Apa sih
menulis itu?
Sebagai
seorang Blogger, salah satu penulis favoritku, Raditya Dika mengungkapkan bahwa
menulis merupakan pelampiasan hidup sehari-harinya yang biasa aja. Bagiku,
menulis adalah salah satu cara untuk bertahan hidup. Kenapa?
Well, menurutku, di dunia ini nggak ada
satupun orang yang mampu memendam unek-unek sendirian. Mereka pasti butuh
seseorang atau sesuatu untuk menumpahkan semua itu. Bisa dibayangkan nggak sih,
gimana rasanya punya masalah atau unek-unek yang menumpuk di pikiran dan nggak
terlampiaskan? Pasti rasanya stres dan nyesek banget, bahkan bisa berujung
depresi atau bahkan bunuh diri.
Aku hobi
menulis diary sejak kelas tiga SD. Waktu itu aku terinspirasi dari sebuah
cerita dalam buku kumpulan cerpen yang aku baca tentang seorang gadis yang
gemar menulis buku harian. Sejak saat itu, aku tuliskan cerita sehari-hariku
dalam sebuah buku. Semuanya. Bahkan meskipun hari itu nggak ada sesuatu yang
menarik untuk kuceritakan pun tetap aku tulis :
‘Hai, Diary. Hari ini nggak ada cerita
menarik. Maaf ya. Semoga besok ada cerita yang menyenangkan. Dadah..’
Menggelikan
juga kalo aku baca ulang. Hahaha.. Iya, semua buku harian yang kutulis masih
tersimpan sampai sekarang.
Tiga tahun
setelah itu, aku mengalami hari-hari berat di sekolah. Hampir setiap hari,
sampai aku lulus SD. Dan ironisnya, setelah lulus SD keadaan nggak kunjung
membaik. Hal yang sama aku alami di kelas satu SMP, dan baru berakhir ketika
aku naik kelas dua dan pindah kelas. Ketika itulah aku merasa betapa buku harian
sangat berperan untuk menumpahkan segala perasaan. Aku yang dulu rata-rata
menghabiskan setengah sampai satu halaman buku untuk menuliskan cerita
sehari-hariku, tapi sejak keadaan menjadi sulit, aku bisa menuliskannya
berlembar-lembar. Aku bukannya nggak butuh orang lain untuk curhat. Aku pernah
melakukannya pada salah satu orang yang paling kupercaya. Tapi yang terjadi
kemudian adalah cerita itu sampai pada orang ketiga dan berujung aku
diolok-olok. Dengan kata lain, semakin memperburuk keadaan.
Sejak saat
itu aku jadi canggung untuk menceritakan masalahku pada orang lain. Aku
bersyukur karena aku hidup di era millenial dimana internet berperan sangat
besar. Media sosial menjamur, orang-orang bebas berekspresi di dunia maya.
Menurutku, berkeluh kesah di media sosial itu sah-sah aja, selama itu nggak
terlalu berlebihan dan nggak mengumbar aib. Karena seperti kataku tadi, setiap
orang butuh menumpahkan unek-unek. Dan kalo mereka nggak punya seseorang yang
bisa diajak curhat, media sosial bisa menjadi wadah. Tapi bukan berarti
melupakan Tuhan lho ya. Tuhan tetap menjadi pusat bagi siapapun yang beragama
untuk berkeluh kesah. Dia pendengar dan pemberi solusi yang terbaik dibanding
siapapun. Aku pribadi sering kok curhat sama Tuhan. Tapi entah kenapa rasanya
kurang lega aja gitu kalo belum menumpahkannya kedalam sebuah tulisan. Maka
kuputuskanlah untuk membuat blog.
Anyway, aku punya dua blog yang berisi
curhatan dan catatan harian. Yang pertama adalah blog dengan catatan random, yang sedang kamu baca sekarang,
yang dibuat delapan tahun lalu, tepat setelah aku berhenti menggunakan buku
harian untuk menulis diary. Yang
kedua adalah blog dengan curhatan yang lebih bersifat pribadi. Siapapun nggak
akan menemukan namaku disana. Dengan begitu aku bisa lebih bebas menumpahkan
unek-unek tanpa harus merasa khawatir dihakimi apalagi diolok-olok. You know, nggak ada siapapun yang
benar-benar bisa mengerti dirimu, kecuali Tuhan dan dirimu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar