Senin, 18 Juni 2018

Last Holiday

And finally, it's the last day of my holiday. Besok aku udah harus kembali ngantor dan beraktifitas seperti biasanya. Anyway, sebelumnya aku mau mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1439H. Taqobalallahu minna wa minkum. Mohon maaf kalo ada kata-kata atau sikapku yang kurang berkenan, khususnya tulisanku yang mungkin menyinggung perasaan kamu. Semoga Idul Fitri menjadikan kita pribadi yang lebih baik, dan semoga kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bertemu bulan Ramadhan selanjutnya. Aamiin yaa robbal alamiin :)

Idul Fitri tahun ini aku rasa kurang berkesan. Aku yang berharap bisa mengikuti ibadah sholat Ied justru harus menerima kenyataan bahwa aku masih belum 'bersih' sehingga nggak bisa ikut orangtua dan adikku ke masjid pagi itu. Selain itu rasanya Idul Fitri tahun ini sepi banget. Mungkin karena banyak anggota dari keluarga besar yang nggak pulang ke Cirebon kali ya. Selebihnya, aku bersyukur karena di momen Idul Fitri aku kembali dipertemukan sama orang-orang yang sempat 'hilang', lalu kemudian muncul lagi untuk saling bermaafan. Salah satunya adalah teman masa kecilku yang dulu hitam dan kucel kayak anak ilang. Sekarang, setelah bertahun-tahun kami nggak bertemu, dia udah kayak artis, putih, ramping, dan terawat. Bahkan kabarnya sekarang dia pacaran sama oppa-oppa (tolong jangan salah-artikan sebagai lelaki renta yang udah bercucu). Memang sih setelah kami bersalam-salaman, kami nggak melanjutkan komunikasi lagi. Entahlah. Feel nya udah beda aja gitu. Teman-teman sepergaulannya kini udah sangat berbeda, begitupun dengan gaya hidupnya. Ibaratnya kami itu udah beda aliran. Waktu dulu, kami mungkin bisa sangat enjoy ngobrolin soal musik yang lagi ngehits di radio, ngobrolin tentang teman satu sekolah, atau tentang siapa naksir siapa. Tapi sekarang, obrolan yang menarik baginya mungkin seputar tempat-tempat nongkrong yang ngehits dan instagramable, gaya fashion terbaru atau tentang event-event yang asik buat seru-seruan dimana para cewek dan cowok dengan penampilan menarik berbaur menjadi satu, yang mana sangat bertolak belakang dengan obrolan yang biasa kami (aku dan teman-teman masa kecilnya yang lain) bahas. At least I'm glad to know that she still remember us :)

Siang harinya, seperti biasa, aku dan keluarga pergi ke rumah nenek di Perumnas. Dan yah, lagi-lagi kami nggak ketemu dengan beberapa orang anggota keluarga besar. Keluarga Wa Agus, tepatnya. Padahal aku kangen sama cerewetnya Azka, keponakanku yang masih berumur tiga tahun. Terakhir kami bertemu hari Minggu lalu, saat keluargaku menggelar acara buka puasa bersama. Aku ingat dia sempat ketakutan waktu nongkrong bareng Awan—suami Gege—di teras rumahku. Waktu itu Magrib, Azka mengaku melihat 'patung' dibalik pohon sawo yang tumbuh di pekarangan rumahku, padahal disana nggak ada patung. Spontan kami—para orang dewasa—antusias memberondongnya dengan pertanyaan : seperti apa wujudnya, pakai baju apa, bagaimana warna matanya, karena konon katanya anak balita mampu melihat dan merasakan apa yang nggak bisa dilihat dan dirasakan oleh orang dewasa. Errr.. Do you think he really saw ghost or something?

Di hari kedua Lebaran, aku, ibu dan adik kembali pergi ke rumah nenek. Kali ini lebih pagi, coz kami akan bersilaturahmi mengunjungi keluarga nenek di Kuningan, dan kalo nggak berangkat pagi-pagi, kami bisa terjebak macet. Tapi untungnya jalanan cukup lancar meski kami berangkat lebih siang dari yang direncanakan. Dari empat tempat tujuan kami, yang paling berkesan adalah saat kami berkunjung ke kediaman Mak Neng—adik kandung nenek—dan Abah Bening yang sebenarnya sederhana aja, tapi kami suka suasananya yang mengingatkan kami pada masa kecil.

Rumah Mak Neng dan Abah Bening terletak di kaki Gunung Ciremai. Waktu kelas tiga SD aku pernah berlibur selama beberapa hari disana bersama adik, sepupu-sepupu dan keluarga besar ibu. Selama disana, setiap hari kami mandi dengan air pegunungan yang hampir sedingin es. Setiap pagi, kami disambut pemandangan indah di seberang jalan menuju rumah : pematang sawah dan tentu aja, Gunung Ciremai yang menjulang gagah, yang nggak terlihat sejelas dan seindah itu di kota tempat kami tinggal. Di Cirebon, Ciremai terlihat biru, tapi dari tempat tinggal Mak Neng, gunung itu terlihat hijau. Kami bisa melihat rimbunnya pepohonan di atas sana dan jalannya yang berkelok-kelok. Terakhir kami main-main ke sawah disana adalah sekitar delapan tahun yang lalu. Waktu itu Almarhum Om Sukim masih hidup. Aku, adik, dan sepupu-sepupu iseng menjahili beliau. Awalnya kami cuma berniat melihat-lihat sawah, tapi sesampainya disana, kami meninggalkan beliau. Kami pergi ke tengah sawah melalui jalan-jalan setapak, nggak peduli dengan teriakan beliau yang menyuruh kami untuk kembali. Di tengah sawah, aku, adik, dan sepupu-sepupu kami berfoto bersama dengan kamera ponsel yang dulu nggak sebagus sekarang.

Kali ini kami nggak lagi mencuri kesempatan main ke sawah kayak dulu. Saat ini Gege sedang hamil lima bulan, bahaya juga kalo main-main ke sawah. Kami cukup menikmati pemandangan hijau dari pinggir jalan, meski Gunung Ciremai nggak terlihat karena tertutup awan, dan menikmati segarnya udara yang nggak sesejuk dulu, tapi juga nggak panas. Dan.. oh ya, sepupuku, Arul mengalami love at the first sight sama seorang cewek yang merupakan tetangga Mak Neng. Pertemuan mereka bisa dibilang cukup drama sih. Mereka saling tatap ketika si cewek lagi ngangkatin jemuran. Menggelikan, udah kayak adegan-adegan di FTV yang judulnya aneh-aneh itu. Kepentok Cinta di Tiang Jemuran, misalnya. Lalu dengan sangat pedenya, Arul nanya-nanya soal cewek itu sama Mak Neng, malah sempat titip salam segala. Tapi sepertinya si Arul ini nggak naksir sendirian sih, karena beberapa saat sebelum kami pulang, Bibi Elly mengaku melihat cewek itu mengintip dari jendela. Mengetahui hal itu, Arul cengar-cengir aja. "Sering-sering main kesini ah", katanya.

Hari Minggu-nya, aku jalan-jalan bareng Tri ke CSB Mall. Rencana awalnya sih sebenarnya cuma nganter Tri ke bank. Tapi setelah itu, kami memutuskan buat pergi jalan-jalan sebentar. Yah, sekedar mengusir penat, sekalian cari jajan. Disana kami cuma nongkrong di Foodlicious, makan crispy chicken dan kentang goreng sambil ngobrol-ngobrol. 

