Minggu, 31 Juli 2016 3 komentar

Enough, Please!

Bulan Juli hampir berlalu. Beberapa jam lagi, kita akan tiba di bulan Agustus, bulan yang aku harap bisa lebih berbaik hati padaku ketimbang bulan Juli yang akhir-akhir ini membuat perasaanku campur aduk. Sebulanan ini, ada aja hal-hal nggak terduga yang terjadi dan mostly adalah hal-hal yang nggak diharapkan. Bahkan di penghujung bulan pun, hal nggak mengenakkan itu tetap ada.

Aku sempat berharap bahwa hari ini bisa menjadi hari yang baik, mengingat hari ini adalah hari terakhir di bulan Juli. Tapi kenyataannya enggak. Sejak pagi, mood-ku udah rusak. Well, I can't mention what it is, karena aku pikir ini terlalu menggelikan dan aku nggak yakin pembaca bakal paham kenapa hal seperti itu bisa bikin mood-ku memburuk.

Menjelang sorenya, rumahku kedatangan nenek, bibi-bibi, dan sepupuku yang berniat menjenguk ibuku yang selama sekitar dua minggu ini sakit. Tapi sebelumnya udah ada salah satu teman dekatku yang memang seperti biasa setiap minggunya selalu menghabiskan waktu di rumahku. Aku sempat berbarap sisa bad mood-ku tadi pagi bisa benar-benar ilang dengan menghabiskan waktu bareng mereka semua. Tapi lagi-lagi salah.

Awalnya, semuanya memang berjalan baik-baik aja. Kami kumpul bareng, makan bareng, ngobrol bareng.. Aku seneng temanku bisa ikut nimbrung dan berbaur. Dia bahkan bisa ngobrol akrab sama sepupuku, Gege. Tapi rupanya keakraban mereka inilah awal dari masalah itu, sesuatu yang membuat mood-ku bertambah buruk berkali-kali lipat ketimbang tadi pagi.

Rasanya baru kemarin aku menyangkal salah satu quote yang temanku itu share tentang perbedaan antara sahabat dan teman. Quote yang diposting salah satu akun di LINE itu mengatakan bahwa sahabat adalah mereka yang bersedia menampung segala curhatan dan keluh kesah kita, sedangkan teman adalah mereka yang cuma bisa bilang, "Kamu cengeng" saat kita terpuruk karena masalah. Saat itu temanku ngotot bahwa quote itu benar, sementara aku membantah. Aku bilang, "Faktanya, banyak teman yang berkedok sahabat. Mereka bersedia menampung apapun curhatan kita termasuk yang bersifat rahasia, tapi setelah itu mengumbar-umbar ke orang lain. Ada kan yang kayak gitu?"

Dan hari ini, bantahanku terbukti. Ironisnya, orang yang melakukannya justru orang yang nge-share quote itu, alias orang yang selama ini kuanggap sahabatku, alias temanku itu sendiri.

Aku udah cukup sabar ketika dia mengumbar cerita tentang kejadian konyol yang aku alami tempo hari, membiarkan sepupuku menertawaiku karena kekonyolan yang aku alami lewat cerita temanku itu. Sorenya dia berulah lagi.

Dia tau banget tentang semua masalah yang aku alami belakangan ini, masalah yang membuatku galau selama berminggu-minggu itu, karena aku curhat semuanya ke dia. Ya, cuma ke dia, karena aku nggak bisa menampungnya sendirian. Sebagai manusia, aku butuh menceritakan masalahku, dan aku percaya sama dia. Tapi apa? Dengan mudahnya dia bongkar itu. Dia ungkapin semuanya ke sepupuku yang menanggapinya dengan, "Oh ya?!" Well, memang nggak semuanya dia ungkapin, tapi cukuplah bikin aku merasa ditelanjangi. Dan yang membuatku nggak habis pikir, dia mengungkapkan semua itu dengan nada bercanda dan tanpa rasa bersalah. Dia bahkan nggak tampak menyesal waktu aku mengiriminya pesan dan bilang bahwa aku nggak suka sama sikapnya. Gosh! Selama ini dia sering banget menegaskan bahwa dia sahabatku dan aku sahabatnya, tapi sahabat macam apa yang seperti itu?

