayangan mimpi aku ilang, guncangan dan suara itu masih ada, hanya aja aku nggak bisa melek. Tapi aku udah bisa berpikir, ini bukan mimpi.

Rasa parno aku berkurang sih setelah BBM-an, tapi tetep aja aku nggak berani buat tidur lagi walaupun mata aku sepet. Akhirnya aku minta ibu aku buat tidur di kamer aku deh. Haha.. Kasian sih, ibu aku udah pulas gitu, tapi mau gimana lagi? Kalo nggak gitu, aku nggak bisa tidur, dan kalo aku nggak bisa tidur, maka aku bakal bangun kesiangan (=__=')

Kejadian ini mengingatkan aku sama kejadian yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Mungkin beberapa bulan yang lalu, hanya aja kejadiannya nggak secepat yang aku alamin tadi malem. Kejadian itu sebelumnya disertai mimpi.

Yang aku inget sih aku mimpi ngobrol-ngobrol sama Mas Rizki dan Mas Aris gitu (rekan-rekan aku di kantor), dan satu orang lagi aku lupa siapa. Di mimpi itu, Mas Aris punya kemampuan kayak Parapsikolog gitu deh. Dia berkomunikasi dengan suatu makhluk yang nggak bisa aku dan dua rekan lainnya liat. Karena kami penasaran dengan makhluk yang diajak berkomunikasi dengan Mas Aris, Mas Aris pun membuka mata batin kami sehingga akhirnya kami bisa ngeliat sosok makhluk itu. Eh, ketika ngeliat sosok makhluk itu, kami malah ketawa. Apalagi Mas Rizki, dia blak-blakan bilang kalo makhluk itu mukanya abstrak. Karena nggak terima dengan celoteh kami, makhluk itupun marah dan deketin kami satu persatu. Dia menjerit dengan suara yang mengerikan. Nah, ketika makhluk itu menghampiri aku, makhluk itu menarik jempol kaki aku dan mencoba merasuki aku lewat situ. Aku berontak dan baca Ayat Kursi sekuat tenaga, dan makhluk itu menjerit.. lagi-lagi dengan suara yang mengerikan, tapi kali ini memekakkan telinga. Ngeri deh pokoknya. Dan setelah itu aku sadar dari tidur aku.

Sampe sekarang aku masih inget gimana sosok makhluk itu. Makhluk itu berupa sosok perempuan kurus tinggi dan berbaju putih panjang..





.. Tapi rambut dan mukanya kurang lebih kayak gini :


Dan suaranya itu persis kayak suara makhluk yang ngeganggu aku dengan geraman tadi malem.

Asli, aku penasaran pengen tau apakah itu mimpi atau kenyataan. Aku pengen percaya itu mimpi, tapi rasanya terlalu nyata, dan aku nggak yakin sepenuhnya kalo itu cuman mimpi, karena hal itu terjadi lebih dari satu kali dan terjadi di jam-jam yang sama. Emang sih, terjadinya itu karena aku lupa baca doa (saking ngantuknya, karena biasanya aku selalu baca doa tiap mau tidur). Jadi ya minimal dengan adanya kejadian-kejadian itu, aku jadi sadar bahwa doa sebelum tidur tuh ternyata penting banget. Selain itu penting juga yang namanya ngafalin Ayat Kursi dan nyimpen file MP3-nya di gadget, karena nyatanya mimpi / gangguan itu ilang setiap kali aku sadar buat baca Ayat Kursi. Sangat berbeda dengan mimpi buruk masa kecil aku dimana ketika aku baca doa, si setan yang ada didalem mimpi aku malah ikutan baca doa (=__=')

Yaah.. aku sih berharap besok-besok nggak ada mimpi ataupun gangguan semacem ini lagi. Hopefully..
Minggu, 26 Juli 2015 2 komentar

Sleep-Buddies

Finally, hari ini aku punya temen tidur baru. Kenapa aku bilang ‘finally’? Karena aku udah lama menginginkan dia jadi temen tidur aku, hanya aja baru kesampean sekarang. Ini dia.. namanya, Jack Skellington..




Ada yang tau siapa dia? Aku yakin banyak yang tau, mengingat dia adalah salah satu tokoh dari film buatan Disney. Yups, The Nightmare Before Christmas.

Rasanya nggak percaya bisa menemukan dia di bumi Cirebon ini, di toko kecil pula. Siang itu aku nemenin ibu nyari sprei di Pasar Kanoman. Sekalian aku juga mau cari sprei yang moifnya bendera Amerika buat di kamer aku. Oke, jangan kira aku menghianati bangsa Indonesia dengan lebih mencintai Amerika gara-gara aku beli sprei dengan motif ini. You know.. aku suka sama American English, dan aku suka sama motif benderanya yang didominasi warna favorit aku, merah-putih dengan gambar bintang-bintang. That’s all..

Oke, balik lagi ke cerita. Ceritanya kami udah dapet tuh sprei-spreinya. Aku sempet nyari bantal bulet plus sarungnya disana, tapi nggak ketemu. Setelah itu, kami beli daster buat nenek, coz setelah dari pasar itu kami mau mampir sebentar ke rumah nenek. Kelar beli daster, kami keluar deh dari area pasar.

Pas aku lagi menyapukan pandangan aku ke lingkungan sekitar, pandangan aku akhirnya terpaku pada sebuah toko souvenir kecil di seberang jalan. Tiba-tiba aja aku merasa tertarik. Yang bikin aku tertarik adalah tas-tas lucu berbentuk berbagai karakter yang bergelantungan di bagian depan toko dan boneka-boneka yang berjejal-jejal di dalem lemari toko. Jadi aku minta ke ibu aku buat mampir dulu ke toko itu.

Apa lagi yang aku cari disitu selain Jack Skellington stuffs? Aku udah cari semua hal yang berbau Jack Skellington selama beberapa tahun terakhir, dan Jack Skellington stuff yang aku punya cuman gantungan doang, yang aku beli di Asia Toserba beberapa bulan yang lalu. Harganya 13 ribu.





Aku udah cari Jack Skellington stuff yang lain di Online Shop. Banyak yang bagus sih.. Ada bantal, ada tas, ada sepatu, ada jam, ada bedcover, ada tempat hape, ada pin, ada boneka full body.. banyak lah pokoknya. Tapi kebanyakan mahal harganya. Ada yang bagus plus murah, tapi udah sold out. Haiisshh..

Balik lagi ke cerita hari ini. Aku ngintip-ngintip deh tuh kedalem toko itu. Eh, tiba-tiba aku ngeliat sepasang sendal indoor yang bagian depannya ada kepala Jack-nya. Langsung aja deh aku masuk ke toko itu dan aku samperin. Lucu sih sendalnya. Harganya 42 ribu. Tapi masa iya aku mau pake gituan di dalem rumah? Ibu juga heran kenapa aku tertarik sama sendal itu. Akhirnya aku tanya ke penjaga tokonya yang waktu itu lagi ngelayanin konsumen, “Kalo boneka yang kayak gini ada nggak, Teh?”

Dan jawabannya sungguh bikin aku excited.
“Ada,” katanya.
“Beneran ada? Yang kayak gimana?”
“Ya gimana yaa.. Pokoknya ada,” katanya.
Dengan sabar—yang disabar-sabarin—aku nungguin penjaga toko itu menyelesaikan urusannya dengan si konsumen.

Kemudian dia meminta temennya buat nyariin boneka yang dimaksud. Agak kacau juga sih nanyanya, coz si penjaga toko tampaknya nggak tau nama Jack.
“Kamu tau boneka itu nggak sih? Aduh apa ya namanya.. Itu lho yang halloween halloween gitu..” katanya ke temennya. Trus ibu aku nunjukin sendal yang ada kepala Jack-nya itu, “Yang kayak gini, Mbak.”

Trus temennya si penjaga itu nyariiin deh boneka yang dimaksud. Setelah urusan transaksi dengan konsumen itu kelar, si penjaga toko itu juga ikutan nyari. Aku berdoa aja dalem hati, “Ada dong, ada.. pleeease.. ada, ada..”
Lumayan lama juga nunggunya. Ya udah, aku liat-liat barang dagangan mereka aja.

Beberapa menit kemudian..
“Tuh, Teh.. Ada,” kata ibu ke aku.
Si penjaga toko itu turun dari tangga.. sambil bawa Jack! Aaaa.. Langsung aja aku ambil dan aku peluk dia. Ibu aku langsung komen, “Kamu suka boneka kayak gini? Nggak takut pas nanti tidur malem?” Whut? Takut? Of course not!

Lumayan mahal sih harganya, 88 ribu dengan ukuran kurang lebih 45 senti. Tapi ini lebih murah dibanding beli di Online Shop yang bisa nyampe 100 ribu. Apalagi Jack Skellington stuffs jarang banget ada di bumi Cirebon ini.
“Boneka kayak gini peminatnya sedikit,” kata penjaga toko itu.

Well, aku mungkin adalah salah satu dari segelintir orang yang berpendapat bahwa Jack Skellington adalah sosok yang cute, sementara mayoritas cewek diluar sana beranggapan bahwa dia serem dan lebih menyukai Hello Kitty, Mickey Mouse, Teddy Bear, Spongebob, atau Winnie the Pooh.

Sooo.. mulai sekarang aku tidur ditemenin dia. Eh nggak cuman dia sih, tapi ada Chibbi juga, coz kasian juga kalo Chibbi ditaro di lemari. Bisa jealous dia, kan dulu dia suka aku bawa kemana-mana, udah kayak Mr Bean dan Teddy aja. Masa iya sekarang aku tinggalin? Aku nggak mau kayak gitu.


However, meskipun sekarang aku udah punya Jack Skellington versi kontet, tapi aku masih belom berhenti nyari Jack Skellington stuffs. Jadi, buat Pembaca yang jual atau tau penjual Jack Skellington stuffs khususnya di daerah Cirebon, kabarin yak :)


Kamis, 09 Juli 2015 0 komentar

R.I.P Om Sukim

Tampaknya Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan yang paling pahit deh buat keluargaku, khususnya buat keluarga bibiku yang paling tua, Bibi Cicih. Coz everything feels like a dream ketika waktu sahur pagi tadi ibuku dapet telpon dari nenek yang ngabarin bahwa Om Sukim—adik ipar ibu, suami Bibi Cicih—meninggal. Hal ini tentu ngagetin banget mengingat dalam waktu dekat beliau justru harusnya pulang dari rumah sakit setelah sukses ngejalanin operasi pembersihan luka.

Well, beberapa hari yang lalu, om aku itu emang dilarikan kerumah sakit karena mengalami pembengkakan di kaki akibat luka kecil di deket lututnya. Padahal cuma gara-gara luka kecil lho. Tapi karena om aku itu menderita diabetes yang cukup serius, luka kecil itu pun jadi complicated. Ya iyalah, kalo nggak complicated ngapain juga dokter nyaranin beliau buat operasi?

Operasi itu dilaksanakan sehari sebelum aku ngadepin Sidang Tugas Akhir, tepatnya tanggal 4 bulan ini. Aku tentu nggak bisa hadir karena harus prepare. Cuma yang aku denger sih operasinya berhasil, meskipun operasi itu mengakibatkan kaki om aku berlubang (tulang kakinya keliatan sebagian, kata sepupu aku yang notabene adalah anaknya). Tapi kami bersyukur karena om aku itu nggak harus ngalamin pengamputasian kaki seperti yang beliau takutkan. Selama beberapa hari juga ibuku ikut buka puasa bareng di rumah sakit, dan lagi-lagi untuk acara itu aku berhalangan ikut walaupun sebenernya aku pengen banget.

Dan ketika denger beliau pergi, kami jelas shock. Aku baru aja nuangin nasi ke piring ketika ibu ngangkat telepon dari nenek dan berucap dengan nada kaget, “Innalillahi wa innailaihi roji’uun”. Waktu itu ibu masih ngobrol di telepon dan belom cerita kepada kami tentang siapa yang meninggal, tapi aku udah bisa ngeduga untuk siapa kalimat ‘innalillahi’ itu ditujukan.

