Senin, 26 Juni 2017 0 komentar

Eid Mubarak : 1438 H

Ramadhan has gone again, dan lagi-lagi kepergiannya meninggalkan sesal : Kenapa waktu dia masih ada, aku nggak begini? Kenapa waktu dia masih ada, aku nggak begitu? Kenapa kehadirannya banyak kusia-siakan?

Terlepas dari ibadah puasaku yang (I dunno why it could happen but alhamdulillah) nggak bolong tahun ini, aku menyesali ibadahku yang kurang maksimal, khususnya shalat tarawihku yang banyak bolosnya. Hingga akhirnya ketika Idul Fitri tiba, aku masih merasa hampa. Mungkin inilah salah satu faktor yang menyebabkan Idul Fitri tahun ini terasa biasa-biasa aja buatku.

Di Idul Fitri tahun ini juga, banyak anggota keluarga besar yang nggak ketemu, khususnya mereka yang tinggal di kabupaten ataupun luar kota. Yah, kalo dulu sih aku dan keluarga besar ibuku biasa mengunjungi mereka satu persatu ke daerah tempat tinggal mereka, tapi berhubung kondisi kesehatan nenek nggak memungkinkan buat bepergian, alhasil tahun ini kami nggak kemana-mana. Palingan beberapa orang dari mereka aja yang datang kemari untuk menjenguk beliau. Selebihnya hanya bersua via Whatsapp ataupun BBM.

Selain itu, kondisi tubuhku yang sedang kurang fit juga membuatku kurang menikmati momen-momen lebaran dengan maksimal. Sebenarnya udah sejak tiga hari sebelum Idul Fitri badanku minta diistirahatkan. Tangan dan kakiku pegal-pegal nggak karuan. Hari Sabtunya giliran sakit tenggorokan dan sariawan yang menyerang tanpa tau waktu. Sayangnya pada hari itupun ngantor masih jadi satu kewajiban. Yup, aku dan rekan-rekan memang hanya dikasih waktu libur selama tiga hari. Mulai libur hari Minggu, hari Rabu harus udah ngantor lagi. Terlalu sedikit memang, tapi kami nggak bisa protes.

Tapi alhamdulillah, meskipun kondisi badan sedang nggak fit, hal ini nggak menghalangiku untuk melaksanakan Shalat Ied dan bersilaturahmi dari rumah ke rumah. Hanya aja memang aku jadi nggak banyak bicara, apalagi makan. Aku sama sekali nggak tergoda untuk menyentuh nastar dan kastangel keju yang selalu jadi primadona di hari lebaran, juga permen cokelat dalam toples yang ditawarkan Wak Nok. Aku juga harus menahan air liur saat melihat Gege—sepupuku—menikmati sepiring sambel asem—kuliner khas Cirebon berupa segenggam kangkung rebus dan kerupuk melarat yang disiram sambal yang terbuat dari cabe, bawang putih, terasi, gula merah, garam, dan air rendaman buah asam. Selain itu, saat berkunjung ke rumah nenek—yang selalu jadi destinasi terakhir kunjungan di hari lebaran—aku banyak tidurnya. Wakakakak.. Susah emang kalo sleepy head udah ketemu bantal :v

Malam harinya, saat adik dan sepupuku merencanakan nonton Transformers, aku keukeuh minta ikut. Kurampok adikku, minta dibayarin. Mwahaha.. (Well, his earnings are far bigger than mine, jadi merampok adik sendiri itu sah-sah aja). Tapi nggak merampok juga sih namanya, karena dia sendiri nggak menolak. Uh, good brother.. :3

