Postingan sebelumnya : FAKER [Part 1]
PENGALAMAN DI-FAKER-IN
Sekitar tahun 2011 sampai
2012, aku berteman dekat sama Teh Tyas dari Bogor, Maya dari Nganjuk, dan Teh
Fany dari Bandung. Ketiganya adalah temen Facebook-ku, dan sama-sama tergabung
dalam keluarga MCRmy—penggemar My Chemical Romance. Saking dekatnya, kami
sering chat via Facebook, dan saling memanggil dengan awalan ‘Jeng’. Ya know.. panggilan ala ibu-ibu arisan :
Jeng Putri, Jeng Tyas, Jeng Maya, dan Jeng Fany.
Suatu hari, dalam sebuah
perbincangan di SMS, Teh Tyas tanya, “Jeng, kamu pernah curiga nggak sih kalo
Jeng Fany itu sebenernya akun palsu yang dikendalikan sama seseorang?”
Karena heran, aku tanya balik, “Hah? Maksudnya gimana, Jeng?”
“Ya aku curiga aja kalo dia itu sebenernya Faker,” jawab Teh Tyas.
Karena heran, aku tanya balik, “Hah? Maksudnya gimana, Jeng?”
“Ya aku curiga aja kalo dia itu sebenernya Faker,” jawab Teh Tyas.
Well, saat itu aku nggak pernah mencurigai siapapun diantara
temen-temenku itu. Tapi semenjak Teh Tyas melemparkan pertanyaan itu, aku jadi
kepikiran sesuatu, yakni foto-foto di album Teh Fany yang selama ini diakui
sebagai foto-foto miliknya. Foto-fotonya tuh extremely pretty banget. Rambut hitam panjang dan lurus, kulit
putih, bibir penuh, tubuh langsing dan tinggi semampai (dia pernah bilang kalo
dia punya tinggi badan sekitar seratus tujuh puluhan centimeter). Aku yakin,
cowok straight manapun nggak ada yang
berpendapat kalo dia nggak cantik. Dengan penampilan secantik itu, dia sangat
pantas jadi model ataupun pramugari.
Nggak cukup sampai
disitu, aku terus melakukan penyelidikan. Bersama Teh Tyas, kami berdua mencoba
mengungkap siapa pengendali akun Fany itu. Kami telusuri akunnya dari awal
pembuatan sampe terakhir kali dia update
status. Tapi disamping melakukan penyelidikan, kami masih berkomunikasi sama
dia seperti biasa, seolah-olah fakta bahwa dia adalah Faker itu nggak pernah
kami ketahui.
Dari penyelidikan itu,
kami memperoleh banyak kejanggalan dari akun itu. Nggak hanya janggal dari
fotonya, tapi juga dari bahasa dan kata-katanya dari waktu ke waktu. Di
awal-awal pembuatan, dia alay banget, kalimat-kalimat di statusnya pun nggak
jauh dari kegalauan dan hal-hal berbau cinta. Oke, ini masih bisa dibilang
wajar, sebagian besar orang pernah mengalami fase ini, mungkin aja saat itu dia
belum ‘dewasa’. Kemudian beberapa lama setelah itu, dia mulai jadi manusia yang
‘normal’, alias nggak alay. Dia jadi sering update
status dengan bahasa Indonesia yang bisa dibilang baku. Di sebuah status yang
dia update, ada komentar dia yang
menyatakan bahwa dia berasal dari sebuah pulau di luar Jawa (Kalimantan atau
dimana gitu, aku lupa), sehingga dia nggak bisa berbahasa Sunda dan nggak
ngerti kalo ada orang yang ngomong bahasa Sunda. Tapi anehnya, setelah dia
mengungkapkan bahwa dia sama sekali nggak bisa berbahasa Sunda di salah satu
statusnya, beberapa bulan kemudian dia jadi sering update status dan komen-komenan dengan bahasa Sunda. Bukankah itu
aneh? Rasanya mustahil kalo seseorang bisa memahami suatu bahasa dan
menggunakannya dalam kurun waktu beberapa bulan aja. Selain itu, status yang
dia update pun jadi ‘kecowok-cowokan’
: ngebahas bola, ngebahas kalo dia abis nge-drift
dari Bandung ke Jakarta trus balik lagi, ngebahas kalo dia abis minum suatu
merk kopi trus mencret setelahnya.. Sangat berbeda dengan bahasa Fany yang dulu
pas awal-awal dia bikin akun, sangat ‘kecewek-cewekan’ dan terkesan innocent gitu. Tapi memang justru Fany
yang ‘kecowok-cowokan’ inilah yang aku, Teh Tyas, dan Maya kenal selama ini.