Ya Rabb.. Betapa aku sadar bahwa seorang sahabat bisa sedemikian berbahaya kalau sedang khilaf. Ya, aku harap saat itu dia benar-benar sedang khilaf. Atau mungkin memang dia hanyalah sesosok teman, bukan sahabat. Apapun itu, intinya, I don't think I can trust her anymore after this.

Dan seiring pergantian bulan, di hari terakhir di bulan Juli ini, aku harap kejadian buruk hari ini pun benar-benar menjadi kejadian buruk terakhir bagiku. Cukuplah semua itu. Aku capek.


Selasa, 19 Juli 2016 0 komentar

Let It Go.. Let It Go..

Genap dua pekan lamanya perasaanku nggak karuan, akhirnya baru hari ini aku bisa mengikhlaskan semuanya. Setelah merenung, dengan sendirinya aku sadar sesuatu.

Aku sadar bahwa mungkin bagi Tuhan, aku belum pantas untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Mungkin bagi Tuhan, aku nggak mampu melakukan apa yang harus aku lakukan jika keinginanku itu terkabul, sehingga Ia memutuskan untuk memberikannya kepada yang lebih pantas menerimanya.

So, yah.. meskipun masih ada secuil hal yang mengganjal, tapi seenggaknya aku merasa lebih lega dan tenang sekarang. Terima kasih untuk Tri yang selalu bersedia menampung semua kegalauanku baik langsung maupun via BBM, yang hari Minggu sore kemarin dengan senang hati ngebawa aku jalan-jalan buat refreshing sejenak (sampe-sampe rela tekor buat bensin dan makan. well, salah dia sendiri makan banyak. yang galau siapa, yang makan banyak siapa :v). Terima kasih untuk Yuda yang juga bersedia nyimak curhatanku walau untuk curhat aja aku harus dipancing-pancing dulu. Haha.. Dan terima kasih juga untuk teman-teman yang jadi silent reader atas status-status galauku di media sosial. Hahaha..

Well, now I'm ready to see a brighter day :)
Minggu, 17 Juli 2016 0 komentar

Morning Surprise

Juli. Juli yang menguras perasaan. Terlalu banyak hal nggak terduga yang terjadi di bulan ini, bahkan sebelum sampai di pertengahan bulan.

Aku masih berjuang untuk berdamai dengan kenyataan yang kuterima sekitar awal bulan lalu. Well, I can’t mention what it is, yang jelas ini cukup membuat semuanya tampak kelabu. Bahkan bercangkir-cangkir cokelat panas yang kuminum yang konon katanya bisa menimbulkan perasaan bahagia nggak mampu menaikkan mood-ku sedikitpun. Aku memutuskan untuk berdamai, karena aku pikir menghindar nggak akan membuatnya menjadi lebih baik, bahkan mungkin yang ada akan lebih buruk. Tentu, aku nggak mau itu terjadi.

Yah, lupakan hal yang satu itu.
Pagi ini aku kembali dikasih surprise sama Tuhan.

Setelah sholat Subuh tadi, tiba-tiba aku teringat sama perbincanganku dengan Tifanny—teman dekatku yang aku kenal dari media sosial—via Line tentang kakak kelas idola kami masing-masing di jaman sekolah dulu. Kemudian dasar kepo, aku tergoda buat nge-stalk akun Instagram kakak kelas idolaku dulu. Yah, sekedar pengen tahu aja gimana kabarnya. Memang sih, dia masih sesekali update Facebook (aku masih berlangganan postingannya, sehingga notifikasi akan muncul di akunku setiap kali dia posting). Tapi postingan-postingan di Facebooknya sama sekali nggak menunjukkan kabarnya dengan jelas, karena yang dia posting di Facebook hanya dakwah dan hal-hal berbau Islami, beda banget sama dia jaman SMA dulu. Kalo nge-stalk dengan sengaja sih aku udah cukup lama nggak melakukannya, apalagi nge-stalk Instagramnya. Aku bahkan udah log out dari Instagram dan nggak pernah membukanya lagi sejak sekitar satu minggu terakhir ini. Tapi rasa kepoku pagi tadi benar-benar nggak terbendung. Aku buka juga aplikasi itu, dan langsung klik username dia yang entah gimana bisa kebetulan muncul di kolom Suggestions for You.

Daaaann.. saat itu juga aku dikejutkan oleh sebuah foto yang ia posting tepat seminggu yang lalu. Foto itu menunjukkan sebuah foto dimana ia yang saat itu mengenakan kopiah hitam dan baju koko putih tengah melakukan serah terima sebuah kotak merah kecil berbahan beludru dengan seorang perempuan berpakaian syar’i yang sengaja ia samarkan wajahnya dengan stiker bertuliskan ‘YES’. Caption di bawah fotonya tertulis “5 Syawal 1437H. Alhamdulillah khitbah berjalan lancar”. Jelaslah sudah semua. Dia udah resmi bertunangan.

Fiuhh..

It was so surprising. Rasanya hampir nggak percaya, bahwa seorang laki-laki yang pernah membuatku tergila-gila selama beberapa tahun itu sekarang udah menemukan seseorang yang benar-benar pantas baginya, dan nggak lama lagi dia akan menyusul jejak adiknya yang udah lebih dulu ‘ganti status’. Aku nggak cemburu, nggak sakit, nggak sesak, apalagi nangis. Aku cuma terkejut. Beda mungkin kalo kenyataan ini aku terima dua tahun yang lalu, mungkin bisa galau berkepanjangan, coz he’s the most perfect man I’ve ever known, lebih dari sekedar tokoh-tokoh utama pria di drama-drama Asia itu. Haha.. Ah, konyol banget kayaknya aku nulis beginian. Aku selalu merasa geli sendiri kalo ngomongin hal berbau romens. I’m not a kind of girl who really likes to talk about this, I swear it! :v

Well, intinya I’m happy for him. Dia baik, maka perempuan baik pula lah yang layak jadi pendampingnya. Aku jadi merasa bodoh. Kenapa dulu aku begitu nggak tau diri? Weirdo kayak aku berharap jadi life partner-nya? Yang benar saja! Haha..


Alhamdulillah, semoga bahagia selalu menyertaimu, Akhi, dan semoga setelah masa-masa sulit ini aku juga bisa mendapatkan kebahagiaan yang sama. Aamiin :)
Sabtu, 09 Juli 2016 0 komentar

Sabtu Bersama Yuda

Bulan Ramadhan udah berlalu. Dan seperti yang kita tau, bulan Ramadhan sampai dengan beberapa hari setelah Idul Fitri selalu jadi moment yang pas banget buat reuni sama teman lama, entah itu dalam bentuk buka puasa bareng, silaturahmi ke rumahnya, atau ketemuan di tempat nongkrong favorit. Inilah yang terjadi hari ini.

Well, kalo Sabtu kemarin aku menghabiskan waktu bareng Inna buat buka puasa bareng, Sabtu ini giliran ex-nya yang aku temui. Yup, Yuda—teman SMP-ku dulu. Yah, seneng sih rasanya ketemu anak ajaib satu ini lagi. Kenapa aku sebut anak ajaib? Karena manusia satu ini meskipun (katanya) masih sering dikira anak SMP, tapi isi kepalanya nggak jauh beda sama bapak-bapak. Sering aku menduga bahwa dia ini sebenernya dateng dari masa lalu, karena dia banyak tau cerita jaman dulu. Oke, yang ini jangan dianggap serius. Emang dasar akunya aja yang kurang melek Sejarah. Hahaha..

Jadi ceritanya, minggu lalu kami merencanakan pertemuan ini via Facebook. Sempat bingung juga sih rasanya waktu kami menentukan tempat pertemuan. Kami sama-sama payah dalam hal menentukan tempat pertemuan, apalagi di tempat umum gitu. Si Yuda sih ngusulinnya ketemuan di di tempat yang sekiranya asik tapi nggak begitu rame gitu. Aku setuju sih kalo kami ketemuan di tempat yang nggak begitu rame, karena emang dasarnya aku juga kurang suka keramaian, hanya aja aku bingung mengenai dimana tempat yang asik buat ngobrol tapi nggak begitu rame. Karena bingung, aku asal sembur aja nyebut Gua Sunyaragi. Eh, nggak taunya, dia malah setuju, padahal aku becanda doang. Wakakakak..
Trus aku sindir aja, “Seriusan? Jadi mau sekalian wisata Sejarah plus misteri nih?” Dan akhirnya dia berubah pikiran :v

Well, sebenernya kalo jadi pun nggak masalah sih. Kayaknya seru aja gitu ngobrol-ngobrol di tempat bersejarah kayak gitu. Apalagi kalo ngobrolnya bareng manusia satu itu, kemungkinan bakal ada obrolan yang merembet ke hal yang mistis-mistis. Mwahaha..
BTW, jangan mikir aneh-aneh ya. Gua Sunyaragi itu bukan semacam gua yang di tempat terpencil atau ada di hutan-hutan gitu. Kalo gua-gua yang di tempat-tempat itu kan biasanya terbentuk secara alamiah, nah kalo Gua Sunyaragi dibangun sama manusia sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya pada masa itu, makanya tempat ini disebut juga Tamansari Sunyaragi.

