Selasa, 29 Maret 2016

FAKER [Part 2]

Postingan sebelumnya : FAKER [Part 1]



PENGALAMAN DI-FAKER-IN

Sekitar tahun 2011 sampai 2012, aku berteman dekat sama Teh Tyas dari Bogor, Maya dari Nganjuk, dan Teh Fany dari Bandung. Ketiganya adalah temen Facebook-ku, dan sama-sama tergabung dalam keluarga MCRmy—penggemar My Chemical Romance. Saking dekatnya, kami sering chat via Facebook, dan saling memanggil dengan awalan ‘Jeng’. Ya know.. panggilan ala ibu-ibu arisan : Jeng Putri, Jeng Tyas, Jeng Maya, dan Jeng Fany.

Suatu hari, dalam sebuah perbincangan di SMS, Teh Tyas tanya, “Jeng, kamu pernah curiga nggak sih kalo Jeng Fany itu sebenernya akun palsu yang dikendalikan sama seseorang?”
Karena heran, aku tanya balik, “Hah? Maksudnya gimana, Jeng?”
“Ya aku curiga aja kalo dia itu sebenernya Faker,” jawab Teh Tyas.
Well, saat itu aku nggak pernah mencurigai siapapun diantara temen-temenku itu. Tapi semenjak Teh Tyas melemparkan pertanyaan itu, aku jadi kepikiran sesuatu, yakni foto-foto di album Teh Fany yang selama ini diakui sebagai foto-foto miliknya. Foto-fotonya tuh extremely pretty banget. Rambut hitam panjang dan lurus, kulit putih, bibir penuh, tubuh langsing dan tinggi semampai (dia pernah bilang kalo dia punya tinggi badan sekitar seratus tujuh puluhan centimeter). Aku yakin, cowok straight manapun nggak ada yang berpendapat kalo dia nggak cantik. Dengan penampilan secantik itu, dia sangat pantas jadi model ataupun pramugari.




Kemudian setelah itu, aku memutuskan untuk melakukan penyelidikan. Pertama-tama, diam-diam aku selidiki akunnya. Memang aneh sih rasanya. Dia cantik, punya banyak temen, tapi nggak ada satupun foto dia bareng temen-temennya disitu. Aku denger dia adalah mahasiswi jurusan Ekonomi. Pastilah (harusnya) dia punya banyak temen, apalagi didukung sama penampilan fisiknya yang menarik dan kepribadiannya yang supel. Kemudian aku ambil satu fotonya buat aku selidiki. Ya know what? Penyelidikan itu langsung membuahkan hasil dalam satu langkah aja! Akun orang yang selama ini aku kenal bernama Fany Silvia itu, yang selama sekitar setahun lamanya satu gank bareng aku.. ternyata dia FAKE! Geezz.. How the hell didn’t we notice it? Selama ini dia pake fotonya Hoang Thuy Linh—penyanyi asal Vietnam. Langsung aja aku kabarin hal itu ke Teh Tyas.




Nggak cukup sampai disitu, aku terus melakukan penyelidikan. Bersama Teh Tyas, kami berdua mencoba mengungkap siapa pengendali akun Fany itu. Kami telusuri akunnya dari awal pembuatan sampe terakhir kali dia update status. Tapi disamping melakukan penyelidikan, kami masih berkomunikasi sama dia seperti biasa, seolah-olah fakta bahwa dia adalah Faker itu nggak pernah kami ketahui.