Kami pikir dia tomboy dan cuek gitu orangnya. Tapi kalo ngeliat perubahan
perilaku dia dari waktu ke waktu (yang saat itu baru kami sadari) itu, jelas
aja hal ini bikin kami bertanya-tanya.
Selain
kejanggalan-kejanggalan itu, aku dan Teh Tyas juga mencurigai seorang cowok
yang sebut aja bernama Doing. Doing ini mantannya si Fany, dan kami curiga
bahwa si Doing lah si pengendali akun itu. Kami mau menyelidikinya, tapi nggak
tau gimana caranya. Aku mau add dia,
tapi takut dia mikir macem-macem. Aku nggak puas dengan hanya mengetahui bahwa
akun Fany itu fake. Aku penasaran
pengen tau siapa dalang dibalik akun palsu itu. Aku terus memutar otak, sampai
akhirnya aku mendapat ilham. Haha..
Namanya temen deket,
pasti nggak afdol kalo nggak tuker-tukeran nomor kontak. Dan sebagai salah satu
temen deket Fany, tentu aku punya nomor hapenya. Kami memang cukup sering
SMS-an, tapi sekalipun kami nggak pernah telponan. Teh Tyas pernah bilang bahwa
Fany memang selalu menolak kalo diajak telponan. Dia punya masalah pendengaran,
katanya. Anehnya, sebelumnya Fany pernah cerita kalo dia suka dengerin musik
pake headset selama berjam-jam. Makanya
aku terdorong untuk melakukan cara ini untuk membongkar kedoknya. Aku beli
kartu perdana baru, lalu aku telpon dia, yah
missed call lebih tepatnya, coz aku sama sekali nggak berniat buat
ngobrol sama dia. Aku cuma mau dengar suaranya, hanya mau memastikan apakah
pemilik nomor hape itu cewek atau cowok. Ketika aku telpon, si pemilik nomor
mengangkat telponku, tapi dia nggak ngucapin sepatah katapun. Aku matiin, lalu
aku telpon lagi, tapi responnya tetap sama, dia mengangkat telponku tapi nggak
ngucapin apa-apa. Akhirnya aku SMS aja dia. Aku nggak yakin bahwa si Doing
adalah dalang dibalik akun Fany, tapi aku mencurigainya, jadi aku gambling aja.
Aku SMS dengan hanya menyapa, “Doing!”
Dan berhasil! Si pemilik
nomor membalas SMS-ku, pake bahasa Sunda, “Ieu
saha? Dewi nya?”
Yes! Semakin kuatlah
kecurigaanku.
Alih-alih menjawab pertanyaannya, aku justru tanya balik. Sengaja, buat memastikan apakah trikku bener-bener tepat sasaran. “Lagi apa, Doing?”
Aku lupa dia jawab apa waktu itu, tapi aku inget dia nanya, “.... Dewi kumaha damang?”
Alih-alih menjawab pertanyaannya, aku justru tanya balik. Sengaja, buat memastikan apakah trikku bener-bener tepat sasaran. “Lagi apa, Doing?”
Aku lupa dia jawab apa waktu itu, tapi aku inget dia nanya, “.... Dewi kumaha damang?”
Lagi-lagi aku nggak
jawab. Aku malah telpon dia lagi. Berhasil! Dia angkat telponku, dan finally bilang “Halo?” Suara cowok.
Damn!
Langsung aja aku sampein
hal itu sama Teh Tyas. Awalnya hal ini cuma aku dan Teh Tyas aja yang tau, tapi
karena Maya juga satu gank sama kami,
akhirnya aku memutuskan untuk memberitahu Maya juga. Maya shock waktu aku kasih tau hal itu, coz dia sering curhat hal pribadi sama Fany palsu itu, dan dia
menyesal banget. “Kalo aku tau dia cowok, aku nggak akan curhat hal-hal
pribadiku ke dia, Jeng,” katanya.