Oke, balik lagi ke topik soal pertemuan. Singkat cerita, akhirnya kami memutuskan buat ketemuan di Teras Dermaga Food Park yang terletak di lantai tiga CSB Mall sekitar jam setengah lima sore. 

Jam lima kurang, aku tiba di tempat. Kondisi CSB Mall bisa dibilang rame banget saat itu. Maklum, malem Minggu, plus masih suasana Lebaran juga. Suara bedug dan takbir bahkan masih berkumandang di speaker. Ada boneka pemukul bedug yang bisa bergerak juga di sebelah kiri pintu masuk utama mall. Sampe di Teras Dermaga Food Park, seperti yang udah aku duga, kondisinya nggak kalah rame. Hampir seluruh meja terisi. Rasanya canggung banget masuk sendirian. Akhirnya sambil nunggu Yuda—yang datang terlambat karena habis nganter kakaknya ke stasiun—aku muter-muter dulu deh.

Sekitar lima belas menitan nunggu, akhirnya aku memutuskan buat pesan makanan dan minuman dulu. Yah, daripada bener-bener nggak kebagian tempat. Untung nunggu pesanannya nggak terlalu lama. Setelah pesanan siap, baru deh nyari tempat. Aku cari meja kosong di luar ruangan, tapi hampir semuanya terisi, cuma ada beberapa meja kosong tanpa kursi. Akhirnya aku balik lagi ke dalam ruangan dan duduk di salah satu meja yang masih berantakan.

Beberapa menit kemudian, Yuda tiba di tempat kayak anak ilang. Celingukan gitu, padahal aku udah liat dia, sama kayak waktu kami ketemuan di Grage Mall empat tahun yang lalu. Dia lurus aja ke luar ruangan. Aku BBM dia, tanya apa ada meja kosong di luar ruangan. Dia jawab, “Ada”. Akhirnya aku samperin deh.

Setelah itu, ya begitulah.. Kami salaman, berbasa-basi sebentar, dan yaa.. we talked about sooo many things, mulai dari tentang kerjaan, tentang teman-teman, tentang buku-buku, tentang masa depan, sampe hal-hal absurd. Yuda sempat pamer sama Teh Tyas via BBM soal pertemuan kami, dan sukses bikin Teh Tyas ngiri. “Aaaaa.. mau ketemuuuu..!!” gitu katanya. Hahaha..
Well, Teh Tyas memang kenal deket juga sama si Yuda, entah gimana ceritanya. Actually, aku sendiri juga berharap kami bisa menghabiskan waktu bertiga. Ngiri juga aku sama si Yuda. Yang temenan sama Teh Tyas aku duluan, tapi yang duluan ketemu langsung malah dia. Curang! (-__-“)

Aaaanyway.. Sebenernya awalnya aku sempat berniat pengen curhat sesuatu juga sama dia. Kebetulan memang ada hal yang bikin aku ngerasa nggak karuan selama beberapa hari belakangan ini, dan aku pengen minta wejangannya (apaaa? wejangan? :v). Tapi kok rasanya gimana gitu. Aku bingung gimana nyampeinnya, takut kebawa emosi juga. So, yeaa.. maybe later..

Waktu berlalu, pengunjung di meja kanan-kiri-depan-belakang kami udah berkali-kali ganti orang, cuma kami doang yang betah duduk sekitar tiga jam disitu :v

Kami baru meninggalkan tempat itu sekitar jam setengah sembilan. Dan dari sekian kali pertemuan kami, aku ngerasa kayaknya ini yang paling seru deh. Kenapaaaa..? Karena di pertemuan kali ini aku nggak banyak merespon kata-katanya dengan bahasa Tarzan kayak di pertemuan yang sebelum-sebelumnya. Well.. ya know, like 'hah-heh-huh'. Hahahaha.. Ya mungkin karena si Yuda-nya juga sih yang mengurangi obrolan berat. Atau.. ya entahlah. Intinya ya begitu. Haha.. Semoga besok-besok ada kesempatan buat ketemu lagi. Aku pengen minta koleksi film Jepangnya :P
Sabtu, 02 Juli 2016 0 komentar