Dari penyelidikan itu, kami memperoleh banyak kejanggalan dari akun itu. Nggak hanya janggal dari fotonya, tapi juga dari bahasa dan kata-katanya dari waktu ke waktu. Di awal-awal pembuatan, dia alay banget, kalimat-kalimat di statusnya pun nggak jauh dari kegalauan dan hal-hal berbau cinta. Oke, ini masih bisa dibilang wajar, sebagian besar orang pernah mengalami fase ini, mungkin aja saat itu dia belum ‘dewasa’. Kemudian beberapa lama setelah itu, dia mulai jadi manusia yang ‘normal’, alias nggak alay. Dia jadi sering update status dengan bahasa Indonesia yang bisa dibilang baku. Di sebuah status yang dia update, ada komentar dia yang menyatakan bahwa dia berasal dari sebuah pulau di luar Jawa (Kalimantan atau dimana gitu, aku lupa), sehingga dia nggak bisa berbahasa Sunda dan nggak ngerti kalo ada orang yang ngomong bahasa Sunda. Tapi anehnya, setelah dia mengungkapkan bahwa dia sama sekali nggak bisa berbahasa Sunda di salah satu statusnya, beberapa bulan kemudian dia jadi sering update status dan komen-komenan dengan bahasa Sunda. Bukankah itu aneh? Rasanya mustahil kalo seseorang bisa memahami suatu bahasa dan menggunakannya dalam kurun waktu beberapa bulan aja. Selain itu, status yang dia update pun jadi ‘kecowok-cowokan’ : ngebahas bola, ngebahas kalo dia abis nge-drift dari Bandung ke Jakarta trus balik lagi, ngebahas kalo dia abis minum suatu merk kopi trus mencret setelahnya.. Sangat berbeda dengan bahasa Fany yang dulu pas awal-awal dia bikin akun, sangat ‘kecewek-cewekan’ dan terkesan innocent gitu. Tapi memang justru Fany yang ‘kecowok-cowokan’ inilah yang aku, Teh Tyas, dan Maya kenal selama ini. Kami pikir dia tomboy dan cuek gitu orangnya. Tapi kalo ngeliat perubahan perilaku dia dari waktu ke waktu (yang saat itu baru kami sadari) itu, jelas aja hal ini bikin kami bertanya-tanya.

Selain kejanggalan-kejanggalan itu, aku dan Teh Tyas juga mencurigai seorang cowok yang sebut aja bernama Doing. Doing ini mantannya si Fany, dan kami curiga bahwa si Doing lah si pengendali akun itu. Kami mau menyelidikinya, tapi nggak tau gimana caranya. Aku mau add dia, tapi takut dia mikir macem-macem. Aku nggak puas dengan hanya mengetahui bahwa akun Fany itu fake. Aku penasaran pengen tau siapa dalang dibalik akun palsu itu. Aku terus memutar otak, sampai akhirnya aku mendapat ilham. Haha..

Namanya temen deket, pasti nggak afdol kalo nggak tuker-tukeran nomor kontak. Dan sebagai salah satu temen deket Fany, tentu aku punya nomor hapenya. Kami memang cukup sering SMS-an, tapi sekalipun kami nggak pernah telponan. Teh Tyas pernah bilang bahwa Fany memang selalu menolak kalo diajak telponan. Dia punya masalah pendengaran, katanya. Anehnya, sebelumnya Fany pernah cerita kalo dia suka dengerin musik pake headset selama berjam-jam. Makanya aku terdorong untuk melakukan cara ini untuk membongkar kedoknya. Aku beli kartu perdana baru, lalu aku telpon dia, yah missed call lebih tepatnya, coz aku sama sekali nggak berniat buat ngobrol sama dia. Aku cuma mau dengar suaranya, hanya mau memastikan apakah pemilik nomor hape itu cewek atau cowok. Ketika aku telpon, si pemilik nomor mengangkat telponku, tapi dia nggak ngucapin sepatah katapun. Aku matiin, lalu aku telpon lagi, tapi responnya tetap sama, dia mengangkat telponku tapi nggak ngucapin apa-apa. Akhirnya aku SMS aja dia. Aku nggak yakin bahwa si Doing adalah dalang dibalik akun Fany, tapi aku mencurigainya, jadi aku gambling aja. Aku SMS dengan hanya menyapa, “Doing!”
Dan berhasil! Si pemilik nomor membalas SMS-ku, pake bahasa Sunda, “Ieu saha? Dewi nya?”
Yes! Semakin kuatlah kecurigaanku.
Alih-alih menjawab pertanyaannya, aku justru tanya balik. Sengaja, buat memastikan apakah trikku bener-bener tepat sasaran. “Lagi apa, Doing?”
Aku lupa dia jawab apa waktu itu, tapi aku inget dia nanya, “.... Dewi kumaha damang?
Lagi-lagi aku nggak jawab. Aku malah telpon dia lagi. Berhasil! Dia angkat telponku, dan finally bilang “Halo?” Suara cowok.

Damn!

Langsung aja aku sampein hal itu sama Teh Tyas. Awalnya hal ini cuma aku dan Teh Tyas aja yang tau, tapi karena Maya juga satu gank sama kami, akhirnya aku memutuskan untuk memberitahu Maya juga. Maya shock waktu aku kasih tau hal itu, coz dia sering curhat hal pribadi sama Fany palsu itu, dan dia menyesal banget. “Kalo aku tau dia cowok, aku nggak akan curhat hal-hal pribadiku ke dia, Jeng,” katanya.

Awalnya, aku, Teh Tyas, dan Maya berniat ngerjain dia dengan tujuan membongkar kedok dia di Facebook, biar para MCRmy lain yang bertemen sama dia—termasuk mereka yang naksir setengah mati sama dia—pada tau soal kepalsuan akun itu. Tapi niat itu kami urungkan, coz takutnya hal itu malah mengundang bullying, baik itu kepada mereka yang naksir Fany maupun kepada si Doing itu sendiri. Selain itu, kami kan berpengalaman jadi Faker juga. Kok kayaknya gimana gitu kalo kita mengungkap kedok Faker, tapi kitanya sendiri juga berpengalaman jadi Faker (walaupun dalam dunia per-faker-an kami nggak bisa sejago dia dalam menjalin hubungan pertemanan. just so you know aja, walaupun fake dan fotonya mudah terlacak, tapi dia nggak pake akun palsu lain ataupun autolike lho buat bikin akunnya rame dan hidup). Akhirnya kami memutuskan untuk menyelesaikan hal itu secara personal.

Menjelang Idul Fitri 2012 itu, aku dan temen-temen satu gank-ku itu saling mengirim SMS permohonan maaf lahir batin, termasuk si Fany. Nah, disitulah aku bilang ke dia—via SMS, “Udah mau Lebaran nih, Jeng. Udah maap-maapan juga, jadi topengnya dibuka dong.”
“Maksudnya gimana, Jeng?” balasnya.
Kemudian aku membeberkan semuanya ke dia.. tentang kecurigaan kami, tentang penyelidikan itu, tentang foto dan akun palsunya.. sampe akhirnya dia mengakui kesalahannya. Dia minta maaf atas hal itu, dan meminta aku buat menyampaikan permintaan maafnya juga ke Teh Tyas dan Maya. Dia juga sempat mewanti-wanti kami buat berhati-hati karena diantara para MCRmy Indonesia di sekitar kami, ada enam akun palsu lagi. Kemudian beberapa lama setelah pengakuan itu, akun Fany pun udah nggak ada lagi. Kemungkinan si Doing menonaktifkannya.

Beberapa hari pasca hilangnya akun Fany, grup MCRmy heboh. Banyak yang nyariin dia, banyak yang kehilangan, banyak yang ngerasa kangen.. Well, jujur.. aku, Teh Tyas, dan Maya juga kangen sama sosok Fany. Dan yang pasti yang kami kangenin itu Fany, bukan Doing. Kami kangen nge-chat dan seru-seruan bareng. Andai Fany Silvia itu beneran ada, dia adalah sosok yang bisa banget jadi temen baik kami. Setelah kepalsuan itu kebongkar, kami tentu kecewa berat. Kami nggak bisa bertemen sama Doing. Kalopun bisa, hubungan pertemanan kami tentu nggak bakal sama kayak hubungan pertemanan kami dengan Fany, meskipun mereka adalah orang yang sama.