Awalnya, aku, Teh Tyas,
dan Maya berniat ngerjain dia dengan tujuan membongkar kedok dia di Facebook,
biar para MCRmy lain yang bertemen sama dia—termasuk mereka yang naksir
setengah mati sama dia—pada tau soal kepalsuan akun itu. Tapi niat itu kami
urungkan, coz takutnya hal itu malah
mengundang bullying, baik itu kepada
mereka yang naksir Fany maupun kepada si Doing itu sendiri. Selain itu, kami kan berpengalaman jadi Faker juga. Kok kayaknya
gimana gitu kalo kita mengungkap kedok Faker, tapi kitanya sendiri juga
berpengalaman jadi Faker (walaupun dalam dunia per-faker-an kami nggak bisa sejago dia dalam menjalin hubungan
pertemanan. just so you know aja, walaupun fake dan fotonya mudah terlacak, tapi dia nggak pake akun palsu
lain ataupun autolike lho buat bikin
akunnya rame dan hidup). Akhirnya kami memutuskan untuk menyelesaikan hal itu
secara personal.
Menjelang Idul Fitri 2012
itu, aku dan temen-temen satu gank-ku
itu saling mengirim SMS permohonan maaf lahir batin, termasuk si Fany. Nah,
disitulah aku bilang ke dia—via SMS, “Udah mau Lebaran nih, Jeng. Udah
maap-maapan juga, jadi topengnya dibuka dong.”
“Maksudnya gimana, Jeng?”
balasnya.
Kemudian aku membeberkan
semuanya ke dia.. tentang kecurigaan kami, tentang penyelidikan itu, tentang
foto dan akun palsunya.. sampe akhirnya dia mengakui kesalahannya. Dia minta
maaf atas hal itu, dan meminta aku buat menyampaikan permintaan maafnya juga ke
Teh Tyas dan Maya. Dia juga sempat mewanti-wanti kami buat berhati-hati karena
diantara para MCRmy Indonesia di sekitar kami, ada enam akun palsu lagi.
Kemudian beberapa lama setelah pengakuan itu, akun Fany pun udah nggak ada
lagi. Kemungkinan si Doing menonaktifkannya.
Beberapa hari pasca
hilangnya akun Fany, grup MCRmy heboh. Banyak yang nyariin dia, banyak yang
kehilangan, banyak yang ngerasa kangen.. Well,
jujur.. aku, Teh Tyas, dan Maya juga kangen sama sosok Fany. Dan yang pasti
yang kami kangenin itu Fany, bukan Doing. Kami kangen nge-chat dan seru-seruan
bareng. Andai Fany Silvia itu beneran ada, dia adalah sosok yang bisa banget
jadi temen baik kami. Setelah kepalsuan itu kebongkar, kami tentu kecewa berat.
Kami nggak bisa bertemen sama Doing. Kalopun bisa, hubungan pertemanan kami
tentu nggak bakal sama kayak hubungan pertemanan kami dengan Fany, meskipun
mereka adalah orang yang sama.
Gambar ilustrasi kami berempat. Ini temen Teh Tyas lho yang bikin. [Ki-Ka : aku, Teh Tyas, Fany, Maya] |
[Ki-Ka : aku, Maya, Fany, Teh Tyas] |
[Ki-Ka : Maya, Fany, Teh Tyas, aku] |
PENGALAMAN JADI FAKER
Aku melakukannya beberapa tahun yang lalu, waktu statusku masih merupakan seorang pelajar. Aku pake foto seorang seleb cowok yang kurang terkenal saat itu, dan berperan sebagai seorang mahasiswa dari suatu universitas di sebuah kota besar di Jawa Barat. Tujuan aku membuat akun ini adalah karena aku bosen jadi diriku sendiri. Aku pengen mencoba jadi orang lain, khususnya jadi cowok. Yah, mungkin karena kepribadianku yang agak boyish juga, makanya aku mencoba ‘menjadi sosok yang berbeda’ di dunia maya. Selain itu saat itu aku juga lagi nge-stalk sebuah grup Facebook yang menghina Islam gitu, dan dengan akun palsuku itu, aku ikut berpartisipasi disana. Bukan koar-koar dengan kata-kata kasar lho ya, melainkan dengan memberikan opini dan pemikiranku terhadap penghinaan mereka.