Sabtu Bersama Inna

Yak! Finallyyy.. Setelah memendam kangen sekian lama sama salah satu teman SMP-ku yang paling baik, hari ini kami diberi kesempatan buat ketemu lagi ^^

Dia, Inna Nabila. Terakhir kami ketemu sekitar dua tahun yang lalu, tepatnya sekitar bulan Juli 2014. Setelah pertemuan itu, kami memang sempat berkomunikasi via BBM, sampe kemudian lost contact cukup lama, BBM-nya ceklis terus, FB-nya udah nggak aktif lagi.. Trus akhirnya beberapa hari yang lalu, kami ketemu lagi di BBM. Really thanks for our good friend, Safira yang udah mempertemukan kami kembali (halah!).
Baru ketemu di BBM aja, kami udah langsung merencanakan buka puasa bareng. Cuma memang waktu itu kami nggak langsung menentukan waktunya, coz kebetulan si Inna ini lagi sibuk-sibuknya nyusun skripsi, jadi masih bingung menentukan waktu senggang.

Nah, berhubung udah mendekati waktu Lebaran dan khawatir nggak sempat ketemuan, akhirnya tadi pagi aku tanyain deh perihal buka puasa bareng itu. Eh, nggak disangka, dia langsung jawab, "Sekarang aja tah?"
Ya udah deh, tanpa pikir panjang langsung aku iyain. Setelah sempat bingung menentukan tempat makan, akhirnya kami fix janjian ketemu di Waroeng Spesial Sambal (SS) di kawasan Tuparev sekitar jam setengah lima sore.

Singkat cerita, sekitar jam empat lebih dua puluh menitan aku meninggalkan rumah. Sempat kesel juga sih, coz nunggu angkotnya tuh ya ampun, lama banget. Entah kenapa kok ya tadi sore itu angkot D2 langka banget. Sekalinya dapet angkot, malah macet di jalan. Traffic jam everywhere lah pokoknya. Sialnya, aku malah kebablasan. Geezz.. Masalahnya, Waroeng SS di kawasan Tuparev memang nyempil banget tempatnya, jadi nggak keliatan gitu, mana jalanan lagi macet. Alhasil, aku turun di depan Hotel Patra Jasa dan nyebrang jalan buat naik angkot GP.

Di dalam angkot GP itu, sialnya lagi aku baru tau kalo dompetku ketinggalan. Waktu itu aku mau ngambil ongkos angkot gitu, dan baru sadar kalo dompetku nggak ada di dalam tas. Setelah yakin bahwa dompetku memang bener-bener nggak ada disitu, aku minta Pak Supir buat berhenti. Aku bilang kalo dompetku ketinggalan. "Maaf ya, Pak," aku bilang. Sumpah ini pertama kalinya aku ngalamin kejadian kayak gini, dan rasanya udah pasti nggak enak banget. Mana penumpangnya banyak banget lagi, dan mereka kaget gitu waktu aku bilang dompetku ketinggalan. Astaghfirulloh.. Parah banget.

Setelah turun, aku bener-bener bingung mau ngapain. Kemudian aku inget adikku. Aku telpon ibu. Pertama-tama aku tanyain deh tuh, ada dompetku atau enggak di kamar. Ternyata memang ada. Aku bisa denger samar-samar suara bapak mencak-mencak. Biasa deh. Bapak memang paling cerewet kalo aku pergi dan lupa sesuatu (padahal beliau sendiri juga gitu. like father like daughter lah :v). Alhamdulillah, adikku mau nganterin dompetku ke Tuparev. Ah, good bro emang ^^


Untungnya Waroeng SS terletak nggak begitu jauh dari lokasi aku turun tadi. Yah, palingan cuma beberapa puluh meter lah jauhnya. Keadaan tempat udah lumayan rame waktu aku tiba disitu. Ketika aku masuk, aku disambut seorang pelayan cowok.
"Gimana, Mbak? Ada yang bisa kami bantu?" katanya.
Aku tanya, "Masih ada tempat kosong nggak, Mas?"
"Kebetulan tempatnya sudah terisi semua, Mbak".
"Luar dalem penuh semua ini, Mas?" tanya aku lagi.
"Iya, sudah penuh, Mbak. Mohon maaf."