Jadi, setelah kami mengantar ibu pulang dan aku mengganti kerudung, mengambil jaket, serta menghisap Degirol, aku, adikku, Fahrul, dan Rizki segera meluncur ke CGV Blitz Grage City Mall. Saat itu jam setengah delapan malam. Gege yang udah lebih dahulu tiba disana udah mencak-mencak di seberang telepon, karena dia udah beli tiket untuk waktu tayang jam setengah delapan buat kami. Oleh karena itu, adikku yang memboncengku, dan Fahrul yang membonceng Rizki segera memacu motor secepat mungkin. Kami tiba di Grage City Mall pukul setengah delapan lewat sepuluh menit. Kami melangkah cepat menuju CGV Blitz. Disana, kami udah ditunggu Awan—husband-to-be nya Gege—yang segera menyerahkan empat tiket untuk kami. Film Transformers udah dimulai saat kami masuk. Untungnya tempat duduk kami nggak begitu jauh dari tangga. Kami langsung mengambil posisi nyaman masing-masing.

Honestly, ini pertama kalinya aku nonton film Transformers. Bahkan seri-seri sebelumnya yang bersemayam di notebook-ku belum pernah kuputar. Maka berbeda dengan ketiga sepupuku yang sangat antusias sebelum nonton, aku malah biasa-biasa aja. Dan terkecuali BumbleBee, si mobil kuning, aku nggak mengenal siapa-siapa aja tokoh dalam film ini. Ya know, aku bahkan sempet-sempetnya tidur selama beberapa menit di tengah-tengah pemutaran film. Wakakak.. parah banget. Tapi ketika orang lain mostly berpendapat bahwa film ini merupakan serial tergagal dari film Transformers, aku justru berpendapat film ini cukup seru. Entahlah, mungkin karena aku baru pertama kali nonton (plus nontonnya di bioskop), jadi ya kesannya seru-seru aja. Aku jadi termotivasi buat nonton seri sebelumnya.

Oke, sebelum menutup postingan ini, aku mengucapkan selamat Idul Fitri 1 Syawal 1438 H. Semoga ibadah kita semua berkah, dan kita diberi kesempatan untuk bisa bertemu Ramadhan berikutnya. Aamiin yaa robbal alamiin. Taqobbalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan batin.

Happy Eid Mubarak, Everyone! :)
Jumat, 16 Juni 2017 2 komentar

Dear, Bang Fie. Tetaplah Mengagumkan :)

Teruntuk Kawan-kawan Yang Mengagumkan

Pada tahun 2013, aku yang baru saja berkeliling Indonesia memutuskan untuk mengikuti kata hatiku: menjadi penulis. Tapi, nasib berkata lain. Sewaktu tiba di kampung halamanku, Bandung, lagu-laguku yang seliweran di internet sedari aku belum berkelana ternyata mendapat anemo yang luar biasa besar. Nasib membawaku untuk serius di dunia musik. Kukumpulkan beberapa sahabat, kemudian membentuk @kerabatkerja. Kami mulai perform di sana-sini, tanpa terasa ratusan panggung sudah kami taklukkan.

Hingga, hampir empat tahun berlalu, datanglah perasaan yang paling kutakutkan: jenuh.

Kian lama, aku tidak lagi menikmati berada di panggung; aku lelah dengan segala ingar-bingar; aku takut ketika orang-orang lebih memerhatikan tampangku (yang pas-pasan), dibandingkan karyaku. Aku rindu bertualang, rindu mendaki, rindu berbincang dengan kawan-kawan baru tanpa harus sibuk selfie, rindu melihat senja di tepi pantai tanpa harus diseret pulang karena jadwal manggung yang padat, rindu mengasingkan diri untuk menulis.

Maka dari itu, aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari Kerabat Kerja. Semoga kami sukses di jalan kami masing-masing. Aku memohon maaf yang sebesarnya jika mengecewakan Kawan-kawan yang telah mendukung hingga sejauh ini. Jika memang berjodoh, mungkin kelak kami akan kembali melangkah beriringan. Dan yakinlah, di luar panggung, kami akan tetap menjadi saudara.


Terima kasih, jabat erat, peluk hangat.