Gambar ilustrasi kami berempat. Ini temen Teh Tyas lho yang bikin.
[Ki-Ka : aku, Teh Tyas, Fany, Maya]


[Ki-Ka : aku, Maya, Fany, Teh Tyas]


[Ki-Ka : Maya, Fany, Teh Tyas, aku]



PENGALAMAN JADI FAKER

Aku melakukannya beberapa tahun yang lalu, waktu statusku masih merupakan seorang pelajar. Aku pake foto seorang seleb cowok yang kurang terkenal saat itu, dan berperan sebagai seorang mahasiswa dari suatu universitas di sebuah kota besar di Jawa Barat. Tujuan aku membuat akun ini adalah karena aku bosen jadi diriku sendiri.  Aku pengen mencoba jadi orang lain, khususnya jadi cowok. Yah, mungkin karena kepribadianku yang agak boyish juga, makanya aku mencoba ‘menjadi sosok yang berbeda’ di dunia maya. Selain itu saat itu aku juga lagi nge-stalk sebuah grup Facebook yang menghina Islam gitu, dan dengan akun palsuku itu, aku ikut berpartisipasi disana. Bukan koar-koar dengan kata-kata kasar lho ya, melainkan dengan memberikan opini dan pemikiranku terhadap penghinaan mereka.

Aku juga sempat bekerjasama dengan dua Faker lainnya. Yang satu usianya tiga tahun dibawahku. Tapi akhirnya aku memutuskan hubungan kerjasama kami karena Faker yang satu itu kurang hati-hati dalam mengelola akun palsunya (asal comot dan upload foto, dan pura-pura jadi cowok blasteran Thailand, tapi bahasa Inggris dan Thailandnya berantakan karena hasil copy gugel trenslet). Sedangkan Faker yang satunya jarang banget aktif, bahkan dia pensiun duluan dari dunia per-faker-an.

Gimana sih rasanya jadi Faker?
Aku akui rasanya asik. Apalagi saat berperan menjadi sosok yang berbeda dengan gender yang berbeda pula. Dan yang pasti karena aku berperan menjadi seorang cowok yang good-looking, aku jadi menuai banyak pujian dari banyak orang. Percaya atau enggak, inilah hal yang paling disukai oleh Faker pada umumnya, apalagi Faker yang suka banget cari perhatian orang : Sering upload foto, sering nge-tag orang yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan postingan dia, sering mancing komen.. haisshh.. -_-
Tapi selama jadi Faker, aku nggak pernah tuh mencari perhatian dengan sembarangan nge-tag orang kayak gitu, karena ya memang tujuan utamaku bukan buat tebar pesona. Haha..

Karakter asliku yang agak boyish juga membuatku bisa mendalami peran ini. Percaya atau enggak, cowok nge-faker jadi cewek itu gampang. Tapi cewek nge-faker jadi cowok itu susah. Bukan susah MENJALANI-nya, tapi susah MENDALAMI perannya, karena menurutku cewek yang mau jadi Faker untuk jenis kelamin ini harus punya sisi maskulin dulu (ceilah..). Kalopun enggak punya sisi maskulin, seenggaknya dia harus mengetahui, memahami, atau bahkan menyukai hal-hal yang identik dengan cowok, misalnya bola. Semua cowok—apalagi cowok straight alias normal—pasti suka sepak bola, futsal, atau basket. Dan sangat aneh kalo ada cowok straight yang SERING update status tapi sama sekali nggak pernah update status berbau bola, malah cinta-cintaan dan galau-galauan terus yang di-update. Yah, kalo nggak update tentang bola ya update apa kek yang berbau maskulin. Inilah yang sering jadi problem. Sangat jarang Faker cewek yang nge-fakerin cewek. Mereka cenderung nge-fakerin cowok, tapi nggak bisa ‘menjadi cowok’ yang baik (dalam artian sama sekali nggak punya sisi kecowok-cowokan).

Saat itu aku tau.. tau banget kalo apa yang aku lakukan ini adalah salah satu perbuatan tercela, karena meskipun aku nggak melakukan suatu kejahatan kriminal, tapi intinya sama aja ‘bohongin orang’, dan Tuhan nggak suka ini. Tapi nggak tau kenapa, sesuatu yang tercela itu selalu menimbulkan efek ‘nikmat’, semua orang pasti tau itu. Godaan setan banget ya..
Yah, intinya aku nggak sepenuhnya khilaf. Aku melakukan suatu hal yang aku tau bahwa itu salah. Kesadaran akan kesalahan itu membuat aku terpikir untuk melakukan sedikit hal baik, yakni bantuin temen-temen dunia mayaku mengerjakan tugas sekolahnya. Eit, don’t say “Whut!?” :v