Aku melakukannya beberapa tahun yang lalu, waktu statusku masih merupakan seorang pelajar. Aku pake foto seorang seleb cowok yang kurang terkenal saat itu, dan berperan sebagai seorang mahasiswa dari suatu universitas di sebuah kota besar di Jawa Barat. Tujuan aku membuat akun ini adalah karena aku bosen jadi diriku sendiri. Aku pengen mencoba jadi orang lain, khususnya jadi cowok. Yah, mungkin karena kepribadianku yang agak boyish juga, makanya aku mencoba ‘menjadi sosok yang berbeda’ di dunia maya. Selain itu saat itu aku juga lagi nge-stalk sebuah grup Facebook yang menghina Islam gitu, dan dengan akun palsuku itu, aku ikut berpartisipasi disana. Bukan koar-koar dengan kata-kata kasar lho ya, melainkan dengan memberikan opini dan pemikiranku terhadap penghinaan mereka.
Aku juga sempat
bekerjasama dengan dua Faker lainnya. Yang satu usianya tiga tahun dibawahku.
Tapi akhirnya aku memutuskan hubungan kerjasama kami karena Faker yang satu itu
kurang hati-hati dalam mengelola akun palsunya (asal comot dan upload foto, dan pura-pura jadi cowok
blasteran Thailand, tapi bahasa Inggris dan Thailandnya berantakan karena hasil
copy gugel trenslet). Sedangkan Faker
yang satunya jarang banget aktif, bahkan dia pensiun duluan dari dunia per-faker-an.
Gimana sih rasanya jadi
Faker?
Aku akui rasanya asik. Apalagi saat berperan menjadi sosok yang berbeda dengan gender yang berbeda pula. Dan yang pasti karena aku berperan menjadi seorang cowok yang good-looking, aku jadi menuai banyak pujian dari banyak orang. Percaya atau enggak, inilah hal yang paling disukai oleh Faker pada umumnya, apalagi Faker yang suka banget cari perhatian orang : Sering upload foto, sering nge-tag orang yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan postingan dia, sering mancing komen.. haisshh.. -_-
Tapi selama jadi Faker, aku nggak pernah tuh mencari perhatian dengan sembarangan nge-tag orang kayak gitu, karena ya memang tujuan utamaku bukan buat tebar pesona. Haha..
Aku akui rasanya asik. Apalagi saat berperan menjadi sosok yang berbeda dengan gender yang berbeda pula. Dan yang pasti karena aku berperan menjadi seorang cowok yang good-looking, aku jadi menuai banyak pujian dari banyak orang. Percaya atau enggak, inilah hal yang paling disukai oleh Faker pada umumnya, apalagi Faker yang suka banget cari perhatian orang : Sering upload foto, sering nge-tag orang yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan postingan dia, sering mancing komen.. haisshh.. -_-
Tapi selama jadi Faker, aku nggak pernah tuh mencari perhatian dengan sembarangan nge-tag orang kayak gitu, karena ya memang tujuan utamaku bukan buat tebar pesona. Haha..
Karakter asliku yang agak
boyish juga membuatku bisa mendalami
peran ini. Percaya atau enggak, cowok nge-faker
jadi cewek itu gampang. Tapi cewek nge-faker
jadi cowok itu susah. Bukan susah MENJALANI-nya, tapi susah MENDALAMI perannya,
karena menurutku cewek yang mau jadi Faker untuk jenis kelamin ini harus punya
sisi maskulin dulu (ceilah..). Kalopun enggak punya sisi maskulin, seenggaknya
dia harus mengetahui, memahami, atau bahkan menyukai hal-hal yang identik
dengan cowok, misalnya bola. Semua cowok—apalagi cowok straight alias normal—pasti suka sepak bola, futsal, atau basket.
Dan sangat aneh kalo ada cowok straight
yang SERING update status tapi sama
sekali nggak pernah update status
berbau bola, malah cinta-cintaan dan galau-galauan terus yang di-update. Yah, kalo nggak update tentang bola ya update apa kek yang berbau maskulin.
Inilah yang sering jadi problem. Sangat jarang Faker cewek yang nge-fakerin
cewek. Mereka cenderung nge-fakerin cowok, tapi nggak bisa ‘menjadi cowok’ yang
baik (dalam artian sama sekali nggak punya sisi kecowok-cowokan).
Saat itu aku tau.. tau
banget kalo apa yang aku lakukan ini adalah salah satu perbuatan tercela,
karena meskipun aku nggak melakukan suatu kejahatan kriminal, tapi intinya sama
aja ‘bohongin orang’, dan Tuhan nggak suka ini. Tapi nggak tau kenapa, sesuatu
yang tercela itu selalu menimbulkan efek ‘nikmat’, semua orang pasti tau itu.