Salam: Fiersa Besari

Source : @fiersabesari

Firstly, aku berharap Teman-Teman Pembaca nggak bosan karena selama dua pekan ini aku menulis tentang satu orang yang sama (Ge-Er kau, Put. Bodo amat. Siapa juga yang rutin baca blogmu?)

Well, aku baru aja bangun dari tidur nyenyak sebelum akhirnya bangun dan dikejutkan dengan postingan terbaru yang diposting Bang Fiersa di Instagramnya. Aku nggak mau sebut ini sebagai mimpi buruk di tengah malam, tapi aku nggak bisa bohong kalo ini nyesek. Iya, nyesek.

Apa itu artinya aku nggak akan mendengar karya musik terbarunya lagi?
Nggak bisa lihat dia manggung lagi?
Ya ampun, aku benar-benar nggak menyangka bahwa pertemuan kami dua pekan lalu itu menjadi pertemuan yang pertama sekaligus yang terakhir.
Setelah ini, apa mungkin bisa bertemu lagi?

Aku bersyukur.. Bersyukur karena pernah diberi kesempatan untuk bertemu lelaki mengagumkan dan rendah hati ini, meskipun waktunya amat sangat terbatas. Aku akan merindukan karya musiknya yang minus kata 'Cinta', merindukan suara tarikan nafasnya di awal baris lagu yang dinyanyikannya..

Sebagai penggemar, aku menghargai keputusannya ini. However, menurutku, ia mengundurkan diri dengan alasan yang keren. Ketika orang lain menginginkan popularitas, ia justru memutuskan berhenti ketika dirinya hampir naik ke atas daun. Apapun keputusannya, semoga ini yang terbaik. Yah, jika kami nggak bisa bersua lagi sebagai seorang musisi dengan pendengarnya, mungkin suatu saat kami bisa bersua sebagai seorang penulis dengan pembacanya. Semoga.

Sukses selalu, Bang Fie dan Kerabat Kerja. ILYA :)
Senin, 12 Juni 2017 0 komentar

Everyday With Fiersa Besari

Sepekan berlalu, sejak pertemuanku dengan si Pria Mengagumkan, Fiersa Besari. Entahlah.. Apa aku satu-satunya yang nggak bisa move on selama sepekan penuh dari event yang diselenggarakan oleh Gramedia dan penerbit Mediakita itu?

Selama sepekan ini pula, lagu-lagu Paramore, Our Last Night, Taylor Swift, dan Crown The Empire (yang belakangan kemarin lagi suka banget aku dengerin) aku liburkan. Sebagai gantinya, lagu Fiersa Besari dari album 11:11 sampai album Konspirasi Alam Semesta kuputar berulang-ulang. Bahkan lagu-lagu yang dulu nggak pernah aku dengarkan, aku dengarkan berulang-ulang. Misalnya lagu Melangkah Tanpamu, Senja Bersayap, dan Edelweiss. Sebelum adanya event itu, tiga lagu ini mungkin baru kudengar satu dua kali sejak ditransfer dari laptop Mas Rizki—teman yang memperkenalkanku dengan karya Bang Fiersa—dua tahun lalu. Bayangin, dua tahun, Meeeen.. itu lagu dibiarin lumutan (karena yang sering kudengar mostly yang berbahasa Inggris. Haha..). Pas sekarang didengar lagi, eh kok enak ya? Sampai dijadiin nada alarm. Trus kemarin juga sempat duet bawain lagu Edelweiss itu bareng Tifanny. Muehehe..

Dan apa cuma aku yang hobi nge-stalk IG mereka yang memposting momen-momen saat event Konspirasi Alam Semesta itu digelar, lalu baper setelahnya?
Well, mungkin ini terdengar berlebihan. Tapi jujur, sejak hari Minggu tanggal 4 Juni yang indah itu, aku jadi hobi nge-stalk akun Instagram Bang Fiersa dan para penggemarnya. Dan kalo nemu foto-foto mereka yang bareng-bareng, aku jadi baper. Iya, baper, karena nggak mendapatkan kesempatan yang sama. Yang lebih baper-ing lagi adalah postingan mereka yang pamer percakapan mereka disela-sela kegiatan book-signing. Ada yang basa-basi tanya, "Bung, kenal si A nggak?", atau "Bung, Sheila-gank juga ya?" malah ada yang gombalin juga, tapi diladenin gitu sama si Abang. Sedangkan aku boro-boro mau basa-basi pas face to face, napas aja susah.

Aku berharap banget, dalam waktu dekat, Bang Fiersa bakal datang lagi ke kota ini dengan durasi pertemuan yang lebih lama dan lagu yang lebih banyak. Dan aku harap, aku bisa datang bersama teman yang memiliki minat sama pula. Seru rasanya membayangkan berangkulan bahu bareng sahabat ketika lagu Kawan Mengagumkan dibawakan, ketawa bareng saat Bang Fiersa bercerita, dan gandengan tangan selama mengantre untuk book-signing. Rasanya envy aja ngeliat beberapa orang teman atau pasangan yang gandengan melulu selama antre untuk book-signing kemarin =.='
Minggu, 11 Juni 2017 0 komentar

BUKU : HUJAN by Tere Liye

Apa yang akan kamu lakukan jika memiliki kesempatan untuk menghapus kenangan masa lalumu yang menyakitkan? Memilih menghilangkannya dari ingatanmu? Atau justru memeluk semua kenangan itu? Mengikhlaskan? Menerimanya sebagai bagian dari hidupmu?




Satu lagi karya Tere Liye yang berhasil mengaduk-aduk perasaanku. Kali ini novel bergenre romance dengan balutan science-fiction berjudul 'Hujan'.

Kisah berawal dari seorang gadis bernama Lail yang datang kepada seorang paramedis bernama Elijah untuk meminta kenangan menyakitkan di masa lalunya dihapus. Ketika itu, tahun 2050, dimana teknologi sudah sangat canggih, bahkan ingatan aja bisa dimodifikasi.

Kemudian alur cerita mundur ke delapan tahun lalu, dimana sebuah bencana besar melanda negeri. Gunung purba meletus, menyebabkan semburan abu panas ribuan Celcius dan gempa vulkanik berkekuatan 10 skala Richter. Hanya sepuluh persen penduduk bumi yang selamat dari bencana mematikan itu. Lail yang saat itu masih berusia tiga belas tahun diselamatkan oleh seorang remaja laki-laki bernama Esok setelah sebelumnya mereka sama-sama terjebak dalam lorong kereta bawah tanah bersama ratusan penumpang kereta yang mereka tumpangi. Meski keduanya selamat, namun mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa kedua orangtua Lail dan empat kakak kandung Esok nggak bisa diselamatkan. Sejak saat itu Lail dan Esok pun bersahabat baik, lebih tepatnya seperti adik dan kakak, karena dimana ada Esok, disitu ada Lail; dimana ada Lail, Esok ada disampingnya. Setiap bertemu, mereka selalu menghabiskan waktu dengan berboncengan naik sepeda, berkeliling kota. Namun beberapa tahun kemudian, Lail menyadari bahwa dirinya nggak mau hanya dianggap adik oleh Esok.


Ilustrasi. Self-edited.

Well, mungkin nampaknya klise. Sahabat jadi cinta. Tapi bukan Tere Liye namanya kalo nggak mengemas kisah ini berbeda dengan kisah sahabat jadi cinta kebanyakan. Karena novel ini berbalut science-fiction, maka nggak hanya diajak baper, kita juga diajak berimajinasi tentang bagaimana kehidupan bumi di masa depan dan mengenal berbagai istilah-istilah 'sulit'. Oh ya, novel ini juga bercerita tentang persahabatan. Aku dibuat tersenyum dan cengar-cengir sama kisah persahabatan antara Lail dan Maryam, teman sekamarnya di Panti Sosial. Meski digambarkan sebagai sosok yang kurus, berambut kribo, dan berwajah jerawatan, tapi aku suka banget sama tokoh Maryam ini, karena selain humoris (dia lah tokoh yang paling konyol disini), dia juga setia, nggak mudah tersinggung, cuek, tangguh, peduli, dan bisa dipercaya.

Endingnya?
Gaaahh.. sangat menegangkan! Dan benar-benar membuatku tenggelam. Aku nggak akan menyebutkan ceritanya berakhir seperti apa, yang pasti, emosi kita diaduk-aduk disini. Esok yang jenius dan menjadi ilmuwan muda di masa depan, ikut andil dalam misi penyelamatan dunia dari bencana. Hal inilah yang menjadi salah satu konflik menjelang akhir cerita, yang menentukan bagaimana hubungannya dengan Lail. Apakah mereka akhirnya bisa bersama, atau bahkan terpisah. Aku yakin, mostly pembaca pasti pada geregetan di part menjelang akhir cerita ini. Daaaann.. lagi-lagi Tere Liye menyangkal tebakanku. Akhir ceritanya (lagi-lagi) nggak seperti yang kupikirkan. 

Anyway, bukan novel romance kalo nggak ada bumbu-bumbu manisnya. Tapi menurutku, kebayakan novel romance itu lebay, manisnya bikin diabetes dan baper sedalam-dalamnya. Tapi novel ini enggak. Well, sejauh yang pernah kubaca, novel karya Tere Liye yang bergenre romance memang nggak ada yang berlebihan sih menurutku. Manisnya selalu pas. Jadi makin suka sama penulis satu ini :)

Akhir kata, ada satu quote bagus dari novel ini,
"Barangsiapa yang bisa menerima (mengikhlaskan semua kenangan buruk yang pernah terjadi), maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan."
Minggu, 04 Juni 2017 2 komentar

Senja Bersama Fiersa Besari

Pernahkah kau terjatuh secara sukarela?
Sebab kau yakin seseorang akan menangkapmu
Seseorang akan mengajarimu cara tertawa
Cara percaya, cara mengeja rasa tak bernama
Seketika itu pula, jagat raya bergenti bergerak
Jiwamu terbakar, ragamu lebur
Dan dirimu hanya bisa menyerah, karena kau tahu
Kau menyerah pada orang yang tepat

- Konspirasi Alam Semesta -


Source : @fiersabesari

Dua tahun yang lalu, seorang teman memperkenalkan aku pada pria mengagumkan ini. Aku biasa memanggilnya Mas Rizki. Ia rekan kantor di tempat kerjaku yang dulu. Aku lupa kapan tepatnya. Saat itu masih jam kerja, aku duduk di meja kerjaku. Aku nggak sendirian di ruangan itu. Ada Mas Rizki dan Mas Daus yang juga duduk di meja mereka masing-masing. Mungkin karena bosan dengan suasana ruang kantor yang sepi, Mas Rizki memutar lagu dari hapenya. Saat itu ia memutar lagu berjudul Iris.

Aku yang saat itu baru mengenal lagu Iris yang dibawakan Sleeping With Sirens, bertanya, "Ini yang bawain siapa, Mas? Goo Goo Dolls bukan?"
Lalu dia menjawab, "Bukan. Ini mah Fiersa Besari, orang Bandung."

Sebenarnya itu bukan kali pertama aku mendengar nama 'Fiersa Besari'. Beberapa waktu sebelumnya, aku pernah mendengar (atau lebih tepatnya membaca) nama ini tertulis di status salah satu teman Facebook-ku. Hanya aja saat itu aku kira Fiersa Besari itu nama cewek. Hahaha..