Well, temen-temen Facebook dari akun palsuku mostly adalah para pelajar SMP dan SMA. Mereka biasanya sering minta bantuan gitu deh kalo mereka dapet tugas sekolah. Mungkin karena mereka ngeliat title-ku yang sebagai mahasiswa kali ya. Dan jangan tanya kenapa mereka minta tolongnya ke aku, karena aku juga nggak ngerti. Mungkin ini amanah yang dikasih Tuhan biar dosaku nggak numpuk-numpuk banget. Entahlah :v
 Untung tugasnya nggak susah-susah banget dan nggak melampaui kemampuanku, jadi ya sekalian aja aku ajarin. Aneh juga sih sebenernya, aku bisa ngajarin orang via dumay, tapi nggak bisa ngajarin orang secara langsung -_-

Aku baru berhenti jadi Faker ketika aku ‘yang bukan aku’ itu ditaksir sama dua orang cewek di Facebook. Cewek yang pertama adalah seorang pelajar dan bisa dibilang agak freak. Dengan beraninya dia menyatakan perasaannya dan bilang bahwa dia pengen banget jadi pacar aku ‘yang bukan aku’ tersebut. Kadang dia juga minta aku membantunya ngerjain tugas sekolah. Hal itu tentu masih bisa aku penuhi, tapi yang lebih gilanya lagi, dia berani minta diisiin pulsa. WTF!!

Sedangkan cewek yang satunya adalah seorang karyawan sebuah produk. Berbeda dengan cewek yang pertama, cewek yang satu ini baik banget, dan kami sangat klop. Kami bisa ngobrolin apapun sampe berjam-jam dan hampir nggak ada putusnya karena setiap kami berkomunikasi, ada aja topik yang dibahas. Dia memang nggak pernah menyatakan perasaannya secara langsung kayak cewek yang pertama itu, hanya aja dia sering ngasih kode baik itu lewat kata-katanya saat kami berkomunikasi maupun lewat status-statusnya. Dia juga mengaku kagum sama aku ‘yang bukan aku’ yang care sama dedek-dedek itu (temen-temen Facebook-ku yang masih pelajar yang sering aku bantuin itu). Dari situ aku jadi sadar bahwa dia mulai punya perasaan khusus terhadap aku ‘yang bukan aku’ itu. Karena aku nggak mau bikin dia tenggelam terlalu jauh kedalam perasaannya, akhirnya ya begitulah.. Aku pensiun jadi Faker.

Awalnya memang sulit. Di awal-awal pensiun, aku masih suka log in akun palsuku walau nggak sesering dulu. ‘Menjadi orang lain’ di dunia maya rasanya udah menjadi candu saat itu, sehingga rasanya beteeee banget kalo aku menghentikan aktifitas itu. Tapi lama-lama akhirnya aku berhenti juga sih dari aktifitas pemalsuan identitas itu, walaupun kadang-kadang masih iseng log in buat sekedar nengokin aja (barangkali ada pesan gitu, dan memang bener, cukup banyak yang kehilangan aku dan mengirim pesan gitu, tapi of course nggak aku balas). Pernah suatu hari adikku memergoki aku saat aku lagi log in ke akun palsuku itu. Trus dia bilang, “Masih aja ngerjain orang. Awas lho, setiap kali log in ke situ, dosa nambah satu,” gitu katanya. Dia kira aku masih nge-faker, padahal sebenernya cuma nengokin doang. Sebenernya tanpa dia bilang gitu pun aku tau itu kok. Bahkan aku pikir, dosa itu mungkin bukan cuma nambah setiap kali log in, melainkan nambah dari setiap kata atau kalimat yang kita sampaikan dari akun palsu itu. Naudzubillah..

***

Intinya, buat para Faker—khususnya buat para Faker yang merugikan, mending berhenti deh eksis di dunia maya dengan cara kayak gitu. Well, sebenarnya sah-sah aja sih jadi Faker, toh semua orang butuh hiburan dan dosa juga diri sendiri yang nanggung. Nggak masalah juga bagi kita yang bukan Faker tapi mau berteman sama Faker, karena toh memang dunia maya itu dunia penuh tipuan (yang real aja banyak yang menipu, apalagi yang jelas-jelas fake). Asalkan si Faker itu ya seperti yang aku sebut tadi : nggak merugikan orang lain.