Godaan setan banget ya..
Yah, intinya aku nggak sepenuhnya khilaf. Aku melakukan suatu hal yang aku tau bahwa itu salah. Kesadaran akan kesalahan itu membuat aku terpikir untuk melakukan sedikit hal baik, yakni bantuin temen-temen dunia mayaku mengerjakan tugas sekolahnya. Eit, don’t say “Whut!?” :v
Yah, intinya aku nggak sepenuhnya khilaf. Aku melakukan suatu hal yang aku tau bahwa itu salah. Kesadaran akan kesalahan itu membuat aku terpikir untuk melakukan sedikit hal baik, yakni bantuin temen-temen dunia mayaku mengerjakan tugas sekolahnya. Eit, don’t say “Whut!?” :v
Well, temen-temen Facebook dari akun palsuku mostly adalah para pelajar SMP dan SMA. Mereka biasanya sering
minta bantuan gitu deh kalo mereka dapet tugas sekolah. Mungkin karena mereka
ngeliat title-ku yang sebagai
mahasiswa kali ya. Dan jangan tanya kenapa mereka minta tolongnya ke aku,
karena aku juga nggak ngerti. Mungkin ini amanah yang dikasih Tuhan biar dosaku
nggak numpuk-numpuk banget. Entahlah :v
Untung tugasnya nggak susah-susah banget dan nggak melampaui kemampuanku, jadi ya sekalian aja aku ajarin. Aneh juga sih sebenernya, aku bisa ngajarin orang via dumay, tapi nggak bisa ngajarin orang secara langsung -_-
Untung tugasnya nggak susah-susah banget dan nggak melampaui kemampuanku, jadi ya sekalian aja aku ajarin. Aneh juga sih sebenernya, aku bisa ngajarin orang via dumay, tapi nggak bisa ngajarin orang secara langsung -_-
Aku baru berhenti jadi
Faker ketika aku ‘yang bukan aku’ itu ditaksir sama dua orang cewek di
Facebook. Cewek yang pertama adalah seorang pelajar dan bisa dibilang agak freak. Dengan beraninya dia menyatakan
perasaannya dan bilang bahwa dia pengen banget jadi pacar aku ‘yang bukan aku’
tersebut. Kadang dia juga minta aku membantunya ngerjain tugas sekolah. Hal itu
tentu masih bisa aku penuhi, tapi yang lebih gilanya lagi, dia berani minta
diisiin pulsa. WTF!!
Sedangkan cewek yang
satunya adalah seorang karyawan sebuah produk. Berbeda dengan cewek yang
pertama, cewek yang satu ini baik banget, dan kami sangat klop. Kami bisa
ngobrolin apapun sampe berjam-jam dan hampir nggak ada putusnya karena setiap
kami berkomunikasi, ada aja topik yang dibahas. Dia memang nggak pernah menyatakan
perasaannya secara langsung kayak cewek yang pertama itu, hanya aja dia sering
ngasih kode baik itu lewat kata-katanya saat kami berkomunikasi maupun lewat
status-statusnya. Dia juga mengaku kagum sama aku ‘yang bukan aku’ yang care sama dedek-dedek itu (temen-temen
Facebook-ku yang masih pelajar yang sering aku bantuin itu). Dari situ aku jadi
sadar bahwa dia mulai punya perasaan khusus terhadap aku ‘yang bukan aku’ itu.
Karena aku nggak mau bikin dia tenggelam terlalu jauh kedalam perasaannya, akhirnya
ya begitulah.. Aku pensiun jadi Faker.
Awalnya memang sulit. Di
awal-awal pensiun, aku masih suka log in
akun palsuku walau nggak sesering dulu. ‘Menjadi orang lain’ di dunia maya
rasanya udah menjadi candu saat itu, sehingga rasanya beteeee banget kalo aku
menghentikan aktifitas itu. Tapi lama-lama akhirnya aku berhenti juga sih dari
aktifitas pemalsuan identitas itu, walaupun kadang-kadang masih iseng log in buat sekedar nengokin aja
(barangkali ada pesan gitu, dan memang bener, cukup banyak yang kehilangan aku
dan mengirim pesan gitu, tapi of course
nggak aku balas). Pernah suatu hari adikku memergoki aku saat aku lagi log in ke akun palsuku itu. Trus dia
bilang, “Masih aja ngerjain orang. Awas lho, setiap kali log in ke situ, dosa nambah satu,” gitu katanya. Dia kira aku masih
nge-faker, padahal sebenernya cuma nengokin doang. Sebenernya tanpa dia bilang
gitu pun aku tau itu kok. Bahkan aku pikir, dosa itu mungkin bukan cuma nambah
setiap kali log in, melainkan nambah
dari setiap kata atau kalimat yang kita sampaikan dari akun palsu itu.