Setelah hari itu, Mas Rizki memperkenalkanku dengan lagu-lagu Fiersa Besari yang lain. Koleksi lagu-lagunya lumayan banyak. Lewat dia juga aku jadi tau beberapa hal tentang penyanyi Indie lulusan Sastra Inggris di STBA Yapari ABA Bandung ini.

Yang konyol, ketika masa perkenalanku dengan karya-karya Bang Fiersa ini, Mas Rizki mencoba membohongiku tentang beberapa hal. Ia mengaku bahwa ia dan Bang Fiersa adalah teman satu kampung di Majalengka. Ia mengaku bahwa ia sering curhat via e-mail sama Bang Fiersa tentang masalah asmaranya, dan ia mengaku bahwa beberapa lagu Bang Fiersa diambil dari cerita-cerita pribadi yang pernah dia curhatkan, salah satunya adalah lagu berjudul Harapan yang diambil dari kisah cintanya dengan pacarnya (yang sekarang udah jadi istrinya). Saat itu aku manggut-manggut aja, tapi diam-diam aku pun mencari tau kebenaran kata-katanya itu, hingga akhirnya aku tau bahwa ceritanya itu totally hoax. Faktanya, lagu berjudul Harapan udah ada jauh sebelum Mas Rizki jadian sama pendampingnya itu :v

Tapi masa bodohlah soal cerita hoax itu. Yang pasti berkat Mas Rizki aku jadi mengenal hingga akhirnya jatuh cinta dengan pria mengagumkan ini. Memang sih, saat itu nggak semua lagunya cocok di telingaku, apalagi kalo baru satu kali dengar. Tapi aku sangat terkesan dengan lagunya yang berjudul Samar. Aku pernah menangis karena mendengar lagu itu. Entahlah, saat itu aku lagi down banget. Dan ketika lagu itu terputar, rasanya kayak dihampiri seseorang, dan orang itu berkata, "Hey, kamu nggak sendiri kok."

Kekagumanku pada Bang Fiersa pun terus berlanjut. Bermula dari mengagumi lagu-lagunya, kemudian mengagumi tulisan-tulisan dan foto-foto yang diuploadnya di Instagram. Terkadang aku juga mengikuti live streaming-nya di Instagram. Bang Fiersa ramah banget sama fans. Aku selalu berharap suatu saat dia datang ke kotaku dan mengadakan konser musik atau meet and greet, dan aku bisa bertemu dengannya secara langsung meskipun (saat itu) kupikir kemungkinannya sangat kecil karena tampaknya Bang Fiersa hanya menggelar event di kampus-kampus dan sekolah-sekolah.

Hingga akhirnya cahaya terang itu muncul, ketika salah satu postingannya di Instagram menyebutkan bahwa dia akan datang ke kotaku untuk mempromosikan kaya terbarunya (lebih tepatnya karya lama yang dilahirkan kembali agar lebih fresh), Konspirasi Alam Semesta.

And here I am..
Entah sampai kapan lagu-lagu Bang Fiersa akan terus kuputar. Sejak tadi pagi, rasanya cuma lagu-lagu dia yang mau kudengar.

Hari ini, sesuai janjiku sejak pertama kali melihat postingan Bang Fiersa tentang kunjungannya ke kotaku, aku menghadiri acara yang digelar di Gramedia Cipto tersebut. Aku meminta Tri untuk menemaniku. Sebenarnya dia bersedia-bersedia aja sih, tapi karena aku merasa nggak enak kalo cuma minta temenin tanpa imbalan apapun, akhirnya kutawari juga dia makan di salah satu kedai burger sepulang dari sana. 

Kami berangkat dari rumah sekitar jam setengah empat sore. Ini diluar rencanaku, karena sebelumnya aku berencana pergi kesana lebih awal agar mendapat tempat paling depan. Tapi berhubung jam tiga sore itu Tri baru bangun dari tidur siang, kami jadi pergi terlambat. Baiklah, no problem, yang penting jadi, pikirku.