Huaaahhh.. lagi-lagi aku kurang beruntung. Waktu udah menunjukkan jam lima kurang lima belas menit waktu itu. Sambil nunggu adikku bawa dompet di pinggir jalan, aku hubungi Inna via BBM.
Aku : "Na, penuh nih tempatnya. Gimana dong?"
Inna : "Kamu dimana sekarang? Aku mau siap-siap."
Aku : Saya di depan SS. Ya udah siap-siap aja dulu, Na. Saya juga lagi nunggu adik. Dompet saya ketinggalan soale."

Akhirnya kami memutuskan buat makan di Rumah Makan Ampera yang terletak tepat di samping Waroeng SS itu.

Sepuluh menit setelah itu, tepatnya setelah adikku dateng dan menyerahkan dompetku yang ketinggalan, aku baru masuk ke dalam rumah makannya. Berbeda dengan Waroeng SS yang penuh konsumen, Rumah Makan Ampera justru keliatan sedikit lengang. Masih ada banyak tempat yang belum terisi. Aku memilih meja outdoor paling pojok dan nunggu Inna disitu selama sekitar sepuluh menit sampe akhirnya dia tiba di tempat. Memang dasar soulmate, kami sama-sama pake pakaian item gitu, udah kayak orang mau ngelayat aja. Hahaha..

Kami berbasa-basi sedikit, sebelum akhirnya kami ngambil makanan ke dalam. Kami makan menu yang sama pula, nasi putih, ayam bakar, dan olahan kacang panjang dan kol yang entahlah apa namanya. Hahaha..
Yang nggak aku tau adalah, menu-menu itu rupanya harus dipanaskan lagi. Agak shocked juga karena waktu makan, ayam dan sayurnya dingin gitu kayak baru keluar dari kulkas. Maklum, ini pertama kalinya kami makan di tempat itu.

Selama makan, we talked about everything. Ngobrolin kesibukan masing-masing, ngobrolin kegiatan selama bulan puasa, ngobrolin planning Lebaran, nostalgia jaman sekolah..

Rupanya saat ini Inna lagi sibuk menyusun skripsinya yang udah nyampe bab tiga. Sebelumnya dia pernah KKN di kawasan Majalengka dan PKL di kantor DPRD gitu selama sebulan. Dia masih cerewet, sama kayak dia yang aku kenal dulu. Aku berusaha buat cerewet juga, tapi tetep aja nggak bisa ngalahin cerewetnya dia. Hahahaha.. Selebihnya, dia lebih cantik dan lebih dewasa dari sebelumnya. Walau agak tomboy, sama kayak aku, tapi tampaknya dia udah pintar pake make-up. Beda sama aku yang masih anti sama peralatan make-up selain bedak dan lip-gloss :v

Sekitar jam setengah tujuh, kami jalan-jalan ke kawasan Grage Mall. Tapi sebelum itu kami shalat Magrib dan Isya dulu di sebuah masjid yang terletak nggak begitu jauh dari tempat itu. Habis itu, baru deh kami ngebolang nggak jelas di Grage Mall. Iya, ngebolang, karena acaranya cuma jalan muter-muter nggak jelas disana. Hahaha.. Kami paling lama mampir di Gramedia. Itupun lagi-lagi cuma liat-liat isinya. Biasa deh, aku dibuat galau sama buku-buku yang berjejer cantik di rak. Samar-samar berasa ada suara-suara Dee, Tere Liye, Risa Sarasvati, Dan Brown, dan Veronica Roth manggil-manggil, minta aku buat bawa pulang mereka, eh buku-buku mereka maksudnya. Aduh.. maaf, Mbak, Bang, belom ada budget buat 'bertualang' sama kalian lagi :')

Kami baru pulang sekitar jam delapan. Kami berpisah di depan jalan menuju rumahnya, tepatnya di depan Hotel Luxton. Huaaahh.. sebenernya mah rasanya masih pengen jalan-jalan. Cuma karena hari udah bisa dibilang malem, maka sebelum kehabisan angkot, aku harus cepet pulang. Aku bener-bener berharap dalam waktu dekat kami bisa ketemu lagi dan ngabisin waktu bareng lagi. Aamiin :)

Total Tayangan Halaman

 
;