Aku juga nggak ngerasa cukup kenyang dengan sahurku tadi pagi karena aku sahur dengan terburu-buru. Bahkan aku yang biasanya minum bergelas-gelas air setiap sahur, tadi pagi cuman minum segelas teh doang. Of course, karena kami harus ke Perumnas sesegera mungkin.

Aku, ibu, dan adikku naik motor bertiga. Sampe di Perumnas, ternyata bener, rumah keluarga Bibi Cicih beserta Almarhum udah dikunjungin banyak orang. Begitu masuk kerumah, aku langsung peluk Bibi Cicih yang waktu itu lagi nangis. “Yang tabah ya, Bi,” kataku. “Makasih. Maafin Om kalo Om punya salah,” jawab beliau ngewakilin Almarhum.

Di ruang tengah rumah itu udah berkumpul bibi, nenek, dan sepupu-sepupuku. Mata sepupu-sepupu aku banjir airmata, khususnya Fahrul dan Rizki—anak-anak Almarhum—yang nangis sesenggukan. Ngeliat mereka nangis kayak gitu, mataku ikut basah. Nggak tega, mereka masih sekolah, dan udah harus kehilangan bapaknya. Apalagi Fahrul, aku yakin dia pasti terpukul banget pas tau bapaknya udah nggak ada. Sekarang dia yatim piatu. Yah, walaupun emang sih ada Bibi Cicih yang jadi ibu angkatnya, tapi kan tetep aja rasanya pasti beda dengan punya orangtua kandung.

Aku sempet duduk disamping jenazahnya yang tertutup kain panjang bareng ibu, Agis, dan Fahrul sambil baca surat Yasin buat beliau. Nggak nyangka. Nggak nyangka banget Om Sukim pergi secepet itu. Beberapa tahun yang lalu, beliau adalah sosok yang paling kocak di mataku, sepupu-sepupu, dan keluargaku. Beliau juga baik banget, sering nraktir makan, ngajak jalan-jalan, ngasih baju, ngasih duit.. baik banget lah pokoknya, walaupun sering ngeledekin aku dan sepupu-sepupu. Sampe pada akhirnya beliau menderita stroke. Semenjak saat itu, beliau berubah. Sikapnya jadi agak kekanak-kanakan gitu dan nyebelin banget. Tapi walaupun kayak gitu, tetep aja beliau meninggalkan kesan. Beliau sering banget main kerumahku cuman buat duduk selama beberapa menit doang (iya, duduk doang, nggak sampe sepuluh menit). Entah apa tujuannya, padahal jarak dari Perumnas ke rumahku kan nggak cuman beberapa meter doang, melainkan harus naik angkot selama dua puluh menitan sampe setengah jam. Kata ibu dan adikku sih Om Sukim suka jalan-jalan. Beliau cuman suka menikmati perjalanannya, sama sekali nggak berniat buat main. Om Sukim juga suka banget makan, nggak peduli meskipun apa yang beliau makan itu sebenernya dipantang. Selain itu kalo nonton TV, beliau suka ganti-ganti channel, nyari stasiun TV yang nyiarin acara musik dangdut, dan kalo nemu, beliau bakal berdiri dan joget sendiri didepan TV. Begitulah. Haha..


Om Sukim dimakamkan di tanah kelahirannya, dideket makam keluarganya, di daerah Linggarjati. Selamat jalan, Om Sukim. Yang tenang ya disana. Semoga Om dapet tempat terbaik disisi-Nya. Aamiin..
Minggu, 05 Juli 2015 0 komentar

Saatnya Perang!

Finallyyy.. setelah selama dua bulan terakhir ini waktu istirahatku tersita, tidurku kurang, tenaga diforsir, kantung mata makin nampak, dan gaji terpotong karena sering ijin (nggak berangkat kerja, dateng terlambat, atau pulang cepat), akhirnya semua itu berakhir juga. Hari ini adalah hari dimana aku dan temen-temen kuliah seangkatan mempertanggungjawabkan karya tulis ilmiah—buah perjuangan kami—didepan para dewan penguji. Yak, Sidang Tugas Akhir!