Naudzubillah..
***
Intinya, buat para Faker—khususnya buat para Faker yang merugikan, mending berhenti deh eksis di dunia maya dengan cara kayak gitu. Well, sebenarnya sah-sah aja sih jadi Faker, toh semua orang butuh hiburan dan dosa juga diri sendiri yang nanggung. Nggak masalah juga bagi kita yang bukan Faker tapi mau berteman sama Faker, karena toh memang dunia maya itu dunia penuh tipuan (yang real aja banyak yang menipu, apalagi yang jelas-jelas fake). Asalkan si Faker itu ya seperti yang aku sebut tadi : nggak merugikan orang lain.
Faker yang merugikan tuh
yang kayak gimana?
Faker yang membuat
kita/orang lain percaya sepenuhnya.
Ada Faker yang berusaha
membuat kita nyaman dan percaya, sehingga kita merasa si Faker ini sahabat yang
baik, sampe-sampe rahasia kita yang paling pribadi pun diungkapin ke dia.
Faker yang membuat
kita/orang lain sampe jatuh cinta.
Banyak banget Faker semacam
ini, dan ini bahaya banget. Dengan penampilan yang good looking, sangat mudah bagi para Faker buat menarik lawan
jenis. Apalagi kebanyakan dari para Faker itu nggak cuma good looking doang, tapi biasanya mereka itu jaim dan manis (ada
yang smart, sopan, alim, baik,
romantis.. pokoknya baik deh, nggak tau aslinya kayak gimana). Mudah bagi para
Faker itu buat bikin orang lain suka bahkan sampe in love segala. Nah, kalo rasa sukanya udah level berat—pakai
perasaan—gitu, gimana coba perasaan korban kalo sampe si Faker ketauan palsu?
Pasti kecewa banget kan? Lebih gawat lagi kalo si Faker menghilang (atau
pura-pura meninggal, misalnya) tanpa korban pernah tau bahwa dia itu palsu. Itu
pasti bakal sangat memukul dia banget. Bahkan bukan nggak mungkin lho si korban
bakal kepikiran atau depresi karena kehilangan.
Ah, si Putri lebay nih. Mana ada yang kayak gitu!
Hey, just so you know aja, Guys. Aku menulis ini karena aku pernah
melakukan, mendengar, mengamati, dan mengalami. Kan diatas tadi udah aku ceritain
pengalamanku di-faker-in dan nge-faker. Kejadian nyatanya juga udah ada, bahkan
pernah diangkat kasusnya di salah satu episode reality show Rumah Uya lho.
Tapi masa bisa sampe depresi segala?
Bisa. Bukan nggak
mungkin. Namanya udah percaya dan jatuh cinta gimana sih rasanya? Bayangin,
kita udah buang banyak waktu buat dia—si Faker, udah ngasih apa yang dia minta
(misalnya si Faker minta dikirimin pulsa atau barang gitu), udah nutup hati
buat orang lain demi dia.. tapi dianya malah menghilang ninggalin kita. Apa
nggak kecewa? Apa nggak sakit dan sedih rasanya? Nah, kalo korban udah nge-down gitu, apa si Faker bakal tanggung
jawab? I don’t think that they would :)
Gitu aja sih pesanku.
Jangan gampang percaya sama orang asing, khususnya mereka yang kamu kenal lewat
dunia maya. Apalagi kalo mau cari pasangan. Jangan terlalu mudah tertarik sama
penampilan luar. Kenali dulu dia dengan baik, ajak komunikasi, ajak ketemuan..
baru kalo udah klop, terserah deh mau dipacarin, mau dinikahin, atau apalah. REMEMBER? Orang baik di dunia maya itu
banyak, tapi yang nakal lebih banyak :)
Mau tau lebih banyak tentang Faker? Tengok page ini aja, or like this page if you don't mind :) >> All About Faker