Acara digelar di lantai empat toko yang berupa ruangan luas seperti aula. Konyolnya aku sempat paralyzed tepat di bawah tangga menuju ruangan itu. Karena apa coba? Karena dari posisiku itu, aku udah bisa mendengar suara si Abang. Ada perasaan berdesir gimana gitu.

Ruangan itu didominasi warna hitam dan putih. Begitu tiba, kami disambut beberapa orang petugas keamanan dan staf toko. Kami diminta mengisi daftar hadir gitu deh. Awalnya kukira kami dimintai bayaran, tapi ternyata enggak, cuma daftar hadir biasa. Hahaha.. Setelah mengisi daftar hadir itu, barulah kami dipersilahkan bergabung.

Saat kami bergabung, audience yang datang udah buanyaaaak banget! Lebih banyak dari yang kukira. Tentunya aku dan Tri, kebagian tempat paling belakang. Tapi dari posisi kami itu, Bang Fiersa yang saat itu mengenakan kaus abu-abu lengan panjang (tepat seperti foto di atas) tetap terlihat jelas (meski cukup jauh), karena para audience duduk beralaskan karpet, nggak berdiri. Ketika itu Bang Fiersa tengah bercerita tentang kisah Juang dan Anna sambil memegang buku Konspirasi Alam Semesta miliknya yang udah sampai di bab tiga. Itu artinya aku udah ketinggalan dua bab dan dua lagu, karena setiap Bang Fiersa selesai menceritakan satu bab, maka dia akan menyanyikan satu lagu yang mewakili isi cerita dari bab tersebut diiringi gitar akustik yang dimainkannya sendiri dan biola yang dimainkan Teh Maya Manglekka (BTW, si Teteh ini cantik bangeeet..).


Source : @dery_photography

Dan tibalah saat si Abang menyanyikan lagu berjudul Juara Kedua. Itu pertama kalinya aku secara langsung mendengar dan menyaksikan seorang Fiersa Besari menyanyi. Kudengar para audience mengikutinya bernyanyi. Njir, udah pada hafal, aku belom. Wkwkwk.. Alhasil aku hanya menyanyikan bagian-bagian lagu yang kuingat aja.

Sayangnya, aku nggak sepenuhnya menyimak apa yang Bang Fiersa kisahkan dan nyanyikan, karena ditengah-tengah acara, Tri juga mengajakku ngobrol. Jujur, aku terganggu, tapi sebagai orang yang mengajaknya datang ke acara yang sama sekali bukan minatnya, aku merasa pantang untuk nyuekin dia.

Satu setengah jam berlangsung sangat singkat. Bang Fiersa rupanya hanya berkisah dan bernyanyi sampai pada bab lima yang berjudul Rumah. Itu artinya aku cuma kebagian tiga lagu. Huaahh..

Sebelum acara berakhir, MC memberi kesempatan pada para audience yang ingin minta tanda tangan. Tapi sayang seribu sayang, kami nggak diperbolehkan untuk foto bersama. YAAAAAHHH.. Aku kecewa, tapi nggak kaget karena sebelumnya aku udah tau tentang hal ini (berkat nge-stalk postingan para Kawan Mengagumkan yang meet and greet di Gramedia Depok kemarin). Awalnya aku udah berencana kalo para audience dilarang foto bareng, aku mau minta Tri buat fotoin aku pas lagi minta tanda tangan si Abang. Tapi sayangnya, karena melihat antrean yang berjubel, Tri menolak. Aku nggak bisa maksa dia. Akhirnya aku antre sendiri bareng audience yang lain.

Daaaan.. karena foto bareng dilarang, maka ketika giliranku untuk meminta tanda tangannya, aku memberanikan diri untuk bersalaman. Maka begitu ia selesai membubuhkan tanda tangannya di atas buku Konspirasi Alam Semesta milikku dan menyerahkannya padaku plus bonus senyuman semanis dan sehangat gula kapas, kuulurkan tanganku untuk menjabat tangannya dan ia menyambutnya. "Sukses ya," katanya. Dan aku berlalu sambil senyum girang.