Sidang Tugas Akhir ataupun Skripsi adalah salah satu hal yang paling menegangkan dan berkesan buat sebagian besar mahasiswa, termasuk aku dan temen-temen. Saking tegang dan parnonya, aku sampe browsing artikel mengenai prosesi jalannya sidang skripsi berikut tips-tips cara menghadapinya. Nggak puas dengan cuma ngebaca, aku pun nonton video prosesi jalannya sidang skripsi. Maksudnya sih biar ada gambaran gitu, jadi nggak terlalu kaget pas udah tiba saatnya. Eh, bukannya tenang, aku malah makin tegang :v

Anyway, aku dan temen-temen sempet kecewa karena acara sidang yang harusnya dilaksanain hari Sabtu itu diundur satu hari. Dan nggak seperti angkatan sebelumnya yang ngejalanin sidang di kampus sendiri, angkatan kami justru ngejalanin sidang di kampus pusat, Politeknik LP3I Bandung. Aku nggak ngerti alesannya apa, yang jelas situasinya sangat nggak memungkinkan kami buat ngejalanin sidang di Cirebon.

Yah, aku seneng sih bisa jalan-jalan keluar kota, ke salah satu kota favoritku, apalagi semua biaya ditanggung sama pihak kampus. Tapi, yang jadi sumber kecemasanku adalah : kalo kami ngejalanin sidang di kampus pusat, otomatis penguji sidang kami juga adalah dosen-dosen dari kampus pusat. Pasti tegangnya jadi berlipat deh kalo disidang sama orang-orang yang nggak kita kenal, gitu pikir aku. Beberapa mahasiswa bahkan berpikir bahwa kemungkinan dosen-dosen yang asing itu bakal mempersulit kelulusan kami. Terlepas dari alasan itu, aku juga kecewa karena acara buka puasa bareng Ayu dan Rohayati harus aku batalkan. Satu-satunya hal positif yang bisa kita ambil adalah, dengan diundurnya waktu sidang, maka kami bisa melakukan persiapan dengan lebih matang.

Di malam keberangkatan, aku sempet nggak bisa tidur saking gelisah dan tegangnya. Tidur sih, tapi cuman satu jam. Kemudian subuhnya—setelah sahur—tepatnya sekitar jam tiga, aku berangkat ke kampus dianter adek. Lumayan lama juga aku dan temen-temen nunggu bus di kampus. Sebelumnya Mr Rudi bilang kalo kami bakal berangkat jam setengah empat, tapi ternyata malah ngaret satu jam. Aku duduk sendirian di bus itu. How nice! Aku bisa milih dimana aja aku mau. Of course, aku bisa duduk dideket jendela tanpa harus rebutan sama temen dan dengan posisi sesukaku. Anehnya, temen-temenku malah mandang aku dengan tatapan kasian. Hey, I felt better even though I was sitting alone on two seats. Toh aku selalu suka menikmati pemandangan luar ketimbang ngobrol sama temen selama perjalanan. But I hate the way they looked at me, seriously  (=__=’)

Sekitar jam sembilan, sampailah kami di Politeknik LP3I Bandung. Huaaahh.. seneng deh bisa menghirup aroma Bandung lagi. Aku selalu suka sama suasana, udara, dan pemandangan kota itu. Rapi, bersih, sejuk, dan masih banyak tumbuhan hijau disana sini.

Begitu turun dari bus, kami langsung disuruh untuk segera ganti baju—dengan seragam kampus lengkap—dan tampil serapi mungkin. Aku dan beberapa orang temen—yang tentunya adalah para cewek—masuk ke salah satu toilet di lantai kampus paling atas.