Faker yang merugikan tuh yang kayak gimana?

Faker yang membuat kita/orang lain percaya sepenuhnya.
Ada Faker yang berusaha membuat kita nyaman dan percaya, sehingga kita merasa si Faker ini sahabat yang baik, sampe-sampe rahasia kita yang paling pribadi pun diungkapin ke dia.
Faker yang membuat kita/orang lain sampe jatuh cinta.
Banyak banget Faker semacam ini, dan ini bahaya banget. Dengan penampilan yang good looking, sangat mudah bagi para Faker buat menarik lawan jenis. Apalagi kebanyakan dari para Faker itu nggak cuma good looking doang, tapi biasanya mereka itu jaim dan manis (ada yang smart, sopan, alim, baik, romantis.. pokoknya baik deh, nggak tau aslinya kayak gimana). Mudah bagi para Faker itu buat bikin orang lain suka bahkan sampe in love segala. Nah, kalo rasa sukanya udah level berat—pakai perasaan—gitu, gimana coba perasaan korban kalo sampe si Faker ketauan palsu? Pasti kecewa banget kan? Lebih gawat lagi kalo si Faker menghilang (atau pura-pura meninggal, misalnya) tanpa korban pernah tau bahwa dia itu palsu. Itu pasti bakal sangat memukul dia banget. Bahkan bukan nggak mungkin lho si korban bakal kepikiran atau depresi karena kehilangan.

Ah, si Putri lebay nih. Mana ada yang kayak gitu!
Hey, just so you know aja, Guys. Aku menulis ini karena aku pernah melakukan, mendengar, mengamati, dan mengalami. Kan diatas tadi udah aku ceritain pengalamanku di-faker-in dan nge-faker. Kejadian nyatanya juga udah ada, bahkan pernah diangkat kasusnya di salah satu episode reality show Rumah Uya lho.
Tapi masa bisa sampe depresi segala?
Bisa. Bukan nggak mungkin. Namanya udah percaya dan jatuh cinta gimana sih rasanya? Bayangin, kita udah buang banyak waktu buat dia—si Faker, udah ngasih apa yang dia minta (misalnya si Faker minta dikirimin pulsa atau barang gitu), udah nutup hati buat orang lain demi dia.. tapi dianya malah menghilang ninggalin kita. Apa nggak kecewa? Apa nggak sakit dan sedih rasanya? Nah, kalo korban udah nge-down gitu, apa si Faker bakal tanggung jawab? I don’t think that they would :)


Gitu aja sih pesanku. Jangan gampang percaya sama orang asing, khususnya mereka yang kamu kenal lewat dunia maya. Apalagi kalo mau cari pasangan. Jangan terlalu mudah tertarik sama penampilan luar. Kenali dulu dia dengan baik, ajak komunikasi, ajak ketemuan.. baru kalo udah klop, terserah deh mau dipacarin, mau dinikahin, atau apalah. REMEMBER? Orang baik di dunia maya itu banyak, tapi yang nakal lebih banyak :)

Mau tau lebih banyak tentang Faker? Tengok page ini aja, or like this page if you don't mind :)   >>   All About Faker

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Jd km pernah bertemen sedeket itu ya sama dia. :' sayang sekali ya...heu...namanya fany lagi. Wkwk sebagai orang yg pny nama sm aku merasa prihatin *halah :v

Anonim mengatakan...

Hehe iya...btw dl aq smpet curiga wkt dia komenim ftoku.muji2 gtu :v

Putri Vidialesta mengatakan...

Nah lho, ternyata kamu pernah curiga juga sama dia, Sis :o
Fotoku juga prnh dikomen gitu. Bodohnya aku yg waktu itu belum curiga sama dia malah bilang "Kamu juga cantik banget, Jeng" :'v

Anonim mengatakan...

Iya muji2 cantik gtu. Ya aku smpet bilang jg kl dia jauh lbh cantik. Hadeh...wkwk

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;