Daaan.. hari ini, aku menghabiskan hari libur terakhirku bersama adik dan dua teman masa kecil kami, Tri dan Dewi. Kami berkumpul di kediamanku selepas Magrib, lantas menumpang Gr*bC*r ke CSB Mall. Kenapa ke CSB Mall terus? Karena disana banyak tempat nongkrong yang enak. Muehehe..
Dan baru aja kami saling maaf-maafan berkat momen Lebaran kemarin, tapi sepanjang perjalanan menuju CSB Mall, kami udah bikin dosa lagi dengan ngetawain adikku yang di-bully sama Dewi. Bukan bully yang gimana-gimana sih. Jadi ceritanya adikku itu punya tahi lalat di atas bibir sebelah kirinya. Nah, tahi lalat itu jadi bahan ledekan. Waktu itu pemutar musik di mobil tengah memutar lagu Cinta Sejati-nya Bunga Citra Lestari, liriknya Dewi ganti dengan kalimat-kalimat ejekan. Aku nggak mau ngetawain, tapi lirik yang Dewi ciptakan secara spontan itu kelewat kreatif. But however, adikku kalem-kalem aja sih melihat kami ketawa-ketawa. Well, dia memang udah terbiasa digituin, dan dia tau kami cuma bercanda.

Sesampainya di CSB Mall, Tri minta antar ke toilet untuk beresin kerudung. Jadi, aku dan Dewi antar dia dulu deh, sementara adikku menunggu di luar. Aaaannd.. lagi-lagi hal absurd terjadi. Kami bertiga menelusuri lorong menuju toilet. Dengan bersenandung ria, Dewi berjalan paling depan dan masuk ke salah satu pintu, sebelum akhirnya kami menyadari bahwa dia masuk toilet cowok. Sedetik kemudian, Dewi berbalik dan ngibrit keluar lorong, nggak balik-balik lagi. Aku dan Tri yang melihat insiden itu ketawa sejadi-jadinya. Tri bahkan sampai terjongkok-jongkok, bikin semua mata pengunjung toilet tertuju padanya. Hmm.. mungkin Si Dewi ini kurang Aqua, atau mungkin insiden yang terjadi itu merupakan bentuk dari doa adikku yang teraniaya, langsung diijabah sama Allah. Dengan kata lain, Dewi kualat. Wkwk..

Setelah mengantar Tri ke toilet, kami berempat naik ke lantai tiga. Kami berencana makan di Tea House, tapi ternyata tempatnya penuh, jadi kami terpaksa harus menunggu. Sambil menunggu meja kosong, aku mengantar Tri beli tteokbokki dan crispy chicken di Holdak. Nggak menunggu waktu begitu lama, kami akhirnya mendapat meja kosong di Tea House. Tempatnya cukup nyaman. Kami mengobrol, bercanda, dan berfoto-foto di sela-sela makan. Disini untuk kesekian kalinya kami tertawa karena suatu hal. Waktu itu kami sedang asyik ngobrol, aku lupa ngobrolin apa. Tiba-tiba, Tri cengengesan sendiri. Karena nggak menemukan ada yang lucu, kami pun bertanya sama dia, kenapa tiba-tiba ketawa sendiri.
"Coba lihat orang di belakang Teteh", bisiknya. Kami pun celingukan, mencari orang yang dia maksud.
"Mana sih? Arah jam berapa?" tanya Dewi.
"Oh.." tiba-tiba adikku menggumam dan langsung cengengesan. "Itu lho, bapak yang ketutupan pilar".
Kami sontak melihat ke arahnya, dan langsung mengerti apa yang ditertawakan Tri tadi : belahan tubuh bagian belakang *you know what I mean, right?Jadi bapak itu nggak sadar kalo bagian bawah kaosnya tersingkap dan celananya agak melorot saat ia duduk sehingga menampilkan aurat.
"Mata kamu punya auto-focus ya?" ledekku. Tri ketawa-ketawa aja. Nggak lama setelah itu, kami pun beranjak dari sana.

Dari Tea House, kami nggak langsung pulang sih, tapi sempat lihat-lihat aksesoris cewek dan aksesoris handphone dulu. Dari situ, Dewi membeli ikat rambut, sedangkan aku membeli tempered glass buat hapeku. Habis itu, baru deh kami pulang.

Haaaaahh.. I was soooo happy today. Hope we can spend time together again next time. Di Tea House tadi kami sempat merencanakan refreshing ke Bandung bulan Juli mendatang, hanya aja belum fix sih. Mudah-mudahan aja bisa terlaksana. Aamiin.

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

 
;