Setelah ganti baju dan berdandan, kami pun menuju kantin kampus. Disana Mr Rudi dan temen-temen kami yang lain udah berkumpul. Kami pun dibagi menjadi beberapa kelompok. Kelompokku sendiri terdiri dari enam orang. Selain aku, ada Kiki, Masrifah, Rani, Apung, dan Rahman. Kami ditempatkan di ruang B-11 (kalo nggak salah), dan letaknya di lantai tiga (kalo nggak salah juga).

Satu kelompok diuji oleh dua orang. Penguji untuk kelompok kami adalah Bu Melly dan Pak Heri. Anyway, ngeliat Bu Melly, aku jadi inget dua dosenku, Bu Aji dan Bu Lilis. Secara fisik, beliau mirip Bu Aji. Hanya aja dalam berpakaian, Bu Aji agak tomboy dan berambut pendek. Sedangkan secara gaya bicara, Bu Melly mirip Bu Lilis. Nada bicaranya ramah dan enak didenger. Aku jadi ngerasa nyaman dan nggak tegang berlebihan karena para penguji kami yang friendly itu.

Well, awalnya aku emang sempat tegang karena temen kami yang maju pertama kali mendapat kritikan cukup keras. Yaa nggak keras-keras banget sih, hanya aja nada Bapak dan Ibu Penguji saat itu agak meninggi karena temen kami itu nggak mampu jawab pertanyaan mereka. Tapi karena temen yang dapet giliran kedua untuk disidang maju dengan lancar jaya tanpa kendala, aku jadi rada tenangan.

Aku mendapat giliran ketiga, sedikit agak pesimis karena ngeliat presentasi peserta kedua yang bagus banget menurutku. Tapi karena udah giliran maju, ya udah.. positive thinking aja.

Aku memutuskan untuk membuka presentasiku dengan bahasa Inggris. Coz menurut dosen, hal ini jadi nilai plus di mata penguji, walaupun berbahasa Inggris-nya cuman di perkenalan doang. Setelah itu, baru deh aku menjabarkan hasil penelitianku, yakni mengenai pelayanan prima di gerai batik terbesar di kotaku, yang letaknya tentu nggak jauh—bahkan deket banget—dari tempat kerjaku. Maksudnya biar memudahkan proses penelitian gitu. Presentasiku nggak lama, itu sih yang aku rasa. Kayaknya nggak sampe tujuh menit, sesuai dengan waktu yang diberikan Penguji. Yah, selain karena bicaraku yang cepet, pas sidang tadi juga ada slide yang harus di-skip atas permintaan Penguji. Saking paniknya (takut slide-nya diminta di-skip lagi), eh, bagian ‘Saran’-nya malah kelewat, nggak dijelasin. Padahal itu part terpenting yang greget banget pengen aku sampein (=__=’)

Masuk waktu Dzuhur, kami break istirahat. Waktu itu baru empat orang yang udah disidang. Berarti setelah istirahat, tinggal dua orang lagi yang berjuang. Selama break, aku ngumpul bareng temen-temenku yang lain. Diem-diem aku ngerasa beruntung diuji sama Pak Heri dan Bu Melly. Coz ketika duduk-duduk di koridor tadi, Adel cerita kalo penguji di ruangannya galak banget. Pake ngancem-ngancem nggak dilulusin segala. Beda lagi penguji yang di ruangan Desi. Kata Desi, pengujinya suka godain dia gitu. Desi diminta menceritakan tentang dirinya sendiri pake bahasa Inggris, dengan iming-iming nilai bagus. Hahaha.. gokil deh..

Setelah acara sidang selesai, kami dipersilahkan buat jalan-jalan di sekitar kampus. Aku, Sherly, Ayu, Fatimah, dan Desi memilih buat berfoto-foto didepan bus rombongan kami. Sekitar jam setengah tiga, kami pun masuk ke bus buat pulaaaanngg..

Aneh juga sih, coz setelah sidang kami langsung pulang, nggak ada sidang yudisium dulu. Padahal kami udah nggak sabar banget pengen tau hasilnya. Entahlah, mungkin dosen-dosen kami lelah (-__-‘) Mudah-mudahan aja nunggu sidang yudisiumnya nggak lama. Aamiin..


Well,  aku berterima kasih banget kepada semua pihak yang udah bantuin aku. Buat Allah yang udah ngasih kemudahan; buat ortu yang selalu doain; buat Pak Muangsal yang udah ngebimbing; buat Bu Titi yang udah bersedia diwawancarain; buat Mbak Ati dan Bu Neng yang sering ngasih ijin keluar kantor; buat komputer dan printer kantor yang sering aku pake buat nge-print Tugas Akhir dan persyaratannya (tapi aku pake kertas sendiri lho ya, nggak korup); buat Yiruma, Depapepe, dan musisi-musisi yang senantiasa nemenin aku dengan musiknya selama penyusunan Tugas Akhir; dan buat nyamuk-nyamuk yang juga ikut nemenin selama aku begadang (semoga arwah nyamuk-nyamuk yang telah mati di tanganku diterima disisi-Nya). Terima kasih, semuanya. Doain aku lulus ya..
Rabu, 01 Juli 2015 0 komentar

Having Time With My Closest Friends

Berhubung kemaren aku batal untuk bisa ngajak Rohayati dan Ayu makan di luar, so hari ini aku ngajak dua temen deket aku sejak kecil—Tri dan Dewi—beserta adik aku makan malem di Ayam Penyet Surabaya.

Awalnya emang rada susah buat nentuin tempat makan, karena masing-masing dari kami nggak tau dimana aja tempat makan di bumi Cirebon ini yang enak plus murah. Si Tri sih pengennya di Bakso Kliwon, tapi aku kurang setuju, coz aku pengennya makan nasi setelah seharian puasa. Ketika aku usulkan makan di Ayam Penyet Surabaya, giliran dia yang nggak setuju. “Males banget, Teh. Tempatnya penuh kalo pas buka puasa,” katanya. Emang iya sih. Hampir tiap aku lewat sana, tempat itu emang selalu padat pengunjung. Apalagi pas menjelang buka puasa. Tapi nggak cuman disitu sih. Kalo aku liat semua pusat kuliner emang penuh kalo menjelang buka puasa :v
Beda lagi pas aku nanya sama Dewi untuk usulan tempat makan. “Dimana aja deh, Teh. Yang penting mah bukan tempatnya, tapi kebersamaannya,” katanya. Wuuuhh.. I love to hear that. Well, untuk urusan apapun, temen aku yang satu ini emang lebih dewasa pemikirannya, I admit it. Dan ketika aku usulkan buat makan di Ayam Penyet Surabaya,  dia setuju. Katanya dia mau sekalian order paketan buat syukuran gaji pertamanya. OK, fix.

Untuk mengantisipasi masalah nggak dapet tempat, kami sengaja pergi kesana setelah Isya. Kami berangkat naik motor berempat. Aku dibonceng Tri, dan adik aku ngebonceng Dewi. Bener aja, sampe disana ternyata tempatnya nggak sepadat pas buka puasa, walau pengunjungnya masih bisa dibilang banyak. Kami duduk berempat di barisan kursi dan meja paling kanan dari pintu masuk. Kami pesan empat gelas es teh manis, dan empat porsi ayam kampung goreng.

But, aku nggak nyangka ya kalo menu yang kami makan hari itu bakal pedes banget. Salah kami juga sih yang nggak minta sambel penyetnya dipisah. Alhasil kami makan sambil kepedesan, dan akhirnya makanannya pada nyisa gitu. Enak sih.. tapi pedesnya itu nggak nahaaann..

Setelah makan, kami pulang deh..

Huaahh.. seneng banget bisa ngabisin waktu bareng mereka lagi setelah sekian lama nggak ketemu sama dua orang temen sejak aku kecil itu. Coz, walaupun rumah kami deket, tapi waktu buat ngabisin waktu bareng-bareng itu terbatas banget. Aku dan Dewi kerja dari pagi sampe sore. Malemnya aku sibuk nyusun Tugas Akhir yang belom selesai juga (padahal target aku Tugas Akhir itu kelar tanggal 20 kemaren. Hiks..). Kalo kayak gitu, gimana bisa kumpul bareng?
Tapi alhamdulillah-nya, semua itu terwujud hari ini :D

***


Tadi malem sebelum tidur, aku sempet kepikiran satu hal. Aku tiba-tiba dapet pemikiran bahwa kata ‘FRIEND’ atau ‘TEMAN’ itu punya beberapa klasifikasi, yakni friend, close friend, closest friend, best friend, dan true friend, yang kelimanya memiliki makna yang berbeda.