UWUWUUU.. BANG FIIIE.. AKU NGGAK BAKAL CUCI TANGAN!!

Hahaha.. enggak deng..

Sebenarnyaaaaa.. aku masih pengen stay disitu sampai acara tanda tangan selesai dengan harapan aku bisa berkesempatan buat foto bareng (kayak beberapa Kawan Mengagumkan lain yang entah gimana caranya bisa berkesempatan foto bareng dia). Tapi lagi-lagi, aku merasa nggak enak sama Tri yang udah kayak bete gitu. Huaaahh.. tadi kenapa nggak pergi sendiri aja yaa..


Nggak bisa foto bareng sama orangnya, foto bareng banner pun jadi :'v

Tapi ya udahlah. Seenggaknya keinginanku buat bertemu langsung sama Bang Fiersa Besari terwujud. Terima kasih untuk Tri yang udah nemenin :)

Oh ya, tau nggak sih? Ternyata Bang Fiersa ini aslinya jauh lebih cakep dari yang selama ini kulihat di foto dan live streaming. Selama ini aku selalu menganggap dia mirip sama Mamang Siomay depan kampus yang jadi langgananku dari jaman kuliah sampai sekarang (tapi sumpah, bukan karena alasan mirip ini yang bikin aku suka beli siomaynya, karena faktanya aku udah langganan siomay disitu jauh sebelum ngefans sama Bang Fiersa :v). Walau memang mirip, tapi Bang Fiersa jauh lebih manis dan lebih muda tentunya :3

Semoga suatu hari nanti aku diberi kesempatan buat bertemu dia lagi dengan durasi yang lebih panjang. Aamiin.

Terima kasih atas lagu-lagu dan cerita sorenya,
Terima kasih atas coretanmu di atas bukuku,
Terima kasih atas jabat dan senyum hangatmu,
Bersamamu sore ini, senja lebih indah dari biasanya.
See you next time, Bang Fiersa. ILYA :)



0 komentar
Lebih dari sepuluh tahun berlalu, namun ingatan masa lalu itu masih tergambar jelas, dan dampaknya masih membelenggu hingga kini.

Mereka mungkin nggak tau, bahwa selepas masa enam tahun berjuang membentuk masa depan itu aku membawa kebencian dan luka yang sulit sembuhnya. Yang mereka tahu sampai sekarang, aku ada, tapi asing. Namaku boleh terlihat dimanapun, di Facebook, di BBM, di Twitter, di Instagram.. tapi aku tetap pada zona nyamanku.

Namun entah malaikat apa yang menghampiriku hari itu. Ketika salah satu dari mereka mengirimkan undangan pertemuan (yang kesekian kali, dan sejak dulu nggak pernah kurespon), aku menerimanya. Bahkan aku berikrar bahwa selepas Ramadhan tahun ini, hatiku bersih dari noda yang mereka torehkan dulu, meski kenangannya nggak mungkin bisa dikubur. Aku akan memaafkan mereka.

Tapi trauma tetaplah trauma. Ketika nama-nama itu muncul di layar hapeku pagi ini, rasanya rekaman masa lalu itu kembali terputar, dan kebencian itu berkumpul lagi menjadi satu. Aku tahu, setiap orang pasti berubah, dan sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Tapi bukan nggak mungkin mereka akan mengungkit masa lalu itu kan? Mengingatnya sendiri saja rasanya sudah muak, apalagi diingatkan.

Jadi terima kasih untuk kalian yang masih menganggapku sebagai bagian dari kalian. Aku mengurungkan niatku untuk pindah dari zona nyaman. Maaf.

Total Tayangan Halaman

 
;