Menurut aku (ini menurut aku lho ya.. entah gimana menurut kamu dan orang lain), FRIEND adalah semua teman yang kita miliki dalam hidup kita. Teman kecil, teman rumah, teman SD, teman SMP, teman SMA, teman kuliah, teman kerja, teman dunia maya, teman dunia lain, de el el..
Sedangkan CLOSE FRIEND adalah teman dekat, teman yang akrab sama kita, yang lebih dekat dan akrab dibanding teman-teman yang lain.
Nah, kalo CLOSEST FRIEND, itu teman yang paliiiiing deket sama kita, yang lebih dekat dan akrab dari sekedar teman dekat. Biasanya closest friend itu mereka yang udah jadi teman kita sejak kita kecil. Mereka adalah orang-orang yang kenal dengan keluarga kita (yah paling enggak, kenal ortu deh) dan paling awal tau tentang apapun yang terjadi sama kita setelah keluarga.  

BEST FRIEND adalah mereka yang biasa kita sebut sebagai teman terbaik. Menurut aku best friend hampir sama sih kayak closest friend. Dan kalo ada pendapat yang mengatakan bahwa best friend berada di tingkat tertinggi diantara semua gelar pertemanan, aku kurang setuju, karena menurut aku, yang paling tinggi dari gelar itu adalah TRUE FRIEND atau mereka yang kita sebut teman sejati. Karena best friend adalah teman terbaik dari semua teman yang kita punya. Terbaik buat kita, tapi belom tentu buat orang lain. Sedangkan kalo true friend.. namanya juga teman sejati, jadi ya mereka adalah orang-orang yang bener-bener berperan sebagai teman. Mereka yang selalu ada pas kita lagi susah ataupun seneng, mereka yang selalu tau kondisi kita, mereka yang tau kebiasaan kita, mereka yang selalu berusaha bikin kita seneng pas kita lagi down, mereka yang selalu doain kita yang baik-baik, mereka yang selalu setia dengerin kita, mereka yang selalu negur kita kalo kita salah, mereka yang nggak ngomongin keburukan kita didepan orang lain, mereka yang sayang sama kamu.. Intinya sih true friend udah pasti best friend, tapi best friend belom tentu true friend. Dan biasanya, true friend susah banget nyarinya sehingga nggak semua orang punya.

Anyway, aku dapet ide buat nulis ini karena kemaren pas hari ultah aku, aku sempet mancing-mancing salah satu orang yang (sebelumnya) aku anggep best friend aku buat ngucapin selamat ultah plus doain aku. Wajar dong kalo seseorang pengen dapet perhatian dari orang yang dia anggap best friend-nya. Eh, ternyata dipancing-pancing pun percuma, sama sekali dia nggak ngucapin, bahkan tampaknya dia nggak inget kemaren itu hari apaan. Padahal dia sendiri selalu pengen diperhatiin dan aku sendiri selalu inget kapan hari ultah dia tanpa harus diingetin dan nggak lupa buat ngucapin ‘happy birthday’.

Well, seenggaknya untuk saat ini aku udah tau siapa-siapa aja friend aku, close friend aku, closest friend aku, dan best friend aku. Hanya aja, si true friend itu yang belum ketemu, karena seperti yang udah aku bilang sebelumnya, nyari dan nemuin sosok true friend itu susah, Guys.


That’s it, Readers. I’m so sorry buat Tri, Dewi, dan adik aku karena aku gagal memuaskan mereka dengan makan malam hari ini. Bukannya ngenyangin malah bikin panas perut. Hahaha.. Semoga tahun depan ada kesempatan buat ngajak mereka makan lagi ^^


Total Tayangan Halaman

 
;